Anda di halaman 1dari 34

REFRESHING

ERITRODERMA, SINDROM
STEVENS-JOHNSON DAN TOXIC
EPIDERMAL NECROLYSIS
Disusun Oleh :
M Imam Mahdi N 2012730059

Pembimbing :
dr. Hj. Vita NoorAini , Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK STASE ILMU KULIT DAN KELAMIN


RSUD SAYANG CIANJUR FKK UMJ
2017
ERITRODERMA
ERITODERMA
ERITRODERMA adalah kelainan kulit yang
ditandai dengan adanya eritema
universalis (90%-100%), bisanya disertai
skuama.
Pada Eritroderma yang mutlak harus ada
adalah eritema, sedangkan skuama tidak
selalu muncul. Pada eritroderma yang
kronik, eritema tidak begitu jelas, karena
bercampur dengan hiperpigmentasi.
ETIOLOGI
GOLONGAN I:
Eritroderma akibat alergi
obat biasanya secara sistemik

GOLONGAN II:
Eritroderma akibat perluasan
penyakit kulit

GOLONGAN III:
Eritroderma akibat penyakit
sistemik termasuk keganasan
EPIDEMIOLOGI
Insiden
eritroderma
sangat
bervariasi.
Lebih sering terjadi pada pria
dibandingkan dengan wanita, dengan rasio
3:1, dengan onset usia rata-rata >55
tahun.
Insiden eritroderma makin
bertambah seiring dengan
meningkatnya insiden psoriasis.
Agen
dalam
tubuh

PATO
FISI
OLO
GI
ERIT
ROD
ERM
A
LANJUTAN..
GOLONGAN I
ERITRODERMA AKIBAT ALERGI OBAT
(BIASANYA) SISTEMIK
Onset timbulnya penyakit bervariasi segera s/d
2 minggu.
Bila obat yang dikonsumsi lebih daripada satu:
obat yang dicurigai menjadi penyebab adalah
obat yang paling sering menyebabkan alergi.
GAMBARAN KLINIS:
Eritema universal
Akut: tidak terdapat skuama
Stadium penyembuhan: timbul skuama.
GOLONGAN II
ERITRODERMA AKIBAT PERLUASAN
PENYAKIT KULIT
Disebabkan
oleh
penyakitny
a sendiri
Psoriasis
YANG Pengobatan
SERING yang terlalu
TERJADI: Penyakit kuat
Leiner
PSORIASIS ERITRODERMIK
Penyakit yang menahun dan
residif.
Kelainan kulit berupa:
Skuama berlapis-lapis dan
kasar di atas kulit yang
eritematosa dan sirkumskrip.
Umumnya eritema yang tidak
merata.
Pada tempat predileksi
psoriasis kelainan lebih
eritematosa dan agak
meninggi daripada
PENYAKIT LEINER
SINONIM: Eritroderma
Deskuamativum
ETIOLOGI:
Belum diketahui pasti
Umumnya disebabkan oleh dermatitis seboroik
yang meluas karena pada pasien hampir
selalu terdapat kelainan yang khas untuk
dermatitis seboroik.
USIA PENDERITA: antara 4 s/d 20 minggu.
KEADAAN UMUM: baik, biasanya tanpa keluhan.
KELAINAN KULIT: eritema universal disertai
skuama yang kasar.
GOLONGAN III
ERITRODERMA AKIBAT PENYAKIT SISTEMIK
TERMASUK KEGANASAN

Setiap kasus eritroderma yang tidak


termasuk golongan I dan II harus
Dapat ditemukan leukositosis yang tidak
dilakukan pemeriksaan secara
diketahui penyababnya , Yang termasuk
menyeluruh (termasuk laboratorium
di dalam golongan ini Sindrom Sezary.
dan radiologi), untuk mengetahui ada
tidaknya penyakit interna.
SINDROM SEZARY
Penyakit ini termasuk limfoma, ada yang berpendapat
merupakan stadium dini mikosis fungoides.
PENYEBAB:
Belum diketahui
Diduga berhubungan dengan infeksi virus HTLV-V
(Human T-Cell LymphotropicVirus) dan dimasukkan ke
dalam CTCL (Cutaneus T-Cell Lymphoma)
POPULASI YANG DISERANG: orang dewasa (mulainya
penyakit pada pria rata-rata umur 64 tahun, pada wanita
53 tahun).
SINDROM SEZARY
GEJALA KLINIS:
Eritema berwarna merah membara
yang universal disertai skuama dan
rasa sangat gatal
Edema
Dapat ditemukan splenomegali,
limfadenopati superficial, alopesia,
hiperpigmentasi, hiperkeratosis
palmaris dan plantaris, kuku-kuku
yang distrofik.
SINDROM SEZARY
PEMERIKSAAN LABORATORIUM:
Sebagian besar kasus menunjukkan leukositosis (rata-rata
20.000/mm). 19% dengan eosinophilia dan limfositosis.
Terdapat limfosit atipik disebut sel Sezary. Sel ini besarnya
10-20 mikro, mempunyai sifat yang khas diantaranya intinya
homogen, lobular, dan tak teratur. terdapat dalam darah, KGB,
dan kulit.
BIOPSI PADA KULIT terdapat infiltrat pada dermis bagian
atas dan terdapatnya sel Sezary.
Disebut sindrom Sezary jika jumlah sel Sezary yang beredar
1000/mm3 atau >10% sel-sel yang beredar.
PENATALAKSANAAN
GOLONGAN I

