Anda di halaman 1dari 28

SINDROMA STEVENS

JOHNSON
Penyusun:
Rontika Khoir Oktavani (201920401011119)
Pembimbing:
dr. Ratna Ika Susanti, Sp. KK.

KSM ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR SOEDOMO KABUPATEN TRENGGALEK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2020
1
PENDAHULUAN

2
LATAR BELAKANG

▰ Sindroma Stevens-Johnson (SSJ) merupakan kumpulan gejala klinis yang


ditandai oleh trias kelainan pada kulit, mukosa orifisium (oral,
konjungtiva dan anogenital), serta mata, disertai oleh gejala umum yang
berat. 1
Reaksi mukokutan akut Jarang  insidens SSJ
Berkaitan dengan yang mengancam adalah 1-6 kasus/juta
nekrolisis epidermal nyawa, ditandai dengan penduduk dan insidens
toksik (NET) nekrosis epidermis yang NET 0,4-1,2 kasus/ juta
luas  terlepas penduduk2

Etiologi  belum dapat Umumnya penyakit ini


dijelaskan  timbul karena reaksi
disebabkan berbagai alergi tubuh terhadap
faktor obat yang dikonsumsi. 1
3
LATAR BELAKANG

▰ Kejadian kematian dan timbulnya kecacatan  tata laksana


yang tidak optimal akibat terlambatnya pengenalan SSJ.
▰ Penting bagi tenaga kesehatan untuk memiliki kemampuan
dalam mendiagnosis dan melakukan tatalaksana SSJ yang
optimal. 1

4
TUJUAN

▰ Untuk mengetahui definisi, epidemiologi, etiologi,


patofisiologi, gejala klinis, pemeriksaan penunjang,
diagnosis banding, tatalaksana, komplikasi hingga
prognosis pada pasien yang mengalami Sindoma Stevens-
Johnson.

5
2
TINJAUAN PUSTAKA

6
DEFINISI

▰ Sindroma Stevens-Johnson (SSJ) dan nekrolisis epidermal toksik (NET)


merupakan reaksi mukokutan akut yang mengancam nyawa, ditandai
dengan nekrosis epidermis yang luas sehingga terlepas.
▰ Kedua penyakit ini mirip  hanya dibedakan berdasarkan derajat
keparahan.
▰ Pada SSJ  epidermolisis sebesar <10% luas permukaan badan (LPB),
NET >30%. overlap SSJ-NET 10%-30% LPB. 2
▰ Sinonim: Ektodermosis Erosiva Pluriorifisialis, Sindroma Mukokutanea-
Okuler, Eritema Multiformis tipe Hebra, Eritema Mulitiforme
Exudatorum dan Eritema Bulosa Maligna.3

7
EPIDEMIOLOGI

Insiden keseluruhan SSJ dan NET


Angka kematian NET adalah 25- Penyakit ini dapat terjadi pada
: 1 sampai 6 kasus per juta orang-
35%, sedangkan angka kematian setiap usia  peningkatan risiko
tahun dan 0,4 hingga 1,2 kasus
SSJ adalah 5%-12%. 2 pada usia > 40 tahun. 2
per juta orang-tahun.4

RSCM (tahun 2010-2013) 57


Insiden tertinggi usia > 65 tahun.
4 Perempuan: laki-laki  1,5:1. 2 kasus (SSJ 47,4%, overlap SSJ-
NET 19,3% dan NET 33,3%) 2

Pasien dengan HIV dan penyakit


pembuluh darah kolagen serta
kanker memiliki resiko yang
lebih tinggi.4

8
ETIOLOGI

Faktor Penyebab
▰ Infeksi (virus, jamur, bakteri, dan parasit).
▰ Makanan (coklat)
▰ Obat (salisilat, sulfa, penisilin, etambutol, tegretol, tetrasiklin, digitalis,
kontraseptif, klorpromazin, karbamazepin, kinin, oxicam-NSAID, dan
asetaminofen)
▰ penyakit kolagen, keganasan
▰ Kehamilan
▰ Vaksinasi
▰ Pencetus: Faktor fisik (udara dingin, sinar matahari, sinar X)
9
ETIOLOGI

Eropa: obatan berisiko


Risiko tampaknya terbatas
tinggi antibakteri
pada 8 minggu pertama
sulfonamid, obat antiepilepsi
Obat-obatan merupakan pengobatan dan obat
aromatik, allopurinol, obat
faktor penting terjadinya SSJ diberikan terus menerus
antiinflamasi nonsteroid
antara 4-28 hari sebelum
oksikam, lamotrigin, dan
timbulnya reaksi
nevirapine

Risiko yang signifikan tetapi


jauh lebih rendah 
kelompok antibiotik seperti
sefalosporin, kuinolon,
tetrasiklin, dan
aminopenisilin.4

