A Tri wahyuni
Grecie islamiyah
Prahita atyan
Tika Ayu saraswati
Pembimbing :
dr. Dayah
berupa plak dengan sekitar eritema disertai
edema, gatal dan keterlibatan jaringan mukosa
serta dapat menghilang secara spontan.
Urtikarian episodic kronik Menghilang >6 minggu Muncul kembali minimal 2x dalam 1
minggu
Urtikaria Akut Urtikarian Kronis
Mekanisme utama terbentuknya urtikaria adalah Antigen yang masuk ke dalam tubuh berikatan
pelepasan berbagai mediator inflamasi dari sel mast dengan IgE afinitas tinggi (FceRI) dipermukaan sel
yang diperantarai Reaksi hipersensitifitas tipe 1 (IgE- mast dan basofil yang tersirkulasi di kulit sehingga
mediated). sel-sel tersebut tergranulasi.
Antigen masuk kedalam tubuh dan berikatan Pada paparan antigen yang kedua, IgE spesifik
dengan antibody spesifik pada permukaan sel mast antigen telah terbentuk dan berinteraksi dengan sel
dan basofil ikatan tersebut menyebabkan mast dan basofil sehingga menghasilkan respon
pelepasan banyak mediator, terutama histamine. yang lebih cepat.
Akan tetapi, beberapa kali sulit dibedakan dengan erupsi obat, infeksi virus,
penyakit pada jaringan ikt, penyakit fotosensitif, urtikaria pigmentosa, urtikaria
vaskulitis dan beberapa sindroma penyakit.
Pasien harus ditanya mengenai onset lesi, perkembangan lokasi lesi, keluhan
sistemik, intake makanan, stress dan obat yang dikonsumsi.
Antihistamin H1 antagonis generasi kedua -> apabila gejala menetap selama > 2 minggu
Penambahan dosis Antihistamin H1 antagonis generasi kedua hingga 4x dari dosis awal -> bila
gejala menetap selama1-4 minggu
Tahap 3 Bila tidak terkontrol dalan 1-2 minggu, ganti dengan antihistamin lain dan
gunakan dosis terapi selama 7-10 hari (rekomendasi lama pemberian obat)/
dosis lengkap.
Tahap 4 Jika tidak terkontrol dalam 1-2 minggu, ganti dengan omalizumab selama 24
minggu
Tahap 5 Jika tidak terkontrol dalam 24 minggu, tingkatkan dosis omalizumab, ganti
terapi dengan siklosporin atatu tambahkan dengan terapi sebelumnya
Tahap 6 Jika gejala tidak terkontrol selama 12 minggu, agen obat lain dapat dicoba
• Antihistamin generasi pertama ( diphenhidramin,
chlorpeniramine, hidroxizine, dimenhidrinate,
siklizin, doxepin, doxamine, meclizine,
prometazine, dll)
• Antihistamine generasi kedua (cetirizine,
loratadine, fexofenadine, desloratadine,
levocetirizine, ebastine dan bilastine)
• Selama terapi, antihistamin H1 generasi kedua
lebih dipertimbangkan dibandingkan generasi
pertama akibat efek sedasinya yang lebih ringan
dan durasi kerja yang lebih panjang.
Pemakaian kombinasi H1 dan H2 antihistamin
akan lebih efektif dalam mengatasi urtikaria akut
dibandingkan penggunaan tunggal H1
antihistamin. Akan tetapi, penggunaan H2
antihistamin sudah tidak disarankan dalam
guideline dalam beberapa tahun ini.
Glukokortikoid tidak menghambat Siklosporin (5mg/kg/hari) dilaporkan
degranulasi sel mast, tetapi obat ini bekerja menyebabkan remisi yang lebih cepat dan
dengan menekan berbagai reaksi inflamasi. kerja labih lama dibandingkan dengan
Glukokortikoid tidak disarankan pada kasus kortikosteroid sistemik.
urtikaria.
terapi maintenance (rumatan) diberikan
Pada pasien dewasa, prednisone diberikan dalam dosis 1,5-2 mg/kg/hari selama lebih dari
selama 5-10 hari dengan dosis harian (30-60 2 tahun. Semakin lama durasi pemberian, akan
mg). sedangkan pada anak-anak, semakin besar efek sampingnya. Sehingga
prednisolone diberikan 0,5-1 mg/kg penggunaanya pada kasus urtikaria spontan
(maksimum 60mg/hari), dapat diturunkan kronis tidak direkomendasikan kecuali pada
bertahan dan dihentikan dalam 5-7 hari. kasus urtikaria yang resisten terhadap
antihistamin dosis tinggi dan omalizumab.
Omalizumab merupakan monoclonal
antiboid (Anti IgE IgG) yang mengikat Zafirlukast dan montelukast belum
IgE. Obat ini lebih aman dan efektif, banyak dipelajari efikasinya sebagai
akan tetapi memiliki harga yang malah salah satu terapi pada urtikaria
dan tidak memiliki efek yang signifikan akut.
pada pemberian jangka panjang.
Omalizumab berkerja untuk tidak terlalu direkomendasikan
menghambat fungsi sel mast dan kecuali pada kasus urtikaria akibat
menginduksi apoptosis eosinofil. aspirin. Obat ini dapat ditambahkan
pada tahap terapi ke2 dan ke 3.
Antihistamin H1 antagonis generasi kedua menjadi pilihan obat lini pertama karena dipertimbangkan
memiliki profil keamanan penggunaan jangka panjang yang lebih baik. Dosis antihistamin dapat ditingkatkan
hingga 2 kali dosis awal yang dihitung sesuai dengan berat badan anak pada kasus refrakter urtikaria.
Belum ada data yang cukup mengenai penggunaan LTRAs, siklosporin dan omalizumab sebagai terapi
urtikaria pada anak. Berdasarkan beberapa bukti penelitian didapatkan bahwa keamanan penggunaan
omalizumab meningkat pada anak usai >7 tahun. Dan pasien anak dapat mentoleransi dengan baik
pemberian dosis 150-300 mg.
Siklosporin lebih sering digunakan pada pasien anak dengan urtikaria yang resisten terhadap antihistamin
seperti pada pasien dewasa dan dikatakan cukup efektif.
Kortikosteroid sistemik dapat diberikan hingga dosis maksimum selama 10 hari pada pasien pediatric yang
mengalami serangan angioedema atau urtikaria yang luas.
• Kategori obat B pada pasien hamil pada Chlorpheniramine, loratadin, cetirizine dan lecocetirizine dan
kategori C pada semua antihistamin lainnya.
• Penggunaan antihintamin generasi pertama tidak direkomendasikan karena menyebabkan depresi nafas
pada bayi.
• Semua guideline menyatakan bahwa Antihistamin H1 antagonis generasi kedua merupakan yang paling
memungkinkan untuk terapi urtikaria pada ibu hamil.
• Loratadin dan cetirizine lebih disarankan pada ibu menyusui oleh sebab ditemukan dalam jumlah yang
lebih sedikit pada ASI.
Terapi standart pasien tanpa disertai obstruksi jalan nafas adalah H1 dan H2 antihistamin dikombinasi
dengan kortikosteroid sistemik. Jika pasien mengalami konstriksi jalan nafas atau hipotensi, maka
epinefrin harus diberikan secara intramuskuler dengan dosis 0,2-0,5 mg. pasien dengan distress nafas
harus segera dirujuk ke rumah sakit yang lebih kompeten setealah dilakukan stabilisasi kondisi.
Terimakasih