Anda di halaman 1dari 59

ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA PNEUMOTHORAKS PADA TN.

R
DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD RADEN
MATTAHER PROVINSI JAMBI

PEMBIMBING AKADEMIK :
Dr. Ns. Andi Subandi, S.Kep., M.Kes
Ns. Yosi Oktarina, S.Kep, M.Kep
Ns. Dini Rudini, S.Kep, M. Kep

PEMBIMBING KLINIK

Ns. Ratna, S. Kep


Ns. M. Syahdan, STr. Kep
DISUSUN OLEH :

Rosalinda Octavia, S.Kep Fajar Pandapotan S, S.Kep


Yemima Angel Lorence, S.Kep Mardalia, S.Kep
Ayu Kurnia, S.Kep Nosil Elvini, S.Kep
Yusi Lorenza, S.Kep Tori Lianti, S.Kep

Putri Yani Pasaribu, S.Kep Fitria Husni, S.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI

2023

i
KATA PENGANTAR
Bismillah, Alhamdulillahi Rabbil’alamiin, segala puji hanya bagi Allah yang
Maha Kuasa. Sholawat serta salam bagi Nabi Muhammad SAW. Atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelasikan laporan seminar
kasus ini yang berjudul “Asuhan Keperawatan Trauma Pneumothoraks pada
Tn. R Di Ruang Instalasi Gawat Darurat RSUD Raden Mattaher Provinsi
Jambi”.
Terwujudnya laporan ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan dorongan
berbagai pihak, maka sebagai ungkapan hormat dan penghargaan penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Ns. Andi Subandi, S.Kep., M.Kes selaku koordinator dan
pembimbing akademik stase keperawatan gawat darurat dan kritis.
2. Ibu Ns. Yosi Oktarina, S.Kep, M. Kep selaku pembimbing akademik stase
keperawatan gawat darurat dan kritis.
3. Bapak Ns. Dini Rudini, S.Kep, M. Kep selaku pembimbing akademik stase
keperawatan gawat darurat dan kritis.
4. Ibu Ns. Ratna, S. Kep selaku pembimbing klinik stase keperawatan gawat
darurat dan kritis.
5. Bapak Ns. M. Syahdan, STr. Kep selaku pembimbing klinik stase
keperawatan gawat darurat dan kritis.

Penulis menyadari bahwa laporan seminar kasus masih jauh dari kesempurnaan,
untuk itu penulis mengharapkan saran dan masukan yang membangun dari semua
pihak demi perbaikan laporan ini. Akhir kata semoga laporan ini dapat diterima
dan bermanfaat bagi kita semua.

Jambi, 10 Maret 2023


Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i


DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1. Latar belakang ..................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................... 2
1.3. Tujuan penulisan ................................................................................. 3
1.4. Pengumpulan data ............................................................................... 3
1.5. Tempat dan waktu ............................................................................... 4
1.6. Manfaat Penulisan ............................................................................... 4
1.7. Sistematika Penulisan .......................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 6
2.1. Definisi.................................................................................................. 6
2.2. Anatomi Fisiologi ................................................................................. 7
2.3. Etiologi ................................................................................................. 9
2.4. Manifestasi Klinis .............................................................................. 10
2.5. Patofisiologi ........................................................................................ 11
2.6. WOC................................................................................................... 13
2.7. Komplikasi ......................................................................................... 14
2.8. Pemeriksaan Penunjang .................................................................... 14
2.9. Penatalaksanaan ................................................................................ 16
BAB III TINJAUAN KASUS .......................................................................... 32
BAB IV PEMBAHASAN ................................................................................. 46
BAB V PENUTUP........................................................................................... 50
5.1. Simpulan ............................................................................................. 50
5.2. Saran ................................................................................................... 52

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Trauma merupakan salah satu penyebab kematian terbesar di dunia. Secara
global angka kejadian kasus cedera atau trauma masih cukup tinggi.
Berdasarkan laporan dari WHO (Word Health Organitation) setiap harinya,
sekitar 16.500 orang meninggal di seluruh dunia disebabkan oleh semua jenis
cedera. Cedera atau trauma mewakili 12% dari beban keseluruhan penyakit,
sehingga cedera juga merupakan bagian dari penyebab penting ketiga dari
kematian secara keseluruhan (World Health Organization, 2016).

Trauma dada merupakan salah satu jenis trauma yang sering terjadi.
Trauma dada yang tidak ditangani dengan benar maka akan menyebabkan
kematian. Pada kasus trauma dada, sebanyak 90% merupakan trauma dada
tumpul dan 10% merupakan trauma yang memerlukan tindakan pembedahan.
Kejadian trauma dada mencapai sekitar ¼ dari jumlah kematian akibat trauma
dan merupakan 1/3 penyebab dari kematian yang terjadi di berbagai rumah
sakit (World Health Organization, 2016).
Pneumothoraks merupakan salah satu jenis trauma dada yang umum
ditemukan pada kejadian trauma di luar rumah sakit. Dimana, pneumothoraks
merupakan kegawatdaruratan yang harus diberikan penanganan secepat
mungkin untuk menghindari kemungkinan kematian. Insiden pneumothoraks
sendiri tidak diketahui secara pasti di populasi, hal disebabkan di beberapa
literatur menyebutkan bahwa insiden pneumothoraks dimasukkan ke dalam
insiden trauma dada. Sebuah literatur menyebutkan bahwa 5,4% dari seluruh
pasien yang menderita trauma merupakan pasien yang mengalami
pneumothoraks (Punarbawa & Suarjaya, 2019).
Sebuah survey yang telah dilakukan menunjukkan bahwa di Menosta
angka kejadian Pneumothoraks tidak terlalu tinggi. Jumlah kasus ini pada pria
lebih tinggi dibandingkan pada wanita pada pria kejadian kasus
Pneumothoraks sekitar 7/100000 sedangkan pada penduduk wanita
diperkirakan sekitar 1/100000. Hasil dari beberapa penelitian maka

1
menunujukkan bahwa jumlah Pneumothoraks pada laik-laki lebih banyak,
(Lim,2017).

Pada penderita pneumothoraks, umumnya penderitanya akan mengeluh


sesak napas, nyeri dada, batuk dan ada beberapa penderita yang mengalami
emfisema subkutis. Pada saat pemeriksaan ditemukan takipnea, hiperresonansi
saat dilakukan perkusi, dan suara napas terdengar menurun atau tidak ada
sama sekali pada saat dilakukan auskultasi pada pasien pneumothoraks (White
& Eaton, 2017). Kelemahan yang terjadi pada otot-otot bantu pernapasan
mengakibatkan pasien pneumothoraks mengalami sesak napas parah dan
mempengaruhi diafrgama. Terjadinya retraksi jaringan lunak dan otot-otot di
sekitar dinding dada akan menyebabkan keterbatasan ekspansi dada yang
menyebabkan pasien akan mengeluh sesak (Rekha et al., 2016).
Pneumothoraks jika tidak segera mendapatkan maka akan menyebabkan
keadaan yang mengancam manusia dengan cara pembuluh darah kolaps
sehingga pengisian jantung menurun yang menyebabkan tekanan darah
menurun. Selain itu pneumothoraks juga dapat menyebabkan hipoksia dan
dispnea berat dan dapat menyebabkan kematian. Melihat bahaya dan angka
kejadian dari Pneumothoraks yang cukup besar maka kelompok kami
bermaksud menyusun sebuah refrat dengan masalah yang diangkat yaitu
Pneumothoraks (Corwin,2019).
Berdasarkan uraian tersebut diatas mendorong penulis untuk mengangkat
permasalahan yang ada pada gangguan sistem pernafasan yaitu penyakit
Pneumothorak. Maka penulis ingin memaparkan asuhan keperawatan pada
pasien penderita Pneumothorak dengan judul “Asuhan Keperawatan Trauma
Pneumothoraks pada Tn. R Di Ruang Instalasi Gawat Darurat RSUD Raden
Mattaher Provinsi Jambi”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam laporan
tugas akhir ini adalah “Bagaimana Asuhan Keperawatan Trauma
Pneumothoraks pada Tn. R Di Ruang Instalasi Gawat Darurat RSUD Raden
Mattaher Provinsi Jambi?

2
1.3. Tujuan penulisan
1.3.1. Tujuan Umum
Melakukan Asuhan keperawatan pada klien dengan Pneumothoraks .
1.3.2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dan penulisan laporan kasus ini adalah untuk memaparkan
a. Meningkatkan pengetahuan mengenai definisi pneumothorax.
b. Meningkatkan pengetahuan mengenai Anatomi Fisiologi
pneumothorax.
c. Meningkatkan pengetahuan mengenai etiologi pneumothorax.
d. Meningkatkan pengetahuan mengenai manifestasi klinis
pneumothorax.
e. Meningkatkan pengetahuan mengenai patofisiologi pneumothorax.
f. Meningkatkan pengetahuan mengenai komplikasi pneumothorax.
g. Meningkatkan pengetahuan mengenai pemeriksaan penunjang
pneumothorax.
h. Meningkatkan pengetahuan mengenai penatalaksanaan pneumothorax.
i. Mengetahui Pengkajian pada Tn. R dengan Pneumothoraks
j. Menentukan diagnosa keperawatan pada Tn. R dengan Pneumothoraks
k. Penetapan rencana tindakan keperawatan pada Tn. R dengan
Pneumothoraks
l. Implementasi keperawatan pada Tn. R dengan Pneumothoraks .
m. Evaluasi terhadap pelaksanaan Asuhan keperawatan yang telah
dilakukan pada Tn. R dengan Pneumothoraks.
1.4. Pengumpulan data
Pengumpulan data untuk penyusunan laporan kasus ini menggunakan
tekhnik pengumpulan data dengan cara sebagai berikut :
1.4.1. Observasi dan Partisipasi
Pengumpulan data dengan melakukan pengamatan secara langsung pada
pasien mengenai keadaan fisik dan respon pasien terhadap masalah
kesehatan, serta keluhan yang dialami pasien.

3
1.4.2. Wawancara
Berlangsungnya proses keperawatan tidak lepas dari komunikasi perawat-
klien, perawat-keluarga. Penulis menggunakan tekhnik wawancara dengan
pasien dan keluarga pasien, yang meliputi : Keluhan-keluhan yang
dirasakan, pengobatan sebelumnya, riwayat penyakit dahulu, riwayat
penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, pemahaman dan pengetahuan
pasien tentang penyakitnya.
1.4.3. Studi Literatur
Pengumpulan data dilakukan dengan cara menggali sumber-sumber
pengetahuan melalui buku-buku atau jurnal terkini yang berkaitan dengan
asuhan keperawatan pada klien.
1.4.4. Catatan Rekam Medik
Pengumpulan data dilakukan dengan cara menelaah catatan-catatan
tentang kasus klien yang terdapat pada format-format dokumentasi
maupun yang terdapat pada rekam medik.
1.5. Tempat dan waktu
Asuhan Keperawatan Trauma Pneumothoraks pada Tn. R di Ruang
Instalasi Gawat Darurat RSUD Raden Mattaher pada tanggal 31 Maret
2023
1.6. Manfaat Penulisan
Hasil laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada
beberapa pihak antara lain :
a. Bagi Dinas Kesehatan
Diharapkan dapat dijadikan gambaran untuk kinerja terutama dalam
mempertahankan dan meningkatkan asuhan keperawatan trauma
pneumothoraks
b. Bagi Instalasi Gawat Darutat
Diharapkan dapat mengembangkan penanganan diri pada pasien
dengan trauma pneumothoraks
c. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan agar dapat menambah informasi dan bahan pustaka
sehingga dapat menambah ilmu pengetahuan bagi mahasiswa
mengenai asuhan keperawatan trauma pneumothoraks

4
1.7. Sistematika Penulisan
Sedangkan uraian sistem penulisan laporan kasus sebagai berikut :
BAB I :
Pendahuluan. Membahas tentang latar belakang masalah, tujuan
penelitian, manfaat penulisan, dan tempat serta waktu termasuk
sistematika penulisan.
BAB II :
Tinjauan Pustaka. Menguraikan tentang penelitian, klasifikasi, etiologi,
anatomi dan fisiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan
penunjang, penatalaksanaan, pathway, dan uraian masalah prioritas.
BAB III :
Laporan Kusus. Membahas Tentang tinjauan kasus.
BAB IV :
Simpulan dan Saran. Berisi tentang kesimpulan dan saran yang diberikan
terkait dengan kasus.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Pneumotoraks didefinisikan sebagai adanya udara dalam rongga
pleura yang disebabkan oleh akumulasi udara antara pleura parietal dan
visceral. Akumulasi meningkatkan tekanan paru- paru dan akhirnya dapat
menyebabkan kolaps (McKnight, dkk., 2020). Pneumotoraks dibagi
menjadi spontan dan traumatis. Pneumotoraks traumatis terjadi karena
cedera traumatis. Pneumotoraks spontan primer (PSP) terjadi tanpa
penyakit paru yang mendasarinya, sedangkan pneumotoraks spontan
sekunder (SSP) terjadi sebagai komplikasi penyakit paru yang
mendasarinya, paling sering akibat penyakit paru obstruktif kronik
(PPOK) atau tuberkulosis paru (Onuki. dkk, 2017).

