Anda di halaman 1dari 25

Histamin dan antihistamin

Siti mariam
Pendahuluan
• Histamin termasuk dalam golongan amin biogenik dan disintesis dari asam
amino histidin.
• Hampir semua organ dan jaringan mengandung histamin,terutama dalam sel
mast (terikat & inaktif)
• Histamin ini dihasilkan oleh sel mast, basophil, platelets, neuron histaminergik,
dan sel enterokromafin, yang disimpan di dalam vesikel intraseluler dan
dilepaskan pada saat terdapat rangsangan.
• Selain di sel mast, histamin terdapat di hidung, selaput lender mata, saluran
napas, bibir, kulit dan leukosit yang cepat mengalami perubahan dan tidak
disimpan, di dalam otak histamine dalam bentuk bebas aktif
• Histamin dibentuk oleh histidin dengan bantuan enzim histidine
decarboxylase (HDC). Selanjutnya histamin yang terbentuk akan diinaktivasi dan
disimpan dalam granul mast cell dan basofil (sel darah putih).
• Dalam usus halus: histidin berasal dari makanan yang masukterutama daging.
• Histamin (manusia) diekskresikan sebagai metabolit polar

• Fungsi Fisiologis histamine  histamin memiliki fungsi fisiologis yaitu:


a. Sebagai neurotransmitter b. Pengaturan suhu
c. Kontrol neuroendokrin d. Berperan pada sekresi asam lambung
e. Regulasi kardiovaskuler (terkait kemampuan vasodilatator)
f. Berperan dalam reaksi alergi / anafilaksis
Pelepasan Histamin
• Histamin dikeluarkan dari sel mast karena adanya rangsangan dari allergen
• Alergen: spora, debu, sinar UV, cuaca, racun, deterjen,enzim proteolitik (tripsin),
zat warna, obat, makanan
Receptor Histamin
H1  Otot polos
Endotel pembuluh darah
CNS (otak)
Jantung
H2  Sel parietal lambung
Neutropil
CNS
Jantung
H3  Sistem syaraf
Usus
H4  Sistem imun
(diantaranya : Limfa dan
thymus)
Peran Histamin
Peran histamin dalam tubuh :
• Vasodilatasi pembuluh  kemerahan & rasa
panas di wajah, menurunnya resistensi
perifer & tekanan darah.
• Memperbesar permeabilitas kapiler 
udem & pengembangan mukosa.
• Kontraksi dari otot–otot polos bronchus dan
usus.
• Stimulasi ujung–ujung saraf  nyeri &
gatal–gatal.
• Memperkuat sekresi asam lambung,
kelenjar ludah dan air mata,  keadaan
normal jumlah histamin dalam darah 50
mcg/L, sehingga efek tersebut tidak nyata
Sediaan agonis histamine adalah : Histamin fosfat dan Betazol HCl
Histamin tidak digunakan untuk pengobatan tetapi digunakan untuk diagnose
diantaranya untuk :
• Mengetahui berkurangnya sekresi asam lambung
• Diagnosis karsinoma lambung
Antihistamin
• Anti histamin adalah zat yang digunakan untuk
mencegah atau menghambat kerja histamin pada
reseptornya.
• Antihistamin (AH) dapat dibedakan berdasarkan
reseptornya dalam tubuh yaitu antihistamin :
• tipe 1 (AH 1),
• tipe 2 (AH 2),
• tipe 3 (AH 3),
• tipe 4 (AH 4). 
• Saat ini yang berkembang adalah :
• Antihistamin tipe 1 (AH 1)  gangguan kulit
• Antihistamin tipe 2 (AH 2)  terapi gangguan
gastrointestinal
Antihistamin type 1 (AH1)
• AH1 dibedakan berdasarkan penemuannya dalam 2 kelompok atas dasar kerjanya
terhadap SSP menjadi  generasi I dan II.
• AH1  generasi 1 lebih memiliki kemampuan sedativa lebih larut lemak
sehingga mudah masuk ke CNS dan memblokade reseptor otonom 
digunakan untuk menghilangkan pruritus, pengobatan urtikaria akut, urtikaria
kronis, angioedema dan reaksi alergi kulit lainnya temasuk reaksi obat
• AH1 generasi 2 kurang larut lipid sehingga sulit menembus CNS 
digunakan untuk pengobatan rinitis alergi dan urtikaria kronis
AH 1 Generasi 1 (klasik/sedatif)
•     Yang termasuk golongan ini adalah: 
• Alkilamin (propilamin)  : bromfeniramin maleat, klorfeniramin
maleat dan tanat, deksbromfeniramin maleat, deksklorfeniramin Rumus umum Antihistamin
maleat, dimentinden maleat, tripolidin hidroklorida, feniramin
maleat/pirilamin maleat
Difenhidramin
• Etanolamin (Aminoalkil eter) :karbioksamin maleat, difenhidramin
sitrat dan hidroklorida, doksilamin suksinat, embramin hidroklorida,
mefenhidramin metilsulfat, trimetobenzamin sitrat, dimenhidrinat,
klemastin fumarat
• Etilendiamin  : mepiramin maleat, pirilamin maleat, tripenelamin
Hidroksizin
sitrat dan hidroklorida, antazolin fosfat Tripelenamin
• Fenotiazin : dimetotiazin mesilat, mekuitazin, metdilazin dan
metdilazin hidroklrida, prometazin hidroklorida dan teoklat, trieprazin
tartrat
• Piperidin  : azatadin maleat, siproheptadin hidroklorida, difenilpralin Ciproheptadin Klorfeniramin
hidroklorida, fenindamin tartrat
• Piperazin  : hidroksizin hidroklorida dan pamoat Prometazin
Mekanisme Kerja AH1 Generasi 1 (Sedatif)
• Antihistamin tipe H1 bekerja dengan cara competitif
inhibitor terhadap histamin pada reseptor jaringan,
sehingga mencegah histamin berikatan serta
mengaktivasi reseptornya. 
• Ikatannya reversibel dan dapat digantikan oleh
histamin dalam kadar yang tinggi.
• Dengan menghambat kerja dari histamin, terjadi
berbagai pengaruh yang ditimbulkan antihistamin,
yaitu menghambat peningkatan permeabilitas kapiler
dan edema yang disebabkan oleh histamin serta
menghambat vasokonstriksi.

