Haemorrhoid
Eksem Basah
Disentri Basiler
Migrain
Gonorrhea
ISK
Vertigo
Faringitis
Stomatitis
Dermatitis Venenatta
Hipertensi
Skizofrenia Paranoid
Stroke
Dengue Shock Syndrome
Diabetes Melitus Tipe 2
Fluor Albus
Glaukoma Sudut Terbuka
Urtikaria
Tetanus Grade II
Anemia
Aama
Dispepsia
Luka Bakar
OMA
PEB
Rhinitis Alergi
Scabiesis
Sirosis Hepatis
SJS
Typhus Abdominalis
Ulkus Peptikum
HEMORRHOID
Resep
Resep racikan :
R/ Hidrokortison 1%
Fla pasta ad g 10
S 2 dd I ue
Resep paten :
R/ R/ Hidrokortison cream 1% tube no.II
S 2 dd I ue
Keterangan:
• Obat utama eksema adalah kortikosteroid ,alasannya berkaitan dengan paotfisiologinya yang akan
diterangkan dibawah
• Obat yang dipilih adalah hidrokortison karena memiliki potensiasi yang terkecil, sehingga tidak telalu
besar efeknya (mengingat 2 khasiat steroid yang sebagai antiinflamasi dan antimitotik)
• Memilih pengobatan topical karena agar langsung tepat ke target site-nya
• Konsentrasi yang dipilih adalah 1% karena kita mencari batas yang aman/terkecil yang diperbolehkan
(ada sediaan 1% dan 2,5 %)
• Memilih pasta karena menerapkan prinsip dalam dermatoterapi. Dimana Dermatosis yang membasah
dikasih yang terapi yang basah dan begitu juga sebaliknya. Dalam hal ini mengunakan pasta,karena
dengan BSO pasta akan sanagat berguna untuk dermatosis yang agak basah/membasah. Bedak tidak
boleh digunakan karena akan memperparah luka yang basah
• Untuk resep paten mengapa menggunakan cream, karena sediaan paten unutk hidrokortison tidak ada
dalam bentuk pasta.(tersedia sediaan hidrokortison 1% dan 2,5 % tube sejumlah 5 g). bentuk kri dapat
dipake atas indikasi : kosmetik,dermatitis subakut dan luas, boleh digunakan unutk daerah yang
berambut.
• Jumlah yang digunakan 10 gram karena biasanya eksim ini kronis, sehingga butuh jumlah yang agak
banyak
• Cara pemakaiannya 2/sehari karena agar memudahkan pasien dalam pemakaian,dan diharapkan
pemakaiannya sesudah mandi unutk menghindari infeksi tumpangan akibat dari pemakaian
kortikosteroid
• Dapat juga ditambahkan antibitoik pada obatnya seperti neomycin sulfat untuk mencegah terjadinya
infeksi tumpangan kaena pemakaian kortikosteroid.
Pembahasan
Menurut data dari berbagai rumah sakit pendidikan di Indonesia, penyakit kulit yang paling banyak menyerang
masih eksim. Eksim itu jenisnya banyak dan dibagi atas berbagai macam, mulai dari eksim alergi, eksim
bawaan, eksim akibat stres, atau eksim karena kontak dengan bahan iritan.
Obat eksim yang mengandung kortikosteroid diberikan sebagai anti radang dan anti mitosis (pembelahan).
Pemakaian sediaan yang mengandung kortikosteroid harus sesuai anjuran dokter meskipun penggunaan secara
topikal relatif lebih aman.
Berikut ini tingkat potensi dari sejumlah kortikosteroid pada penggunaan dermal, yaitu:
1. Lemah : hidrokortison asetat, metilprednisolon asetat.
2. Sedang :
a. Desoximetason + salis
b. Dexametason
c. Hidrokortison butirat
d. Flukortolon pivalat
e. Flumetason pivalat
f. Fluosinolon asetonida
g. Flupredniden asetat
h. Klobetason butirat
i. Triamsinolon asetonida
3. Kuat:
a. Beklometason dipropionat
b. Betametason valerat
c. Betametason dipropionat
d. Budesonida
e. Diflukortolon valerat
f. Fluklorolon asetonida
g. Flutikason propionat
h. Halometason
i. Halsinonida
j. Mometason furoat
k. Prednikarbat
4. Sangat kuat: Klobetasol propionat, betametason dipropion.
Sediaan topikal yang mengandung kortikosteroid ini dapat mengurangi kegiatan sistem kekebalan tubuh,
yang dianggap sebagai penyebab tukaknya, pada tempat tukak bertumbuh.
Kortikosteroid setempat yang paling efektif adalah betametason, fluokinonid, fluokinolon, klobetasol,
hidrokortison, dan triamkinolon. Obat setempat ini harus dipakai dengan hati-hati, karena banyak di
antaranya (kecuali hidrokortison dan triamkinolon) dapat mengurangi pembuatan adrenalin (suatu
hormon yang penting) oleh kelenjar adrenal, yang ada di atas ginjal.
Pemakaian obat tersebut untuk waktu terlalu lama juga dapat meningkatkan kemungkinan timbulnya
beberapa infeksi dalam mulut, seperti kandidiasis.
Lebih lanjut tentang eksim
Eksim merupakan peradangan pada lapisan kulit, baik di lapisan epidermis maupun dermis. Seperti diketahui,
kulit terdiri dari tiga lapisan, lapisan jangat (epidermis), dermis, dan jaringan subkutis. Epidermis sebagai
lapisan paling atas terbentuk pada usia kehamilan 5-6 minggu. Setidaknya, sekitar 28 hari sekali kulit akan
berganti dengan kulit baru. Selain itu, terdapat sel pigmen yang melindungi tubuh dari efek sinar matahari.
Tanda-tanda eksim, antara lain, kulit kemerah-merahan, kulit kering, basah, atau tebal dan bersisik. Biasanya
eksim baru warnanya agaklebih merah, agak basah, disertai bengkak. Sementara pada yang kronis atau sudah
lama, lebih tebal, bersisik, kering, dan warnanya agak kehitaman.
Eksim karena faktor pencetus dari lingkungan bersifat alergen yang dapat menimbulkan reaksi alergi di tubuh,
sehingga kulit menjadi gatal dan timbul eksim.
Faktor lain yang memudahkan terjadinya eksim adalah sifat kulit, yakni kulit kering. Pemakaian sabun yang
kadar alkalinya tinggi, terlalu sering berada di ruangan ber-AC dengan suhu di bawah 18° Celsius, memakai
pakaian dari wol, bisa memicu kambuhnya eksim.
Meski penyebabnya genetik (keturunan), sepanjang tak ada faktor pencetusnya, eksim ini tidak akan timbul.
Jadi, kalau gejalanya masih sedikit gatal atau merah, lebih baik langsung diingat-ingat apa yang sudah dimakan
dan dikenakan, lalu cepat hindari agar tidak berkepanjangan.
Untuk pemilihan obat eksim yang tepat ada baiknya anda harus periksakan diri dan konsultasi ke dokter
spesialis kulit.
DISENTRI BASILER
• Disentri basiler penyakit infeksi usus yang diakibatkan oleh beberapa jenis basil gram negaif dari genus
Shigella.
• Gejala klinis: akut, demam sampai 39-40°C, nyeri perut, mual muntah, tenesmus.
• Tipe diare: jarang, tinja banyak, bau busuk, darah lebih banyak daripada lendir bercampur.
• Terapi: pada prinsipnya adalah rehidrasi. Kebanyakan disentri bersifat self limiting dan sembuh dengan
sendirinya setelah 2-7 hari.
• Antibiotik pilihan untuk Shiigella sp. :
Ampicillin dosis 2x 1 g
Kotrimoksazol dosis 2x 2 tab
Siprofloxacin dosis 2x 500 mg
Kesemuanya dengan lama pengobatan 5-7 hari.
a. Cotrimoxazol
Merupakan kombinasi dari sulfamethoxazole dan trimetoprim. Bentuk sediaan tablet: sulfamethoxazole
400 mg dan trimetoprim 80 mg. Merupakan antibiotik berspektrum luas dan jarang menimbulkan
resistensi. Diberikan pada kasus-kasus infeksi gastrointestinal, saluran nafas, kulit dan infeksi lainnya
yang disebabkan mikroorganisme yang sensitif. Dosis dewasa: 2x 2 tab. Efek samping: tidak sering
terjadi. Biasanya berupa gangguan saluran pencernaan, syndroma Stevens Johnson, syndroma Lyell.
b. Diaform
Isinya adalah caolin dan pectin. Termasuk obat anti diare yang mengeraskan tinja dan absorbsi zat toksik.
Dosis biasa 3 dd 50-100 g sebagai suspensi dalam air.
c. Metoklopropamid
Termasuk obat anti emetik/ anti muntah. Berkhasiat anti emesis kuat berdasarkan blokade reseptor
dopamin di CTZ. Di samping itu, zat ini juga memperkuat pergerakan dan pengosongan lambung. Efektif
pada semua jenis muntah. Resorpsinya dari usus cepat, mula kerjanya dalam 20 menit dan plasma t ½ nya
kurang lebih 4 jam. Efek sampingnya yang terpenting adalah sedasi dan gelisah. Dosis: 3-4 dd 5-10 mg,
anak-anak maks 0,5 mg/kg/sehari.
d. Oralit sach
Untuk rehidrasi/ pengganti cairan/elektrolit yang hilang pada pasien diare. Komposisi: glucose anhydrous
4 g, NaCl 0,7 g, Na bicarbonate 0,5 g, CaCl2 0,3 g.
MIGRAIN
Obat :
1. Ergotamin (obat khas migrain)
dpt menstimulasi maupun memblokir reseptor alfa adrenergik dan serotoninerg.
menstimulasi reseptor 5HT1 dan memblokir reseptor alfa, punya efek vasodilatasi ringan
punya daya vasokonstriksi kuat terhadap arteri otak dan arteri perifer berdasar daya
antiserotoninnya (blokade 5HT1)
efek smping : mual,muntah,skt kepala mirip gejala migren (unt efek sampingnya pakai obat anti muntah
seperti Siklizin dan tmn2ny (kalau perlu).
2. Paten : Cafergot (Ergotamin 1mg + kofein 100mg)
Kofein : unt meningkatkan resorpsi dan memperkuat efek
T1/2 plasma bisa pjg skali smp 21jam sehingga bs menyebabkan akumulasi. Akibat akumulasi bisa
timbul efek toksis seperti kejang, klumpuhan, vasospasme dgn jari2 tgn menjadi dingin akhirny gangren.
Jadi bila timbul rasa baal atau kesemutan pada jari tangan dan kaki,hentikan terapi.
Resep :
Paten tp hargany murah cm 700-1000rupiah
R/ cafergot tab No. X
S 1-2 tab I (waktu serangan)
Pro :
Atau
R/ bodrex migra tab No.
S 3dd tab I
Pro:
lendir atau nanah yang keluar dari penis dengan gejala sistemik seperti nyeri pada sendi atau gejala pada kulit.
Disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhea penghasil penisilinase atau bukan penghasil penisilinase .
Penghasil penisilinase :
R/ Ceftriaxone inj mg 250 No I
S imm
Pro Tn A (30 thn)
def : infeksi yang melibatkan struktur saluran kemih yaitu dari epitel glomerulus tempat mulai dibentuk
urin sampai dengan muara urin di meatus urethra externa. Secara mikrobiologi definisi infeksi saluran
kemih adalah terdapatnya mikroorganisme pada struktur saluran kemih dan baru dapat dipastikan setelah
didapatkannya bukti adanya koloni mikroorganisme dalam pemeriksaan kultur urin.