Pneumothoraks ialah keadaan ketika udara mengisi ruang antara


bagian luar paru dan bagian dalam dinding dada atau ribcage (British Lung
Foundation, 2019). Pneumotoraks merupakan keadaan emergency yang
disebabkan oleh akumulasi udara dalam rongga pleura, sebagai akibat dari
proses penyakit atau cedera. Pneumotorax adalah terdapatnya udara dalam
rongga pleura, sehingga paru-paru dapat terjadi kolaps (Briones-Claudett,
2020).

Gambar 2.1 Pneumothorax (Tschoop, 2015).

6
2.2. Anatomi Fisiologi
2.2.1. Anatomi
1. Paru - paru
Paru-paru adalah organ pada sistem pernapasan (respirasi) dan
berhubungan dengan sistem peredaran darah (sirkulasi). Fungsinya
adalah menukar oksigen dari udara dengan karbon dioksida dari darah.
Paru-paru terdiri dari organ-organ yang sangat kompleks. Bernapas
terutama digerakkan oleh otot diafragma (otot yangterletak antara dada
dan perut). Saat menghirup udara, otot diafragma akan mendatar, ruang
yang menampung paru-paru akan meluas.
Begitu pula sebaliknya, saat menghembuskan udara, diafragma
akan mengerut dan paru-paru akan mengempis mengeluarkan udara
(Fauci et al, 2012).
Akibatnya, udara terhirup masuk dan terdorong keluar paru-paru
melalui trakea dan tube bronchial atau bronchi, yang bercabang- cabang
dan ujungnya merupakan alveoli, yakni kantung-kantung kecil yang
dikelilingi kapiler yang berisi darah. Di sini oksigendari udara berdifusi
ke dalam darah, dan kemudian dibawa oleh hemoglobin (Marson RJ, et
al, 2016). Selama hidup paru kanan dan kiri lunak dan berbentuk seperti
sponsdan sangat elastic. Jika rongga thorax dibuka volume paru akan
segera mengecil sampai 1/3 atau kurang. Paru-paru terletakdi samping
kanan dan kiri mediastinum. Paru satu dengan yang lain dipisahkan
oleh jantung dan pembuluh-pembuluh besar serta struktur lain di dalam
mediastinum. Masing-masing paru berbentuk kerucut dan diliputi oleh
pleura visceralis, dan terdapat bebas di dalam cavitas pleuralis masing-
masing, hanya dilekatkan pada mediastinum oleh radix pulmonalis
(Fauci et al, 2012).
Setiap paru-paru memiliki (Coccia et al, 2016) :
a. Apeks : tumpul, menonjol ke atas ke dalam leher sekitar 2,5cm di
atas clavicula
b. Permukaan costo-vertebral : menempel pada bagian dalam dinding
dada

7
c. Permukaan mediastinal: menempel pada pericardium danj antung
d. Basis pulmonis: terletak pada diafragma
Batas-batas paru (Solomen & Aaron, 2015) :
a. Apeks : atas paru (atas costae) sampai dengan di atas clavicula
b. Atas : dari clavicula sampai dengan costae II depan
c. Tengah : dari costae II sampai dengan costae IV
d. Bawah : dari costae IV sampai dengan diafragma
2. Bronchus
Bronchus terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-
kira vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan
trachea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus Terdiri dari
(Britsh Lung Foundation, 2019) :
a. Bronkus Principalis
b. Bronkus Lobaris
c. Bronkus Segmentalis
Bronckus kanan lebih pendek, lebih lebar dan lebih vertikal
daripadayang kiri, sedikit lebih tinggi dari arteri pulmonalis dan
mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut
bronkuslobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari
yang kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelum di belah
menjadi beberapa cabang yang berjalan kelobus atas dan bawah
(Sjamsuhidajat, 2016).
3. Alveolus
Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari
bronkhiolus respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil
atau alveoli pada dindingnya. Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi
oleh alveolus dan sakus alveolaristerminalis merupakan akhir paru-
paru, asinus atau kadang disebut lobolus primer. Terdapat sekitar 20
kali percabangan mulai dari trachea sampai Sakus Alveolaris. Alveolus
dipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-pori Kohn
(Sjamsuhidajat, 2016).

8
2.2.2. Fisiologi
Fungsi utama pernapasan yaitu, memperoleh O2 agar dapat digunakan
oleh sel-sel tubuh, dan mengeliminasi CO2 yang dihasilkan oleh sel.
Proses pernapasan dibagi menjadi dua (Pilcher & Beasley, 2015; Sharma
et al., 2020) :
1. Respirasi internal
Proses metabolik intraseluler yang terjadi di mitokondriameliputi
konsumsi O2 dan produksi CO2 selamapengambilan energi dari
molekul- molekul nutrient.
2. Respirasi eksternal
Proses pertukaran O2 dan CO2 antara sel-sel dalam tubuh dengan
lingkungan luar. Proses respirasi eksternal terdiri atas :
a. Pertukaran O2 dan CO2 antara udara luar (udara dalamatmosfer)
dengan udara dalam alveol paru. Hal ini melalui aksi mekanik
pernapasan disebut ventilasi . Kecepatan ventilasi diatur sesuai
dengan kebutuhan ambilan O2 dan pembentukan CO2 dalam
tubuh.
b. Pertukaran O2 dan CO2 antara udara alveol dengandarah
dipembuluh kapiler paru melalui proses difusi.
c. Pengangkutan O2 dan CO2 oleh sistemperedarandarahdari paru ke
jaringan dan sebaliknya.
d. Pertukaran O2 dan CO2 dalam pembuluh darah dengansel-sel
jaringan melalui proses difusi (Marson RJ, et al, 2018).

2.3. Etiologi
1. Spontan
Terjadi secara spontan tanpa didahului kecelakaan atau trauma.
Pneumotoraks spontan dapat diklasifikasikan menjadi Pneumotoraks
Spontan Primer dan Pneumotoraks Spontan Sekunder (Panjwani,
2017).
a. Pneumotoraks Spontan Primer biasanya disebabkan oleh pecahnya
bleb pada paru (sering terjadi pada pria muda yang tinggi kurus

9
dan pada Marfan syndrome atau pada orang sehat tanpa didahului
oleh penyakit paru).
b. Pneumotoraks Spontan Sekunder seringkali terjadi akibat
komplikasi dari penyakit paru, misalnya Penyakit Paru Obstruktif
Kronis (PPOK), cystic fibrosis, dan interstitial lung disesase.
2. Traumatis
Pneumothoraks yang disebabkan oleh trauma biasanya dibagi
menjadi dua, yaitu cidera langsung dan tidak langsung pada dada yang
selanjutnya disubklasifikasikan menjadi iatrogenik atau noniatrogenik
(Papagiannis, et al., 2015). Belakangan disebut juga dengan luka
penetrasi atau non-penetrasi (misalnya dari kecelakaan lalu lintas, luka
tembak, fraktur costae yang menyebabkan puncture pada paru, dan
lain-lain) (Naryani & Vyas, 2017).
Pneumothoraks iatrogenik merupakan kejadian Pneumothoraks
yang disebabkan oleh komplikasi tindakan atau tertusuknya paru
karena prosedur medis baik sengaja atau tidak disengaja. Tindakan
medis tersebut antara lain pemasanngan subclavian vein cannulation,
aspirasi dan biopsi pleura, transthoracic or transbronchial lung biopsy
etc. Selanjutnya dijelaskan bahwa Pneumothoraks juga dapat terjadi
karena perkembangan dari kondisi barotrauma (lung injury) yang
disebabkan oleh pengaplikasian dari positive airway pressure selama
mechanical ventilation (Papagiannis, et al., 2015).

2.4. Manifestasi Klinis


Menurut (Sarwiji 2019; Rekha et al., 2016; Trisnowiyanto, 2017),
manifestasi klinis pneumotorak bergantung pada ada tidaknya tension
pneumotorak serta berat ringannya pneumotorak, namun berdasarkan
anamnesa, gejala-gejala yang sering muncul adalah sebagai berikut:
1. Nyeri mendadak di daerah dada akibat trauma pleura.
2. Pernafasan yang cepat dan dangkal (takipnea) serta dispnea umum
terjadi.
3. Apabila pnumothorax meluas, atau apabila yang terjadi adalah tension
Pneumothoraks dan ada udara menumpuk di ruang pleura, jantung dan

10
pembuluh besar dapat bergeser ke paru yang sehat sehingga dada
tampak asimetris.
4. Deviasi trakea juga dapat terjadi.
5. Sesak nafas (bernafas terasa berat), sesak sering mendadak dan makin
lama makin berat.
6. Nyeri berat, memburuk pada gerakan pernafasan.
7. Jejas di balik kulit (emfisema subkutaneus).
8. Sianosis.
9. Bunyi nafas melemah atau lenyap di paru-paru yang mengalami
kolaps.
10. Fremitus vokal menurun.
11. Hiperresonansi di sisi yang diserang.
12. Hipotensi dan takikardia dalam pneumotorax tensi.
13. Overekspansi dan rigiditas sisi dada yang diserang.
14. Pergeseran mediastinal dan distensi vena jugular dalam pneumotorax
tensi.
15. Denyut nadi lemah dan cepat.

2.5. Patofisiologi
Gradien tekanan di dalam toraks berubah pada pneumotoraks. Biasanya
tekanan ruang pleura negatif bila dibandingkan dengan tekanan atmosfer.
Ketika dinding dada mengembang ke luar, paru-paru juga mengembang ke
luar karena tegangan permukaan antara pleura parietal dan visceral. Paru-
paru memiliki kecenderungan untuk kolaps karena elastic recoil. Ketika
ada komunikasi antara alveoli dan ruang pleura, udara mengisi ruang ini
mengubah gradien, keseimbangan unit kolaps paru tercapai, atau ruptur
ditutup. Pneumotoraks membesar, dan paru-paru mengecil karena
kapasitas vital ini, dan tekanan parsial oksigen menurun. Presentasi klinis
pneumotoraks dapat berkisar dari tanpa gejala hingga nyeri dada dan sesak
napas. Tension Pneumothoraks dapat menyebabkan hipotensi berat (syok
obstruktif) dan bahkan kematian. Peningkatan tekanan vena sentral dapat
menyebabkan distensi vena leher, hipotensi. Pasien mungkin mengalami
takipnea, dispnea, takikardia, dan hipoksia (Schnell J, 2019).

11
Pneumotoraks spontan pada sebagian besar pasien terjadi karena
pecahnya bula atau bleb. Pneumotoraks spontan primer didefinisikan
sebagai terjadi pada pasien tanpa penyakit paru yang mendasari tetapi
pasien ini memiliki bula asimtomatik atau blebs pada torakotomi.
Pneumotoraks spontan primer terjadi pada orang muda yang tinggi dan
kurus karena peningkatan gaya geser atau lebih banyak tekanan negatif
pada puncak paru-paru. Peradangan paru-paru dan stres oksidatif sangat
penting untuk patogenesis pneumotoraks spontan primer. Perokok saat ini
telah meningkatkan sel-sel inflamasi di saluran udara kecil dan berada
pada peningkatan risiko pneumotoraks (Schnell J, 2019).

