Anda di halaman 1dari 20

Antihistamin : Golongan, Mekanisme dan indikasi klinis

ANTIHISTAMIN
PENDAHULUAN

Anti histamin adalah zat yang digunakan untuk mencegah atau


menghambat kerja histamin pada reseptornya. Histamin sendiri
berasal dari bahasa Yunani yaitu histos yang berarti jaringan, adalah
autakoid yang berperan penting pada aktivitas organ tubuh baik pada
proses yang fisiologis maupun patologis

Aktivitas blokade histamin pertama kali diketahui pada tahun 1937


oleh Bovet dan Staub pada sebuah rangkaian amin dengan fungsi eter
fenolik. Senyawa ini, 2-isopropil-5-metilfenoksietildietilamin, melindungi
babi guinea dari berbagai dosis letal histamin, mengantagonisasi
spasme berbagai otot polos yang diinduksi oleh histamine, dan
menurunkan gejala-gejala renjatan anafilaksis. Obat ini terlalu toksis
untuk penggunaan klinis, tetapi pada tahun 1944, Bovet dkk telah
memperkenalkan pirilamin maleat yang hingga saat ini masih menjadi
Goodman and gilman’s
salah satu antagonis histamin yang efektif, selanjutnya
diikuti perkembangan antihistamin di Amerika yang bersifat kurang
toksik seperti tripelenamin, difenhidramin dan prometazin pada tahun
1945 dan 1946.wilkin Antara akhir tahun 1980-an hingga 1990, mulai
diperkenalkan suatu generasi baru dari antihistamin 1 yang tidak
menembus sawar otak untuk mengurangi efek sedasi yang sering
mengganggu. Antihistamin golongan ini sering disebut sebagai
Wolverton
antihistamin generasi kedua atau antihistamin non-sedasi.
Terfenadin dan astemizole merupakan antihistamin generasi kedua
yang pertama kali dikeluarkan, namun pada beberapa penelitian di
Amerika, terfenadin dan astemizol sudah ditarik dari peredaran karena
memiliki bahaya interaksi obat yang serius berupa pemanjangan Q-T
interval yang berhubungan dengan Torsades de pointes. Dengan
adanya efek kardiotoksik itu maka dikembangkan suatu antihistamin
yang non-kardiotoksik dan non-sedatif seperti desloratadin, levocetirizin
dan fexofenadin Fitzpatrick, Rook’s, Wolverton

Antagonis reseptor H2 pertama kali disintesa tahun 1969.


Reseptor H2 terdapat pada pembuluh darah, jantung, kulit dan lambung ,
sedangkan reseptor H3 pada manusia diyakini terdapat dalam otak dan
paru, tetapi tidak terdapat di kulit. Reseptor histamin intraseluler dan
reseptor H4 dilaporkan terdapat pada sel-sel dan jaringan tubuh tetapi
tidak terdapat di kulit. Fitzpatrick

Dalam bidang dermatologi, antihistamin secara luas telah


digunakan sebagai terapi. Sangatlah penting untuk mengetahui
farmakologi antihistamin yang akan diberikan. Pada makalah ini akan
dibahas mengenai klasifikasi, farmakologi, efek samping maupun
beberapa penggunaan klinis dari antihistamin terutama antihistamin
(AH1) baik klasik maupun non sedasi yang sering digunakan
diantaranya klorfeniramin, difenhidramin, hidroksizin, loratadin, cetirizin
dan fexofenadin. Rook’s, Wilkin, Katzung, Lippincot, Wolverton

HISTAMIN

Histamin merupakan amine aktif yang ditemukan di jaringan,


mempunyai efek fisiologis dan patologis yang kompleks, bekerja pada
reseptor tertentu, dan biasanya dilepas secara lokal. Histamin mulai
disintesa pada tahun 1907 dari isolasi jaringan mamalia, dan merupakan
mediator penting untuk reaksi alergi cepat dan reaksi inflamasi dalam
tubuh manusia. Disamping itu histamin juga memiliki peran penting
dalam sekresi asam lambung, dan dapat juga berfugsi sebagai
neurotransmiter (neuroendocrin, regulasi kariovaskuler), serta berperan
dalam kemotaksis sel darah putih.