10
Antigen
PATOGENESIS penyebab
(hapten) + karier

▰ Mekanisme pasti terjadinya SSJ-NET belum


sepenuhnya diketahui. Pada lesi SSJ-NET terjadi
reaksi sitotoksik terhadap keratinosit sehingga
mengakibatkan apoptosis luas.
▰ Reaksi sitotoksik  melibatkan sel NK dan sel
limfosit T COB+ yang spesifik terhadap obat penyebab
 apoptosis keratinosit  kerusakan epidermis
▰ Sitokin yg terlibat : IL-6, TNF-a, IFN-y, IL-18, Fas-L,
granulisin, perforin, granzim-8.2

11
MANIFESTASI KLINIS

▰ Timbul 8 minggu setelah awal paparan obat. 2

▰ Awal: Gejala prodromal 1-3 hari (sakit tenggorokan, pilek, batuk, sakit
kepala, demam, malaise, artralgia, mata perih, dan infeksi saluran
pernapasan) 2,4,5

▰ grup lesi targetoid eritematosa (biasanya 2 lokasi) atau atipikal (3 lokasi)


muncul, beberapa disertai vesikula sentral.

▰ Tempat pertama: Telapak tangan dan telapak kaki


12
MANIFESTASI KLINIS

▰ Makula purpura tersebar secara simetris pada wajah,


badan dan bagian proksimal ekstremitas 
berkembang menjadi lepuh lembek, erosi, dan
lepasnya epidermis. Lesi kulit Mukosa mulut hampir Gambar 2.1 Bula dan krusta terlihat di bibir,
selalu terlibat timbul krusta hemoragik di bibir. dan lesi targetoid terlihat di tangan.5

▰ Selaput lendir lain (konjungtiva, mukosa mulut dan


hidung, dan area anogenital dan vulvovaginal). 5

Gambar 2.2 Keterlibatan membran mukosa.5

13
MANIFESTASI KLINIS

▰ Lesi kulit tersebar secara simetris


▰ Lesi: makula purpura eritematosa, merah kehitaman,
berbentuk tidak teratur yang semakin menyatu. Lesi target Gambar 2.3 Erupsi awal.4

atipikal dengan pusat yang gelap sering ditemukan Makula eritematosa merah kehitaman (lesi target atipikal datar)
yang semakin menyatu dan menunjukkan detasemen

(Gambar 2.3) epidermal.

▰ Tanda Nikolsky, atau pelepasan epidermis oleh tekanan


lateral, positif pada zona eritematosa
(Gambar 2.4 dan Gambar 2.5)

Gambar 2.5 Kulit melepuh, erosi, dan


area luas dari tanda Nikolsky positif di
punggung pasien dengan nekrolisis 14
epidermal toksik.4
Gambar 2.4 Tanda Nikolsky positif.4
MANIFESTASI KLINIS

▰ lesi berkembang menjadi lepuh lembek, yang menyebar


dengan tekanan dan mudah pecah (Gambar 2.6). Gambar 2.6 Presentasi awal dengan vesikel dan kulit
melepuh.4
Warna kehitaman pada atas lepuhan nekrosis epidermis.
▰ Epidermis yang nekrotik mudah terlepas pada titik-titik
yang mengalami tekanan atau karena trauma gesekan, 
area dermis yang terbuka, merah, dan terkadang eksudasi
membentuk lesi yang basah (oozing)
(Gambar 2.7 dan 2.8).

Gambar 2.7 Erupsi lanjutan. 4


Lepuhan dan pelepasan epidermal telah
menyebabkan erosi konfluen yang besar

Gambar 2.8 Full-Blown nekrolisis 15


epidermal.4
MANIFESTASI KLINIS

▰ Pasien diklasifikasikan ke dalam salah satu dari tiga kelompok menurut luas
total di mana epidermis terlepas atau dapat dilepas (Nikolsky positif):
1. SSJ, kurang dari 10% luas permukaan tubuh,
2. SSJ – NET overlap, antara 10% dan 30%
3. NET, lebih dari 30% BSA.
▰ Evaluasi yang tepat dari tingkat pelepasan sulit dilakukan, terutama di zona
dengan lesi bintik-bintik.
▰ Permukaan satu tangan (telapak tangan dan jari) mewakili kurang dari 1% luas
permukaan tubuh.4
▰ NET  keadaan umum sakit berat dgn demam tinggi, gangguan
kardiovaskular, ketidakseimbangan metabolisme, dan nyeri hebat dan
keterlibatan organ dapat terjadi dengan cepat 16
DIAGNOSIS