Pneumotoraks spontan sekunder terjadi dengan adanya penyakit paru


yang mendasarinya, terutama penyakit paru obstruktif kronik; lain
mungkin termasuk tuberkulosis, sarkoidosis, cystic fibrosis, keganasan,
fibrosis paru idiopatik, dan pneumocystis jiroveci pneumonia.
Pneumotoraks iatrogenik terjadi karena komplikasi dari prosedur medis
atau bedah. Thoracentesis adalah penyebab paling umum. Pneumotoraks
traumatis dapat terjadi akibat trauma tumpul atau tembus, hal ini sering
membuat katup satu arah di rongga pleura (membiarkan aliran udara
masuk tetapi tidak mengalir keluar) dan oleh karena itu gangguan
hemodinamik. Tension Pneumothoraks paling sering terjadi di ICU, pada
pasien dengan ventilasi tekanan positif (Richard W. Light. 2017).

12
2.6. WOC

Infeksi saluran napas Trauma dada Keganasan Penyakit inflamasi paru


akut dan kronik

PNEUMOTHORAX

Pneumothorax tertutup Pneumothorax terbuka


Tension
Cedera tumpul pneumothorax Membuka ruang
intra pleura kedalam
tekanan atmosfer
Fraktur rusuk, Udara diruang
menusuk dan pleura
merobek membrane Udara terhisap
pleura kedalam ruang
Akumulasi udara di intrapleura
rongga dada (tekanan
Meningkatnya tekanan positif)
pleura dan Kolaps paru
mengempiskan paru
 Pergeseran mediastinum
 Kompresi organ-organ Penurunan ekspansi
Kolaps paru mediastinum paru

Resiko penurunan Pola Napas Tidak


curah jantung Efektif
Gangguan
Pertukaran Gas

Insersi WSD Pergerakan terbatas


Merangsang reseptor nyeri
padapleura vaselaris dan
parietalis Resiko Infeksi
Intoleransi Aktivitas

Nyeri Akut

Sumber : (Potter & Perry, 2015; Schnell J, 2019; Inawati, 2014; Richard W Light, 2017)

13
2.7. Komplikasi
Pneumothoraks yang berat merupakan kondisi berbahaya. Jika
dibiarkan, penderita bisa mengalami komplikasi berupa (Krause, L.
Healthline. 2021).:
1. Gagal napas
2. Empiema, yaitu terkumpulnya nanah di rongga pleura
3. Edema paru, yaitu terkumpulnya cairan di kantong paru-paru
4. Hemopneumothorax, yaitu terkumpulnya udara dan darah di rongga
pleura
5. Pneumomediastinum, yaitu terkumpulnya udara di tengah-tengah
dada
6. Pneumoperikardium, yaitu terkumpulnya udara di antara lapisan
jantung
7. Hipoksemia, yaitu kekurangan oksigen di dalam darah akibat gagal
napas
8. Emfisema subkutis, yaitu menumpuknya udara di jaringan kulit
9. Henti jantung

2.8. Pemeriksaan Penunjang


1. Laboratorium
Hematokrit dari cairan pleura
a. Pengukuran hematokrit hampir tidak pernah diperlakukan pada
pasien dengan hematothorax traumatis (J Respir Indo, 2018).
b. Studi ini mungkin diperlakukan untuk analisis berdarah
nontraumatik efusi dari penyebabnya. Dalam khusus tersebut,
sebuah efusi pleura dengan hematokrit lebih dari 50 % dari yang
hematokrit beredar deanggap sebagai hematothorax (J Respir Indo,
2018).
2. Imaging
a. Chest radiography
Chest radiography adalah studi ideal untuk diagnostik dalam
evaluasi hematothorax. Dalam unscarred normal, rongga pleura

14
yang hemothtorax dicatat sebagai meniskus cairan menumpulkan
costophiremic diafragmatik sudut atau permukaan dan penentuan
atas margin pleura dinding dada saat dilihat pada hasil thorax foto
AP. Pada dasarnya tampakan yang sama ditemukan pada
radiography dada pasien dengan efusi pleura. Pengaturan posisi
pada trauma akut, ialah posisi terlentang agar diagnosa dapat
ditegakkan dan terapi definitif dapat diberikan. Jika kejadian
hematothorax jauh lebih sulit untuk mengevaluasi pada film
terlentang (Volcipelli, 2013).
b. Ultrasonography
Ultrasonography USG digunakan di beberapa pusat trauma untuk
melakukan evaluasi awal pasien hematothorax. Salah satu
kekurangan dari USG dalam identifikasi traumatis terkait
hematothorax adalah luka – luka yang terlihat pada radiography
dada pada pasien trauma, seperti cedera tulang, mediastinum yang
melebar dan Pneumothoraks, tidak mudah diidentifikasi di dada
Ultrasonograph gambar. Ultrasonography lebih mungkin berperan
dalam kasus – kasus tertentu dimana x–ray dada pada
hematothorax yang samar – samar (Piette, 2013).
c. CT Scan
CT scan sangat akurat studi diagnostik cairan pleura atau darah.
Pengaturan trauma tidak memegang peran utama dalam diagnostik
hematothorax tetapi melengkapi data radiography. Karena banyak
korban trauma tumpul melakukan rongten dada atau evaluasi CT
scan abdomen. Saat ini CT scan adalah penentu terbesar dalam
penegakan diagnostik kemudian untuk lokalisasi dan klasifikasi
dari setiap temuan dalam rongga pleura (Piette, 2013).

15
2.9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Pneumothoraks tergantung pada jenis
Pneumothoraks yang dialami, derajat kolaps, berat ringannya gejala,
penyakit dasar dan penyulit yang terjadi saat pelaksanaan pengobatan yang
meliputi (Richard W. Light. 2017).:
1. Medis
a. Tindakan dekompresi
Membuat hubungan antara rongga pleura dengan lingkungan luar
dengan cara:
a. Menusukkan jarum melalui dinding dada hingga masuk ke rongga
pleura, dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga
pleura akan berubah menjadi negatif. Hal ini disebabkan karena
udara keluar melalui jarum tersebut. Cara lainnya adalah
melakukan penusukkan jarum ke rongga pleura melalui tranfusion
set.
b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontraventil :
1) Menggunakan pipa Water Sealed Drainage (WSD).
Pipa khusus (kateter thoraks) steril, dimasukkan ke rongga
pleura dengan perantara trokar atau dengan bantuan klem
penjepit (pen) pemasukan pipa plastic (kateter thoraks) dapat
juga dilakukan melalui celah yang telah dibuat dengan bantuan
insisi kulit dari sela iga ke-4 pada garis axial tengah atau garis
axial belakang. Selain itu, dapat pula melalui sela iga ke-2 dari
garis klavikula tengah. Selanjutnya, ujung selang plastik di
dada dan pipa kaca WSD dihubungkan melelui pipa plastik
lainnya. Posisi ujung pipa kaca yang berada di botol sebaiknya
berada 2 cm di bawah permukaan air supaya gelembung udara
dapat dengan mudah keluar melalui perbedaan tekanan
tersebut (Agustin, 2020).
2) Pengisapan kontinu (continous suction).
Pengisapan dilakukan secara kontinu apabila tekanan
intrapleura tetap positif. Pengisapan ini dilakukan dengan cara

16
memberi tekanan negatif sebesar 10-20 cm H2O. Tujuannya
adalah agar paru cepat mengembang dan segera terjadi
perlekatan antara pleura viseralis dan pleura parietalis
(Agustin, 2020).
3) Pencabutan drain
Apabila paru telah mengembang maksimal dan tekana
intrapleura sudah negatif kembali, drain dapat dicabut.
Sebelum dicabut, drain ditutup dengan cara dijepit atau ditekuk
selama 24 jam. Apabila paru tetap mengembang penuh, drain
dapat dicabut.
c. Tindakan bedah
1) Pembukaan dinding thoraks dengan cara operasi, maka dapat
dicari lubang yang menyebabkan terjadinya pneumothorax,
lalu lubang tersebut dijahit,
2) Pada pembedahan, jika dijumpai adanya penebalan pleura yang
menyebabkan paru tidak dapat mengembang, maka dapat
dilakukan pengelupasan atau dekortikasi.
3) Pembedahan paru kembali bila ada bagian paru yang
mengalami robekan atau bila ada fistel dari paru yang rusak,
sehingga paru tersebut tidak berfungsi dan tidak dapat
dipertahankan kembali. (Richard W. Light. 2017).
d. Apabila terdapat proses lain di paru, pengobatan tambahan
ditujukan terhadap penyebabnya, yaitu (Marson RJ, et al, 2016).:
1) Terhadap proses TB paru, diberi OAT
2) Untuk mencegah obstipasi dan memperlancar dekekasi,
penderita dibei obat laksatif ringan, dengan tujuan agar saat
defekasi, penderita tidak perlu mengejan terlalu keras.
2. Keperawatan
a. Bedrest/ Istirahat total
Klien dilarang melakukan kerja keras (mengangkat barang), batuk,
bersin terlalu keras dan mengejan (Marson RJ, et al, 2016)

17
b. Melakukan monitor frekuensi, irama, dan upaya nafas, monitor
pola nafas, monitor produksi sputum, monitor adanya sumbatan
nafas, monitor Saturasi Oksigen, Monitor nilai AGD,
mempertahankan kepatenan jalan nafas, memberikan posisi
fowler/semi fowler, memberikan oksigen, kolaborasi pemberian
bronkodilator/ekspektron/mukolitik, mengawasi intake-output,
melakukan pencegahan infeksi, mengajarakan teknik distraksi
untuk mengurangi rasa nyeri dada

2.10. Asuhan Keperawatan Teoritis


1. Pengkajian
Menurut hidayat (2004 : 98), pengkajian merupakan langkah
pertama dari proses keperawatan dengan mengumpulkan data-data
yang akurat dari klien sehingga akan diketahui berbagai
permasalahan yang ada.
a. Identitas klien
Berisi geografi klien yang mencakup nama, umur, jenis kelamin,
pekerjaan (terutama yang berhubungan dengan tempt kerja),
alamat dan tempat tinggal
b. Keluhan utama
Keluhan utama adalah keluhan paling sfesifik yang dirasakan
klien, yang menjadi alasan kenapa klien dating ke rumah saki
dan memerlukan bantuan dari tenaga kesehatan
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu
Pada riwayat kesehatan masa lalu, menanyakan tentang
riwayat penyakit sejak timbulnya keluhan hingga klien
meminta pertolongan. Misalnya sejak kapan keluhan
dirasakan, berapa lama dan berapa kali keluhan itu terjadi,
bagaimana sifat dan hebatnya keluhan, apa yang dilakukan
ketika keluhan ini terjadi,apa yang dapat memperberat atau
memperingan keluhan, adakah usaha untuk mengatasi

18
keluhan, berhasil arau tidakkah usaha tersebut, dan
pertanyaan apakah ada riwayat operasi yang pernah
dilakukan klien. Perlu ditanyakan apakah klien pernah
menderita penyakit seperti TB paru dimana sering terjadi
pada pneumothoraks spontan
2) Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat sebelum dibawa ke RS, berupa narasi yang
menjelaskan dari awal klien mendapatkan penyakit sampai ke
rumah sakit. Keluhan sesak napas sering kali datang
mendadak dan semakin lama semakin berat. Nyeri dada
dirasakan pada sisi yang sakit, rasa berat, tertekan, dan terasa
lebih nyeri pada gerakan pernapasan. Melakukan pengkajian
apakah da riwayat trauma yang mengenai rongga dada seperti
peluru yang menembus dada dan par, ledakan yang
menyebabkan tekanan dalam paru meningkat, kecelakaan lalu
lintas biasanya menyebabkan trauma tumpul didada tau
tusukan benda tajam langsung menembus pleura
3) Riwayat kesehatan Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang
menderita penyakit-penyakit yang mungkin menyebabkan
pneumothoraks seperti kanker paru, asma, TB paru, dan lain-
lain. Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti
penyakit kelamin, DM, hipertensi dan lain-lain yang mungkin
penyakit tersebut diturunkan kepada klien. Apakah ada
keluarga yang menderita penyakit yang sama sebelumnya
d. Pemeriksaan Fisik
1) Breathing (B1)
Sesak napas, nyeri, batuk-batuk, terdapat retraksi
klavikula/dada, pengambangan paru tidak simetris, fremitus
menurun dibandingkan dengan sisi yang lain, pada perkusi
ditemukan adanya suara sonor/hipersonor/timpani,
hematotraks (redup), pada asukultasi suara nafas menurun,

