Supervisor:
Dr. dr. Nyoman Suryawati, M.Kes, Sp.KK(K)
Kompetensi
Penyakit Kulit Alergi
50 Urtikaria Akut 4A
51 Urtikaria Kronis 3A
52 Angiodema 3B
Reaksi Obat
55 Exanthematous Drug Eruption, Fixed Drug Eruption 4A
Penyakit Vesikobulosa
48 Toxic Epidermal Necrolysis 3B
49 Sindrom Stevens-Johnson 3B
0
Urtikaria dan
1
Angiodema
Definisi Angiodema
Urtikaria Urtikaria yang mengenai hingga lapisan
kulit dermis dalam atau pada jaringan
subkutan hingga membran mukosa dan
Suatu lesi kulit akibat reaksi vaskular yang
terjadi pembengkakan. Sering ditemukan
ditandai dengan localized intrakutan edema
di daerah perioral, periorbital, lidah,
(wheal) yang meninggi di permukaan kulit, genitalia, dan ekstremitas. Dapat disertai
dikelilingi area pucat atau halo kemerahan rasa gatal dan terbakar.
(flare), dan disertai gatal yang berat atau
sensasi tertusuk atau tersengat.
Epidemiologi
Urtikaria Angiodema
• Dibagi menjadi: Urtikaria Akut
(<6 minggu) dan Urtikaria • 85% anak yang mengalami urtikaria
Kronis (>6 minggu) tidak disertai angioedema
• Urtikaria Kronis: biasanya • 40% dewasa yang mengalami urtikaria
dialami orang dewasa disertai angioedema
• Lebih sering pada wanita (2:1)
• 50% sembuh dalam 1 tahun
• 65% sembuh dalam 3 tahun
• 85% sembuh dalam 5 tahun
• <5% lesi menetap lebih dari 10
tahun
Etiologi
● Obat-Obatan : Penicillin, NSAID, ACE inhibitor, sulfonamid, aspirin,
narkotik (kodein dan morfin), alkohol, imunisasi
● Makanan : coklat, makanan laut, telur, susu, kacang, tomat, stoberi,
keju, dan bawang
● Inhalan : bulu hewan, serbuk sari, tungau debu
● Infeksi : ISPA (terutama oleh Streptococcus), ISK, infeksi gigi, sinus
● Inflamasi kronis : gastritis, esophagitis reflux, peradangan empedu
● Keganasan dan penyakit sistemik : hipertiroid, hipotiroid, leukemia
limfositik
● Genetik : Riwayat atopi diri dan keluarga
● Faktor Fisik : Udara panas, dingin, sinar UV, tekanan mekanis
● Psikis : Stress
● Infeksi virus, jamur, parasit
Patofisiologi
Mekanisme Aktivasi Sel Mast:
Angioedema
Diagnosis (Cont.)
Pemeriksaan Penunjang
● DL, Urin, Feses rutin - infeksi tersembunyi
● Pemeriksaan kadar IgE total dan eosinofil- faktor atopi
● Skin prick test terhadap makanan dan inhalan
● Uji demografisme & ice cube test – penyebab fisik
● Serum Autolog – urtikaria autoimun
● Pemeriksaan histopatologis kulit
Tatalaksana
Kronik
Medikamentosa
1st Line: AH-1 generasi dua (non sedatif)
Akut Loratadine atau Cetirizine 1x10mg
1st Line: AH-1 generasi dua (non sedatif) 2nd Line: Jika gejala menetap setelah 2 minggu
Loratadine atau Cetirizine 1x10mg AH-1 generasi kedua (non sedatif) dinaikkan
dosisnya 2-4 kali.
2nd Line: AH-1 generasi satu (sedatif)
CTM 4mg 3x1 3rd Line: Jika gejala menetap sampai 1-4 minggu
ditambahkan: Antagonis leukotrien
(montelukast), siklosporin atau omalizumab.
Topika Jika terjadi eksaserbasi gejala dapat diberikan
kortikosteroid sistemik dengan dosis 0,5-1
l 1% pada area yang
Bedak salisilat mg/kgBB/hari,<10 hari.
gatal
Tatalaksana
Non Medikamentosa
• Ketahui penyebab urtikaria dan menghindari faktor
pencetus.