Mekanisme pelepasan histamin, dapat melalui dua cara :


1. Secara imunologik, dimana sel mast dan basofil disensitisasi
oleh Ig E, lalu menempel pada membran sel. Ketika terpapar
antigen, histamin mengalami degranulasi sehingga muncul gejala
alergi (reaksi hipersensitif tipe I)

2. Secara mekanik dan kimia, dimana terjadi trauma meknik dan


trauma kimia sehingga merangsan kerja sel mast

Histamin berikatan dengan reseptor spesifik di membran sel :

H1 : Otot polos, endotel, otak

H2 : Mukosa gaster, otot jantung, sel mast, otak

H3 : Presinap otak-dan plexus myentericus

H4 : Eosinofil, neutrofil, CD4 Tcell

Efek histamin terhadap sistem organ dan jaringan

1. Sistem saraf

Stimulan kuat bagi saraf tepi terutama mediator nyeri dan gatal
(respon urtika, reaksi tergadap gigitan serangga. Penggunaan
histamin topikal dengan dosis tinggi dapat mendepolarisasi saraf
aferen.

2. Sistem kardiovaskuler

Menurunkan sistole dan diastole (pengaruh vasodilatasi pada


kapiler), meningkatkan frekuensi jantung (Stimulasi kontraktilitas
dan pacemaker terhadap jantung da refleks takikardi),
Vasodilatasi memberikan gejala klinis eritem, hangat, dan nyeri
kepala).

3. Otot polos bronkus untuk bronkokonstriksi


4. Otot polos gastrointestinal, untuk kontraksi otot intestinal (dosis
tinggi dapat menyebabkan diare.

5. Otot polos organ lainnya, terhadap otot mata, dan saluran


urogenital

6. Jaringan Sekretory, terutama reseptor H2

Meningkatkan sekresi asam lambung dan pepsin.

7. Berperan dalam respon nyeri di SSP

Sebagai analgesik (seperti : Berimamida dan Impogran)

Fungsi Klinis dari Histamin adalah :

· Tes Fungsi Paru

· Aerosol histamin digunakan untuk tes hiperaktivitas


bronchial

Efek samping dari penggunaan histamin adalah flushing, hipotensi,


takikardi, nyeri kepala, urtika, bronkokonstriksi, dan gangguan
Gastrointestinal. Hal tersebut menyebabkan histamin
dikontraindikasikan pada Asma, Ulkus Peptikum, dan Perdarahan Usus.

ANTAGONIS HISTAMIN

Efek pelepasan histamin pada tubuh dapat dikurangi dengan


beberapa cara :

1. Antagonis Fisiologis

Epinefrin, berlawanan kerja dengan histamin pada otot polos,


namun reseptornya berbeda

2. Pelepasan Inhibitor

· Reduksi degranulasi sel mast (pada reaksi


hipersensitivitas)
Contoh : Cromolyn + Nedocromyl sebagai obat Asma

· Agonist β2 adrenoceptor

3. Antagonis Reseptor Histamin (Anti Histamin), bekerja secara


kompetitif memblokade histamin pada reseptor histamin.

Klasifikasi dan Rumus Bangun

 Antihistamin (AH) dapat dibedakan berdasarkan reseptornya


dalam tubuh yaitu Antihistamin tipe 1 (AH 1), tipe 2 (AH 2), tipe 3
(AH 3), dan tipe 4 (AH 4). Namun hingga saat ini yang
berkembang masih Antihistamin tipe 1 (AH 1) dan Antihistamin
tipe 2 (AH 2). Antihistamin tipe 2 (AH 2) umumnya digunakan
sebagai terapi gangguan gastrointestinal, sementara untuk
kelainan kulit umumnya digunakan Antihistamin tipe 1 (AH 1).
 AH1 dibedakan berdasarkan penemuannya dalam 2 kelompok atas
dasar kerjanya terhadap SSP menjadi generasi I dan II. AH1 generasi
1 lebih memiliki kemampuan sedativa daripada AH 1 generasi 2,
karena sifat AH generasi 1 yang lebih lipid soluable, sehingga
mudah masuk ke CNS dan memblokade reseptor
otonom,sementara AH1 generasi 2 kurang lipid soluable sehingga
sulit menembus CNS.