19
bising napas yang berkurang/menghilang, pekak dengan batas
seperti garis miring/tidak jelas, dispnea dengan aktivitas
ataupun istirahat, gerakan dada tidak sama waktu bernapas,
takhipnea, pergeseran mediastinum, adanya ronchi atau rales,
suara nafas yang menurun
2) Blood ( B2)
Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk,
takhikardia, lemah, pucat, Hb turn / normal, hipotensi
3) Brain (B3 )
Nyeri pada dada meningkat
4) Bladder
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake
cairan, perawat perlu memonitor adanya oliguri yang
merupakan tanda awal dari syok
5) Bowel ( B5 )
Akibat sesak napas, klien biasanya mengalami mual dan
muntah, penurunan natsu makan dan penurunan berat badan
6) Bone ( B6)
Pada trauma di rusuk dada, sering didapatkan adanya
kerusakan otot dan jaringan lunak dada sehingga
meningkatkan risiko infeksi. Klien sering dijumpai
mengalami gangguan dalam pemenuhan Kebutuhan sehari-
hari disebabkan adanya sesak napas, kelemahan dan keletihan
fisik secara umum
e. Pemeriksaan Fisik Head To Toe
1) Kulit, yaitu warna kulit apakah normal, pucat atau sianosis,
rash lesi, bintik-bintik, ada atau tidak. Jika ada seperti apa,
warna, bentuknya ada cairan atau tidak, kelembaban dan
turgor kulit baik atau tidak
2) Kepala
3) Wajah
4) Mata

20
5) Telinga
Bentuk, ukuran telinga, kesimetrisan telinga, wama, ada
serumen atau tidak, ada tanda - tanda infeksi atau tidak,
palpasi adanya nyeri tekan atau tidak
6) Hidung
Bentuk, posisi, lubang, ada lendir atau tidak, lesi, sumbatan,
perdarahan tanda-tanda infeksi, adakah pernapasan cuping
hidung atau tidak dan nyeri tekan. Adanya gangguan
pernapasan cuping hidung (gangguan pernapasan)
7) Mulut
Wama mukosa mulut dan bibir, tekstur, lesi dan stomatitis.
Langit- langit keras (palatum durum) dan lunak, tenggorokan,
bentuk dan ukuran lidah, lesi, sekret, kesimetrisan bibir dan
tanda-tanda sianosis.
8) Dada
Kesimetrisan dada, adakah retraksi dining dada, adakah bunyi
napas tambahan (seperti ronchi, wheezing, crackels), adakah
bunyi jantung tambahan seperti (mur mur), takipnea, dispnea,
peningkatan frekuwensi, kedalaman (pernafasan kusmaul)
- Inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi
sputum, sesak napas, penggunaan alat bantu napas dan
peningkatan frekuensi pernapasan. Ekspansi dada: dinilai
penuh atau tidak penuh dan kesimetrisannya. Pada observasi
ekspansi dada juga perlu dinilai : retraksi dari otot-otot
interkostal, substernal, pernapasan abdomen dan respirasi
paradoks (retraksi abdomen pada saat inspirasi). Pola napas
paradoksal dapat terjadi jika otototot interkostal tidak mampu
menggerakkan dinding dada
a) Pada palpasi frenitus menurun dibandingkan dengan sisi
yang lain
b) Pada perkusi adanya suara redup sampai pekak

21
c) Pada auskultasi, bunyi napas tambahan seperti napas
berbunyi, stridor, ronkhi pada klien dengan peningkatan
produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun
sehingga didapatkan pada klien dengan penurunan
tingkat kesadaran
9) Abdomen
Inspeksi perut tampak membesar, palpasi ginjal adanya nyeri
tekan, palpasi hepar, adakah distensi, massa, dengarkan bunyi
bising usus, palpasi seluruh kuadran abdomen
10) Genitalia dan rectum
Lubang anus ada atau tidak
Pada laki-laki inspeksi uretra dan testis apakah terjadi
hipospadia atau epispadia, adanya edema skrotum atau
teriadinya hernia serta kebersihan preputium
Pada wanita inspeksi labia dan klitoris adanya edema atau
massa, labia mayora menutupi labia minora, lubang vagina,
adakah secret atau bercak darah
11) Ekstremitas
Lakukan pemeriksaan rektal (palpasi ukuran, bentuk, dan
konsistensi) dan pemeriksaan abdomen untuk mendetaksi
distensi kandung kemih serta derajat pembesaran prostat dan
lakukan pengukuran erodinamik yang sederhana,
uroflowmetry, dan pengukuran residual prostat, jika
indikasikan.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis
mengenai respon pasien terhadap masalah kesehatan tau proses
kehidupan yang dialaminya baik berlangsung aktual maupun
potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi
respon pasien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi
yang berkaitan dengan kesehatan (PPNI, 2016).

22
Menurut SDKI, diagnosa keperawatan merupakan langkah
kedua dari proses keperawatan yang menggambarkan penilaian
klinis tentang respon individu, keluarga, kelompok, maupun
masyarakat terhadap permasalahan kesehatan baik aktual maupun
potensial. Adapun diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada
klien dengan diagnosa medis Pneumotoraks adalah :
a. Gangguan Pertukaran Gas berhubungan dengan perubahan
membran alveolus kapiler (halaman 22, D.0003)
b. Pola Napas Tidak Efektif berhubungan dengan kecemasan
(halaman 26, D.0005)
c. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif berhubungan dengan
Sekresi yang tertahan (halaman 18, D.0149)
d. Risiko Perfusi Perifer Tidak Efektif berhubungan dengan trauma
(halaman 48, D.0015)
e. Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisik yaitu
trauma (halaman 172. D.0077)
f. Gangguan Eliminasi Urin berhubungan dengan penurunan
kapasitas kandung kemih (halaman 96, D.0149)
g. Defisit Nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan
metabolisme (halaman 56, D.0019)
h. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan Kelemahan (halaman
128, D.0056)
3. Intervensi Keperawatan
Menurut SIKI DPP PPNI, 2018 intervensi keperawatan adalah
segala treatment yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada
pengetahuan dan penilaian krisis untuk mencapai luaran (outcome)
yang di harapkan, sedangkan tindakan keperawatan adalah prilaku
tau aktivitas spesifik yang dikerjakan oleh perawat untuk
mengimpementasikan intervensi keperawatan. Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia menggunakan sistem klasifiksai yang sama
dengan SDKI.

23
Dengan adanya Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI) maka perawat dapat menentukan intervensi yang sesuai
dengan diagnosis keperawatan yang telah terstandar sehingga dapat
memberikan Asuhan Keperawatan yang tepat, seragam secara
nasional, peka budaya, dan terukur mutu pelayanannya.
Adapun intervensi keperawatan sesuai dengan diagnosa keperawatan
yang berkaitan dengan diagnosa medis Pneumotoraks adalah :

DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI


KEPERWATAN (KRITERIA HASIL)
Gangguan 1. Dipsnue menurun 1. Monitor frekuensi, irama dan
Pertukaran Gas
2. Bunyi napas tambahan upaya napas
berhubungan menurun 2. Monitor pola napas
dengan 3. Pusing menurun 3. Monitor kemampuan batuk
perubahan 4. Penglihatan kabur menurun efektif
membran 5. Diaforesis menurun 4. Monitor adanya produksi sputum
alveolus kapiler 6. Gelisah menurun 5. Monitor adanya sumbatan jalan
7. Napas cuping hidung napas
menurun 6. Palpasi kesimetrisan ekspansi
8. PCO2 membaik paru
9. PO2 membaik 7. Auskultasi bunyi napas
10. Takikardi membaik 8. Monitor saturasi oksigen
11. Ph arteri membaik 9. Monitor nilai AGD
12. Sianosis membaik 10. Monitor hasil X - ray toraks
13. Pola napas membaik 11. Atur interval pemantauan
14. Warna kulit membaik respirasi sesuai kondisi pasien
12. Dokumentasi hasil pemantauan
13. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
14. Informasikan hasil pemantauan
Pola Napas Tidak
1. Ventilasi semenit meningkat 1. Monitor pola napas (frekuensi,
Efektif 2. Kapasitas vital usaha napas kedalaman, usaha napas)
berhubungan meningkat 2. Monitor bunyi napas
dengan 3. Diarmeter thotaks tambahan 3. Monitor sputum (jumlah, warna,
kecemasan anterior – posterior aroma)
meningkat 4. Pertahankan kepatenan jalan
4. Tekanan ekspirasi napas dengan head- lift dan chin-

24
meningkat lift napas (jaw-trust jika curiga
5. Tekanan inspirasi trauma servikal)
meningkat 5. Posisi semi - fowler atau fowler
6. Dipsnue menurun 6. Berikan minuman hangat
7. Penggunaan otot bantu 7. Lakukan fisioterapi dada, jika
menurun perlu
8. Ortopnea menurun 8. Lakukan penghisapan lender
9. Pernapasan pursed - hip kurang dari 15 detik
menurun 9. Lakukan hiperoksigenasi dada
10. Pernapasan cuping menurun sebelum penghisapan endotrakeal
11. Frekuensi napas membaik 10. Keluarkan benda padat dengan
12. Ekskursi membaik forsep McGill
11. Berikan oksigen, jika perlu
12. Anjurkan asupan cairan 2.000
ml//hari, jika tidak
terkontaindikasi
13. Ajarkan teknik batuk efektif
14. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektron,
mukolitik, jika perlu
Bersihan Jalan
1. Batuk efektif meningkat 1. Identifikasi kemampuan
Napas Tidak
2. Produksi sputum menurun 2. Monitor adanya retensi sputum
Efektif 3. Mengi menurun 3. Monitor tanda dan gejala infeksi
berhubungan 4. Wheezing menurun saluran napas
dengan Sekresi
5. Dipsnea menurun 4. Monitor input outpun cairan
yang tertahan 6. Ortopnea menurun 5. Atur posisi semi fowler atau
7. Sulit berbicara menurun fowler
8. Frekuensi napas membaik 6. Buang secret pada tempat sputum
9. Pola napas membaik 7. Jelaskan tujuan dan prosedur
batuk efektif
8. Anjurkan Tarik napas dalam
melalui hidung 4 detik, ditahan
selama 2 detik, kemudian
keluarkan dari mulut dengan
bibir mencucu (dibu latkan)
selama 8 detik
9. Anjurkan mengulangi tarik napas
dalam hingga 3 kali

25
10. Kolaborasi pemberian mukolitik
ekspektoran, jika perlu
Risiko Perfusi
1. Denyut nadi perifer 1. Pemeriksaan sirkulasi perifer
Perifer Tidak meningkat luka
Efektif 2. Penyembuhan luka 2. Identifikasi faktor risiko
berhubungan meningkat gangguan sirkulasi
dengan trauma 3. Sensasi meningkat 3. Monitor kemerahan, nyeri,
4. Warna kulit pucat panas/bengkak pada ekstermitas
5. Edema perifer menurun 4. Hindari pemasangan infus atau
6. Nyeri ekstermitas menurun pengambilan darah di area
7. Parastesia menurun keterbatasan perfusi
8. Kelemahan otot 5. Hindari pengukuran tekanan
9. Kram otot menurun darah pada ekstermitas dengan
10. Bruir termonalis menurun keterbatasan perfusi
11. Nekrosis menurun 6. Hindari penekanan dan
12. Pengisian kapiler membaik pemasangan tourniquet pada area
13. Akral membaik yang cedera
14. Tungor kulit membaik 7. Lakukan pencegahan infeksi
15. Tekanan darah sistolik 8. Lakukan perawatan kaki dan
membaik kuku
16. Tekanan darah diastolik 9. Lakukan hidrasi
membaik 10. Anjurkan berhenti merokok
17. Tekanan arteri rata -rata 11. Anjurkan olah raga
membaik 12. Anjurkan cek air mandi untuk
18. Indeks ankle brachial menghindari kulit terbakar
membaik 13. Anjurkan menggunakan obat
penurun tekanan darah,
antikoagulan, dan penurun
kolesterol
14. Anjurkan minum obat pengontrol
tekanan darah secara teratur
15. Anjurkan menghindari obat
penggunaan obat penyekat beta
16. Anjurkan perawatan kulit yang
tepat
17. Anjurkan program rehabilitasi
vascular
18. Ajarkan program diet untuk