• Obat ini lebih efektif jika diberikan sebelum pelepasan histamine untuk pencegahan urtikaria kronik .
• Pada pemberian awal, antihistamin dapat  mencegah edema dan pruritus  selama reaksi hipersensitivitas
• Antihistamin tipe H1 klasik memiliki  aktivitas antikolinergik, efek anestesi lokal,  antiemetik, dan anti
mabuk perjalanan
• Beberapa antihistamin tipe H1 mempunyai kemampuan untuk menghambat reseptor α-adrenergik atau
reseptor muskarinik kolinergik, sedangkan obat lain mempunyai efek antiserotonin. 
Lanjutan AH1 Generasi 1 (Sedatif)...............

Farmakokinetika
• Setelah pemberian secara oral, antihistamin akan diabsorbsi dengan baik dalam saluran cerna.
Efeknya dapat terlihat dalam 30 menit, mencapai konsentrasi puncak plasma dalam 1-2 jam, dan
dapat bertahan 4-6 jam, dan beberapa obat lainnya dapat bertahan lebih lama.
• Antihistamin tipe H1 dimetabolisme oleh sistem enzim sitokrom hepar P450 (CYP) CYP3S4,
dikonjugasi membentuk glukuronida dan hampir seluruhnya diekskresikan ke urin setelah 24 jam
pemberian. 
Kegunaan klinis
• Antihistamin tipe H1 generasi I digunakan untuk menghilangkan pruritus, pengobatan urtikaria
akut, urtikaria kronis, angioedema dan reaksi alergi kulit lainnya temasuk reaksi obat, efeknya
berhubungan dengan menekan ansietas dan sedasinya. .  Apabila salah satu dari kelompok
antihistamin tipe H1 tidak efektif, maka dapat diganti dengan obat dari kelompok yang
lain. Kontraindikasi pemberian obat ini adalah pada bayi baru lahir atau bayi prematur,
kehamilan, ibu menyusui, glaukoma sudut sempit, retensi urin, dan asma. (Wilkin)
• Panduan penggunaan antihistamin tipe H1 wanita hamil terbatas. Sebagian besar antihistamin tipe
H1 pada wanita hamil oleh United States of Food and Drug Administration (FDA) digolongkan
sebagai kategori B atau C. 
Lanjutan AH1 Generasi 1 (Sedatif).....................
Efek samping:
Sifat lipofilik dari antihistamin AH1 klasik menyebabkan distribusi jaringan yang luas dan dapat
melewati sawar darah otak, plasenta dan air susu ibu,   karena itu dapat memberikan efek pada:
• Sistem saraf pusat  Komplikasi tersering pada orang dewasa adalah depresi SSP, sedasi dan
pusing. Pada anak-anak dan orang tua  dapat terjadi: kecemasan, iritabilitas, insomia, tremor dan
mimpi buruk. Bangkitan dapat terjadi, walaupun jarang. Dilaporkan terjadinya diskinesia wajah
dan mulut pada penggunaan kombinasi antihistamin-dekongestan. 
• Gastrointestinal  Dapat terjadi mual, muntah, anoreksia, konstipasi dan diare. 
• Jantung  Takikardia, disritmia, hipotensi yang bersifat sementara 
• Genitourinaria  Disuria, disfungsi ereksi, retensi urin 
• Darah  Klorfeniramin dapat menebabkan pansitopenia, agranulositosis, trombositopenia,