• Faktor yang dicurigai dapat dihindari
• Apabila sering dan terus berulang dapat dilakukan
pemeriksaan tambahan untuk mencari faktor risiko
Diagnosis Banding Pitiriasis rosea
tipe papular
Vaskulitis
Lupus
eritematosus
Mastositosis kutan
Pemfigoid Anafilaktoid
bulosa purpura
0
Erupsi Obat
2
Makulopapula
r
Definisi Etiologi
Erupsi obat alergik adalah reaksi Obat-obatan yang sering adalah
hipersensitivitas terhadap obat dengan • Antibiotik: penicillin (ampicillin,
manifestasi pada kulit yang disertai/tidak amoxicillin), Sulfonamide
keterlibatan mukosa. (cotrimoxazole)
• NSAID
Erupsi Obat Makulopapular (erupsi • Antiepileptik (phenytoin,
eksantematosa atau morbiliformis) carbamazepine)
merupakan bentuk Erupsi Obat Alergik • Antimalaria (golongan quinolone)
(EOA) yang paling sering ditemukan,
timbul dalam 2-3 minggu setelah
konsumsi obat.
Patofisiologi
• Merupakan reaksi hipersensitivitas tipe IV yang melibatkan peran
drug-specific T cells.
• Sasaran serangan dapat berupa obat, metabolit obat atau protein yang
berikatan dengan obat.
• Sel T yang teraktivasi langsung berikatan dengan sel T reseptor ->
antigen spesifik sel T -> terjadi proliferasi, menginfiltrasi kulit dan
melepaskan sitokin, kemokin dan mediator inflamasi lain -> tanda dan
gejala timbul
Diagnosis
Anamnesis Status Dermatologis :
• Riwayat penggunaan obat • Efloresensi : Lesi makulopapular
• Jarak waktu pemberian obat dan • Predileksi : umunya dari sentral
munculnya kelainan kulit (1-3 ke perifer (dari dada atau
minggu setelah penggunaan obat). punggung yang menyebar ke
Jika paparan ulang terhadap obat ekstremitas) dan tidak mengenai
yang sama, lesi muncul dalam 1-3 mukosa
hari • Bentuk : Polimorfik, targetoid,
• Riwayat atopi dan alergi obat anular
• Status imun (HIV)
• Gejala atau keluhan sistemik Lesi dapat memucat dengan tekanan.
(demam, malaise, pruritus) Dapat terbentuk deskuamasi yang
meninggalkan bekas hiperpigmentasi
saat sembuh
Diagnosis (Cont.)
Pemeriksaan Penunjang
• Skin prick test
• Skin patch test
• Tes provokasi oral
Tatalaksana Medikamentosa
• Kortikosteroid :
Tatalaksana Utama Methylprednisolone 8 mg, 3
hari pertama setiap 8 jam, 3
• Hentikan penggunaan obat yang
hari selanjutnya setiap 12 jam
menyebabkan erupsi
dan 1 hari terakhir setiap 24
jam (anak-anak : 1
mg/kgBB/hari terbagi dalam 3
dosis)
• Anti histamin
• Bedak salisilat topikal
Diagnosis Banding
Dermatitis
Viral Exanthema Pityriasis Rosea
Kontak Alergi
Pencegaha
n Prognosis
• Meminimalisir peresepan antibiotik • Ad vitam : ad bonam
• Menghindari paparan ulang obat yang • Ad functionam : ad bonam
sama • Ad sanationam : dubia ad bonam
Komplikas
i
Erythroderma
Pemeriksaan Fisik
Status Dermatologis :
● Efloresensi : makula eritema, terdapat vesikel atau bula
di tengah lesi
● Warna : Merah gelap atau terang
● Lokasi : Area genital, oral, ekstremitas (atau tempat lain
di tubuh)
● Distribusi : Terlokalisir/generalized
● Konfigurasi : Soliter
● Bentuk : Lingkaran atau ovoid
Diagnosis
Pemeriksaan Penunjang
“Tes Provokasi”
Topikal
● Apabila lesi basah dapat dikompres NaCl 0.9%
● Krim hydrocortisone 2.5% dicampur dengan chloramphenicol 2% dapat diberikan
apabila ada erosi
● Lesi bibir dapat diberikan triamcinolone
Sistemik
● Kortikosteroid : Methylprednisolone 8 mg tiap 8 jam selama 7 hari
● Antihistamin
Stevens-Johnson
Syndrome (SJS) and Toxic
Emidermal Necrolysis
(TEN)
Stevens Johnson Syndrome (SJS)
• Kelainan kulit dan membran mukosa • 3 Kelompok berdasarkan Body Surface
yang terjadi akibat reaksi Area (BSA) yang mengalami pengelupasan
hipersensitivitas immune complex (Nikolsky sign+):
mediated erythema multiforme. • SJS <10% BSA
• Sindrom ini mengakibatkan kematian • TEN >30% BSA
sel-sel kulit sehingga epidermis • Overlap SJS-TEN 10-30% BSA
mengelupas/memisahkan diri dari
dermis.