ISK pada usia lanjut dapat timbul sebagai akibat dari inkontinensia urin dan hipertrofi prostat yang
memerlukan pemakaian kateter menetap, imobilisasi, dan menurunnya fungsi imunitas baik non-spesifik
maupun spesifik.
Terapi :
• Non farmakologis :
- banyak minum bila fungsi ginjal masih baik
- menjaga kebersihan daerah genetalia eksterna
• Farmakologis
- Antibiotik berdasarkan tes resistensi kuman, bila belum ada berikan antibiotic berdasarkan
pola kuman yang ada, biasanya mencakup Escherichia coli dan gram negative lainnya
- Antibiotik oral hanya direkomendasikan untuk ISK tak berkomplikasi dengan lama
pemberian 7-10 hari pada perempuan dan 10-14 hari pada laki-laki
- Antibiotik parenteral untuk ISK berkomplikasi dengan lama pemberian tidak kurang dari 14
hari
- Antibiotik golongan fluorokuinolon masih digunakan sebagai pengobatan pilihan pertama
dan kadang dikombinasi dengan aminoglikosida, sefalosporin gen-3 dan ampisilin
- Keberhasilan pengobatan pada ISK simptomatik adalah hilangnya gejala dan bukan
hilangnya bakteri.
- Evaluasi ulang dengan kecurigaan adanya kelainan anatomi atau struktural dapat mulai
dipertimbangkan bila terjadi ISK berulang > 2 kali dalam waktu 6 bulan.
- Jika belum tahu jenis bakterinya gunakan Bactrim 2x2 (480 mg). Bactrim adalah nama paten
yang merupakan kombinasi sulfametosazol(400mg) dan trimetroprim(50mg) (cotrimoksazol)
merupakan plihan pertama pada isk tanpa komplikasi. Efektif untuk gram positif dan
negative. Walaupun keduanya hanya bersifat bakteristatik namun kombinasi berkhasiat
bakterisid. Keuntungannya timbulnya resistensi lebih lambat. Karena bakteri yng resisten
dengan satu komponen masih dapat dimusnahkan dengan komponen lain.
Kontraindikasinya : kerusakan parenkim hati, gagal ginjal berat, hamil, hipersensitifitas. ISK
akut tanpa komplikasi 3 tablet forte dosis tunggal(10 mg). Kalo anak-anak bentuk sirup 2 x
sehari 6 mg-5 bln 2,5 ml, 6 bln-5 th 5 ml, 6 th -12 th 5-10 ml. diberikan segera sesudah
makan. Efek samping : ggn GIT, stomatitis, reaksi kulit, sindroma steven jonson, leukimia,
trombositopeni.
- Pada bakteri yang udah diketahui. Senyawa kuinolon hanya dapat digunakan pada infeksi
saluran kemih tanpa komplikasi, sedangkan fluorkuinolon lebih luas karena kadarnya dalam
darah tercapai lebih tinggi. Sehingga dapat digunakan pada isk dengan komplikasi. Macam
obat (norfloksasin, pefloksasin(krg kuat untuk pseudmonas), siprofloksasin, ofloksasin,
levofloksasin, lomefloksasin, fleroksasin, sparfloksasin). lomefloksasin, fleroksasin, dan
sparfloksasin punya efek samping fotosintesis sehingga dibatasi dalam penggunaan.
Siprofloksasin( wkt paruh 3-5 jam) lebih kuat namun efeknya kristaluri atau hematuria.
Ofloksasin(wkt paruh 6 jam) dan levofloksasin(lebih banyak ke gram positif, wkt paruh 6-8
jam) hampir sama dengan sipro namun levo efeknya lebih ringan.
- Sipro (oral: 2 dd 125-250 mg, iv: 2 dd 100 mg infus), ofolksasin( isk tdk komplikasi : 1-2 dd
200 mg 7- 10 hr), Levofloksasin 1-2 dd 250-500 mg
- Resep :
- R/ Bactrim 480 mg No.X
S 2 dd tab I
R/ Paracetamol Tab mg 500 no X
S prn
VERTIGO
- Def : perasaan rotasi (memutar), dapat sekelilingnya terasa berputar atau badan yang
berputar.
- Vertigo merupakan “gejala”, bukan “penyakit”.
- Terjadi karena gangguan koordinasi, labirinth, mata & sensibilitas.
- Prinsip terapi :
1. Etiologi : tergantung penyebab (TIA, epilepsi, migren, infeksi)
2. Simptomatis :
- Sedativa : diazepam,dsb
- Antihistamin : diphenhidramin, dramamin,dsb
- Vasodilator : flunarizine,dsb
- Contoh pemberian resep :
R/ Diazepam (Valisanbe)tab 5 mg
∫3 x 1
R/ Mertigo tab
∫2x1
R/ Unalium tab 5 mg
∫2 dd tab 1( pagi dan sore)
• Unalium (paten mengandung flunarizine)sediaan tablet ada yang 10mg dan 5 mg. Dosis rata-rata 10
mg sehari dosis tunggal pada malam hari. Pada orang tua 5 mg Maksimal pemberian 2 bulan, untuk
terapi pemeliharaan diberikan 5 hari dalam seminggu. Indikasi: profilaksis migren, vertigo, ggn
konsentrasi. ES: somnolen, lesu, gejala ekstrapiramidal, penurunan berat badan selama terapi.
• Mertigo (paten mengandung betahistine mesylate) sediaan tablet 6 mg.dosis 1-2 tablet 3 x sehari.ES:
ggn GIT, ruam kulit. Indikasi: vertigo dan pusing pada penyakit meniere, sindroma meniere, vertigo
perifer.
• Valisanbe (paten mengandung diazepam), Indikasi : neurotik, psikosomatik, rematik. Dosis dewasa:
2-5 mg, anak 6-14 th 2-4 mg, <6 th 1-2 mg, diberikan 3x sehari. Im/iv amp 5-10 mg untuk
epileptikus, tetanus. Kontraindikasi: psikosis berat, glaukoma, serangan asma akut,hamil. ES: ggn
mental, mengantuk, amnesia, ketergantungan, penglihatan kabur,retensi urin, depresi pernapasan,
hipotensi
FARINGITIS
Faringitis Faringitis adalah suatu peradangan pada tenggorokan (faring) yang biasanya disebabkan oleh infeksi
akut. Biasanya disebabkan oleh bakteri streptokokus grup A. Namun bakteri lain seperti n. gonorrhoeae, c.
diphtheria, h. influenza juga dapat menyebabkan faringitis. Apabila disebabkan oleh infeksi virus biasanya oleh
rhinovirus, adenovirus, parainfluenza virus dan coxsackie virus. Gejalanya berupa sakit/nyeri telan, perubahan
suara/suara serak serta tejadi belum lama atau baru terjadi dan disertai dengan demam. Penanganan pada pasien
faringitis yaitu dengan obat kausal dan simptomatik yaitu antibiotik serta obat obat penghilang gejala seperti
analgetik dan antipiretik. Pasien pada kasus ini didiagnosis faringitis dan mendapat terapi amoksisilin sebagai
antibiotik dan paracetamol sebagai analgetik antipiretik.
Resep
R/ Amoxycillin tab mg 500 no.XII
∫ 3 dd tab I
Amoxycillin
Antibiotik beta Kapsul atau tablet : Pengobatan infeksi Antibiotik penisilin
laktam 250mg; 500mg. yang disebabkan spektrum luas
Sirup kering : organisme yang sesuai; Menggantikan
125mg/5ml termasuk: infeksi ampisilin karena
saluran pernapasan; penyerapan yang lebih
infeksi saluran kemih; baik, efek samping
infeksi klamidia; lebih sedikit
sinusitis; eradikasi
Helicobacter pylori.
Pola resistensi
antibiotik
setempat/daerah perlu
dipertimbangkan
Indikasi :
infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas atas, bronkitis; pneumonia; otitis media; abses gigi dan infeksi
rongga mulut lainnya; osteomielitis; penyakit lyme; profilaksis endokarditis; profilaksis paska splenektomi;
infeksi ginekologis; gonorrhea; eradikasi Helicobacter pylori; antrax
Kontra indikasi :
hipersensitif terhadap penisilin
Perhatian :
Riwayat alergi; gangguan ginjal; bercak kemerahan pada demam kelenjar (glandular fever); infeksi
cytomegalovirus; leukimis limfositik kronik, dan kemungkinan infeksi HIV; pertahankan hidrasi yang cukup
pada dosis tinggi (risiko kristaluria); kehamilan dan menyusui
Kehamilan dan meyusui :
Tidak diketahui berbahaya pada kehamilan; pada air susu jumlah sangat sedikit (trace amount)
Paracetamol
Indikasi:
Sebagai antipiretik/analgesik, termasuk bagi pasien yang tidak tahan asetosal.
Sebagai analgesik, misalnya untuk mengurangi rasa nyeri pada sakit kepala, sakit gigi, sakit waktu haid dan
sakit pada otot.menurunkan demam pada influenza dan setelah vaksinasi.
Kontra Indikasi:
Hipersensitif terhadap parasetamol dan defisiensi glokose-6-fosfat dehidroganase.tidak boleh digunakan pada
penderita dengan gangguan fungsi hati.
Deskripsi:
Paracetamol adalah derivat p-aminofenol yang mempunyai sifat antipiretik/analgesik
Sifat antipiretik disebabkan oleh gugus aminobenzen dan mekanismenya diduga berdasarkan efek sentral.
Sifat analgesik parasetamol dapat menghilangkan rasa nyeri ringan sampai sedang.
Sifat antiinflamasinya sangat lemah sehingga sehingga tindak digunakan sebagai antirematik.
STOMATITIS
• Peradangan pada mukosa mulut yang menandakan adanya gangguan fungsional saluran cerna
• Terapi:
o R/Betadine Gargle lag No.I
ᶴ 3 dd garg I uc
o R/ FG Trochees tab No III
ᶴ 1 dd tab I
o R/ Becefort tab No III
ᶴ 1 dd tab I
*Betadine Gargle :
KOMPOSISI :
Mengandung Peovidone Iodine 1% dan bahan tambahan denatured alkohol.
INDIKASI :
Obat kumur ANTISEPTIK untuk mengatasi flu, radang tenggorokan, sariawan, gusi bengkak,
dan bau mulut.
CARA PAKAI :
Hanya untuk dewasa dan anak-anak diatas 6 tahun. Kumurlah secukupnya pada rongga mulut
sampai 4 kali sehari, penggunaan maksimal sampai 14 kali.
KONTRA INDIKASI :
Yang hipersensitif terhadap Yodium, penderita penyakit tyroid, wanita hamil dan menyusui.
*FG Trochees
Komposisi : Fradiomisin Sulfat 2,5 Mg, Gramisidin-s Hcl 1 Mg.
Indikasi: Gingivitis (radang gusi), stomatitis (radang rongga mulut), faringitis (radang
faring/tekak), bronkhitis (radang bronkhus/cabang-cabang tenggorok), tonsilitis (radang
tonsil/amandel), angina Vincent (radang selaput lendir mulut dengan tukak-tukak berselaput),
difteria faringeal, periodontitis geraham bungsu.
*Becefort: Isi (VitaminC mg 500, Vitamin B komplek, Vitamin E). Pemberian vitamin
dimaksudkan sebagai prokolagen sehingga dapat menutup luka atau jejas yang terjadi di rongga
mulut.
DERMATITIS VENENATA
Adalah dermatitis yang disebabkan oleh gigitan, liur, atau bulu serangga.
Penyebabnya : toksin atau allergen dalam cairan gigitan serangga tersebut.