leukopenia dan anemia aplastik. 
• Kulit  Reaksi kulit yang dapat terjadi berupa dermatitis, petekie, fixed drug eruption dan
fotosensitif
• Efek samping lainnya efek antikolinergik yang dapat berupa muka merah, dilatasi pupil,
hipertermia kekeringan pada membran mukosa dan penglihatan yang buram.  Antihistamin lainnya
seperti ciproheptadin dapat menyebabkan peningkatan berat badan 
Obat Antihistamin (AH1) Generasi 1
1. Klorfeniramin
•                 Klorfeniramin merupakan antihistamin sedatif dari golongan  alkilamin yang paling poten dan stabil.
Setelah pemberian dosis tunggal per oral, klorfeniramin diabsorbsi dengan baik dan cepat pada saluran
pencernaan, mencapai kadar puncak plasma dalam waktu 30-60 menit, melalui metabolisme pertama di hati
dan di mukosa saluran pencernaan selama proses absorbsi, kemudian didistribusikan secara luas ke seluruh
tubuh termasuk susunan saraf pusat.
• Sebanyak 50% dari dosis yang diberikan diekskresikan terutama melalui urin dalam waktu 12 jam dalam
bentuk asal dan metabolitnya.  
• Lama kerja dari klorfeniramin adalah 4-6 jam.
• Dosis yang diberikan 4-6 mg peroral dapat diberikan 3-4x/hari, dengan dosis maksimal 24 mg per hari baik
pada anak-anak dan dewasa. Sediaan:
• Klorfeniramin elixir, 2 mg/5ml: 120 ml, 480 ml 
• Klorfeniramin tablet 2 mg dan 4 mg Klorfeniramin retarded tablet 8 mg dan 12 mg  
Lanjutan Obat Antihistamin (AH1) Generasi 1........
2. Difenhidramin
• Difenhidramin adalah derivat etanolamin diabsorbsi dengan baik setelah pemberian per oral.
• Obat ini mengalami metabolisme pertama di hati, dan hanya 40%-60%  dari dosis pemberian yang mencapai
sirkulasi sistemik, didistribusikan secara luas ke seluruh tubuh, termasuk sistem saraf pusat. Kadar puncak
plasma dicapai dalamwaktu kurang lebih 1-5 jam dan bertahan selama 2 jam. Waktu paruh bervariasi dari 2,4
sampai 10 jam. 
• Difenhidramin tidak dapat diberikan secara subkutan, intradermal atau perivaskular karena sifatnya yang
iritatif dan dapat menyebabkan nekrosis setempat pada pemberian secara subkutan dan intradermal.
Difenhidramin  tidak dapat menembus jaringan kulit yang intak pada pemberian secara topikal, bahkan dapat
menyebabkan reaksi hipersensitivitas. 
• Dosis pemberian adalah 25 mg-50 mg per oral, dosis maksimal 300 mg/hari, dengan lama kerja 4-6
jam.  Pemberian 100 mg atau lebih dapat menyebabkan hipertensi, takikardia, perubahan gelombang T dan
pemendekan dari diastole. 
• Sediaan :
• Difenhidramin kapsul 25 dan 50 mg 
• Difenhidramin elixir (12,5 mg/5 ml): 120 cc, 480 cc 
• Difenhiramin injeksi (50 mg/ml) : 1 ml ampul
• Difenhidramin spray : 60 ml 
Lanjutan Obat Antihistamin (AH1) Generasi 1........