• Pada kasus umumnya, diagnosis TEN
akan dibuat jika 30% dari area
tubuh terdampak dengan denuding
skin.
Epidemiologi
• Angka kasus SJS dan TEN pada populasi umum diketahui 1-6 dan 0,4-1,2 per
juta orang (annual data).
• Race: Caucasian predominance
• Sex: Male:female 2:1.
• Age: 20-40 year olds (cases have been reported in children as young as 3
months)
Etiologi
Infectiou Drug
•
s
Viral diseases: herpes simplex virus •
Induced
Penicillins dan antibiotics (2/3
(HSV), AIDS, coxsackie viral pasien dengan SJS)
infections, influenza, hepatitis, mumps • Anticonvulsants : carbamazepine
• Bacterial: Group A beta streptococci, and phenytoin (mayoritas terjadi
diphtheria, Brucellosis, Mycoplasma pada 60 hari pemakaian pertama)
pneumoniae dan typhoid. • NSAIDS
• Protozoa: Malaria and trichomoniasis • Allopurinol
• Pada beberapa kasus di pediatris,
ditemukan juga Epstein-Barr virus dan
enteroviruses
Gambaran Klinis
• Early Symptoms: demam, sakit kepala, batuk, pilek, malaise 1-3 hari.
• Lesi kulit: makulo eritematosa/ purpurik, dapat dijumpai lesi target. Lesi kulit
meluas & berkembang, nekrotik, bulat kendur dengan tanda nikolsky +. Lesi
tersebar simetris pada wajah, badan, bagian proksimal ekstremitas.
• Lesi mukosa: eritema dan erosi pada minimal 2 lokasi (mulut & konjungtiva),
dapat ditemukan erosi di daerah genital.
• Keterlibatan organ dalam (jarang), ex. GI & Respiratory necrosis
• Systemic manifestations: fever, lymphadenopathy, hepatitis, cytopenias, and
cholestasis
Diagnosis
Anamnesis Pemeriksaan Fisik
• Riwayat penggunaan obat oleh • Lesi Mukokutan
pasien sebelum gejala kulit • Fase prodromal: eritema difus morbiliformis atau
muncul, interval waktu antara menyerupai eritema multiforme.
awal paparan obat dengan • Fase awal: nekrosis epidermis berupa macula dengan
onset penyakit (rata-rata 1-3 permukaan tidak rata yang makin melebar dan menyatu
minggu) dengan lesi yang berdekatan, mula-mula pada daerah wajah,
• gejala-gejala prodromal leher, dan bagian sentral tubuh, berikutnya menyebar ke
(demam, flu- like symptoms, ekstremitas dan bagian tubuh lainnya
nyeri pada kulit, rasa panas • Fase lanjut: pengelupasan seluruh tebal lapisan epidermis,
atau gatal pada konjungtiva, bulla-bulla yang makin melas bila ditekan ke arah lateral
mual-muntah atau diare) (Nikolsky's sign), pada beberapa bagian tampak lapisan
• riwayat alergi obat sebelumnya epidermis yang terbuka berwarna kemerahan dan
mengeluarkan cairan tubuh.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan Klasifikasi Klinis berikut:
Sel tampak lebih besar daripada sel ● Sel epidermis berbentuk bulat.
epidermis dan memiliki banyak inti sel. ● Sel akantolitik menunjukkan inti
Dijumpai pada infeksi virus (VZV dan hiperkromatik dengan halo perinukleus.
HSV) ● Biasanya soliter, inti gelap dibagian tepi
dan intinya relatif berukuran besar
dibandingkan sitoplasma
Terima Kasih