Terapi :
Jika reaksi local ringan, diberikan dengan kortikosteroid topical, seperti hidrokortison 2%. Bila reaksi berat
dengan gejala sistemik, dilakukan pemasangan tourniket pada proximal dari tempat gigitan dan diberikan obat
sistemik.
Resep :
Kortikosteroid (oral dan topical)
Antihistamin
Antibiotic (jika ada tanda infeksi)
HIPERTENSI
Tujuan penatalaksanaan:
1. Mengatasi agresivitas, hiperaktivitas, dan labilitas emosional pasien.
(neuroleptik: Klorpromazin, Haloperidol, Klorprotiksen)
2. Mengurangi kecemasan.
(antiansietas: Diazepam, Klordiazepoksid, Klorazepat)
3. Memperbaiki suasana perasaan (mood).
(antikolinergik: Triheksifenidil, Benztropin)
Penatalaksanaan dilakukan melalui:
a.Psikofarmaka:
Largactil 1 x 100 mg
Dores 3 x 5 mg
Valium 3 x 5 mg
Artane 3 x 2 mg
b. Psikoterapi
Terhadap pasien :
DBD derajat III
1. Pengenalan terhadap penyakit, manfaat pengobatan, cara pengobatan, efek samping
dan IV
pengobatan. DBD derajat II + kegagalan
2. Memotivasi pasienOksigenasi
agar minum(berikan sirkulasi
obat secara
O2teratur
2-4 dan rajin kontrol setelah pulang dari
perawatan. L/menit)
3. Membantu pasien Penggantian volume
agar dapat kembali plasma
melakukan aktivitas sehari-hari secara bertahap.
Terhadap keluarga : segera (cairan kristaloid
isotonis)
1. Memberikan pengertian untuk menjaga suasana hati pasien. Pasien jangan terlalu sedih
Ringer asetat/Nacl 0,9 % 10-20
atau terlalu senang.ml/kgBB secepatnya (bolus
2. Menyarankan keluagadalamjangan membiarkan pasien melamun atau tanpa aktivitas, keluarga
30 menit)
Evaluasi 30 menit, yang
mengarahkan dan mendukung kegiatan apakah syok
disukai pasien dan bermanfaat secara
ekonomi. teratasi?
Pantau tanda vital tiap 10 menit
3. Mengawasi dan mendampingi
Catat balans pasien kontrol
cairan meminum obat secara teratur dan rutin.
selama
Penulisan resep: pemberian cairan intravena
Syok Syok tidak
teratasi tab. mg 100 No. III
R/ Largactil teratasi
S 1dd tab.Kesadaran
I membaik Kesadaran menurun
Nadi teraba kuat
Pro. Ny. ITekanan
(25 th) nadi >20 ς Nadi lembut / tidak
teraba
mmHg Tekanan nadi <20
R/ Dores tab.Tidak sesak
mg 5 No. VI mmHg
napas/sianosis
S 3dd tab. I Distress
Ekstrimitas hangat
Pro. Ny. IDiuresis
(25 th) cukup 1 ς pernapasan/sianosis
Kulit dingin dan lembab
ml/kgBB/jam Ekstrimitas dingin
R/Cairan
Valium
10 tab. mg 5 No. VI Periksa kadar gula
Lanjutkan cairan
S 3dd tab. I
ml/kgBB/jam darah 15-20 ml/kgBB/jam
Pro. Ny. IEvaluasi
(25 th) ketat ς Tambahan
Tanda vital koloid/plasma
Tanda Dekstran 40/FFP
R/ Artane tab. mg 2 No. VI
perdarahan 10-20 (max 30)
S 3dd tab.Dieresis
Hb, Ht, ςSyok
DENGUE SHOCK
ml/kgBB
SYNDROME Koreksi asidosis
Trombosit teratasi Evaluasi 1 jam
Stabil dalam 24
jam RL flabot no VIII
R/ Infus
Tetesan 5 Syok belum
∫ ml/kgBB/jam
imm teratasi
R/ IV catheter no 22 no I
Tetesan 3 Ht turun Ht tetap tinggi/
Infuse set no I
ml/kgBB/jam + transfuse fresh blood naik
10 ml/kg + koloid 20
Infuse stop tidak melebihi Dapat diulang sesuai ml/kgBB
∫ imm
STROKE
Terapi Farmakologi
Panduan dewan stroke dari Asosiasi Stroke Amerika untuk penangan Stroke iskemia akut yaitu
menggunakan activator jaringan plasminogen intravena (tPA,alteplase) dalam 3 jam dan aspirin dalam
onset 48 jam.
Panduan American College of Chest Physicians (ACCP) unutk penggunaan terapi antitrombotik dalam
dalam pencegahan sekunder stroke iskemia dalam stroke non-kardiaemboli. Aspirin, clopidogrel, dan
pelepasan diperluas clopidogrel dengan aspirin semuanya dipertimbangkan sebagai senyawa antiplatelet
utama. Ticlodipine akan dicadangkan untuk pasien yang gagal atau tidak dapat menerima terapi lain karena
efek sampingnya (neutropenia,anemia aplastik, purpura tromositopenia trombosis, ruam, diare,
hiperkolesterolemia. Kombinasi aspirin dan clopidogrel hnya dianjurkan pada pasien dengan sroke iskemia
dan riwayat terbaru infark miokardiak atau kejadiankoroner lain dan hnaya dengan aspirin dosis sangat
rendah unutk meminimalisir perdarahan.
Terdapat bukti juga bahwa kombinasi dipiridamol dan aspirin lebih efektif daripada pemberian aspirin
saja. Jadi dipridamol sebaikknya diberikan sedini mungkin pada stroke iskemik, dengan dosisi 25 mg dua
kali sehari dan ditingkatkan bertahap (selama 7-14 hari) hingga 200 mg dua kali sehari dengan preparat
lebas lambat.
Pasien diedukasi, melaksanakan diet, dan latihan jasmani, kemudian dievaluasi selama 4-8 jam. Jika
ketiga terapi diatas tidak mampu memenuhi tujuan terapi maka diberikan intervensi farmakologis.
Intervensi farmakologis yan diberikan sesuai dengan standar pelayanan medik ilmu penyakit dalam
RSUD Dr. Moewardi adalah golongan sulfonilurea atau penghambat Glukosidase alfa.
Sulfonilurea merupakan obat yang digunakan sebagai terapi farmakologis pada awal pengobata DM,
karena mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Dosis pemberian
sulfonilurea khususnya Glibenklamid 2,5 mg adalah 1-2 x pemberian per hari.
Resep pertama : R/ Glikuidon tab mg 30 no XV
∫ 2 dd tab 1 a.c (sewaktu makan)
Pro : Ny. S (64 tahun)
Kemudian dievaluasi 2-4 minggu kemudian bila tujuan terapi tidak tercapai ditambahkan satu macam
obat dari golongan penghambat glukosidase alfa/ tiazolidindion
R/ Glikuidon tab mg 30 no XV
∫ 2 dd tab 1 a.c (sewaktu makan)
R/ Metformin tab mg 500 no. XX1
∫ 3 dd tab 1 d.c (bersama suapan pertama)
Pro : Ny. S (64 tahun)
Evaluasi dilakukan setiap minggu selama 4 minggu. Jika tetap tidak ada respon terapi, diberikan
kombinasi 2 macam OHO dengan insulin injeksi subkutan
R/ Glikuidon tab mg 30 no XV
∫ 2 dd tab 1 a.c (sewaktu makan)
R/ Metformin tab mg 500 no. XX1
∫ 3 dd tab 1 d.c (bersama suapan pertama)
R/ Insulin reguler injeksi 100ui
Cum spuit insulin injeksi
Pro : Ny. S (64 tahun)
Pemberian insulin disesuaikan dengan respon dari penderita, bisa tetap dikombinasi dengan OHO atau dapat
insulin saja.
FLUOR ALBUS
DEFINISI
Fluor albus atau keputihan (fluor=cairan kental, albus = putih) atau Leukorhoea, adalah : keluarnya cairan
kental dari vagina yang bisa saja terasa gatal, rasa panas atau perih, kadang berbau, atau malah tidak merasa
apa-apa. Kondisi ini terjadi karena tergangggunya keseimbangan flora normal dalam vagina, dengan berbagai
penyebab. Infeksi ini disebabkan oleh jamur candida Albicans. Tempat utama yang diserang jamur ini adalah
mulut dan vagina. Keputihan atau dalam bahasa kedokteran disebut leukore atau flour albus, adalah cairan yang
keluar dari vagina/liang kemaluan secara berlebihan.
RESEP :
R/ Nystatin tab vag No. VII
∫ u.c
A. Nystatin (nistatin)
(candistin, cazetin, enystin, fungatin, kandistatin, mycostatin, nymico, nystin)
Golongan Sediaan Penyakit/indikasi Alasan penggunaan
Antijamur Tablet : 100.000 IU;Pengobatan candidiasisEfektif untuk
500.000 IU kulit dan membranepengobatan candidiasis
Ovula : 100.000 U mukosa oral, kulit dan vagina
Indikasi:
Candidosis mulut (oral), esophagus, usus, vagina dan kulit
Kontraindikasi :
Penderita dengan riwayat hipersensitif terhadap Nystatin.
Perhatian :
Kehamilan dan menyusui
Dosis :
Kandidosis oral, per oral, DEWASA dan ANAK >1 bulan, 100.000 U setelah makan 4x sehari biasanya untuk 7
hari; dilanjutkan selama 48 jam setelah lesi/gangguan menghilang
Candidosis sus dan esophagus, per oral, DEWASA 500.000 U 4x/hari; ANAK >1 bulan 100.000 U 4x/hari;
dilanjutkan selama 48 jam setelah penyembuhan klinis
Candidosis vaginalis, per vaginal, DEWASA masukkan 1-2 ovula saat malam untuk paling sedikit 2 minggu
Efek Samping :
Mual, muntah, diare pada dosis tinggi; iritasi mulut dan sensitisasi; ruam dan jarang terjadi: eritema multiforme
(sindrom steven Johnson).
B. Metronidazole (metronidazol)
( Anmerob, Biatron, Corsagyl, Elyzol, Farizol, Farnat, Fladex, Flagyl, Flapozil, Fortagyl, Grafazol, heronid,
Mebazid, Metrofusin, Metrolet, Novagyl, Promuba, Ragyl Forte, Tismazol, Trichodazol, Trinida, Trogiar,
Trogyl, Yekatrizol-F)
Golongan Sediaan Penyakit/indikasi Alasan penggunaan
Golongan antibakterialInjeksi : 500 mg dalamInfeksi anaerob Aktivitas tinggi terhadap
lain vial 100 ml bakteri anaerob
Cairan oral : 200 mg/ 5
ml
Supositoria : 500 mg; 1
g
Tablet : 200- 500 mg
Metronidazole memiliki aktivitivas yang tinggi terhadap bakteri anaerob dan protozoa. Metronidazol melalui
per rectal adalah alternatif efektif terhadap rute intravena bila rute per oral tidak mungkin.