3. Hidroksizin
• Hidroksizin merupakan derivat dari piperazin, sering digunakan sebagai transquilizer, sedatif,
antipruritus  dan antiemetik.
• Kadar  plasma biasanya dicapai dalam 2-3 jam setelah pemberian per oral, dengan waktu paruh  6
jam kemudian diekskresikan ke dalam urin. 
• Hidroksizin merupakan obat pilihan untuk pengobatan dermatografisme dan urtikaria kolinergik,
dapat digunakan tunggal ataupun kombinasi dengan antihistamin lainnya untuk manajemen
pengobatan urtikaria kronis, urtikaria akut, dermatitis kontak, dermatitis atopik dan pruritus yang
diinduksi oleh histamin.
• Lama kerja dari obat ini adalah 6-24 jam dengan dosis pemberian 10 mg sampai 50 mg peroral,
setiap 4 jam.
• Sediaan:
• Hidroksizin tablet 10 mg, 25 mg, 50 mg dan 100 mg 
• Hiroksizin injeksi 25 mg/ml, 50 mg/ml 
• Hidroksizin sirup 10 mg/5ml: 240 ml, 480 ml
Antihistamin (AH1) Generasi II dan III (Low Sedating)

• Mekanisme kerja
• Antihistamin tipe H1 low sedating merupakan antagonis dari histamin pada reseptor H1, berikatan
secara tidak kompetitif, tidak mudah diganti oleh antihistamin, dilepaskan secara perlahan dan
kerjanya lebih lama (Wolverton, Wilkin, Fitzpatrick) Antihistamin H1 ini, kurang bersifat lipofilik, sangat
sedikit menembus sawar darah otak, dan lebih mengikat reseptor H1 di perifer secara lebih
spesifik. (Fitzpatrick, Wilkin, Wolverton, Arndt) Beberapa obat ini mempunyai membrane stabilizing atau efek
seperti kuinidine pada otot jantung, dan menyebabkan perpanjangan masa refraksi jantung serta
aritmia ventrikuler ”torsades de pointes”. (Fitzpatrick) Walaupun golongan ini sering dikatakan
nonsedasi, obat-obat ini tetap dapat menyebabkan efek sedasi, namun dalam banyak penelitian
dikatakan insidensi sedasi jauh lebih sedikit dibandingkan antihistamin H1 klasik, demikian pula
efek antikolinergiknya lebih jarang terjadi dibanding antihistamin H1
klasik. (Wilkin)  Cetirizine  berpengaruh pada perpindahan sel dalam kulit dan jaringan lainnya,
pelepasan atau pembuatan dan pelepasan mediator inflamasi serta ekspresi molekul adhesi. (Fitzpatrick)
Antihistamin (AH1) Generasi II dan III (Low Sedating)
• Antihistamin H1 ini, kurang bersifat lipofilik, Mekanisme kerja
sangat sedikit menembus sawar darah otak, dan Antihistamin tipe H1 low sedating merupakan antagonis
lebih mengikat reseptor H1 di perifer secara
lebih spesifik.  dari histamin pada reseptor H1, berikatan secara tidak
kompetitif, tidak mudah diganti oleh antihistamin,
• Beberapa obat ini mempunyai membrane dilepaskan secara perlahan dan kerjanya lebih lama 
stabilizing atau efek seperti kuinidine pada otot
jantung, dan menyebabkan perpanjangan masa
refraksi jantung serta aritmia ventrikuler
• Walaupun golongan ini sering dikatakan
nonsedasi, obat-obat ini tetap dapat
menyebabkan efek sedasi, namun dalam banyak
penelitian dikatakan insidensi sedasi jauh lebih
sedikit dibandingkan antihistamin H1 klasik,
demikian pula efek antikolinergiknya lebih
jarang terjadi dibanding antihistamin H1
klasik.  
Antihistamin (AH1) Generasi II dan III (Low Sedating) lanjutan .........