1. Antihistamin tipe H-1

a. AH-1 generasi I (klasik/sedatif)

Yang termasuk golongan ini adalah:

o Alkilamin (propilamin) : bromfeniramin maleat,


klorfeniramin maleat dan tanat, deksbromfeniramin maleat,
deksklorfeniramin maleat, dimentinden maleat, tripolidin
hidroklorida, feniramin maleat/pirilamin maleat
o Etanolamin (Aminoalkil eter) :karbioksamin maleat,
difenhidramin sitrat dan hidroklorida, doksilamin suksinat,
embramin hidroklorida, mefenhidramin metilsulfat,
trimetobenzamin sitrat, dimenhidrinat, klemastin fumarat
o Etilendiamin : mepiramin maleat, pirilamin maleat,
tripenelamin sitrat dan hidroklorida, antazolin fosfat
o Fenotiazin : dimetotiazin mesilat, mekuitazin, metdilazin dan
metdilazin hidroklrida, prometazin hidroklorida dan teoklat,
trieprazin tartrat
o Piperidin : azatadin maleat, siproheptadin hidroklorida,
difenilpralin hidroklorida, fenindamin tartrat
o Piperazin : hidroksizin hidroklorida dan pamoat (fitzpatrick)

Rumus Antihistamin
pada umumnya

Rumus bangun Rumus bangun


Difenhidramin Tripelenamin Rumus bangun
Ciproheptadin

Rumus bangun Rumus bangun


Rumus bangun
Klorfeniramin Prometazin
Hidroksizin

b. “Low sedating” atau antihistamin AH 1 generasi II dan III

Beberapa AH-1 yang diperkenalkan dalam 2 dekade


terakhir ditemukan dengan cara menyaring beberapa komponen
dan secara kimia berhubungan AH-1 generasi yang lama.
Sebagai contoh misalnya: akrivastin berhubungan dengan
tripolidin, cetirizin adalah metabolit dari hidroksizin, levocetirizin
adalah enantiomer dari cetirizin, desloratadin adalah metabolik
dari terfenadin. (Simons)
- AH 1 generasi II

Yang termasuk golongan ini adalah:

· Akrivastin

· Astemizole

· Cetirizin

· Loratadin

· Mizolastin

· Terfenadin

· Ebastin

- AH-1 generasi III

Yang termasuk golongan ini adalah:

· Levocetirizin

· Desloratadin

· Fexofenadin

Rumus bangun AH-1 generasi II dan III

Desloratadine Levocetirizine
Fexofenadine
2. Antihistamin tipe H-2

Yang termasuk golongan ini adalah :

· Simetidin

· Ranitidin

· Famotidin

· Nizatidin

Rumus bangun antihistamin Tipe H-2

ANTIHISTAMIN TIPE 1 (AH 1) GENERASI I ATAU KLASIK

Mekanisme kerja:

 Antihistamin tipe H1 bekerja dengan cara competitif inhibitor


terhadap histamin pada reseptor jaringan, sehingga mencegah
(Fitzpatrick,
histamin berikatan serta mengaktivasi reseptornya.
Wolverton, Katzung Arndt)
Ikatannya reversibel dan dapat digantikan oleh
(Fitzpatrick, Katzung).
histamin dalam kadar yang tinggi. Dengan
menghambat kerja dari histamin, terjadi berbagai pengaruh yang
ditimbulkan antihistamin, yaitu menghambat peningkatan
permeabilitas kapiler dan edema yang disebabkan oleh histamin
serta menghambat vasokonstriksi. Obat ini lebih efektif jika
diberikan sebelum pelepasan histamin. Pada pemberian awal,
antihistamin dapat mencegah edema dan pruritus selama
reaksi hipersensitivitas, sehingga banyak keuntungan yang
didapat jika digunakan untuk pencegahan urtikaria kronik
idiopatik.Wilkin Antihistamin tipe H1 klasik ini juga memiliki aktivitas
antikolinergik, efek anestesi lokal, antiemetik, dan anti mabuk
perjalanan.(Fitzpatrick, Goodman and Gillman) Beberapa antihistamin tipe H1
mempunyai kemampuan untuk menghambat reseptor
α-adrenergik atau reseptor muskarinik kolinergik, sedangkan obat
lain mempunyai efek antiserotonin. (Fitzpatrick)

Farmakologi

 Setelah pemberian secara oral, antihistamin akan diabsorbsi


dengan baik dalam saluran cerna. Efeknya dapat terlihat dalam 30
menit, mencapai konsentrasi puncak plasma dalam 1-2 jam, dan
dapat bertahan 4-6 jam, dan beberapa obat lainnya dapat
bertahan lebih lama.(Fitzpatrick, Goodman and Gillman, Katzung, Wolverton, Lippincot)
Antihistamin tipe H1 dimetabolisme oleh sistem enzim sitokrom
hepar P450 (CYP) CYP3S4, dikonjugasi membentuk glukuronida
dan hampir seluruhnya diekskresikan ke urin setelah 24 jam
pemberian. (Fitzpatrick)