Indikasi:
Infeksi bakteri anaerob, termasuk radang gusi ( gingivitis) dan infeksi mulut lainnya, penyakit radang panggul –
pelvic inflammatory disease ( dengan ceftriaxone dan doksisiklin), tetanus, septicemia, peritonitis, abses otak,
pneumonia nekrotikans, colitis berhubungan antibiotik, ulkus kaki dan dekubitus dan profilaksis bedah;
bacterial vaginosis ; infeksi kulit dan jaringan lunak, gigitan binatang (dengan doksisiklin); infeksi nematode
jaringan; vaginitis trikomonas, amubiasis dan giardiasis; eradikasi Helicobacter pyloriAmubiasis invasif dan
giardiasis
Kontraindikasi :
Ketergantungan alkohol kronik
Perhatian :
Efek seperti disulfiram pada penggunaan dengan alkohol; gangguan hati dan ensefalopati hepatikum;
pemantauan klinis dan laboratorium pada pemberian lebih dari 10 hari
Kehamilan dan meyusui :
Kehamilan :
• pabrik menyarankan penghindaran dosis tinggi
Menyusui :
• jumlah yang signifikan di ASI; pabrik menyarankan untuk menghindari dosis tunggal yang besar
Interaksi :
Alkohol Reaksi menyerupai disulfiram saat metronidazol
diberikan dengan alkohol
Antikoagulan Metronidazol meningkatkan efek antikoagulan
koumarin
Antiepilepsi Metronidazole menghambat metabolism fenitoin
(meningkatkan kadar dalam darah); metbolisme
metronidazole ditingkatkan oleh primidone
(mengurangi kadar dalam darah)
Barbiturate Metabolism metronidazole ditingkatkan oleh
barbiturate (mengurangi kadar dalam darah)
Sitotoksik Metronidazole meningkatkan kadar busulfan
dalam darah (meningkatkan risiko toksisitas);
metronidazole menghambat metabolism
fluorourasil (meningkatkan toksisitas);
metronidazole mungkin menurunkan
bioavailibilitas mycophenolate
Disulfiram Reaksi psikotik dilaporkan saat metronidazol
diberikan bersamaan dengan disulfiram
Litium Metronidazole meningkatkan risiko toksisitas
litium
Estrogen Mungkin menurunkan efek kontrasepsi estrogen
Obat untuk ulkus Metabolism metronidazole dihambat oleh
cimetidine (meningkatkan kadar dalam darah)
Vaksin Antibakterial menginaktifkan vaksin tifoid oral
Dosis :
500mg/hari (4-7 hari)
Efek Samping :
Mual, muntah, rasa tidak nyaman seperti metal, lidah berselaput dan gangguan saluran cerna; jarang : sakit
kepala, pusing, ataksia, urin menjadi gelap, seperti mengantuk, eritema multiforme, pruritus, urtikaria,
angioedema dan anafilaksis, gangguan fungsi hati, hepatitis, jaundis, trombositopenia, anemia aplastik, mialgia,
artralgia, neuropati perifer, kejang epileptiformis, leucopenia, pada dosis tinggi atau lebih lama.
2.Chlamidia trachomatis
- Metronidazole 600 mg/hari 4-7 hari (Illustrated of textbook gynecology)
- Tetrasiklin 4 x 500mg selama 10-14 hari oral
- Eritromisin 4 x 500 mg oral selama 10-14 hari bila
- Minosiklin dosis 1200mg di lanjutkan 2 x 100 mg/hari selama 14hari
- Doksisiklin 2 x 200 mg/hari selama 14 hari
- Kotrimoksazole sama dengan dosis minosiklin 2 x 2 tablet/hari selama 10 hari
3. Gardnerella vaginalis
- Metronidazole 2 x 500 mg
- Metronidazole 2gram dosis tunggal
- Ampisillin 4 x 500 mg oral sehari selama 7 hari
- Pasangan seksual diikutkan dalam pengobatan
4. Neisseria gonorhoeae
- Penicillin prokain 4,8 juta unit im atau
- Amoksisiklin 3 gr im
- Ampisiillin 3,5 gram im atau
Ditambah :
- Doksisiklin 2 x 100mg oral selama 7 hari atau
- Tetrasiklin 4 x 500 mg oral selama 7 hari
- Eritromisin 4 x 500 mg oral selama 7 hari
- Tiamfenikol 3,5 gram oral
- Kanamisin 2 gram im
- Ofloksasin 400 mg/oral
Untuk Neisseria gonorhoeae penghasil Penisilinase
- Seftriaxon 250 mg im atau
- Spektinomisin 2 mg im atau
- Ciprofloksasin 500 mg oral
Ditambah
- Doksisiklin 2 x 100 mg selama 7 hari atau
- Tetrasiklin 4 x 500 mg oral selama 7 hari
- Eritromisin 4 x 500 mg oral selama 7 hari
5. Virus herpeks simpleks
Belum ada obat yang dapat memberikan kesembuhan secara tuntas
- Asiklovir krim dioleskan 4 x sehari
- Asiklovir 5 x 200 mg oral selama 5 hari
- Povidone iododine bisa digunakan untuk mencegah timbulnya infeksi sekunder.
6. Penyebab lain :
Vulvovaginitis psikosomatik dengan pendekatan psikologi. Desquamative inflammatory vaginitis diberikan
antibiotik, kortikosteroid dan estrogen.
Glaukoma adalah penyakit mata yang bercirikan peningkatan tekanan intraocular (TIO) diatas 21
mmHg, yang bisa menjepit saraf mata. Saraf ini berangsur-angsur dirusak secara progresif, sehingga
penglihatan memburuk dan akhirnya dapat menimbulkan kebutaan.
Penyebabnya. Cairan mata terbentuk di mukosa tipis di belakang pupil, di corpus ciliare dan via liang
pupil mengalir ke ruang mata depan. Pengeluarannya melalui ruang sempit antara pupil dan kornea (segi bilik)
ke saluran keluar. Bila cairan ini tidak dapat mengalir keluar dari ruang mata depan karena misalnya
penyumbatan maka TIO akan meningkat.
Jenis glaucoma yang paling sering terdapat adalah glaucoma segi bilik terbuka (glaucoma simplek).
Pada bentuk ini pengeluaran cairan dari ruang mata depan terlampau lambat, meskipun saluran keluar di segi
bilik tidak tersumbat. Hal ini bisa dilihat pada pemeriksaan mata. Gangguan ini disebabkan oleh kelainan
bagian depan saraf mata, biasanya timbul di keluarga dan seringkali pada penderita diabetes atau miopi, yang
dapat ditangani dengan pengobatan atau melalui pembedahan mikro. Bagi bentuk glaucoma yang salurannya
tersumbat, yakni glaucoma segi bilik tertutup, juga dapat dilakukan pengobatan atau penyinaran dengan laser
guna membuat lubang pada iris untuk mengatasi penyumbatan tersebut (Obat-obat Penting, hal 506-507).
Glaukoma sudut terbuka
Pengobatan dengan obat-obatan : (Perdami)
1. Miotik :
Pilokarpin 2-4%, 3-6x 1 tetes sehari (membesarkan pengeluaran cairan mata-outflow)
Eserin ¼-1%, 3-6x 1 tetes sehari (membesarkan pengeluaran cairan mata-outflow)
2. Simpatomimetik
Epinefrin 0,5-2%, 1-2 x 1 tetes sehari (menghambat produksi akuos humor)
3. Beta blocker
Timolol maleate 0,25-0,50%, 1-2x tetes sehari (menghambat produksi akuos humor)
4. Carbonik anhidrase inhibitor
Asetazolamid 250 mg, 4 kali 1 tablet (menghambat produksi akuos humor)
Pengobatan biasanya dimulai dengan obat penghambat adrenergic-beta topikal kecuali apabila terdapat
kontraindikasi pemakainya. Epinefrin dan pilokarpin merupakan pilihan utama. Manfaat kombinasi masih
diperdebatkan. Kombinasi penghambat beta dan pilokarpin jelas bermanfaat. Asetazolamid oral biasanya
diberikan hanya setelah terapi topikal dan laser trabekulopasti telah dilakukan atau dalam penatalaksanaaan
jangka panjang, pasien tidak dapat dioperasi. (Oftalmologi Umum).
Glaukoma sudut tertutup
Terapi pada awalnya ditujukan untuk menurunkan tekanan intraocular. Asetazolamid intravena dan oral
ditambah dengan obat hiperosmotik dan penghambat beta topikal biasanya akan menurunkan tekanan
intraocular. Kemudian dapat digunakan pilokarpin 4% secara intensif mis 1 tetes setiap 15 menit selama 1-2
jam. Epinefrin jangan digunakan karena obat ini dapat meningkatkan penutupan sudut. Steroid topikal dalam
dosis tinggi mungkin bermanfaat untuk menurunkan kerusakan iris dan jalinan trabekular. Mungkin diperlukan
analgesic sistemik. (Oftalmologi Umum).
Penulisan resep :
R/ Cendo carpin 4% gtt opht fl No I
S 4 dd gtt I OD et OS
R/ Cendo timolol 0,5% gtt opht fl No I
S 2 dd gtt I OD et OS
R/ Diamox tab mg 250 No XLV
S 3 dd tab I
R/ Aspar K tab mg 300 No XLV
S 3 dd tab I
Pro : Tn A (55 th)
URTIKARIA
Urtikaria adalah suatu reaksi vaskuler di kulit akibat bermacam-macam sebab, biasanya ditandai dengan
edema setempat yang cepat timbul dan menghilang perlahan-lahan, berwarna pucat dan kemerahan, meninggi di
permukaan kulit, sekitarnya dapat dikelilingi halo. Umumnya ukuran lesi dan bentuknya bervariasi dari
beberapa millimeter sampai plakat. Lesi dapat timbul pada kulit atau membrane mukosa. Keluhan subyektif
biasanya gatal, rasa tersengat atau tertusuk
Terdapat tiga jenis obat yang cukup baik untuk mengontrol gejala pada urtikaria, yakni agen
simpatomimetik, antihistamin, dan kortikosteroid.
1. Agen simpatomimetik, seperti epinefrin dan efedrin, mempunyai efek yang berlawanan dengan histamine,
yaitu menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah kulit superfisial dan permukaan mukosa. Umumnya obat
ini digunakan untuk urtikaria akut dan dapat dikombinasi dengan histamin.
2. Antihistamin
Diklasifikasikan menjadi H1, H2, dan H3 berdasarkan kemampuan menghambat aksi spesifik
reseptor histamine dalam jaringan. Hampir pada semua urtikaria, terutama urtikaria kronik yang
penyebabnya sulit diketahui, pemberian antihistamin H1 merupakan pilihan pertama. Antihistamin golongan
pertama diklasifikasikan dalam 6 kelompok berdasarkan struktur kimianya. Antihistamin H1 generasi
pertama memiliki efek samping sedasi. Efek depresi terhadap susunan saraf pusat dapat terjadi bila
antihistamin AH1 ditelan bersama dengan alkohol. Efek pada saluran pencernaan meliputi anoreksia, mual,
muntah, epigastric distress dan diare. Beberapa AH1 mempunyai efek antikolinergik berupa membrane
mukosa kering, sulit buang air kecil, retensi urin atau sering kencing dan impotensi.
Saat ini telah dikembangkan antihistamin generasi kedua yang efek sedasinya rendah. Derivate
terfenadin (Fexofenadine), astemizole, cetirizin, dan loratadin sudah mulai sering digunakan dalam
pengobatan urtikaria. Golongan ini diabsorbsi lebih cepat dan mencapai kadar puncak dalam waktu 1-4 jam.
Masa awitan lebih lambat dan mencapai efek maksimal dalam waktu 4 jam (terfenadin), sedangkan
astemizol dalam waktu 96 jam setelah pemberian oral. Apabila penggunaan satu obat tidak efektif, obat lain
dari kelas farmakologikal yang berbeda dapat digunakan. Apabila masih gagal, kombinasi 2 obat dari kelas
farmakologikal yang berbeda dapat digunakan, kombinasi AH1 dan AH2 mungkin dapat memberikan hasil
yang lebih baik pada kasus pasien yang sulit. Antagonis H2 sebaiknya tidak digunakan sendiri, karena
efeknya yang minimal pada pruritus. Contoh obat antihistamin H2 adalah cimetidin, ranitidine, nizatadin,
dan famotidin.