26
memperbaiki sirkulasi
19. Informasikan tanda dan gejala
darurat yang harus dilaporkan
Nyeri Akut
1. Keluhan nyeri menurun 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
berhubungan 2. Meringis menurun durasi, frekuensi, kualitas,
dengan agen
3. Sikap protektif menurun intensitas nyeri
pencedera fisik
4. Kesulitan tidur menurun 2. Identifikasi skala nyeri
yaitu trauma 5. Menarik diri menurun 3. Identifikasi respons nyeri
6. Berfokus pada diri sendiri nonverbal
menurun 4. Identifikasi factor yang
7. Diaforesis menurun memperberat dan memperingan
8. Perasaan depresi menurun nyeri
9. Perasaan takut mengalami 5. Identifikasi pengetahuan dan
cedera ulang menurun keyakinan tentang nyeri
10. Anoreksia menurun 6. Identifikasi pengaruh budaya
11. Perineum terasa tertekan terhadap respon nyeri
menurun 7. Identifikasi Dengaruh nyeri pada
12. Uterus teraba kualitas hidup
rembratagaryarn otot 8. Monitor keberhasilan terapi
menurun komplementer yang sudah di
13. Pupil dilatasi menurun berikan
14. Muntah menurun 9. Berikan teknik nonfarmakologis
15. Mual menurun untuk mengurangi rasa nyeri
16. Frekuansi nadi membaik 10. Kontrol lingkungan yang
17. Pola napas membaik memperberat rasa nyeri
18. Tekanan darah membaik 11. Fasilitasi istirahat dan
19. Proses berpikir membaik 12. Pertimbangkan jenis dan sumber
20. Fokus membaik nyer dalam pemilihan strategi
21. Fungsi berkemih membaik meredakan nyeri
22. Perilaku membaik 13. Jelaskan penyebab. periode, dan
23. Nafsu makan membaik pemicu nyeri
24. Pola tidur membaik 14. Anjurkan memonir nyeri secara
mandiri
15. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
16. Ajarkan teknik norfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
17. Kaloborasi dengan dokter

27
pemberian analgetik. jika perlu.
Gangguan 1. Sensasi berkemin meningkat 1. Identifikasi tanda dan gejala
Eliminasi Urin
2. Desakan berkemih (urgensi) retensi atau inkontinensia urine
berhubungan menurun 2. Identofikasi faktor yang
dengan 3. Distensi kandung kemih menyebabkan retensi atau
penurunan menurun inkontinensia urine
kapasitas 4. Berkemih tidak tuntas 3. Monitor eliminasi urine (mis.
kandung kemih (hesitancy) menurun Frekuensi, konsistensi, aroma,
5. Volume redisu urine volume, dan warna)
menurun 4. Catat waktu – waktu dan
6. Urine menetes (dribbling) haluaran berkemih
menurun 5. Batasi asupan cairan, jika perlu
7. Nokturia menurun 6. Ambil sampel urine tengah
8. Mengompol menurun (midstream) atau kultur
9. Enuresis menurun 7. Ajarkan tanda dan gejala infeksi
10. Disuria menurun saluran kemih
11. Anuria menurun 8. Ajarkan mengambil spesimen
12. Frekuensi BAK membaik urine midstream
13. Karakteristik urine membaik 9. Ajarkan mengenali tanda
berkemih dan waktu yang tepat
untuk berkemih
10. Ajarkan terapi modalitas
penguatan otot-otot
panggul/berkemihan
11. Anjurkan minum yang cukup,
jika tidak ada kontraindikasi
12. Anjurkan mengurangi minum
menjelang tidur
13. Kolaborasi pemberian obat
supossitoria uretra, jika perlu
Defisit Nutrisi
1. Porsi makan yang di 1. Identifikasi status nutrisi
berhubungan habiskan meningkat 2. Identifikasi alergi dan intoleransi
dengan 2. Kekuatan otot pengunyah makanan
peningkatan meningkat 3. Identifikasi makanan yang di
kebutuhan 3. Kekuatan otot menelan sukai
metabolisme meningkat 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan
(halaman 4. Serum albumin meningkat jenis nutrien
5. Verbalisasi keinginan untuk 5. Identifikasi perlunya penggunaan

28
meningkatkan nutrisi selang nasogastric %. Monitor
meningkat gsupan makanan
6. Pengetahuan tentang pilihan 6. Monitor berat badan
makanan yang sehat 7. Monitor hasil pemeriksaan
meningkat laboratorium
7. Pilihan tentang pilihan 8. Lakukan oral hygiene sebelum
minuman yang sehat makan, jika perlu
meningkat 9. Fasilitasi menentukan pedoman
8. Pengetahuan tentang standar diet (mis. Piramida makanan)
asupan nutrisi vang tenat 10. Berikan makanan tinggi kalori
meningkat dan tinggi protein
9. Penyiapan dan penyimpanan 11. Berikan suplemen makan, jika
makan yang aman perlu
meningkat 12. Hentikan pemberian makaman
10. Sikap terhadap melalui selang nasogastric jika
makanan/minuman sesuai asupan oral bisa di toleransi
dengan tujuan kesehatan 13. Anjurka posisi duduk, jika
Penyiapan dan penyimpanan mampu
makan yang aman 14. Ajarkan diet yang di programkan
meningkat 15. Kolaborasi pemberian medikasi
11. Perasaan cepat kenyang sebelum makan (mis. Pereda
menurun nyeri, antiemetic), jika perlu
16. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah kalori
dam jenis nutrient yang di
butuhkan, jika perlu
Intoleransi 1. Frekuensi nadi meningkat 1. Identifikasi gangguan fungsi
Aktivitas 2. Saturasi oksigen meningkat tubuh yang menyebabkan
berhubungan 3. Kemudahan dalam kelemahan
dengan melakukan aktivitas sehari - 2. Monitor kelemahan fisik dan
Kelemahan hari meningkat emosional
4. Kecepatan berjalan 3. Monitor pola dan jam tidur
meningkat 4. Monitor lokasi ketidaknyamanan
5. Jarak berjalan meningkat selama melakukan aktivitas
6. Kekuatan tubuh bagian atas 5. Sediakan lingkungan nyaman dan
meningkat rendah stimulus (mis. cahaya,
7. Toleransi dalam menaiki suara, kunjungan)
tangga meningkat 6. Berikan aktivitas distraksi

29
8. Keluhan lelah menurun menenangkan
9. Dispnea saat aktivitas 7. Fasilitasi duduk di tempat tidur,
menurun jika tidak dapat berpindah atau
10. Dispnea setelah aktivitas berjalan
menurun 8. Anjurkan tirah baring
11. Perasaan lemah menurun 9. Anjurkan melakukan aktivitas
12. Sianosis menurun secara bertahap
13. Warna kulit membaik 10. Anjurkan menghubungi perawat
14. Tekanan darah membaik jika tada dan gejala kelelahan
tidak serkurang
11. Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan
12. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang meningkatkan cara
asupan
13. Anjurkan menghubungi perawat
jika tada dan gejala kelelahan
tidak berkurang
14. Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan
15. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang meningkatkan cara
asupan makan

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tindakan yang telah direncanakan
dalam rencana keperawatan. Sama seperti tujuan dan hail yang
ditentukan oleh data, intervensi keperawatan ditentukan ole tujuan
dan hail yang diharapkan. Tindakan keperawatan mencakup tindakan
mandiri dan tindakan kolaborasi (Vaughans, 2013).
Pada langkah ini, perawat memberikan asuhan keperawatan
yang pelaksanaannya berdasarkan rencana keperawatan yang telah
disesuaikan pada langkah sebelumnya (intervensi).

30
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah proses keperawatan yang
memungkinkan untuk menentukan apakah telah berhasil
meningkatkan kondisi klien (Potter&- Perry 2009). Pada langkah ini,
adalah penilaian atas hasil dari asuhan keperawatan yang telah di
berikan oleh perawat. Memberikan asuhan keperawatan yang
pelaksanaannya berdasarkan rencana keperawatan yang telah
disesuaikan pada langkah sebelumnya (intervensi), dan pelaksanaan
(implementasi).
Evaluasi dapat berupa evaluasi struktur, proses dan hasil
evaluasi terdiri dari evaluasi formatif yaitu menghasilkan umpan
balik selama program berlangsung. Sedangkan evaluasi sumatif
dilakukan setelah program selesai dan mendapatkan informasi
efektifitas pengambilan keputusan. Evaluasi asuhan keperawatan
didokumentasikan dalam bentuk SOAP (subjektif, objektif,
assesment, planing). Adapun komponen SOAP yaitu S (Subjektif)
dimana perawat menemukan keluhan pasien yang mash dirasakan
setelah diakukan tindakan keperawatan, O (Objektif) merupakan
data yang berdasarkan hasil pengukuran atau observasi perawat
secara langsung pada pasien dan yang dirasakan pasien setelah
tindakan keperawatan, A (Assesment) merupakan interprestasi dari
data subjektif dan objektif, P (Planing) adalah perencanaan
keperawatan yang akan dilanjutkan, dihentikan, dimodifikasi, atau
ditambah dari rencana tindakan keperawatan yang telah ditentukan
sebelumnya.

31
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
Identitas pasien
Nama : Tn. R
Umur : 30 tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Pekerjaan : Supir Bus
Agama : Islam
Tanggal Masuk RS : Senin, 27-02-2023, jam 12.55 WIB
Diagnosa Medis : Pneumothorax
Warna Triase :

M K HJ HT

PRIMARY SURVEY:
Airway: Tidak ada sumbatan jalan napas
Sumbatan:
Benda asing : Tidak ada
Darah : Tidak ada
Sputum/lender : Tidak ada
Cidera servikal : Tidak ada
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah pada Airway

Breathing
Inspeksi:
Pasien tampak sesak napas, pasien tampak nyeri dada saat bernafas dengan
sekali-sekali batuk, terdapat retraksi dinding dada, pengambangan paru tidak
simetris dan nafas tampak dalam dan lambat (Dispnea), RR: 17x/menit

32
Palpasi:
Trachea bergeser ke kiri
Perkusi:
Hipersonor
Auskultasi :
suara nafas Wheezing +/+, irama nafas irreguler.
Sesak, dengan:
Aktivitas : Ya
Tanpa aktivitas :-
Nafas cuping hidung : Tidak
Penggunaan otot-otot pernafasan tambahan : Ya
Frekuensi:
Teratur :-
Tidak teratur : Ya
Kedalaman:
Dalam : Ya
Dangkal : -
Batuk:
Produktif :-
Non produktif : Ya
Bunyi nafas tambahan:
Ronkhi :-
Crackles : -
Wheezing : Ya
Masalah Keperawatan: Pola Nafas Tidak efektif

Circulation
Sirkulasi perifer:
Nadi : 123 X/menit
Irama : Cepat, Irreguler
Denyut (kuat/lemah/tidak kuat) : Kuat
Tekanan darah : 130/90 mmHg

33
Ekstremitas (hangat/dingin) : Dingin
Warna kulit (cyanosis/pucat/kemerahan) : Sianosis
Pengisian kapiler (CRT) : > 3 detik
Edema : Tidak ada
Masalah Keperawatan: Perfusi Perifer Tidak efektif

Disability
Kesadaran : Compos mentis, E4, M6, V5
Alert/perhatian : Ya
Voice respon/respon terhadap suara : Ya
Pain respon/respon terhadap nyeri : Ya
Unresponsive/tidak berespon : Tidak
Reaksi pupil : +/+, ada reflek pupil
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah pada Disability