Farmakologi:
• Antihistamin tipe H1 low sedating diabsorbsi dari saluran cerna dan mencapai puncak
konsetrasi plasma dalam 2 jam.
• Obat tersebut menghilangkan urtikaria dan reaksi eritema sekitar 1-24 jam.
• Terfenadin, astemizol, loratadin, aktivastin, mizolastin, ebastin dan oksatomid
dimetabolisme di hepar melalui sisitem enzim CYP dalam hepar CYP3A4. Cetirizin,
metabolit asam karboksilik dari terfenadin, dan desloratadin tidak dimetablisme dalam
hepar. Astemizol mempunyai efek jangka panjang, namun onset mulai kerjanya dan
konsentrasi dalam keadaan stabil dicapai dalam 3-4 minggu. Efek astemizol berlangsung
lama dan obat harus dihentikan 4-6 minggu sebelum dilakukan uji tusuk. Waktu paruh
eliminasi cetirizin dan feksofenadin pada anak-anak sama dengan dewasa 
Kegunaan klinis
Antihistamin tipe ini terutama digunakan untuk pengobatan rinitis alergi dan urtikaria kronis. 
Kontra indikasi dari antihistamin low sedating ini adalah pada kehamilan dan ibu menyusui. 
Antihistamin (AH1) Generasi II dan III (Low Sedating) lanjutan .........

Efek samping
Antihistamin tipe low sedating memiliki efek sedasi dan antikolinergik yang sedikit, juga mempunyai efek
samping yang lebih sedikit dibandingkan dengan antihistamin tipe H1 klasik. 
• Kardiovaskular  berupa fibrilasi ventrikel, pemanjangan interval QT dan takiaritmia ventrikular
atipikal berhubungan dengan pemakaian astemizole dan terfenadin.  Kelainan ini dapat tejdadi terutama
pada wanita dan penderita dengan kelainan jantung organik yang sebelumnya telah ada (seperti iskemia,
kardiomiopati), arritmia, ataupun penderita dengan gangguan eletrolit (seperti hipokalemia,
hipokalsemia dan hipomagnesemia) 
• Sistem saraf pusat  dalam beberapa penelitian dikatakan tefenadin, astemizole dan loratadin memiliki
efek sedasi yang lebih rendah dibandingkan antihistamin H1 klasik. (Wilkin)
• Kulit  fotosensitivitas, urtikaria, erupsi makulopapular, eritema serta pengelupasan kulit tangan dan
kaki. Selain itu juga dilaporkan adanya reaksi fotoalergi dan alopesia yang diduga berhubungan dengan
penggunaan terfenadin.
• Hepar  hepatotoksisitas jarang terjadi, namun dilaporkan adanya kasus hepatitis yang berhubungan
dengan penggunaan terfenadin selama 5 bulan. Peningkatan serum transaminase dengan kadar ringan
sampai sedang kadang-kadang dapat terjadi. 
• Efek samping lainnya  sakit kepala, mual, kekeringan pada mukosa mulut  dan beberapa efek
antikolinergik lainnya, namun insidensinya sangat rendah. 
Obat Antihistamin (AH1) Generasi II dan III

1. Loratadin
• Loratadin adalah trisiklik piperidin long acting yang mempunyai aktivitas selektif dengan
efek sedatif dan antikolinergik yang minimal pada dosis yang direkomendasikan,
Metabolik utamanya, deskarboetoksi-loratadin, adalah biologikal aktifnya.               
• Loratadin cepat diabsorbsi setelah pemberian dosis 10 mg, sekali sehari dan mencapai
konsentrasi plasma maksimum dalam 1-1,5 jam. Eliminasi waktu paruhnya sekitar 8-11
jam, diekskresikan melalui urine 40%, feses 42% dan air susu 0,029%.
• Loratadin diindikasikan untuk rinitis alergi dan urtikaria kronik idiopatik pada pasien
diatas 6 tahun.
•  Loratadin merupakan long acting antihistamin dengan lama kerja 24 jam.
•  Dosis yang direkomendasikan 10 mg dosis oral, pada anak-anak (< 30 kg) adalah 5 mg/kg
BB dosis tunggal.
• Sediaan: Loratadin sirup (1mg/ml),  Loratadin tablet 10 mg,  Loratadin reditabs 10 mg
Obat Antihistamin (AH1) Generasi II dan III lanjutan ....