Anamnesis Pemeriksaan Fisik


 Riwayat penggunaan obat sistemik • Gejala prodormal
secara rinci • Eritema, vesikel, papul, erosi,
 Jangka waktu dari pemberian obat eskoriasi, krusta kehitaman,
hingga timbul kelainan kulit kadang purpura dan epidermolysis
 identifikasi faktor pencetus lain • tanda Nikolsky positif
seperti, infeksi (Mycoplasma • Kelainan mukosa (setidaknya pada
pneumoniae, virus), imunisasi dan dua tempat biasanya eritema,
transplantasi sumsum tulang erosi dan nyeri pada mukosa oral,
belakang.6 mata dan genital

17
DIAGNOSIS

Pemeriksaan Laboratorium
untuk evaluasi derajat keparahan dan
tatalaksana keadaan yang mengancam ▰ Diagnosis kausatif (setelah 6
jiwa minggu lesi kulit hilang , uji
▰ hematologi rutin, urea serum, tempel tertutup, uji in vitro dengan
analisis gas darah, dan gula darah drug-specific lymphocyte
sewaktu proliferation assays (LPA)
▰ Uji kultur bakteri dan kandida dari ▰ Histopatologis  diagnosis
tiga area lesi kulit pada fase akut. meragukan
Biopsi kulit  keratinosit apoptosis
yang jarang di lapisan suprabasal

18
DIAGNOSIS BANDING

▰ Penyakit kulit bulosa dapat menyerupai SSJ-NET:


staphylococcal scalded skin syndrome, generalized bullous
fixed drug eruption, acute generalized exanthematous
pustulosis, graft versus host disease dan lupus eritematosus
bulosa, serta pemfigus vulgaris dan pemfigus foliaceus. 2,7
▰ Diperlukan anamnesis dan pemeriksaan klinis yang cermat.
Kadang-kadang diperlukan pemeriksaan histopatologis
kulit untuk memastikan diagnosis.2

19
PENATALAKSANAAN

▰ Penghentian segera obat pencetus


▰ Rawat pasien di ruang perawatan khusus
▰ Perawatan suportif (keseimbangan cairan, elektrolit, suhu lingkungan yang optimal
28-30°C, nutrisi, perawatan kulit secara aseptik tanpa debridement, perawatan mata
dan mukosa mulut)
▰ Topikal: pelembab seperti 50% gel petroleum dengan 50% cairan parafin. 6
▰ Kortikosteroid sistemik: Deksametason intravena dengan dosis setara prednison 1-4
mg/kgBB/hari untuk SSJ, 3-4 mg/kgBB/hari untuk SSJ-NET, dan 4-6 mg/kgBB/hari
untuk NET.8
▰ Analgesik dapat diberikan, jika nyeri ringan dapat diberikan parasetamol, dan jika
nyeri berat dapat diberikan analgesik opiate-based seperti tramadol. 6,9

20
PENATALAKSANAAN

▰ IVIg, siklosporinA, siklofosfamid, plasmaferesis dan


hemodialisis juga telah digunakan di berbagai negara dengan
hasil yang bervariasi.2
▰ Intravenous immunoglobulin (IVIg) dosis tinggi dapat
diberikan  NET dengan dosis 1 g/kgBB/hari selama 3
hari.6,10 Siklosporin dapat diberikan.4,6
▰ Kombinasi IVIg dengan kortikosteroid sistemik dapat
mempersingkat waktu penyembuhan, tetapi tidak menurunkan
angka mortalitas.11
▰ Antibiotik sistemik dapat diberikan jika terdapat indikasi
tertentu.11

21
KOMPLIKASI

▰ Sepsis  paling umum


▰ Kegagalan organ multisistem 30% kasus
▰ komplikasi paru 15% kasus. 4
▰ Komplikasi mata  ulserasi kornea yang parah, symblepharon, dan kebutaan
hingga mata kering atau trikiasis (bulu mata tumbuh ke dalam menuju mata).
▰ Sekuel kulit jangka panjang  jaringan parut, dispigmentasi, striktur, atau adhesi. 4
▰ Sekuel jangka panjang  penyakit genitourinari, paru, dan kardiovaskular, disertai
dengan gagal ginjal yang memerlukan dialisis.5

22
PROGNOSIS

▰ Angka kematian keseluruhan untuk SSJ/NET diperkirakan 10%


sampai 30%.5
▰ Dipengaruhi faktor usia dan penyakit penyerta yang diderita
pasien. 4
▰ angka kematian pada anak-anak << daripada orang dewasa yang
lebih tua. 4
▰ Prognosis tidak dipengaruhi oleh penyebab reaksi, obat atau
infeksi atau penyebab yang tidak diketahui, jenis atau dosis obat
yang bertanggung jawab, atau adanya infeksi HIV. 4