3. Kortikosteroid
Dalam beberapa kasus urtikaria akut atau kronik, antihistamin mungkin gagal, bahkan pada dosis
tinggi, atau mungkin efek samping bermasalah. Dalam situasi seperti itu, terapi urtikaria seharusnya respon
dengan menggunakan kortikosteroid. Jika tidak berespon, maka pertimbangkan kemungkinan proses
penyakit lain (misalnya, keganasan, mastocytosis, vaskulitis). Kortikosteroid juga dapat digunakan dalam
urticarial vasculitis, yang biasanya tidak respon dengan antihistamin. Kortikosteroid harus dihindari pada
penggunaan jangka panjang pengobatan urtikaria kronis karena efek samping kortikosteroid seperti
hiperglikemia, osteoporosis, ulkus peptikum, dan hipertensi.
Contoh obat kortikosteroid adalah prednison, prednisolone, methylprednisolone, dan triamcinolone.
Prednisone harus diubah menjadi prednisolone untuk menghasilkan efek, dapat diberikan dengan dosis
dewasa 40-60 mg/hari PO dibagi dalam 1-2 dosis/hari dan dosis anak-anak 0.5-2 mg/kgBB/hari PO dibagi
menjadi 1-4 dosis/hari. Prednisolone dapat mengurangi permeabilitas kapiler, diberikan dengan dosis
dewasa 40-60 mg/hari PO (4 kali sehari atau dibagi menjadi 2 kali sehari) dan dosis anak-anak 0.5-2
mg/kgBB/hari PO (dibagi dalam 4 dosis atau 2 dosis). Methylprednisolone dapat membalikkan peningkatan
permeabilitas kapiler, diberikan dengan dosis dewasa 4-48 mg/hari PO dan dosis anak-anak 0.16-0.8
mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis dan 4 dosis.
Pada urtikaria, agen terapetik yang diberikan antara lain:
1. Penghambat H1
a. Hidroksizin hidroklorida 10-50 mg setiap 4-8 jam. Bila serangan sering, tujuannya adalah mencegah
serangan melalui pemberian obat yang teratur, bukan diberikan bilamana perlu.
b. Penghambat H1 non sedatif: Astemizol 10 mg 2-3 kali PO dalam keadaan lambung kosong; atau
terfenadin 60 mg PO setiap 12 jam.
c. Bila pengobatan di atas tidak apat mengendalikan urtikaria, pertimbangkan untuk menambahkan
penghambat H1 dari golongan kimia lainnya, misalnya:
i. Tablet klemastin fumarat 1,34 mg atau 2,68 mg, tidak melebihi 8,04 mg/hari atau lebih dari tiga
tablet 2,68 mg tiga kali sehari.
ii. Siproheptadin hidroklorida 4 mg PO setiap 8 jam.
iii. Timeprazin tartrat spansul 5 mg, 1 setiap 12 jam, atau tablet 2,5 mg empat kali sehari.
iv. Klorfeniramin maleat 4 mg tiga kali sehari
2. Penghambat H2: simetidin 300 mg empat kali sehari, atau ranitidin 150 mg dua kali sehari.
3. Prednison 0,5-1,0 mg/kg/hari, dikurangi setiap 10-15 hari untuk mengendalikan kasus yang tidak
memberikan respon terhadap antihistamin pada urtikaria akut. Kortikosteroid oral tidak diindikasikan
pada penanganan urtikaria kronik.
TETANUS GRADE II
Terapi Medikamentosa
Antibiotika :
Diberikan parenteral Peniciline 1,2juta unit / hari selama 10 hari, IM. Sedangkan tetanus pada
anak dapat diberikan Peniciline dosis 50.000 Unit / KgBB/ 12 jam secafa IM diberikan selama 7-10 hari.
Bila sensitif terhadap peniciline, obat dapat diganti dengan preparat lain seperti tetrasiklin dosis 30-40
mg/kgBB/ 24 jam, tetapi dosis tidak melebihi 2 gram dan diberikan dalam dosis terbagi ( 4 dosis ). Bila
tersedia Peniciline intravena, dapat digunakan dengan dosis 200.000 unit /kgBB/ 24 jam, dibagi 6 dosis
selama 10 hari.
Antibiotika ini hanya bertujuan membunuh bentuk vegetatif dari C.tetani, bukan untuk toksin
yang dihasilkannya. Bila dijumpai adanya komplikasi pemberian antibiotika broad spektrum dapat
dilakukan.
1. Antitoksin
Antitoksin dapat digunakan Human Tetanus Immunoglobulin ( TIG) dengan dosis 3000-6000 U,
satu kali pemberian saja, secara IM tidak boleh diberikan secara intravena karena TIG mengandung "anti
complementary aggregates of globulin ", yang mana ini dapat mencetuskan reaksi allergi yang serius.
Bila TIG tidak ada, dianjurkan untuk menggunakan tetanus antitoksin, yang berawal dari hewan,
dengan dosis 40.000 U, dengan cara pemberiannya adalah : 20.000 U dari antitoksin dimasukkan
kedalam 200 cc cairan NaC1 fisiologis dan diberikan secara intravena, pemberian harus sudah
diselesaikan dalam waktu 30-45 menit. Setengah dosis yang tersisa (20.000 U) diberikan secara IM pada
daerah pada sebelah luar.
Adapun sumber pustaka lain menyebutkan tentang penggunaan antitoksin pada tetanus yaitu:
1. antitoksin dapat digunakan Human Tetanus Immunoglobulin (TIG) dengan
dosis 3000-6000 U, satu kali pemberian saja secara intra musculer dan tidak boleh diberikan secara
intra vena karena TIG mengandung ‘anti complementary aggregates of globulin’, yang mana ini
dapat mencetuskan reaksi alergi yang serius.
2. bila TIG tidak ada, dianjurkan untuk munggunakan tetanus antitoksin, yang
berasal dari hewan , dengan dosis 40.000 U, dengan cara pemberiannya adalah : 20.000 U dari
antitoksin dimasukkan ke dalam pemberian harus sudah diselesaikan dalam waktu 30-45 menit.
Setengah dosis yang tersisa (20.000 U) diberikan secara IM pada daerah pada sebelah luar.
2. Tetanus Toksoid
Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang pertama,dilakukan bersamaan dengan pemberian
antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda dengan alat suntik yang berbeda. Pemberian dilakukan secara
I.M. Pemberian TT harus dilanjutkan sampai imunisasi dasar terhadap tetanus selesai.
3. Antikonvulsan
Penyebab utama kematian pada tetanus neonatorum adalah kejang klonik yang hebat, muscular
dan laryngeal spasm beserta komplikaisnya. Dengan penggunaan obat – obatan sedasi/muscle relaxans,
diharapkan kejang dapat diatasi.
Tabel JENIS ANTIKONVULSAN
Jenis Obat Dosis Efek Samping
Diazepam 0,5 – 1,0 mg/kg Berat badan / Stupor, Koma
4 jam (IM)
Meprobamat 300 – 400 mg/ 4 jam (IM) Tidak ada
Klorpromasin 25 – 75 mg/ 4 jam (IM) Tidak ada
Fenobarbital 50 – 100 mg/ 4 jam (IM) Depresi
pernafasan
Biasanya obat yang dipilih adalah diazepam. obat ini diberikan melalui bolus injeksi yang dapat
diberikan setiap 2 – 4 jam. Pemberian berikutnya tergantung pada basil evaluasi setelah pemberian anti kejang.
Bila dosis optimum telah tercapai dan kejang telah terkontrol, maka jadwal pemberian diazepam yang tetap dan
tepat baru dapat disusun.
Dosis diazepam pada saat dimulai pengobatan ( setelah kejang terkontrol ) adalah 20 mg/kgBB/hari,
dibagi dalam 8 kali pemberian (pemberian dilakukan tiap 3 jam ). Kemudian dilakukan evaluasi terhadap
kejang, bila kejang masih terus berlangsung dosis diazepam dapat dinaikkan secara bertahap sampai kejang
dapat teratasi. Dosis maksimum adalah 40 mg/kgBB/hari( dosis maintenance ).
Bila dosis optimum telah didapat, maka skedul pasti telah dapat dibuat, dan ini dipertahan selama 2-3
hari , dan bila dalam evaluasi berikutnya tidak dijumpai adanya kejang, maka dosis diazepam dapat diturunkan
secara bertahap, yaitu 10 -15 % dari dosis optimum tersebut. Penurunan dosis diazepam tidak boleh secara
drastis, oleh karena bila terjadi kejang, sangat sukar untuk diatasi dan penaikkan dosis ke dosis semula yang
efektif belum tentu dapat mengontrol kejang yang terjadi.Bila dengan penurunan bertahap dijumpai kejang,
dosis harus segera dinaikkan kembali ke dosis semula. Sedangkan bila tidak terjadi kejang dipertahankan
selama 2- 3 hari dan dirurunkan lagi secara bertahap, hal ini dilakukan untuk selanjutnya . Bila dalam
penggunaan diazepam, kejang masih terjadi, sedang dosis maksimal telah tercapai, maka penggabungan dengan
anti kejang lainnya harus dilakukan.
Diagnosis
Diagnosis anemia defisiensi besi yang berat tidak sulit karena ditandai dengan ciri-ciri yang khas bagi
defisiensi besi, yakni mikrositosis dan hipokromasia. Anemia yang ringan tidak selalu menunjukkan ciri-ciri
kkhas itu, bahkan banyak yang bersifat normositer dan normokrom. Hal itu disebabkan karena defisiensi besi
dapat berdampingan dengan defisiensi asam folik. Yang terakhir dapat menyebabkan anemia megaloblastik
yang sifatnya makrositer hiperkrom. Anemia ganda demikian lazim disebut anemia dimorfis, yang dapat
dibuktikan dengan kurva Price Jones.
Sifat lain yang khas bagi difisiensi besi ialah:
a) Kadar besi serum rendah
b) Daya ikat besi serum tinggi
c) Protoporfirin eritrosit tinggi
d) Tidak ditemukannya hemosiderin (stainable iron) dalam sumsum tulang.
Pengobatan percobaan (therapia ex juvantibus) dengan besi dapat pula dibuktikan untuk membuktikan
defisiensi besi: jikalau dengan pengobatan jumlah retikulosit, kadar Hb, dan besi serum naik sedang daya ikat
besi serum dan protoporfirin eritrosit turun, maka anemia itu pasti disebabkan kekurangan besi.
Pemeriksaan sumsum tulang menunjukkan eritropoesis yang normoblastik tanpa tanda-tanda hipoplasia
eritropoesis.
Terapi
Apabila pada pemeriksaan kehamilan hanya Hb yang diperiksa dan Hb itu kurang dari 10 g/100 ml,
maka wanita dapat dianggap sebagai menderita anemia defisiensi besi, baik yang murni maupun yang dimorfis,
karena tersering anemia dalam kehamilan adalah anemia defisensi besi.
Pengobatan dapat dimulai dengan preparat besi per os. Biasanya diberikan garam besi sebanyak 600-
1000 mg sehari, seperti sulfas-ferrosus atau glukonas ferrosus. Hb dapat dinaikkan sampai 10 g/100 ml atau
lebih asal masih ada cukup waktu sampai janin lahir. Peranan vitamin C dalam pengobatan dengan besi masih
diragukan oleh beberapa penyelidik. Mungkin vitamin C mempunyai khasiat untuk mengubah ion ferri menjadi
ion ferro yang lebih mudah diserap oleh selaput usus.