SECONDARY SURVEY
Riwayat Kesehatan Sekarang
SMRS pasien sedang bekerja lalu tertimpa ban ketika ingin mengganti ban
tersebut, lalu mengatakan sesak disebelah kanan akibat ketimba ban dan
pasien terlihat lemah.
Riwayat Kesehatan lalu
Klien memiliki riwayat hipertensi
Riwayat Kesehatan Keluarga
Tidak ada riwayat penyakit keluarga

Anamnesa singkat (SAMPLE)


Sign/symptom : Sesak
Alergies : Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat dan makanan
Medikasi : Ketorolac, lidocaine
Pain/Nyeri : Nyeri dirasakan didada kanan ketika mengambil napas
Last meal/Terakhir kali makan:
Tadi pagi, jam 08.00, menggunakan nasi + ikan laut

34
Event of prior to the illness or injury/kejadian sebelum sakit :
Keluarga pasien mengatakan pasien ketimpa ban saat ingin mengganti ban
belakang

Pemeriksaan Head to Toe


Kepala
Kulit Kepala :
Bersih, tidak ada lesi, tidak ada benjolan, rambut hitam, tersebar merata
Mata :
Tampak lemah, sklera putih, pupil hitam, iris berwarna coklat, simetris, reflek
pupil +/+
Telinga :
Terdapat serumen, tidak ada lesi, tidak ada edema sekitar telinga, simetris
Hidung :
Tidak ada frepitai, simetris, tidak ada lesi, tidak ada benjolan, terdapat fillia,
bersih, tidak ada sumbatan
Mulut dan Gigi :
Gigi tampak kurang rapi, sedikit agak kuning, bibir berwarna merah gelap,
mukosa bibir kering, gigi lengkap
Wajah :
Simetris, tidak ada lesi, tidak ada benjolan, kulit wajah berwarna coklat sawo
matang
Leher :
Leher tidak ada lesi, tidak ada distensi vena jugularis, trakea bergeser ke kiri

Dada/ Thoraks paru


Dada
Inspeksi : Terdapat lesi pada dada kanan dan jejas pada dextra thorax
Palpasi : Tidak ada krepitasi
Perkusi : Hiperesonan
Auskultasi: Suara nafas whezing

35
Jantung
Inspeksi : Tidak ada pembesaran jantung
Palpasi : Tidak teraba ictus cordis
Perkusi : Pekak
Auskultasi: Lup/dup

Abdomen
Inspeksi : Terdapt lesi pada hypocondriaca dextra dan terdapat jejas
Palpasi : Tidak ada krepitasi dan teraba nyeri bagian lesi
Perkusi : Timpani
Auskultasi: Bising usus (+) 18 X/menit

Pelvis
Tidak ada masalah pada pelvis

Perineum dan rectum


Tidak ada masalah pada perineum dan rectum

Genitalia
Tidak ada masalah pada genitalia
Ekstremitas
Ekstremitas atas dapat bergerak aktif

Neurologis
N1 : Pasien dapat menebak wangi yang diberikan
N2 : Pasien dapat dengan jelas
N3 : Pasien dapat mengikuti Arahan pada bola mata
N4 : Pasien dapat menggerakkan mata Ke bawah dan ke dalam
N5 : Pasi dapat menggerakkan rahang ke semua Sisi dan dapat memenjamkan
mata
N6 : terdapat reflek pupil, reflek pupil +/+, kelopak mata tampak anemis
N7 : Pasien tampak sulit tersenyum, dapat menggangkat alis, menutup mata
dengan tahanan, mengulurkan lidah

36
N8 : Pasien dapat mendengar suara di kedua telinga dengan seimbang
N9 : Pasien dapat membedakan rasa manis dan asam
N10 : Pasien mampu menelan Salipa dan dapat mengecap
N11 : Pasien dapat menggerakkan bahu kiri dan bahu kanan mengalami
kesulitan bergerak akibat tertimpa
N12 : Pasien dapat menggerakkan lidah

Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan Laboratorium (Tanggal 27 Februari 2023)
Hari/Tgl/ Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Keterangan
Jam
Hemoglobin 12 13,4-15,5 Normal
Erittrosit 4,2 4,0-5,0 Normal
Leukosit 5,6 4,0-10,0 Normal
Hematokrit 33,7 34,5-54 Low
Trombosit 286 150-450 Normal
MCV 90,1 80-96 Normal
MCH 29,3 27-31 Normal
Eosinofil ,198
Neutrofil % 64,3 50-70 Normal
Limfosit% 28,7 18-42 Normal
Basofil ,255
RDW 17,7
Monosit ,752
MCHC 33,7 32-36 Normal
GDS 163 <200
Hasil pemeriksaan Diagnostik : Tidak ada masalah
Terapi Dokter :
O2 : Nasal Kanul 3L
IVFD : RL 30 tts/mnt
Injeksi : Ketorolac, lidocaine, omeperazole 1 vial + 10 cc aquades
Peroral : -
Planning : Pemasangan WSD di Kamar Operasi Emergency pada tanggal 28
Februari 2023

37
B. Analisa Data

Data Focus Analisis Masalah


DS : Peningkatan Pola nafas tidak
Pasien mengatakan sesak tekanan di paru efektif
DO :
Pasien tampak menggunakan otot
bantu pernafasan
Pasien tampak memiliki fase
ekspirasi memanjang
Dispnea
RR : 17x/M
Trakea pasien tampak bergeser ke
kiri
Suara nafas wheezing +/+
DS : Agen pencedera Nyeri akut
Pasien mengeluh nyeri pada bagian fisik
dada sebelah kanan
DO :
Pasien tampak meringis
Pasien tampak gelisah
Nadi : 125x/m
Tampak lesi pada bagian dada
sebelah kanan
P: Nyeri karena tertimpa ban
Q: seperti tertimpa beban berat
R: dirasakan pada Dada Kanan
S: Skala 6
T : Tanpa aktivitas, diperberat
ketika mobilisasi
DS : Trauma Perfusi perifer
- tidak efektif
DO :
CRT >3 detik
Nadi 125x/m
Akral teraba dingin
Turgor kulit menurun
Hb : 13 mg/dl

38
C. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan tekanan diparu
ditandai dengan pasien mengatakan sesak, pasien tampak menggunakan
oto bantu pernafasan, pasien memiliki fase ekspirasi memanjang,dispnea,
RR : 17x/m
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik ditandai dengan
pasien mengeluh nyeri pada bagian dada sebelah kanan, pasien tampak
meringis, nadi 125x/m, tampak lesi [ada dada sebelah kanan
3. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan trauma ditandai dengan
data objektif yaitu CRT > 3detik, Nadi 125x/m, akral teraba dingin,
turgor kuit menurun, Hb : 13 mg/dl

39
D. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi


keperawatan hasil
1. Pola nafas tidak Setelah dilakukan Observasi
efektif Tindakan keperawatan 1. Monitor frekuensi, irama,
berhubungan selama 1 jam diharapkan kedalaman, dan upaya nafas
dengan pola nafas membaik 2. Monitor pola nafas
peningkatan dengan kriteria hasil : (Bradipnea, Takipnea,
tekanan paru  Dispnea menurun Hiperventilasi, kussmaul,
 Penggunaan oto bantu cheyne-stokes, biot, ataksik)
nafas membaik 3. Monitor pola nafas, monitor
 Respirasy rate dalam SPO2
keadaan normal 4. Monitor kemampuan batuk
 Kedalaman nafas efektif
membaik 5. Monitor adanya produksi
 SPO2 = 98% sputum
6. Monitor adanya sumbatan
jalan nafas
7. Auskultasi bunyi nafas
8. Monitor Saturasi Oksigen

Terapeutik
1. Atur interval pemantaun RR
sesuai kondisi pasien
2. Berikan O2
3. Dokumentasikan hasil
pemantauan

Edukasi
1. Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi pasien
2. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
3. Informasikan hasil
pemantauan
2. Perfusi perifer Setelah dilakukan Observasi :
tidak efektif Tindakan keperawatan 1. Periksa sirkulasi perifer
berhubungan selama 1 jam diharapkan 2. Identifikasi faktor risiko
dengan trauma perfusi perifer membaik gangguan sirkulasi
dengan kriteria hasil : 3. Monitor suhu, kemerahan,
 Sianosis menurun nyeri, atau bengkak pada
 CRT membaik ekstremitas
 Akral hangat
 Nadi dalam batas Terpeutik
normal 1. Hindari pemasangan infuse
atau pengambilan darah di
area keterbatasan perfusi
2. Hindari pengukuran tekanan
darah pada daerah ekstremitas

40
dengan keterbatasan perfusi
3. Hindari penekanan dan
pemasangan torniquet
4. Lakukan pencegahan infeksi
5. Lakukan perawatan kaki dan
kuku
6. Lakukan hidrasi

Edukasi:
1. Anjurkan berhenti merokok
2. Anjurkan berolahraga rutin
3. Anjurkan melakukan
perawatan kulit yang tepat
4. Informasikan tanda dan gejala
darurat yang harus dilaporkan
(mis. Rasa sakit yang tidak
hilang saat istirahat, luka
tidak sembuh, hilangnya rasa)
3. Nyeri akut Setelah dilakukan Observasi
berhubungan intervensi keperawatan 1. Identifikasi lokasi,
dengan agen selama 1 jam diharapkan karakterisktik, frekuensi,
pencedera fisik nyeri yang dirasakan kualitas, intensitas, durasi
berkurang dengan nyeri
kriteria hasil : 2. Identifikasi skala nyeri
 Skala nyeri menurun 3. Identifikasi respon nyeri
 Keluhan nyeri nonverbal
menurun 4. Dentifikasi factor yang
 Gelisah menurun memperberat dan
 Meringis menurun memperingan nyeri
5. Identifikasi pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri
6. Identifikasi pengaruh budaya
terhadap respon nyeri
7. Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
8. Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik
1. Berikan Teknik
nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri.
(Teknik distraksi )
2. Control lingkungan yang
dapat memperberat rasa nyeri
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemelihan strategi meredakan
nyeri

41
Edukasi:
1. Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik non-
farmakologis untuk
mengurangi nyeri (Teknik
Distraksi)

Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian analgetik

42
E. Implementasi keperawatan

Tanggal Diagnosa Implementasi Ttd


dan waktu Keperawatan
27/02/2023 Pola nafas tidak 1. Memonitor pola nafas,SPO2
13.00 efektif 2. Memnoitor frekuensi irama,
berhubungan kedalaman dan upaya nafas
dengan 3. Memonitor adanya sumbatan jalan
peningkatan nafas
tekanan paru 4. Mengatur interval; pemantauan RR
5. Memberikan O2
6. Menginformasikan hasil pemantauan
kepada keluarga pasien
13.15 Perfusi perifer 1. Memeriksa sirkulasi perifer
tidak efektif 2. Memonitor suhu, kemerahan,nyeri atau
berhubungan bengkak pada ekstremitas
dengan trauma 3. Menghindari [engukuran TD pada
daerah ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
4. Menghindari penekanan dan
pemasangan torniquet
5. Melakukan hidrasi
13.30 Nyeri akut 1. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik,
berhubungan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
dengan agen nyeri
pencedera fisik 2. Mengidentifikasi skala nyeri
3. Mengidentifkasi respon nyeri onverbal
4. Mengidentifikasi factor yang
memperberat dan memperingan nyeri
5. Memberikan terapi nonfarmakologi
13.40 Pola nafas tidak 1. Memonitor pola nafas, SPO2
efektif 2. Memnoitor frekuensi irama,
berhubungan kedalaman dan upaya nafas
dengan 3. Memonitor adanya sumbatan jalan
peningkatan nafas
tekanan paru 4. Menginformasikan hasil pemantauan
kepada keluarga pasien
13.50 Perfusi perifer 1. Memeriksa sirkulasi perifer
tidak efektif 2. Memonitor suhu, kemerahan,nyeri atau
berhubungan bengkak pada ekstremitas
dengan trauma
14.00 Nyeri akut 1. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik,
berhubungan duraso, frekuensi, kualitas, intensitas
dengan agen nyeri
pencedera fisik 2. Mengidentifikasi skala nyeri
3. Mengidentifkasi respon nyeri
nonverbal