Kegunaan klinis

 Antihistamin tipe H1 generasi I digunakan untuk menghilangkan


pruritus, pengobatan urtikaria akut, urtikaria kronis, angioedema
dan reaksi alergi kulit lainnya temasuk reaksi obat. (Fitzpatrick, Wilkin)
Apabila salah satu dari kelompok antihistamin tipe H1 tidak efektif,
maka dapat diganti dengan obat dari kelompok yang lain. (Fitzpatrick)
 Antihistamin tipe H1 digunakan untuk terapi pruritus pada
penderita dermatitis atopik. Efeknya berhubungan dengan
menekan ansietas dan sedasinya. Pruritus yang disebabkan hal
lain, seperti dermatitis kontak alergi dan bentuk lain dermatitis,
liken planus, gigitan nyamuk dan pruritus yang terjadi sekunder
karena penyakit lain atau yang bersifat idiopatik, juga dapat
dihilangkan dengan penggunaan antihistamin tipe H1. (Fitzpatrick)
 Kontraindikasi pemberian obat ini adalah pada bayi baru lahir atau
bayi prematur, kehamilan, ibu menyusui, glaukoma sudut sempit,
retensi urin, dan asma. (Wilkin)
 Panduan penggunaan antihistamin tipe H1 wanita hamil terbatas.
Sebagian besar antihistamin tipe H1 pada wanita hamil oleh
United States of Food and Drug Administration (FDA) digolongkan
sebagai kategori B atau C. (Fitzpatrick)

Efek samping:

Sifat lipofilik dari antihistamin AH1 klasik menyebabkan distribusi


jaringan yang luas dan dapat melewati sawar darah otak, plasenta dan
(Wilkin)
air susu ibu, karena itu dapat memberikan efek pada:

· Sistem saraf pusat

Komplikasi tersering pada orang dewasa adalah depresi


SSP, sedasi dan pusing. Pada anak-anak dan orang
tua dapat terjadi: kecemasan, iritabilitas, insomia, tremor
dan mimpi buruk. Bangkitan dapat terjadi, walaupun jarang.
Pernah dilaporkan terjadinya diskinesia wajah dan mulut
pada penggunaan kombinasi antihistamin-dekongestan.
(Fitzpatrck, Katzung, Wolverton Simon and Simon, Wilkin, Goodman and Gilman)

· Gastrointestinal

Dapat terjadi mual, muntah, anoreksia, konstipasi dan diare.


(Fitzpatrick, Wolverton, Wilkin, Goodman and Gilman)
· Jantung

Takikardia, disritmia, hipotensi yang bersifat sementara


(Wolverton, Fitzpatrick)

· Genitourinaria
(Wolverton, Simon and Simon,
Disuria, disfungsi ereksi, retensi urin
Arndt)

· Darah

Klorfeniramin dapat menebabkan pansitopenia,


agranulositosis, trombositopenia, leukopenia dan anemia
aplastik. (Wilkin, Fitzpatrick, Goodman and Gilman)

· Kulit

Reaksi kulit yang dapat terjadi berupa dermatitis, petekie,


fixed drug eruption dan fotosensitif. (Fitzpatrick)

· Efek samping lainnya

Terdapat efek samping antikolinergik yang dapat berupa


muka merah, dilatasi pupil, hipertermia kekeringan pada
(Fitzpatrick,
membran mukosa dan penglihatan yang buram.
Arndt, Goodman and Gilman)

Antihistamin lainnya seperti ciproheptadin dapat


menyebabkan peningkatan berat badan (Wilkin)

Interaksi obat

 Efek depresi SSP akan semakin meningkat apabila antihistamin


tipe H1 diminum bersamaan dengan alkohol atau obat lain yang
bersifat depresif terhadap SSP seperti diazepam. Antihistamin
kelompok fenotiazin menghambat dan sebaliknya epinefrin
mempunyai efek vasosupresi. Kontra indikasi pemberian
antihistamin tipe H1 adalah penderita yang mendapat inhibitor
monoamine oksidase, seperti isokarboksazid, nialamid,
moklobemid, ranilsipromin, fenelzim(Fitzpatrick)