23
PROGNOSIS

SCORTEN Nilai SCORTEN akan menentukan


1. Usia >40 tahun persentase angka mortalitas pada
pasien SSJ atau NET
2. Denyut jantung >120 kali/menit
▰ 0-1: 3,2%
3. Ada keganasan
▰ 2 : 12,1%
4.Luas epidermolisis >10% luas
permukaan tubuh ▰ 3 : 35,8%

5. Serum urea >28 mg/dL ▰ 4 : 58,3%

6. Glukosa >252 mg/dL ▰ 5 : 90%

7. Bikarbonat <20 mmol/L

24
KESIMPULAN

▰ SSJ dan NET merupakan penyakit kulit yang disebabkan karena reaksi berlebihan
tubuh terhadap alergen. Alergen dapat berupa obat, infeksi, dan bahan poten lain.
▰ Obat-obat yang sering menjadi pencetus SSJ dan NET adalah golongan antibiotik,
antikonvulsan, NSAID, dan alopurinol.
▰ SSJ dan NET dibedakan berdasarkan luas permukaan tubuh yang terkena.
▰ Gejala awal yang dapat ditemukan merupakan gejala prodromal yang tidak khas,
diikuti dengan manifestasi klinis pada kulit.
▰ Manifestasi klinis pada kulit yaitu didapatkan macula eritematous, lesi target, bula
yang kendur dengan tanda Nikolsky positif.
▰ Selain pada kulit, manifestasi juga didapatkan pada mukosa bibir.

25
KESIMPULAN

▰ Tatalaksana yang dilakukan adalah menghindari obat yang dapat


menjadi pencetus SSJ dan NET, menjaga kelembaban udara,
menjaga ruangan tetap steril dapat mengurangi resiko timbulnya
infeksi pada pasien, pasien juga perlu dipantau kadar elektrolitnya.
▰ Untuk tatalaksana medikamentosa dapat diberikan kortikosteroid,
analgesik serta obat topikal bergantung dengan tipe lesi yang ada
pada pasien.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Witari, K.A. Diagnosis dan tatalaksana Sindroma Stevens-Johnson (SJS) pada anak: tinjauan pustaka. Intisari Sains Medis. 2019. 10(3): 592-596. DOI:
10.15562/ism.v10i3.588
2. Menaldi SL, Bramono K, Indriatmi W. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Ketujuh. Jakarta: Badan Penerbit FK UI. pp. 199-200
3. Anwar AN, Carolia N, Hamzah MS. 2017. Stevens Johnson Syndrome-Toxic Epidermal Necrolisis Overlap disebabkan oleh Drug Eruption Obat Anti
Tuberkulosis. Jurnal Medula. 2016. Vol. 7 No. 4. pp. 8-14
4. Mockenhaupt M, Roujeau JC. Chapter 44: Epidermal Necrolysis (Stevens-Johnson Syndrome and Toxic Epidermal Necrolysis). In Kang S. Fitzpatrick's
Dermatology, Ninth Edition, 2-Volume Set. McGraw-Hill Education. 2019. pp. 733-745
5. Bobonich MA, Nolen ME. Dermatology for Advanced Practice Clinicians. Wolters Kluwer. 2015. pp. 279-285
6. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di Indonesia. Jakarta:
PERDOSKI. 2017.
7. Schwartz RA, McDonough PH, Lee BW. Toxic Epidermal Necrolysis: Part II. Prognosis, Sequelae, Diagnosis, Differential Diagnosis, Prevention, and
Treatment. J Am Acad Dermatol. 2013. Vol. 69(2):187.e1-16; quiz 203-4.
8. Suwarsa O, Yuwita W, Dharmadji HP, Sutedja E. Stevens-Johnson Syndrome and Toxic Epidermal Necrolysis in Dr. Hasan Sadikin General Hospital
Bandung, Indonesia from 2009-2013. Asian. Pac. J. Allergy Immunol. 2016
9. Creamer D, Walsh SA, Dziewulski P, et al. UK Guidelines for The Management of Stevensjohnson Syndrome/Toxic Epidermal Necrolysis in Adults 2016. Br
J Dermatol. 2016. 174:pp1194- 1227.
10. Lee HY, Lim YL, Thirumoorthy T et al. The Role of Intravenous Immunoglobulin in Toxic Epidermal Necrolysis: A Retrospective Analysis Of 64 Patients
Managed in A Specialized Centre. Br J Dermatol. 2013; 169:1304–9.
11. Ye L, Zhang C, Zhu Q. The Effect of Intravenous Immunoglobulin Combined with Corticosteroid on the Progression of Stevens-Johnson Syndrome and
27
Toxic Epidermal Necrolysis: A Meta-analysis. PLos One. 2016;1-17.
THANKS!
Any questions?

28

Anda mungkin juga menyukai