Terapi parenteral baru diperlukan apabila penserita tidak tahan dengan obat besi per os, ada gangguan
penyerapan, penyakit saluran pencernaan, atau apabila kehamilannya sudah tua. Besi parenteral diberikan dalam
bentuk ferri. Secara intramuskulus dapat disuntikkan dekstran besi (Imferon) atau sorbitol besi (Jectofer).
Hasilnya lebih cepat dicapai, hanya penderita merasa nyeri di tempat suntikan.
Juga secara intravena perlahan-lahan besi dapat diberikan, seperti ferrum oksidum sakkaratum (Ferrigen,
Ferrivenin, Proferrin, Vitis), sodium diferrat (Ferronascin), dan dekstran besi (Imferon). Akhir-akhir ini imferon
juga banyak diberikan dengan infus dengan dosis total antara 1000-2000 mg unsur besi sekaligus, dengan hasil
yang sangat memuaskan. Walaupun besi intravena dengan infus kadang-kadang menimbulkan efek samping,
namun apabila ada indikasi tepat, cara ini dapat dipertanggungjawabkan. Komplikasi kurang berbahaya dengan
transfusi darah.
Transfusi darah sebagai pengobatan anemia dalam kehamilan sangat jarang diberikan – walaupun Hb-
nya kurang dari 6 g/100 ml – apabila tidak terjadiperdarahan. Darah secukupnya harus tersedia selama
persalinan, yang segera harus diberikan apabila terjadi perdarahan yang lebih dari biasa, walaupun tidak lebih
dari 1000 ml.
Resep
R/ FeSO4 tab mg 200 No L
∫ 3 dd tab I
ASMA
Resep
R/ Berotec MDI No.I
S prn 2 dd puff II
Diagnosis
Diagnosis Asma berdasarkan:
1. Anamnesis: riwayat perjalanan penyakit, factor-faktor yang berpengaruh pada asma, riwayat keluarga,
dan riwayat adanya alergi, serta gejala klinis.
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan Laboratorium: darah(terutama eosinofil, Ig E total, Ig E spesifik), sputum(eosinofil, spiral
Curshman, Kristal Charcot-Leyden).
4. Tes fungsi paru dengan spirometri atau peak flow meter untuk menentukan adanya obstruksi jalan nafas.
Penatalaksanaan
Tujuan terapi asma adalah:
1. Menyembuhkan dan mengendalikan gejala asma
Derajat Asma Obat Pengontrol(Harian) Obat Pelega
Asma Tidak perlu • Bronkodilator aksi singkat,
Intermitten yaitu agonis beta 2 bila
perlu
• Intensitas pengobatan
tergantung berat
exsaserbasi
• Inhalasi agonis beta 2 atau
kromolin dipakai sebelum
aktivitas atau pajanan
alergen
Asma Persisten • Inhalasi kortikosteroid200 – 500 µg/ • Inhalasi agonis beta 2 aksi
Ringan kromolin/ nedokromil atau teofilin singkat bila perlu dan tidak
lepas lambat melebihi 3 – 4 kali sehari
• Bila perlu ditingkatkan sampai
800µg/ ditambahkan bronkodilator
aksi lama terutama untuk mengontrol
asma malam. Dapat diberikan agonis
beta 2 aksi lama inhalasi atau oral
atau teofilinlepas lambat.
Asma Persisten • Inhalasi kortikosteroid800– 2000µg • Inhalasi agonis beta 2 aksi
sedang • Bronkodilator aksi lamaterutama singkat bila perlu dan tidak
untuk mengontrol asma malam melebihi 3 – 4 kali sehari
berupa agonis beta 2 aksi lama
inhalasi atau oral atau teofilinlepas
lambat.
Asma Persisten • Inhalasi kortikosteroid800– 2000µg
Berat atau lebih
• Bronkodilator aksi lamaterutama
untuk mengontrol asma malam
berupa agonis beta 2 aksi lama
inhalasi atau oral atau teofilinlepas
lambat.
• Kortikosteroid oral jangka panjang
2. Mencegah kekambuhan
3. Mengupayakan fungsi paru senormal mungkin serta mempertahankannya
4. Mengupayakan aktivitas harian pada tingkat normal termasuk melakukan exercise
5. Menghindari efek samping obat asma
6. Mencegah obstruksi jalan nafas yang irreversibel
DISPEPSIA
Medikamentosa
Berdasarkan Konsensus Nasional Penanggulangan Helicobacter pylori 1996, ditetapkan skema
penatalaksanaan dispepsia, yang dibedakan bagi sentra kesehatan dengan tenaga ahli (gastroenterolog atau
internis) yang disertai fasilitas endoskopi dengan penatalaksanaan dispepsia di masyarakat.
Pengobatan dispepsia mengenal beberapa golongan obat, yaitu:
1. Antasid 20-150 ml/hari
Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasid akan menetralisir sekresi asam lambung.
Antasid biasanya mengandung Na bikarbonat, Al(OH)3, Mg(OH)2, dan Mg triksilat. Pemberian
antasid jangan terus-menerus, sifatnya hanya simtomatis, unutk mengurangi rasa nyeri. Mg triksilat
dapat dipakai dalam waktu lebih lama, juga berkhasiat sebagai adsorben sehingga bersifat
nontoksik, namun dalam dosis besar akan menyebabkan diare karena terbentuk senyawa MgCl2.
2. Antikolinergik
Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik. Obat yang agak selektif yaitu pirenzepin
bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang dapat menekan seksresi asama lambung sekitar 28-
43%. Pirenzepin juga memiliki efek sitoprotektif.
3. Antagonis reseptor H2
Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia organik atau esensial seperti tukak
peptik. Obat yang termasuk golongan antagonis respetor H2 antara lain simetidin, roksatidin,
ranitidin, dan famotidin.
4. Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI)
Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir dari proses sekresi asam
lambung. Obat-obat yang termasuk golongan PPI adalah omeperazol, lansoprazol, dan pantoprazol.
5. Sitoprotektif
Prostoglandin sintetik seperti misoprostol (PGE1) dan enprostil (PGE2). Selain bersifat sitoprotektif,
juga menekan sekresi asam lambung oleh sel parietal. Sukralfat berfungsi meningkatkan sekresi
prostoglandin endogen, yang selanjutnya memperbaiki mikrosirkulasi, meningkatkan produksi
mukus dan meningkatkan sekresi bikarbonat mukosa, serta membentuk lapisan protektif (site
protective), yang bersenyawa dengan protein sekitar lesi mukosa saluran cerna bagian atas (SCBA).
1. Golongan prokinetik
Obat yang termasuk golongan ini, yaitu sisaprid, domperidon, dan metoklopramid. Golongan ini
cukup efektif untuk mengobati dispepsia fungsional dan refluks esofagitis dengan mencegah refluks
dan memperbaiki bersihan asam lambung (acid clearance) (Mansjoer et al, 2007).
7. Kadang kala juga dibutuhkan psikoterapi dan psikofarmaka (obat anti- depresi dan cemas) pada
pasien dengan dispepsia fungsional, karena tidak jarang keluhan yang muncul berhubungan dengan
faktor kejiwaan seperti cemas dan depresi (Sawaludin, 2005)
Skema 5.2. Skema penatalaksanaan pasien dispepsia oleh gastroenterolog/internis atau dokter
anak dengan fasilitas endoskopi
(Mansjoer et al, 2007)
Tabel 5.1. Golongan obat antagonis reseptor H2
Obat Indikasi Dosis Cara, waktu, dan Efek samping
lama pemberian
Simetidin Tukak peptik akut dan 3x200mg, Selama 4 minggu Penekanan eritropoesis,
kronik ditambah sampai pansitopenia
200mg atau neutropenia
sebelum
t idur
Gastritis kronik dengan 200mg Lanjutan, setiap malam Gangguan SSP seperti
hiperskresi HCl konfusi mental, somnolen,
letargi, halusinasi
Gangguan endokrin yaitu
impotensi, ginekomastia
LUKA BAKAR
I. TUJUAN PENGOBATAN
1. Terapi cairan intravena (mengatasi gangguan keseimbangan cairan)
Protokol pemberian cairan mengunakan rumus Baxter yang sudah dimodifikasi yaitu :
• 24 jam I : Cairan Ringer Lactat : 4 cc/kg BB/% LB.
- ½ dari jumlah cairan tersebut diberikan dalam 8 jam pertama .
- ½ dari jumlah cairan tersebut diberikan dalam 16 jam berikutnya.
• 24 jam II : Diberikan cairan sejumlah ½ dari jumlah cairan yang diberikan pada hari pertama.
Cairan yang digunakan adalah cairan elektrolit yaitu Ringer laktat.
2. Mengatasi infeksi
Untuk mencegah infeksi diberikan antibiotika dari golongan aminoglikosida yaitu amikasin. Bila
ada infeksi maka antibiotika diberikan berdasarkan hasil biakan dan uji kepekaan kuman. Selain itu
untuk mencegah infeksi tetanus juga diberikan anti tetanus / toxoid yaitu ATS 1500 unit untuk dewasa.
3. Membersihkan dan merawat luka
Untuk mencuci luka digunakan nitras argenti 0,5%. Pasca pencucian luka untuk mencegah dan
mengatasi infeksi pada luka digunakan Zilversulfadiazin cream 1%. Bula berukuran kecil akan dapat
sembuh spontan sedangkan pada bula berukuran luas atau mengganggu lakukan aspirasi tanpa
pembuangan lapisan epidermis yang menutupinya lalu ditutup dengan kassa absorbent atau hidrofil.
4. Pemberian nutrisi
Nutrisi diberikan cukup untuk menutup kebutuhan kalori dan keseimbangan nitrrogen yang
negatif pada fase katabolisme yaitu sebanyak 2500-3000 kalori sehari dengan kadar protein tinggi.
Minuman diberikan setelah peristaltik normal sebanyak 25 ml/kgBB/hari. Diberikan juga multivitamin
oral.
PENULISAN RESEP
R/ Inf. Ringer Lactat flab No.XII
Infus set No.I
IV cateter no.22 No.I
S imm
PEMBAHASAN OBAT
1. Ringer Laktat
Larutan Ringer laktat merupakan larutan isotonic dengan konsentrasi elektrolit hampir sama
dengan plasma. Larutan ringer laktat berisi Na 131 mEq/L, K 5 mEq/L, Ca 4 mEq/L, Cl 111mEq/L,
Bikarbonat 29 mEq/L dan osmolaritas 276 mOsm/L. Ringer laktat dapat digunakan untuk koreksi pada
asidosis metabolik, mengatasi kehilangan cairan karena drainase empedu, diare, dan luka bakar .
2. Amikasin
Merupakan derivate kanamisin semisintetis yang memiliki spectrum kerja terluas dari semua
aminoglikosida termasuk mycobacteria. Aktivitasnya terhadap pseudomonas paling kuat, tetapi terhadap
basil gram negative lainnya 2-3 kali lebih lemah (kecuali mycobacterium). Guna menghindari resistensi
jangan digunakan lebih dari 10 hari. Distribusi ke organ dan cairan tubuh baik, kecuali CCS. Namun, bila
selaput otak meradang (meningitis), kadarnya dalam CCS dapat mencapai 50% dari kadar darah.
Ekskresinya lewat kemih secara utuh untuk lebih dari 94%. Efek sampingnya dikatakan lebih ringan
daripada obat-obat lainnya. Dosis diberikan intra muscular / intra vena 15 mg/kgBB/hari.