2. Cetirizin                           
• Merupakan metabolit karboksil asid dari hidroksin. Obat ini pada manusia hanya
mempunyai transformasi metabolik yang minimal menjadi bentuk metabolit aktif dan
obat ini terutama diekskresi lewat urin.
• Cetirizin cepat diabsorbsi dan sedikit yang dimetabolisme, dan juga diekskresi lewat
urin, maka dosis obat ini harus dikurangi pada pasien dengan gangguan ginjal. Kadar
puncak plasma dicapai dalam 1 jam dan waktu paruh plasma sekitar 7 jam, diekskresikan
dalam urine sebanyak 60% dan feses 10%. Lama kerja dari cetirizin adalah 12-24 jam.
• Cetirizin dapat menghambat eosinofil, netrofil dan basofil dan menghambat IgE serta
menurunkan prostaglandin D2. Cetirizin diindikasikan untuk terapi urtikaria kronikdan
terapi cold urtikaria.
• Dosis yang direkomendasikan untuk dewasa 10 mg/hari (maksimal 20 mg) dosis tunggal,
pada anak-anak adalah 0,3 mg/kgBB sedangkan pada pasien dengan gangguan ginjal
kronik dan hepar dosis yang diberikan adalah 5 mg/hari.
• Sediaan: Cetirizin tablet 5 mg, 10 mg ; Cetirizin sirup 5mg/ml: 120 ml 
Obat Antihistamin (AH1) Generasi II dan III lanjutan ....

3. Feksofenadin
• Feksofenadin, metabolit aktif utama dari terfenadin, merupakan reseptor
kompetitif antagonis H-1 yang selektif dengan sedikit atau tanpa efek samping
antikolinergik dan non sedatif, serta bersifat non kardiotoksik
• Feksofenadin diabsorbsi cepat setelah pemberian dosis tunggal atau dua kapsul 60
mg dengan waktu rata-rata mencapai konsentrasi plasma maksimum 1-3 jam
setelah pemberian per oral.  Feksofenadin terikat pada protein plasma sekitar 60-
70%, terutama pada albumin dan 1-acid gylcoprotein. Waktu paruh feksofenadin
adalah 11-15 jam, diekskresikan sebanyak 80% pada urine dan  12% pada feses.
• Feksofenadin diindikasikan pada penderita rinitis alergi dan urtikaria idiopatik
kronis
•  Sediaan :
• Feksofenadin kapsul 30 dan 60 mg 
•  Feksofenadin tablet 60 mg 
Obat Antihistamin (AH1) Generasi II dan III lanjutan ....

4. Astemizole
• Waktu kerja lama dengan onset lambat, konsentrasi tetap sampai 3 s/d 4 minggu.
• Waktu paruh plasmanya setelah pemberian satu dosis tunggal adalah bifasik, dengan fase permulaan 1,1
hari dan fase kedua 9,5 hari, dengan menghasilkan metabolit desmethylastemizole.

5. Desloratadine
• Waktu paruh 27 jam, konsentrasi tetap dalam plasma dicapai dalam 7 hari.
• Dalam penelitian-penelitian farmakokinetik, kira-kira 7 % dari seluruh subyek dan 20% dari keturunan
Afrika-Amerika memetabolisme desloratadine denga lambat.
• Tidak ada hambatan penggunaan desloratadine pada pasien dengan kelainan ginjal maupun hati.
• Makanan maupun grapefruit juice tidak memiliki efek pada bioavailibilitas dan absorpsinya.

6. Mizolastine (Ebastine)
• Dimetabolisme untuk membentuk metabolit asam karboksilat, carebastine
• Memiliki waktu paruh selama 15 jam.
• Fungsi ginjal yang teganggu mempengaruhi farmakokinetik ebastine, dan dosisnya harus disesuaikan pada
penderita gangguan tersebut.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai