Anda di halaman 1dari 30

FIXED DRUGS

ERUPTION
Disusun Oleh :
Faricha Kurnia Illahi J510215013
Nisa Mahmudah J510215020
Qonita Rahmadiena J510215026
Novendra Maya Melinda J510215056
Lydia Ekaputri Nuroctaviani J510215058
Fajar Bagus Priawan J510215088

Pembimbing :
dr. Eddy Tjiahyono, Sp.KK
DEFINISI
Erupsi obat alergik atau adverse cutaneous drug
eruption adalah reaksi hipersensitivitas terhadap obat
dengan manifestasi pada kulit yang dapat disertai
maupun tidak keterlibatan mukosa. Yang dimaksud
dengan obat ialah zat yang dipakai untuk menegakkan
diagnosis, profilaksis, dan pengobatan.
EPIDEMIOLOGI
Reaksi kulit kulit terjadi pada sekitar 2 sampai 3 persen pasien
yang memakai obat. FDE lebih jarang terjadi dibandingkan
erupsi eksantematosa (morbiliform), yang diperkirakan
menyebabkan FDE hingga 95 persen reaksi obat kulit. Dalam
analisis catatan kesehatan elektronik dari 2,7 juta pasien dari
sistem kesehatan besar Amerika Serikat, prevalensi FDE adalah
0,003 persen. FDE terjadi pada semua kelompok umur tanpa
predileksi jenis kelamin. Dalam rangkaian reaksi obat
kutaneous pediatrik, FDE menyumbang sekitar 5 hingga 22
persen kasus. Dalam sebuah penelitian di Pakistan terhadap 193
pasien dewasa dengan reaksi obat yang merugikan kulit, 5,7
ETIOLOGI
Obat antibakteri Obat anti inflamasi non steroid
• Sulfonamid (co-trimoxazole) • Aspirin
• Tetrasiklin • Oxyphenbutazone
• Penisilin • Phenazone
• Ampisilin • Metimazole
• Amoksisilin • Paracetamol
• Eritomisin • Ibuprofen
• Trimethoprim Phenolpthalein
• Nistatin Codein  

• Griseofulvin Hydralazin
• Dapson Oleoresin
• Arsen Symphatomimetic

• Garam Merkuri Symaphatolitic

• P amino salicylic acid Parasymphatolitic

• Thiacetazone • Hyoscine butylbromide

• Quinine Magnesium hydroxide

• Metronidazole Magnesium trisilicate

• Clioquinol Anthralin

Barbiturat dan tranquilizer lainnya Chlorthiazone

• Derivat Barbiturat Chlorphenesin carbamate

• Opiat Berbagai penambah rasa/flavour makanan


 
• Chloral hidrat
• Benzodiazepine
• Chlordiazepoxide
• Anticonvulsan
• Dextromethoephan
Ada beberapa faktor yang berperan dalam menentukan sejauh
mana kapasitas dari sebuah obat dalam menimbulkan respon imun :
○ Karakteristik molekular dan sensitisasi
○ Variasi metabolik individu
○ Kemampuan imunogenetik
○ Usia

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya FDE :

1. Paparan obat.

2. Waktu kejadian.

3. Uji eliminasi pemakaian obat

4. Pemaparan obat ulangan.


Reaksi hipersensitifitas

Secara umum terdapat 4 tipe reaksi imunologi yang dikemukakan oleh Coombs & Gell; suatu reaksi alergi terhadap obat dapat mengikuti salah satu dari ke empat jalur berikut ini
PATOFISIOLOGI
MANIFESTASI KLINIS
EOA dapat bermanifestasi klinis ringan dan berat hingga mengancam jiwa. Lesi
dominan yg timbul merupakan petunjuk reaksi hipersensitivitas yg mendasari.