3. Anti Tetanus Serum
Serum anti tetanus biasanya dibuat dari plasma kuda dan mengandung antibodi serta digunakan
untuk menetralkan toksin basil Clostridium tetani, tanpa mempengaruhi basil tetanusnya. Digunakan
terutama sebagai profilaksis pada luka yang dalam dan terkena debu jalan, karena basil tetanus bersifat
anaerob. Selama penggunaan serum ini harus diwaspadai adanya kepekaan berlebihan terhadap serum
hewan (kuda atau kelinci). Setiap 1 ml mengandung antitoksin tetanus 1500 UI (untuk pencegahan) atau
5000 UI (untuk pengobatan), lazimnya digunakan serentak dengan vaksin tetanus untuk imunisasi aktif.
Dosis untuk pencegahan i.m 1500 UI, untuk pengobatan i.m atau i.v 10.000 UI atau lebih.
4. Nitras argentii
Nitras argentin termasuk dalam golongan astringen. astringen dapat mengendapkan protein darah
sehingga perdarahan dapat dihentikan. Sehubungan dengan cara penggunaanya zat ini dinamakan juga
styptic. Pada luka bakar nitras argentin 0,5% dapat digunakan sebagai antiseptik. Kompres nitras argentin
yang selalu dibasahi setiap 2 jam efektif sebagai bakteriostatik untuk semua kuman.
5. Silversulfadiazin
Garam perak dari sulfadiazin ini berkhasiat bakteriostatik terhadap banyak bakteri termasuk
E.colli, Klebsiella, dan Proteus dan tidak diinaktifkan oleh PABA. Sangat efektif untuk mengobati luka
bakar parah (derajat dua dan tiga), terutama bila terinfeksi oleh pseudomonas. Namun mikroba dapat
menjadi resisten dengan obat ini. Ag hanya sedikit diserap tetapi sulfadiazin dapat mencapai kadar terapi
bila permukaan yang diolesi cukup luas.Obat ini digunakan dalam bentuk cream 1-3% dalam 1 gram nya
terdapat 10 mg silversulfadiazin diberikan 1-2 kali dalam sehari.
Keuntungan melunakan jaringan kulit mati sehingga mudah untuk mengangkatnya. Kerugian
hanya baik untuk perawatan hari-hari pertama luka Bakar. Beberapa ahli berpendapat sediaan perak akan
mempengaruhi kecepatan penyembuhan luka bila diberikan pada luka terbuka lebih dari 2 minggu. Efek
samping yang dapat timbul dalam bentuk rasa terbakar, gatal, dan erupsi.
6. Morfin
Morfin merupakan golongan fenantren yang merupakan alkaloid asal opium. Salah satu efek dari
morfin adalah efek sebagai analgesic. Morfin dapat mengatasi nyeri yang berasal dari alat dalam maupun
yang berasal dari integument, otot dan sendi. Efek analgetik morfin timbul melalui mekanisme, yaitu
morfin meninggikan ambang rangsang nyeri, morfin dapat mempengaruhi emosi, dan morfin memuahkan
tidur dan pada waktu tidur ambang rangsang nyeri meningkat. Morfin dapat diabsorbsi usus tapi hanya ca
25 % akibat FPE yang besar. Mula kerjanya setelah 1-2 jam dan bertahan sampai 7 jam. Resorpsi dari
supposituria umumnya sedikit lebih baik, secara s.c/i.m baik sekali, PP-nya 35 %, PP-nya 35%. Dalam
hepar zat ini dirubah menjadi 70% dalam bentuk glukoronida, dan hanya sebagian kecil 3% terdiri dari
morfin 6-glukoronidadengan kerja analgetis lebih kuat.Ekskresi melaui kemih, empedu melaui siklus
enterohepatis dan tinja. Morfin sering diperlukan untuk nyeri yang menyertai infark miokard, neoplasma,
kolik renal/empedu, oklusio akut pembuluh darah, perkarditis akut, pneumothorax spontan dan nyeri akibat
trauma misal luka bakar, fraktur dan nyeri pasca bedah. Sediaan alakaloid murni dalam bentuk garam HCl,
garam sulfat, atau fosfat alkaloid morfin dengan kadar 10 mg/ml untuk berat 70 kg, jadi untuk berat 56 kg
dipakai 8 mg morfin injeksi.
OTITIS MEDIA AKUT STADIUM HIPEREMIS
PENULISAN RESEP
RESEP UMUM
Surakarta, 20 April 2009
RHINITIS ALERGI
VII. TUJUAN PENGOBATAN
1. Mengurangi reaksi alergi
2. Dekongesti nasal
3. Meningkatkan daya tahan tubuh
VIII. PENGOBATAN
R/ Loratadine tab mg 10 NoVII
S 1 dd tab I
R/ Otrivin lag No.I
S 2 dd gtt I nasales
R/ Becerfort tab No. XXI
S 3 dd tab 1
Pro : Sdr. S (23th)
Rhinitis Alergi
Definisi
Rhinitis alergi adalah kelainan yang merupakan manifestasi klinis reaksi hipersensitifitas tipeI (Gell&
Coombs) dengan mukosa hidung sebagai organ sasaran. Berdasarkan sifat berlangsungnya, rhinitis alergi dibagi
menjadi 2 :
1. rhinitis alergi musiman (seasonal, hay fever, pollinosis). Hanya di negara dengan 4musim.
2. rhinitis alergi sepanjang tahun
Gejala rhinitis alergi sepanjang tahun berlangsung terusmenerus atau intermitten.meskipun lebih ringan dari
rhinitis alergi musiman, tapi karena lebih presisten,komplikasinya lebih sering ditemukan. Dapat timbulpada
semuagolongan umur,terutama anak dan dewasa muda, namun berkurang seiring bertambahnya umur. Faktor
herediter berperan, sedangkan jenis kelamin, golongan etnis dan ras tidak berpengaruh.
Etiologi
Penyebab tersering adalah alergi inhalan (dewasa), ingestan (anak).
Patofisiologi
Zat mediator utama dan terpenting yang dilepaskan adalah histamin yang memiliki efek dilatasi pada
pembuluh darah, peningkatan permeabilitas kapiler, iritasi ujung-ujung syaraf sensoris, dan aktifasi sel-sel
kelenjar sehingga sekret yang diproduksilebih banyak.
Diagnosis Banding
Rhinitis non alergi, Rhinitis infeksi, common cold.
Gejala Klinis
1. bersin lebih dari 5 kali dalam satu serangan
2. Rhinore yang encer, banyak, hidung tersumbat, lakrimasi
3. Bila penyakit telah berlangsung lama (> 2 tahun), ada bayangan gelap di bawah mata (allergic shiner),
allergic salute pada hidung, allergic crease.
4. sering disertai asma, urtikaria, eksem
5. pada rhinoskopi anterior didapatkan mukosa edema basah, pucat atau livid, disertai banyak secret encer.
Komplikasi
Polip hidung,otitis media, sinusitis paranasal.
Pemeriksaan Penunjang
1. pemeriksaan sitologi hidung
2. eosinofil dalamjumlah banyak yang menandakan alergi inhalan, basofil kemungkinan alergi ingestan,
sel PMN menandakan ada infeksi bakteri.
3. tes Ig E spesifik dengan RAST, ELISA
4. dapat dilakukan uji intrakutan yang tunggal atau berseri, uji prick test, uji provokasi hidung,uji gores.
Dilakukan diet eliminasi dan provokasi untuk alergi makanan.
Penatalaksanaan
Terapi ideal adalah menghindari kontak dengan alergen penyebab dan eliminasi. Terapi simptomatis
dengan pemberian anti histamin dengan atau tanpa vasokonstriktor atau kortikosteroid per oral atau lokal.
Preparat yang dipakai adalah agonis alfa adrenoreseptor terutama untuk mengatasi sumbatan hidung, diberikan
per oral biasanya dalam kombinasi dengan anti histamin seperti pseudoefedrin fenil propanolamin. Pemberian
topikal harus hemat jangka pendek (4-10 hari). Efek kortikosteroid baru terasa setelah pemakaian agak lama.
Pemakaian peroral dengan pemberian intermitten atau tappering off hanya untuk kasus berat, diberikan 2
minggu sebelumpemberian topikal agar efektif.
Pada kasus yang berat dan lama, dapat dilakukan imunoterapi melalui desensitasi, hiposensititasi atau
netralisasi.
PEMBAHASAN OBAT
Loratadin
Merupakan obat anti histamin 1 golongan piperidin. Reaksi anafilaksis dan reaksi alergi refrakter
terhadap pemberian AH1, karena bukan hanya histamin saja yang dilepaskan, namun juga autokoid lainnya.
Efektivitasnya bergantung beratnya gejala akibat histamin. Loratadin merupakan anti histamin non sedatif.
Otrivin
Berisi Xylometazolin HCL yang termasuk dalam golongan adrenergik imidazolin alfa 2 agonis. Bekerja
sbagai vasokonstriktor lokal pada mata dan lapisan mukosa hidung.
Becerfort
Berisi vitamin B plek, vitamin C 500mg,Vitamin E yang dapat meningkatkan pertahanan tubuh.
SCABIESIS
PENATALAKSANAAN
A. MEDIKAMENTOSA
Terapi topikal harus menjangkau seluruh tubuh kecuali kepala dan leher. Terapi yang efektif termasuk
penggunaan air panas dan dua kali pengolesan pada seluruh tubuh.1
1. Permethrin 5% cream (scabimite).
Tampaknya paling aman sebagai pengobatan yang paling efektif untuk skabies. Permethrin adalah
pyrethroid sintetik yang dapat membunuh tungau yang mempunyai toksisitas yang benar-benar rendah
untuk manusia. Krim permethrin 5% dalam bentuk dosis tunggal.
Cara penggunaan permethrin adalah dengan mengoleskan di belakang telinga dan menyeluruh dari leher ke
tapak kaki, terutama pada bagian lipatan-lipatan seperti sela-sela jari tangan dan kaki, umbilicus, lipat paha,
pantat, dan bagian bawah jari tangan dan kaki. Penggunaannya selama 8-12 jam kemudian dicuci bersih-
bersih. Jika belum sembuh, obat digunakan 5 sampai 7 hari kemudian.
Pengobatan pada skabies krustosa sama dengan skabies klasik hanya perlu ditambahkan salep keratolitik.
Skabies subungual susah diobati. Bila didapatkan infeksi sekunder perlu diberikan antibiotik sistemik.
Permethrin tidak boleh diberikan pada bayi kurang dari 2 bulan dan pada wanita hamil dan menyusui karena
dapat menimbulkan reaksi panas, eksaserbasi gatal, dan dermatitis kontak.
2. Malathion.
Malathion 0,5% dengan dasar air digunakan selama 24 jam. Pemberian berikutnya diberikan beberapa hari
kemudian.
3. Benzyl Benzoat 25%.
Tersedia dalam bentuk krim atau lotion 25%. Sebaiknya obat ini digunakan selama 24 jam, kemudian
digunakan lagi 1 minggu kemudian. Obat ini disapukan ke badan dari leher ke bawah. Penggunaan
berlebihan dapat menyebabkan iritasi. Bila digunakan untuk bayi dan anak-anak harus ditambahkan air 2-3
bagian.
4. Lindane 1% (gamma benzene heksaklorida).
Tersedia dalam bentuk cairan atau lotion, tidak berbau, tidak berwarna. Obat ini membunuh kuta atau
nimpa. Obat ini digunakan dengan cara menyapukan ke seluruh tubuh dari leher ke bawah selama 12-24 jam
kemudian dicuci bersih-bersihpada pagi hari. Jika belum membaik, pengobatan diulang 1 minggu kemudian.
Penggunaan yang berlebihan dapat menimbulkan efek pada sistem saraf pusat. Pada bayi dan anak-anak bila
digunakan berlebihan dapat menimbulkan neurotoksisitas. Obat ini tidak aman digunakan untuk ibu
menyusui, wanita hamil, pasien dengan gangguan otak, dan pasien dengan riwayat kejang.