Obat tersangka sebagai kausanya segera


dihentikan.
KORTIKOSTEROID: Prednison 4x10 mg
Penyembuhan terjadi cepat, umumnya dalam beberapa
hari-beberapa minggu.
PENATALAKSANAAN
GOLONGAN II

KORTIKOSTEROID:
Dosis awal: Prednisone 4x10 mg 4x15 mg sehari
Penyakit Leiner: Prednison 3x1-2 mg sehari
Jika eritroderma terjadi akibat pengobatan dengan ter pada
psoriasis obat tersebut harus dihentikan.
Eritroderma karena psoriasis Etretinat 1mg/kgBB

Lama penyembuhan golongan II bervariasi beberapa minggu s/d beberapa


bulan tidak secepat golongan I
Pada pengobatan dengan kortikosteroid jangka lama (>1 bulan) lebih baik
digunakan metilprednisolon daripada prednison dengan dosis ekuivalen
efeknya lebih sedikit
PENATALAKSANAAN
GOLONGAN III

SINDROM SEZARY

KORTIKOSTEROID:
Prednisone 30 mg/hari, atau
Metilprednisolon ekuivalen dengan dosis sitostatik,
biasanya digunakan Klorambusil dengan dosis 2-6 mg
sehari.
PENATALAKSANAAN
ERITRODERMA KRONIS: ditambah diet
tinggi protein
EMOLIEN: untuk mengurangi radiasi akibat
vasodilatasi oleh eritema, misalnya dengan
salep lanolin 10% atau krim urea 10%.
PROGNOSIS
GOLONGAN I

Baik, penyembuhan cepat.

ETIOLOGI TIDAK DIKETAHUI

Pengobatan kortikosteroid hanya mengurangi


gejala pasien bisa jadi ketergantungan
kortikosteroid.
SINDROM SEZARY

Buruk. Pasien meninggal biasanya disebabkan


infeksi atau penyakit berkembang jadi mikosis
fungoides.
SINDROM STEVEN-
JOHNSON
DAN
NEKROSIS EPIDERMAL
TOKSIK
DEFINISI SSJ - NET
Reaksi mukokutan akut yang mengancam nyawa, ditandai dengan
nekrosis epidermis yang luas sehingga terlepas. Kedua penyakit ini mirip
dalam gejala klinis dan histopatologis, faktor risiko, penyebab, dan
patogenesisnya, sehingga saat ini digolongkan dalam proses yang
identik, hanya dibedakan berdasarkan keparahan saja.

SSJ, NET,
Epidermolysis Epidermolysis 10-30% LPB
sebesar < 10% Sebesar > 30 % overlap SSJ-NET.
LPB LPB
EPIDEMIOLOGI SSJ - NET

Sindrom Steven Johnson


Penyakit ini: 1-6
Insiden dapat terjadi
kasus/juta pada setiap usia, terjadi
penduduk/tahun
Angka kematian SSJ adalah 5-12%
peningkatan risiko pada usia diatas 40 tahun.
Perempuan lebih sering terkena dibandingkan laki-laki
Nekrolisis Epidermal Toksik
dengan perbandingan
Insiden 1.5 : 1 penduduk/tahun
NET 0.4-1.2 kasus/juta
Angka kematian NET adalah 25-35%
ETIOPATOGENESIS

Pada lesi SSJ-NET terjadi sitokin terlibat dalam


Reaksi toksik yang pathogenesis penyakit
reaksi sitotoksik
terjadi melibatkan sel ini, Sebagian besar SSJ-NET
terhadap kertainosit
NK dan sel limfosit T disebabkan karena
sehingga IL-6, TNF-, IFN-, IL-18,
CD8+ yang spesifik alergi obat.
mengakibatkan Fas-L, granulisin,
terhadap obat penyebab
apoptosis luas. perforin, granzim-B.