43
F. Evaluasi Keperawatan

Tanggal dan Diagnosa Evaluasi TTD


waktu
27/02/2023 1 S : - Keluarga mengatakan paham dengan hasil
13.10 pemantauan pola nafas, RR, dan Kedalaman nafas
O:
- Pola nafas dispnea
- RR 17x/m
- SPO2 95%
- pasien tampak terpasang nasal kanul
- Jalan nafas tidak ada sumbatan
- Pemantauan dilakukan setiap 10 menit
A : Masalah Belum Teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
13.25 2 S:-
O:
CRT >3 detik
Ekstremitas terba dingin,sianosis pada bagian
ekstremitas dekstra
Lokasi pengukuran TD sebelah kiri
Pasien diberikan hidrasi 500 cc dengan 30 tpm
A : Masalah Belum Teratasi
P : intervensi dilanjutkan
13.35 3 S:
Pasien mengatakan nyeri dibagian dada sebelah
kanan, nyeri terasa seperti tertimpa benda berat
Pasien mengatakan paham dengan Teknik
distraksi yang diajarkan mengurangi nyeri
O:
Pasien tampak meringis
Skala nyeri 6
Pasien tampak diberikan ketorolax dan lidicoin
untuk mengurangi nyeri
A : Masalah Belum Teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
13.45 1 S:-
O:
- paien tampak dipsnea tetapi kedalaman nafas
membaik
- RR 19x/m
- SPO2 98 %
A : Masalah Belum Teratasi
P : Intervensi dihentikan karena pasien pindah
ruangan perawatan dan rencana operasi
pemasangan WSD dan kriteria hasil tercapai
13.55 2 S:-
O:
CRT 2 detik
Ekstremitas terba dingin,dan mulai membaik
Bengkak pada esktremitas menurun
A : Masalah Belum Teratasi
P : Intervensi dihentikan karena pasien pindah
ruangan perawatan dan rencana operasi
pemasangan WSD
44
14.05 3 S:
- pasien mengatakan nyeri sudah berkurang
- pasien mengatakan nyeri masih dirasakan didada
sebelah kanan, terasa seperti tertimpa benda berat
tetapi sudah berkurang
- pasien mengatkan nyeri tidak bertambah berat
Ketika menarik nafas.
O:
Gelisah menurun
Skala nyeri 3
Pasien tampak lebih tennag
Nadi 100x/m
A : Masalah tertasi
P : Intervensi dihentikan karena pasien pindah
ruangan perawatan dan rencana operasi
pemasangan WSD

45
BAB IV
PEMBAHASAN
Bab ini akan membahas tentang tinjauan kasus pada asuhan keperawatan
trauma pneumothoraks pada Tn. R di ruang instalasi gawat darurat RSUD Raden
Mattaher. Pada kasus diketahui klien dengan inisial Tn. R dengan usia 30 tahun
masuk IGD setelah mengalami kecelakaan dan pasien tertimpa ban dengan
tindakan penanganan awal adalah memperhatikan A-B-C yaitu airway, breathing,
dan circulation.
Pada pengkajian kasus Tn. R dilakukan pengkajian airway untuk melihat
aliran nafas apakah ada sumbatan seperti benda asing, darah, sputum, dan cidera
servikal. Pada Tn. R tidak adanya sumbatan pada kondisi pasien, maka pada
Airway tidak didapatkan masalah. Setelah mengkaji airway dilakukan selanjutnya
mengkaji pada bagian breathing yaitu melihat keadaan pernafasan seperti sesak
atau tidak dengan indikasinya, frekuensi napas, kedalaman, batuk, dan suara bunyi
nafas tambahan. Pada Tn. R terjadi sesak nafas di perberat ketika melakukan
aktivitas seperti mobilisasi, pasien tampak nyeri dada saat bernafas dengan sekali-
sekali batuk, terdapat retraksi dinding dada, pengambangan paru tidak simetris
dan nafas tampak dalam dan lambat (Dispnea), pasien menggunakan otot-otot
pernafasan tambahan, frekuensi nafas tidak teratur, tingkat kedalaman nafas
dalam, batuk non produktif, dan terdapat suara bunyi nafas tambahan yaitu
wheezing. Selanjutnya dilakukan pengkajian pada circulation yaitu dengan
melihat sirkulasi perifer berupa nadi, irama, jenis denyut, tekanan darah, keadaan
ekstremitas, warna kulit, lama CRT, dan adanya edema paru. Pada Tn. R nadi
pasien 123x/menit dengan irama cepar regular, denyut masih kuat dengan tekanan
draah 130/90 mmHg, ekstremitas dingin dengan warna kulit sianosis, lama CRT
>3 detik dan tidak ada edema.
Selain pengkajian A-B-C maka pengkajian selanjutnya yaitu disability
dengan menlihat kesadaran pasien serta tingkat GCS, Alert/perhatian, respon
terhadap suara, respon terhadap nyeri, atau tidak berespon dan reaksi pupil. Pada

46
Tn. R kesadaran masih tahap compos mentis dengan GCS 15 dengan perhatian,
berespon terhadap suara dan nyeri serta terdapat reaksi pupil positif. Pengkajian
secondary survey untuk melihat riwayat yang terjadi pada pasien seperti RKS,
RKD, dan RKK. Pada Tn. R dengan RKS terimpa ban saat mengganti ban bus
setelah itu pasien mengalami sesak pada dada sebelah kanan akibat tertimpa ban
dengan keadaan terlihat lemah, pada RKD pasien mengataka memiliki riwayat
hipertensi, dan RKK tidak ada riwayat penyakit keluarga.
Pada kasus tension pneumothorax, saat ekspirasi udara tidak dipompakan
balik secara maksimal karena elastic recoil dari kerja alveoli tidak bekerja dengan
baik. Akibatnya, terjadi hiperekspansi cavum pleura pada saat inspirasi dan
menekan mediastinal ke sisi yang sehat dan pada saat fase ekspirasi udara
terperangkap pada paru dan cavum pleura karena luka yang bersifat katup tertutup
kemudian terjadilan penekanan vena cava, peregeseran udara ke paru yang sehat,
dan obstruksi jalan napas, kemudian timbullah gejala pre-shock atau shock oleh
karena penekanan vena cava. Akibatnya, maka akan terjadi hiperekspansi cavum
pleura yang menekan ke arah yang sehat begitupun saat ekspirasi sehingga
terjadilah mediastinum flutter (Utama, 2018)
Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan maka ditegakkan diagnose yaitu
pola nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan tekanan di paru, nyeri
akut berhubungan dengan agen pencedera fisik, dan perfusi perifer tidak efektif
berhubungan dengan trauma. Penegakan diagnosa mengacu pada Standar
Diagnosa Keperawatan Indonesia dengan memperhatikan tanda dan gejala yang
ada pada klien. Setelah menegakkan diagnosa menyusun diagnosa prioritas dari
diagnosa yang ditegakkan. Diagnose pertama adalah pola nafas tidak efektif,
diagnosa kedua adalah nyeri akut dan diagnosa ketiga perfusi perifer tidak efektif.
Diagnosa pertama, pola nafas tidak efektif adalah keadaan dimana inspirasi
dan/atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi yang adekuat (Tim Pokja SDKI
DPP PPNI, 2017). Pada diagnosa ini diangkat sesuai dengan kondisi pasien yaitu
dengan pasien mengatakan sesak, pasien tampak menggunakan otot bantu
pernafasan, memiliki fase ekspirasi memanjang, dyspnea, dan RR : 17 x/menit,

47
Trakea pasien tampak bergerser ke kiri. Kondisi ini berhubungan dengan
peningkatan tekanan di paru.
Diagnosa kedua yang ditegakkan yaitu nyeri akut adalah pengalaman sensorik
atau emosional yang berhubungan dengan kerusakan jaringan actual atau
fungsional dengan onset mendadak atau lambat dan beintensitas ringan hingga
berat yang berlangsung kurang 3 bulan. (SDKI, 2017). Diagnosa ditegakkan
dengan kondisi yang dimiliki pasien yaitu pasien mengeluh nyeri pada bagian
dada sebelah kanan, tampak meringis dan gelisah, terdapat adanya lesi pada
bagian dada sebelah kanan, P= Nyeri karena tertimpa ban, Q= Seperti tertimpa
ban, R= Dirasakan pada Dada kanan, S= Skala 6, T= Tanpa aktivitas, diperberat
ketika mobilisasi dan nadi 125x/menit.
Diagnosa ketiga, perfusi perifer tidak efektif adalah penurunan sirkulasi darah
pada level kapiler yang dapat mengganggu metabolisme tubuh (SDKI, 2017).
Pada diagnose ini didukung dengan data objektif yaitu CRT >3 detik, nadi
125x/menit, akral teraba dingin, turgor kulit menurun, dan hasil laboratorium pada
Hb : 13 mg/dl.
Penatalaksanaan yang diberikan pada pola nafas tidak efektif adalah
memonitor pola nafas dengan frekuensi, irama, kedalaman, serta upaya nafas,
memonitor SPO2 dan kolaborasi pemberian O2 nasal kanul 3-4 L. Setelah
dilakukan asuhan keperawatan dengan pemantauan setiap 10 menit, pasien pasien
awalnya dyspnea dan setelahnya berangsur membaik pada kedalaman nafas, pada
implementasi awal RR 17 x/m dan SPO2 95% setelah diberikan O2 nasal kanul 3-
4 L mengalami perubahan yaitu RR 19x/m dan SPO2 98% dan intervensi
selanjutnya pasien direncanakan operasi dengan pemasangan WSD. Menurut
penatalaksanaan asuhan keperawatan yang dilakukan oleh Qonitah Salafiyah dan
Syacfunnuril Anwar Huda didapatkan bahwa Implementasi yang dilakukan pada
Tn. r dengan gangguan kebutuhan oksigenasi : pola napas tidak efektif akibat
penyakit open pneumothorax post water seal drainage yaitu memberikan posisi
semi fowler, dan berkolaborasi pemberian oksigen Nasal Kanul 3lt/m masalah
pasien tersebut dapat teratasi (Salafiyah, dkk 2021).

48
Penatalaksanaan yang diberikan pada masalah nyeri akut adalah
mengidentikasi nyeri yaitu skala nyeri, lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
intensitas nyeri dan memberika terapi nonfarmakologi yaitu relaksasi nafas dalam
serta kolaborasi pemberian ketorolac dan lidocain. Setelah dilakukan asuhan
keperawatan, pasien masih merasakan nyeri pada dada kanan seperti tertimpa
benda berat, skala nyeri 6 setelahnya pasien diajarkan distraksi nyeri dengan
teknik nafas dalam serta pemberian ketorolac dan lidocaine didadapat skala nyeri
3, gelisah menurun, pasien mulai tampak tenang. Berdasarkan hasil penelelitian
yang dilakukan oleh Sri Lestari dkk pengaruh teknik relaksasi nafas dalam
terhadap skala nyeri sebelum dilakukan teknik relaksasi napas dalam sebanyak 46
responden (63,2%) berada pada skala nyeri 3 (menderita) dan sesudah dilakukan
teknik relaksasi napas dalam (65,80%) mengeluh tidak nyaman (skala nyeri 2)
(Sri Lestari, dkk. 2022).
Penatalaksanaan yang diberikan pada masalah perfusi perifer tidak efektif
adalah memonitor sirkulasi perifer, suhu, kemerahan atau bengkak pada
ekstremitas dan kolaborasi pemberian RL untuk menghindari hidrasi. Setelah
dilakukan asuhan keperawatan, pasien mendapat CRT >3 detik, pada ekstremitas
dekstra teraba dingin, sianosis, dengan pemberian RL sebanyak 500 cc sebanyak
30 tpm pasien mengalami perubahan yaitu CRT <2 detik, ektremitas kanan yang
teraba dingin sudah mulai membaik, bengkak menurun. Ketidakefektifan atau
gangguan perfusi jaringan adalah penurunan sirkulasi darah ke perifer yang dapat
mengganggu kesehatan.(T.heather herdman.PhD & Shigemi Kamitsuru, 2015)