5. Monosulfiran.
Tersedia dalam bentuk lotion 25% yang sebelum digunakan harus ditambahkan 2-3 bagian air dan
digunakan setiap hati selama 2-3 hari. Selama dan segera setelah pengobatan penderita tidak boleh minum
alkohol karena dapat menyebabkan keringat yang berlebihan dan takikardi.
6. Sulfur.
Dalam bentuk parafin lunak sulfur 10% secara umum aman dan efektif digunakan. Dalam konsentrasi 2,5%
dapat digunakan pada bayi. Obat ini digunakan pada malam hari selama 3 malam dan dicuci 24 jam
kemudian. Obat aman digunakan buat wanita hamil dan menyusui.
7. Ivermectin.
Ivermectin adalah anti parasit. Sejak 1993, ivermectin diberikan oral dengan dosis 200 mikrogram/BB
efektif sebagai antiskabies. Dosis yang lebih tinggi efektif diberikan terutama untuk pasien yang
imunosupresif seperti penderita AIDS. Ivermectin topikal seperti 1% propilen glycol solution diteliti juga
merupakan obat skabies yang cukup efektif.
8. Anti pruritus.
1,2,5,6,11
Rasa gatal pada skabies akan tetap ada sampai beberapa minggu setelah pemberian terapi. Antihistamin
sedatif bisa mengurangi rasa gatal.12 Tetapi kortikosteroid topikal atau sistemik potensi rendah lebih efektif.
Pada anak-anak dapat diberikan 1% krim hidrokortison. Pada dewasa dapat diberikan krim triamsolon
(0,1%). Untuk mengatasi gatal sebaiknya jangan menggunakan steroid ataupun kortikosteroid karena dapat
melemahkan imunitas dan menciptakan penyakit baru maupun varian scabies yang lebih buruk.5
RESEP
Sistemik : R/ Interhistin mg 4 tab
S 2 dd tab 1
Topikal : R/ Scabimite 30 g cream
S ue (malam) 12 jam 1 minggu sekali
Seorang Wanita 51 tahun, Sirosis Hepatis dengan Asites Permagna
RESEP
A. Medikamentosa
- Infus RL Fl No.III
- Inj. Furosemid 40mg/12 jam
- Spironolakton tab 100 mg/hari
- Injeksi Cefotaksim 250mg/hr
- Curcuma tab 3 x 200mg
- Neurodex 1 dd tab 1
R/ Infus RL fl No.III
Cum infus set No. I
Abbocath no 22 No I
Simm
R/ inj.Furosemid mg 40 No.II
Inj.Cefotaksim mg 250 No I
Cum disp.siringe cc 5 No.IV
Simm
Pro : Ny M ( 70 tahun)
TYPHUS ABDOMINALIS
Infus RL flab No II
Infus D5 flab No II
Cum infuse set No II
Abocath no 20 No II
Simm
Pro : Nn. T ( 21 th )
A. Tindakan Umum
Tujuan pengobatan adalah untuk membasmi infeksi, mengurangi morbiditas dan mencegah komplikasi 2.
Untuk membasmi infeksi dan mencegah komplikasi, maka pemberian antibiotika yang tepat adalah
hal yang terpenting dan menjadi inti farmakoterapi terhadap Typhus abdominalis. Antibiotik diberikan
secara empiris bila bukti-bukti klinis menyokong diagnosa typhus abdominalis 2.
Untuk mengurangi morbiditas, pemberian glukokortikoid (Dexamethasone) dapat diberikan pada
pasien yang mengalami demam toksemik yang berat 1,3. Pemberian harus dengan indikasi dan dosis yang
tepat karena dapat menyebabkan perdarahan dan perforasi usus 3. Pemberian asam salisilat dan antipiretik
lain tidak dianjurkan kaena dapat menyebabkan perdarahan dan perforasi usus 4 disamping memang tidak
banyak berguna 3. Untuk mengurangi demam dapat dilakukan kompresw dengan air hangat3 .
B. Terapi Antibiotik
Terapi antibiotik merupakan inti dari farmakoterapi dan harus dimulai jika bukti klinis mendukung
gambaran typhus abdominalis 2.
Sejak tahun 1960, telah muncul strain S.typhii yang resisten terhadap kloramfenicol dan pada tahun
1989, strain S. typhii Multi Drugs Resistance (MDR) yang kebal terhadap Chloramphenicol, amoxicillin dan
cotrimoxazol muncul dan menyebar di anak benua India dan beberapa negara di Asia Tenggara. Untuk
kasus typhus MDR ini maka obat pilihan utamanya adalah Flouoroquinolone dan Cepholosporin generasi
ketiga karena kemanjuran serta rendahnya angka kasus relaps dan carrier 2.
Kloramphenicol terutama digunakan pada daerah-daerah dimana strain lokal masih sensitif 1,2. Pada kasus
Typhus Abdominalis MDR pada anak, karena penggunaan quinolone tidak dianjurkan, maka cephalosporine
generasi ke tiga menjadi pilihan utama 2.
C. Pembahasan Obat
Obat yang dipilih sebagai antibiotik pada kasus di atas adalah Chloramphenicol, dimana obat ini bekerja
dengan cara berikatan dengan subunit ribosom 50 S bakteri dan menghambat pertumbuhan bakteri dengan
menghambat sintesa protein 2. Efektif untuk bakteri gram positif dan negatif 2,7, namun jika ada antibiotik
lain yang lebih aman, dianjurkan untuk tidak menggunakan kloramfenikol 7. Saat ini terutama digunakan
untuk demam typhoid, infeksi Salmonella yang lain, serta H. influenzae 7.
Resorpsi dari usus lengkap dan cepat, dengan BA 75-90%. Distribusi ke jaringan rongga, dan cairan
tubuh, kecuali empedu, baik sekali. Kadar dalam LCS tinggi sekali. PP kurang dari 50%, plasma-t ½-nya
rata-rata 3 jam. Dalam hati, 90% dirombak menjadi glukoronid inaktif 8. Ekskresi melalui ginjal dalam
bentuk inaktif dan hanya 10% dalam bentuk utuh 7.
Perbaikan klinis tampak pada hari kedua dan panas mulai turun pada hari ke 3-5 2,4. Diberikan secara
peroral kecuali pasien mengeluh mual atau diare, dimana dapat diberikan per IV. Pemberian per IM haruslah
dihindari karena menyebabkan penurunan panas yang lambat serta kadar obat dalam darah kurang
memuaskan2.
Efek samping lain yang umum terjadi adalah gangguan lambung usus, neuropati optis dan perifer,
radang lidah dan mulut 8. Efek samping yang lebih berat yaitu reaksi hematologik berupa depresi sumsum
tulang yang reversibel dan anemia aplastik yang irreversibel 8. Angka kejadian reaksi hematologik ini adalah
1: 24.000-50.000 7.
Interaksi dengan obat lain :
1. Barbiturat : dapat menyebabkan peningkatan kadar serum barbiturat sedang kadar serum kloramfenikol
menurun sehingga mengakibatkan toksisitas 2 di samping itu juga memperpendek waktu paruh
kloramfenikol 8.
2. Sulfonil urea : hipoglikemia.
3. Rifampisin : kadar serum kloramfenikol turun.
4. Antikoagulan : peningkatan efek dari antikoagulan.
5. Hydantoin : meningkatkan kadar serum hydantoin.
Penggunaan pada ibu hamil (terutama pada trimester III (aterm atau dalam persalinan)) dan
menyusui tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan sindrom “Grey Baby” 8. Sedang untuk ibu hamil
Trimester I dan II dapat diberikan 3. “Grey Baby Syndrome” juga dapat terjadi pada pemberian
kloramfenikol pada bayi prematur yang mendapat dosis tinggi. Dosis maksimal untuk bayi kurang dari 1
bulan adalah 25 mg/kgBB/hari 7.
3. Cotrimoxazol
Trimethoprim and sulfamethoxazole– Menghambat
pertumbuhan bakteri dengan menghambat sintesis dari
asam dihidrofolik. Aktivitas antibakteri dari TMP –
SMZ meliputi bakteri patogen saluran kemih kecuali
Nama obat
Pseudomonas aeruginosa. Sama efektif seperti
chloramphenicol dalam penurunan panas dan
pencegahan relaps. Trimethoprim sendiri juga efektif
pada kelompok kecil pasien.
6.5-10 mg/kgBB/hari PO bid/tid; dapat diberikan per IV
Dosis Dewasa bila diperlukan; 160 mg TMP/800 mg SMZ PO setiap
12 jam selama 12-14 hari.
<2 bulan: pemberian tidak dianjurkan
Dosis anak >2 bulan: 15-20 mg/kgBB/hari, berdasarkan pada TMP,
PO tid/qid untuk 14 hari
Pasien dengan riwayat hipersensitif terhadap obat ini;
Kontraindikasi anemia megaloblastik pada pasien dengan defisiensi
folat.
Dapat meningkatkan Prothrombin Time ada pemberian
bersama dengan heparin (lakukan tes koagulasi dan
penyesuaian dosis bila diberikan bersamaan);pemberian
dengan dapsone dapat meningkatkan kadar serum
kedua obat; pemberian bersama dengan diuretik
meningkatkan insiden trombositopenia purpura pada
Interaksi Obat
pasien geriatri; kadar serum phenytoin dapat meningkat
pada pemberian bersama; dapat mempotensiasi efek
dari methotrexate pada depresi sumsum tulang;
respon hipoglikemik terhadap sulfonylureas dapat
meningkat pada pemberian secara bersamaan; dapat
meningkatkan kadar zidovudine.
Perhatian Hentikan pada timbulnya rash kulit pertama kali atau
tanda reaksi adverse: lakukan kotrol keadaan darah
dengan pemeriksaan Hitung Datrah lengkap secara
rutin, hentikan terapi jika timbul perubahan
hematologis yang signifikan; goiter, diuresis, and
hipoglikemia dapat terjadi pada terapi dengan
sulfonamides; pemberian per IvV yang berkepanjangan
atau dosis yang tinggi dapat menyebabkan depresi
sumsum tulang (jika tanda- tanda muncul berikan
leucovorin 5-15 mg/hari); perhatian pada defisiensi
folat (contoh pada pasien alkoholisme, geriatri, pasien
yang mendapat terapi antikonvulsan, atau pada pasien
dengan sindroma malabsorbsi); hemoloisis dapat terjadi
pada pasien dengan defisiensi G-6-PD; pasien dengan
AIDS dapat tidak toleran atau merespon pemberian
TMP-SMZ; perhatian pada pasien dengan kerusakan
ginjal atau hepar (lakukan urinanalysis dan tes fungsi
renal selama terapi); pemberian cairan untuk mencegah
terbentuknya kristaluria dan batu saluran kemih.
Dapat digunakan pada pasien yang alergi terhadap
Kelebihan Chloraphenicol, Thiamphenicol, dan golongan
Penicillin
Kekurangan Perbaikan klinis lebih lambat
ULKUS PEPTIKUM
A. PENGOBATAN
1. R / Antasida Tab mg 400 No.IX
S 3 dd tab I 1h ante coenam
2. Obat penangkal kerusakan mucus :
a. R / Ulsafate Tab mg 500 No.IX
S 3 dd Tab I 1h ac
b. R / Gastrul Tab mcg 200 No.IX
S 4 dd Tab I dc
3. Antagonis reseptor H2 :
a. R / Simetidin Tab mg 400 No.VI
S 2 dd Tab 1 Vesp
b. R / Ranitidin Tab mg 300 No.III
S 1 dd Tab I Vesp