Infeksi juga dapat


sulfonamidad,
menyebabkan SSJ-NET,
antikonvulsan aromatic, karbamazepin dan
namun tidak sebanyak
alopurional, allopurinol, faktor
pada kasus multiforme,
antiinflamasi non- genetik
misalnya infeksi virus
steroid, dan nevirapin.
dan Mycoplasma.
ETIOPATOGENESIS
High Risk Lower Risk Doubtful Risk No Evidence of Risk
Allopurinol Acetic acid NSAIDs Paracetamol Aspirin
Sulfamethoxazole (eg, diclofenac) (acetaminophen) Sulfonylurea
Sulfadiazine Aminopenicillins Pyrazolone analgesics Thiazide diuretics
Sulfadoxine Cephalosporins Corticosteroids Furosemide
Sulfasalazine Quinolones Other NSAIDs (except Aldactone
Carbamazepine Cyclins Aspirin) Calcium channel
Lamotrigine Macrolides Sertraline blockers
Phenobarbital Beta Blocker
Phenytoin Angiotensi-converting
Phenylbutazone enzyme inhibitors
Nevirapine Statins
Oxicam NSAIDs Hormones
Thiacetazone Vitamins
GAMBARAN KLINIS

Gejala SSJ-NET timbul dalam waktu 8


minggu, setelah awal pajanan obat

Gejala Non Spesifik : demam, sakit kepala,


batuk/pilek, dan malaise selama 1-3 hari.

Lesi kulit tersebar secara simetris pada


wajah, badan, dan bagian proksimal
ekstremitas
Makula eritematosa atau purpurik, dapat
pula dijumpai lesi target
lesi kulit meluas dan berkembang menjadi
nekrotik, sehingga terjadi bula kendur
dengan tanda Nikolsky positif.
Lesi pada mukosa berupa eritema dan erosi
biasanya dijumpai di mukosa genitalia
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang penting untuk menunjang diagnosis.
Pemeriksaan histopatologi kulit dapat menyingkirkan diagnosis banding.
Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan untuk evaluasi keparahan penyakit
dan untuk tatalaksana pasien
Pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah : darah tepi lengkap, analisis gas
darah, kadar elektrolit, albumin, dan protein darah, fungsi ginjal, fungsi hepar,
gula darah sewaktu dan foto rontgen paru. Selama perawatan perlu diwaspadai
tanda-tanda sepsis secara klinis dan dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk
menunjang sepsis.
DIAGNOSIS KLINIS
SSJ,
Epidermolysis
Kronologis
Perjalanan
sebesar < 10%
Penyakit LPB
Hubungan
Waktu
Yang Jelas
Dengan
DIAGNOSIS 10-30% LPB
Konsumsi overlap SSJ-NET.
Obat
Tersangka
Gambaran
Klinis Lesi NET,
Kulit Dan
Mukosa Epidermolysis
Sebesar > 30 %
LPB
TATALAKSANA

mempertahankan suhu lingkungan


Penghentian Obat Perawatan di
keseimbangan yang optimal 28-
Tersangka Ruang Khusus
cairan elektrolit 30C

nutrisi sesuai perawatan kulit perawatan mata


kebutuhan secara antiseptik dan mukosa mulut
TATALAKSANA
Penggunaan kortikosteroid sistemik sampai saat ini, hasilnya masih

sangat beragam, sehingga penggunaanya belum dianjurkan. Kebijakan

yang dipakai di ruang rawat Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSCM

adalah menggunakan kortikosteroid sistemik untuk setiap kasus SSJ-NET,

dengan hasil yang cukup baik dengan angka kematian pada periode

2010-2013 sebesar 10.5%.


PROGNOSIS
Dalam perjalanan penyakitnya SSJ-NET dapat mengalami penyulit
yang mengancam nyawa berupa sepsis dan multiple organ failure.
Prognosis SSJ-NET dapat diperkirakan berdasarkan SCORTEN.
Prognostic Factors Points
Age > 40 years 1
Heart Rate > 120 beats/min 1
Cancer or hematologic maglinancy 1
Body surface area involved > 10 percent 1
Serum Urea Level > 10 mM 1
Serum bicarbonate level < 20 mM 1
Serum glucose level > 14 mM 1
PROGNOSIS
SCORTEN Mortality Rate (%)
0-1 3.2
2 12.1
3 35.8
4 58.3
5 90

Pada pasien yang mengalami penyembuhan, re-epitalisasi terjadi dalam waktu rerata 3

minggu. Gejala sisa yang sering terjadi adalah skar pada mata dan gangguan penglihatan.

Kadang-kadang terjadi skar pada kulit, gangguan pigmentasi, dan gangguan pertumbuhan

kuku.
DAFTAR PUSTAKA
Djuanda, Adhi. 2015. Eritroderma, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. FKUI:

Jakarta.

Karakayli, Uliz; Bechkam Grant; Orengo, Ida; Rosen, Ted. Exfoliative

Dermatitis, American Family Physician. Baylor College of Medicine: Texas.

Anda mungkin juga menyukai