● Urtikaria dan angioedema


Urtikaria ditandai dengan edema setempat pada kulit dengan ukuran yang
bervariasi. Predileksi dapat di seluruh tubuh. Keluhan umumnya gatal dan panas
pada tempat lesi. Angioedema biasanya terjadi di daerah bibir, kelopak mata,
genitalia ekstema, tangan dan kaki. Penyebab tersering ialah penisilin, asam
asetilsalisilat dan NSAID.
● Erupsi makulopapular
Erupsi makulopapular disebut juga erupsi eksantematosa atau morbiliformis,
merupakan bentuk EOA paling sering ditemukan, timbul dalam 2-3 minggu
setelah konsumsi obat. Biasanya lesi entematosa dimulai dari batang tubuh
kemudian menyebar ke perifer secara simetris dan generalisata dan hampir
selalu disertai pruritus. Erupsi jenis ini sering disebabkan oleh ampisilin, NSAID,
sulfonamid, fenitoin, serta karbamazepin.
● Pustulosis eksantematosa generalisata akut
Penyakit pustulosis eksantematosa generalisata akut (PEGA) merupakan erupsi
pustuler akut yang timbul 1-3 minggu setelah konsumsi obat yang diawali oleh
demam, mual dan malaise. Predileksi utama di wajah dan Iipatan tubuh.
• Eritroderma
disebut juga dermatitis eksfoliativa, merupakan lesi eritema difus disertai skuama
lebih dari 90% area tubuh. Pada eritroderma sering terjadi ketidakseimbangan
elektrolit, gangguan termoregulasi, serta kehilangan albumin, sehingga merupakan
indikasi pasien untuk dirawat. Obat penyebab antara lain adalah asetaminofen dan
minosiklin.
• Sindrom Hipersensitivitas Obat
Sindrom hipersensitivitas obat (SHO) merupakan bentuk EOA tipe berat yang
dapat mengancam jiwa, karena keterlibatan multiorgan. Tanda karakteristik SHO
adalah demam di atas 38 C, lesi pada kulit, limfadenopati, gangguan fungsi hati
dan/atau fungsi ginjal, leukositosis dan eosinophilia. Lesi kulit biasanya timbul 3
minggu setelah konsumsi obat dengan lesi makulopapular paling sering ditemukan.
Wajah biasanya mengalami edema dan distribusi lesi makulopapular tersebar
simetris hampir di seluruh tubuh, tetapi jarang pada telapak tangan dan kaki.
PENEGAKAN DIAGNOSIS
● Pendekatan diagnosis EOA adalah mencurigai terdapat reaksi
hipersensitivitas terhadap obat yang dikonsumsi pasien. Kecurigaan tersebut
didukung oleh bukti riwayat konsumsi obat pada saat anamnesis, manifestasi
klinis dan morfologi lesi pada kulit, serta pemeriksaan penunjang
a. Kumpulkan data klinis secara sistematis dan teliti mengenai:

1) Riwayat alergi obat sebelumnya, berikut tanda dan gejala klinisnya

2) Riwayat atopi pada pasien dan keluarga

3) Data medikasi pasien saat ini, baik oral, intravena, dan topikal. Jangan
abaikan pengunaan obat herbal dan suplemen. Buatlah peta kronologis
sejak obat dimulai dan dihentikan, serta peningkatan dosis.

4) Riwayat pajanan obat yang dicurigai atau obat yang dapat bereaksi silang

5) Perhatikan kronologis reaksi obat: tanda dan gejala dan hasil


laboratorium
b. Obat penyebab yang dicurigai menjadi lebih sempit dengan fokus terhadap:

1) Hubungan temporal antara awal dan akhir konsumsi obat dengan onset
timbulnya erupsi pada kulit

2) Lesi dominan tanda dan gejala klinis reaksi hipersensitivitas

3) Pertimbangkan farmakoepidemiologik obat yang digunakan. Urutkan


berdasarkan obat yang paling berpotensi menyebabkan alergi
berdasarkan data publikasi.

4) Hentikan dan/atau substitusi semua obat yang memiliki hubungan


temporal yang kuat. Observasi gejala setelah obat dihentikan.

5) Pertimbangkan uji kulit untuk menentukan obat penyebab, bila sudah


memenuhi syarat syarat uji.

6) Jika uji kulit negatif, lakukan provokasi oral dengan dosis yang
dinaikkan perlahan (bila tidak ada kontraindikasi).
DIAGNOSIS BANDING
Herpes labialis atau
herpes genitalis: biasanya
berlangsung lebih cepat
dan tidak meninggalkan
bercak hiperpigmentasi.

Dermatitis Kontak Alergi:


adanya riwayat kontak
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Pemeriksaan
laboratorium

Biopsi kulit

Uji tempel

Uji tusuk
TATALAKSANA
• Kortikosteroid
• Kasus ringan 0,5 mg/KgBB/hari
Terapi sistemik • Kasus berat 1-4 mg/KgBB/hari
• Antihistamin

• Asam salisilat 1-2%


• Pada lesi basah kompres dengan NaCl 0.9% 2-3 kali
Terapi topikal sehari selama 15-30 menit, 2 sampai 3 hari pertama saja
• Pada lesi kering diberikan krim kortikosteroid seperti
hidrokortison krim 1%-2,5%
KOMPLIKASI
Hiperpigmentasi adalah komplikasi yang paling
mungkin dari FDE. Potensi untuk infeksi ada
dalam kasus lesi multipel erosi. Erupsi generaliata
telah dilaporkan setelah pengujian provokasi
topikal dan oral.
PROGNOSIS
Pada dasarnya FDE akan menyembuh bila penyebabnya
dapat diketahui dan segera disingkirkan. Akan tetapi
beberapa bentuk, misalnya eritroderma dan kelainan-
kelainan berupa sindrom Lyell dan sindrom Steven
Johnson, prognosis dapat menjadi buruk bergantung
pada luas kulit yang terkena.
TERIMAKASIH…

Anda mungkin juga menyukai