49
BAB V
PENUTUP
5.1. Simpulan
Dari hasil setelah dilakukan asuhan keperawatan trauma pneumothoraks
pada Tn. R di ruang instalasi gawat darurat RSUD Raden Mattaher,maka
penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Pneumothorax adalah adanya udara dalam rongga pleura yang
disebabkan oleh akumulasi udara antara pleura parietal dan visceral
yang dapat menyebabkan tekanan di paru-paru dapat meningkat yang
dapat menyebabkan kolaps.
2. Anatomi paru-paru terdiri dari Apeks (tumpul, menonjol keatas
kedalam leher sekitar 2,5 cm diatas clavicula), Permukaan Costo-
vertebral (menempel pada dinding dada), permukaan mediastinal
(menempel pada pericardium dan jantung), basis pulmonis (terletak
pada diafragma). Bronchus yang terdiri dari Bronchus principalis,
Bonchus Lobaris, Bronchus Segmentalis. Alveolus yaitu tempat
pertukaran gas assinus terdiri dari brokhiolus respiratorius yang
terkadang memiliki kantong udara kecil (alveoli) pada dindingnya.
Fisiologi paru dibagi menjadi 2 yaitu respirasi internal (proses
metabolic intraseluler yang terjadi di mitokondria meliputi konsumsi
O2 dan produksi CO2 selama pengambilan energy dari molekul
nutrient, dan respirasi eksternal (proses pertukaran O2 dan CO2 antara
sel-sel dalam tubuh dengan lingkungan luar)
3. Etiologi pneumothorax antara lain Spontan (primer yang biasanya
disebabkan oleh pecahnya bleb pada paru, dan juga sekunder yang
biasanya seringkali terjadi akibat komplikasi dari penyakit paru seperti
PPOK, Cystic fibrosis, dan interstitial lung diseas. Serta akibat
traumatis (Cidera langsung dan tidak langsung)

50
4. Manifestasi klinis dari pneumothorax antara lain nyeri dada mendadak
akibat trauma pleura, pernafasan yang cepat dan dangkal, apabila
pneumothorax melebar akan terjadi tension pneumothorax (Udara
menumpuk di ruang pleura), terdapat deviasi trakea juga dapat terjadi,
sesak nafas, nyeri berat dan memburuh pada gerakan pernafasan,
terdapat jejas di balik kulit, sianosis, bunyi nafas melemah atau senyap,
fremitus vocal menurun, hiperresonansi disisi yang di serang, hipotensi
dan takikardia, overekspansi, denyut nadi lemah dan cepat.
5. Patofisiologi pneumothorax diawali karena adanya penyakit paru
bawaan ataupun dikarenakan Trauma dada yang menyebabkan ruang
pleura mengalami penyempitan akibat penumpukan udara/cairan yang
dapat membuat paru-paru sulit untuk melakukan pertukaran oksigen
sehingga dapat menimbulkan Tension Pneumothorax yang membuat
pasien mengalami peningkatan tekanan sentral, hipotensi, dispnea,
takikardia, hipoksia hingga mengalami kematian.
6. Komplikasi pneumothorax teridiri dari gagal nafas, empisema, edema
paru, hemopneumothorax, pneumomediastinum, pneumoperikardium,
hipoksemia, emfisema subkutis dan henti jantung
7. Pemeriksaan penunjang pada pasien pneumothorax antara lain
pemeriksaan laboratorium (hematokrit dari cairan pleura), Imaging
(Chest Radiography, Ultrasonography, CT-Scan)
8. Penatalaksanaan pada pasien dengan pneumothorax dibagi menjadi 2
yaitu penatalaksanaan medis (Tindakan Dekompresi yaitu melakukan
thorakosintesis, pemasangan wsd, pengisapan kontinu, pencabutan
drain. Tindakan bedah antara lain pembukaan dinding thorax,
pengelupasan atau dekortikasi), Keperawatan (Bedrest, melakukan
monitor frekuensi, irama, dan upaya nafas, monitor pola nafas, monitor
produksi sputum, monitor adanya sumbatan nafas, monitor Saturasi
Oksigen, Monitor nilai AGD, mempertahankan kepatenan jalan nafas,
memberikan posisi fowler/semi fowler, memberikan oksigen,
kolaborasi pemberian bronkodilator/ekspektron/mukolitik, mengawasi
51
intake-output, melakukan pencegahan infeksi, mengajarakan teknik
distraksi untuk mengurangi rasa nyeri dada)
9. Pengkajian sangat penting pada klien dengan trauma pneumothoraks
dengan memperhatikan nyeri, ada atau tidaknya perlukaan serta
perluasan luka pada dinding dada, Primary Survey diantaranya airway,
breathing, circulation, disability, dan Secondary Survey
10. Diagnosa yang didapat pada tinjauan kasus Tn. R yaitu pola nafas tidak
efektif berhubungan dengan peningkatan tekanan diparu, nyeri akut
berhubungan dengan agen pencedera fisik, dan perfusi perifer tidak
efektif berhubungan dengan trauma. Ketiga diagnosa tersebut muncul
dari hasil pengkajian berdasar kondisi pasien.
11. Intervensi yang direncanakan pada kasus Tn. R sesuai dengan asuhan
keperawatan kritis yaitu dengan focus pada pernafasan, skala nyeri dan
indikasinya, serta sirkulasi pada perifer.
12. Implementasi yang telah dilakukan secara terkoordinasi dan
terintergrasi untuk pelaksanaan diagnosa pada kasus tidak semua sama
pada tinjauan pustaka.
13. Evaluasi setelah direncankannya intervensi dan setelah
diimplementasikan pasien mendapatkan prosedur bedah emergency
untuk menangani masalah pola nafas tidak efektif, nyeri akut, dan
perfusi jaringan.

5.2. Saran
5.2.1. Bagi Institusi Terkait
1. Bagi Dinas Kesehatan disarankan dapat dijadikan gambaran untuk
kinerja terutama dalam mempertahankan dan meningkatkan asuhan
keperawatan trauma pneumothoraks.
2. Bagi Instalasi Gawat Darurat disarankan untuk mengembangkan
penanganan diri pada pasien dengan trauma pneumothoraks.

52
3. Bagi Institusi Pendidikan agar dapat menambah informasi dan bahan
pustaka sehingga dapat menambah ilmu pengetahuan bagi mahasiswa
mengenai asuhan keperawatan trauma pneumothoraks.

5.2.2. Bagi Keluarga


Keluarga diharapkan lebih terbuka dan bersedia menerima informasi dari
petugas kesehatan terkait informasi dari petugas kesehatan terkait informasi
trauma pneumothoraks.

5.2.3. Bagi Penulis


Tinjauan kasus ini dijadikan sebagai tambahan wawasan dan pengetahuan
tentang asuhan keperawatan trauma pneumothoraks.

53
DAFTAR PUSTAKA
A Potter, & Perry, A. G. (2015). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses, Dan Praktik, edisi 4, Volume.2. Jakarta: EGC.
Agustin M, David G, Kang JY, Teerasukjinda O (2020). Spontaneous
Pneumomediastinum and Diffuse Subcutaneous Emphysema after
Methamphetamine Inhalation. Hindawi Case Reports in Pulmonology. 2020;
3:1-3.
Apley, A. . and Solomon (2017) System of Orthopaedics and Trauma: Principles
of Fractures. 10th edn. Florida: CRS Press.
Ardiansyah, M. (2015). Medikal Bedah Untuk Mahasiswa. Yogyakarta : Diva
Press
Bobbio A, Dechartres A, et al. (2015). Epidemiology of spontaneous
pneumothorax: gender related differences. Thorax. 2015;70(7):653-8.
British Lung Foundation. (2019). Pneumothorax. Diunduh dari
www.blf.org.uk/support -for-you/pneumothorax pada 05 Juni 2022
Coccia, C. B. I., Palkowski, G. H., Schweitzer, B., Motsohi, T., & Ntusi, N. A. B.
(2016). Dyspnoea: Pathophysiology and a clinical approach. South African
Medical Journal, 106(1), 32–36. https://doi.org/10.7196/SAMJ.2016.v106i1.1
0324
E,Daoust R. Denault (2013). Basic concepts in the use of thoracic and lung
ultrasound. Curr Opin Anesthesiol. 2013;26:20–30
Krause, L. Healthline (2021). Pneumothorax (Collapsed Lung) -Diagnosis and
Treatment (Review Article). Sanamed; 10(3): p. 225-227 98 Light, R. W.
(2017). Pneumothorax. MSDManualProfessional version, dari
www.msdmanuals.com/professional/pulmonary-disorders/mediastinaland-
pleuraldisorders/pneumothoraxn
Management of Spontaneous Pneumothorax and Post-Interventional
Pneumothorax: German S3 Guideline. Respiration. 2019;97(4):370-402. 99
Sharma, S., Danckers,
McKnight CL, Burns B. Pneumothorax. (2020) Nov 16. In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan–. PMID: 28722915
54
Nariyani, P., & Vyas, H. (2017). Immediate Effect of Deep Breathing Exercise on
Healthy Subjects. International Journal of Physiotherapy and Research, 5(5),
2420– 2423. https://doi.org/10.16965/ijpr.2017.221
Onuki T, Ueda S, Yamaoka M, Sekiya Y, Yamada H, Kawakami N, Araki Y,
Wakai Y, Saito K, Inagaki M, Matsumiya N. Primary and Secondary
Spontaneous Pneumothorax: Prevalence, Clinical Features, and InHospital
Mortality. Can Respir J. 2017;2017:6014967. doi: 10.1155/2017/6014967.
Epub (2017). Mar 13. PMID: 28386166; PMCID: PMC5366759.
Panjwani, A. (2017). Management of pneumothorax with oxygen therapy: a case
series. Chest Disease Reports, 5(1). https://doi.org/10.4081/cdr.2017.6276
Papagiannis, A., et al. (2015). Pneumothorax: an up to date “introduction”.
Diunduh dari https://www.researchgate.net/publication/274724314 pada 05
Juni 2022. Piette
Punarbawa, I. W. A., & Suarjaya, P. P. (2019). Early Identification and Basic Life
Support for Pneumothoraks.
Pilcher, J., & Beasley, R. (2015). Acute use of oxygen therapy. Australian
Prescriber, 38(3), 98–100. https://doi.org/10.18773/austprescr.2015.033
Qonitah Salafiyah dan Syacfunnuril Anwar Huda. 2021. Asuhan Keperawatan
Pada Tn. R Dengan Gangguan Kebutuhan Oksigenasi : Pola Napas Tidak
Efektif Akibat Penyakit Open Pneumothorax Post Water Seal Drainage
(Wsd) Di Ruang Shasta 1 Rsud Kabupaten Bekasi Tahun 2021. Bekasi.
Universitas Medika Suherman
Rekha, K., Rai, S., Anandh, V., & D, S. S. D. (2016). Effect Of Stretching
Respiratory Accessory Muscles In Chronic Obstructive Pulmonary Disease.
Asian Journal of Pharmaceutical And Clinical Research, 9(1), 105–108.
Sarwiji, B. (2018). Nursing Memahami Berbagai Macam Penyakit. Jakarta:
PT
Sri Lestari, Ira Faridasari, Rokhmatul Hikmat, Uun Kurniasih, dan Aliyatul
Rohmah. 2022. Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Skala Nyeri.
Cirebon. Jurnal Kesehatan
Tarwoto & Wartonah. (2015). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses
55
Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Utama, S. Y. A. (2018). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Sistem Respirasi
(1st ed.). Deeppublis.
White, D., & Eaton, D. A. (2017). Pneumothorax and Chest Drain Insertion.
Surgery (Oxford), 35(5), 281–284. https://doi.org/https://doi.org/1-
.1016/j.mpsur.2017.02.010
World Health Organization. (2016). Global Status Report on Road Safety. WHO
Librar. Ed. https://doi.org/Doi:978 92 4 156506 6. WHO/NMH/NVI/15.6.

56

Anda mungkin juga menyukai