ANTIHISTAMIN TIPE I (AH 1) GENERASI II DAN III ATAU LOW SEDATING

Mekanisme kerja

 Antihistamin tipe H1 low sedating merupakan antagonis dari


histamin pada reseptor H1, berikatan secara tidak kompetitif, tidak
mudah diganti oleh antihistamin, dilepaskan secara perlahan dan
kerjanya lebih lama (Wolverton, Wilkin, Fitzpatrick) Antihistamin H1 ini, kurang
bersifat lipofilik, sangat sedikit menembus sawar darah otak, dan
lebih mengikat reseptor H1 di perifer secara lebih spesifik. (Fitzpatrick,
Wilkin, Wolverton, Arndt) Beberapa obat ini mempunyai membrane stabilizing

atau efek seperti kuinidine pada otot jantung, dan menyebabkan


perpanjangan masa refraksi jantung serta aritmia
ventrikuler ”torsades de pointes”. (Fitzpatrick) Walaupun golongan ini
sering dikatakan nonsedasi, obat-obat ini tetap dapat
menyebabkan efek sedasi, namun dalam banyak penelitian
dikatakan insidensi sedasi jauh lebih sedikit dibandingkan
antihistamin H1 klasik, demikian pula efek antikolinergiknya lebih
jarang terjadi dibanding antihistamin H1 klasik.
(Wilkin) Cetirizine berpengaruh pada perpindahan sel dalam kulit
dan jaringan lainnya, pelepasan atau pembuatan dan pelepasan
mediator inflamasi serta ekspresi molekul adhesi. (Fitzpatrick)

Farmakologi:

 Antihistamin tipe H1 low sedating diabsorbsi dari saluran cerna


dan mencapai puncak konsetrasi plasma dalam 2 jam. Obat
tersebut menghilangkan urtikaria dan reaksi eritema sekitar 1-24
jam. Terfenadin, astemizol, loratadin, aktivastin, mizolastin,
ebastin dan oksatomid dimetabolisme di hepar melalui sisitem
enzim CYP dalam hepar CYP3A4. Cetirizin, metabolit asam
karboksilik dari terfenadin, dan desloratadin tidak dimetablisme
dalam hepar. (Fitzpatrick)
 Astemizol mempunyai efek jangka panjang, namun onset mulai
kerjanya dan konsentrasi dalam keadaan stabil dicapai dalam 3-4
minggu. Efek astemizol berlangsung lama dan obat harus
dihentikan 4-6 minggu sebelum dilakukan uji tusuk. Waktu paruh
eliminasi cetirizin dan feksofenadin pada anak-anak sama dengan
dewasa (Fitzpatrick)

Kegunaan klinis

 Antihistamin tipe ini terutama digunakan untuk pengobatan rinitis


alergi dan urtikaria kronis. (Katzung, Wilkin)
 Kontra indikasi dari antihistamin low sedating ini adalah pada
kehamilan dan ibu menyusui. (Wilkin)

Efek samping

Antihistamin tipe low sedating memiliki efek sedasi dan


antikolinergik yang sedikit, juga mempunyai efek samping yang lebih
sedikit dibandingkan dengan antihistamin tipe H1 klasik. (Fitzpatrick)

· Kardiovaskular

Efek samping kardiovaskular berupa fibrilasi ventrikel,


pemanjangan interval QT dan takiaritmia ventrikular atipikal
berhubungan dengan pemakaian astemizole dan terfenadin.
(Murphy)
Kelainan ini dapat tejdadi terutama pada wanita dan
penderita dengan kelainan jantung organik yang
sebelumnya telah ada (seperti iskemia, kardiomiopati),
arritmia, ataupun penderita dengan gangguan eletrolit
(seperti hipokalemia, hipokalsemia dan hipomagnesemia)
(Simons FER)

· Sistem saraf pusat


Dalam beberapa penelitian dikatakan tefenadin, astemizole
dan loratadin memiliki efek sedasi yang lebih rendah
dibandingkan antihistamin H1 klasik. (Wilkin)

· Kulit

Fotosensitivitas, urtikaria, erupsi makulopapular, eritema


serta pengelupasan kulit tangan dan kaki. Selain itu juga
dilaporkan adanya reaksi fotoalergi dan alopesia yang
diduga berhubungan dengan penggunaan terfenadin.
Dilaporkan juga suatu kasus psoriasis yang mengalami
eksaserbasi selama menggunakan terfenadin. (Wilkin)

· Hepar

Hepatotoksisitas jarang terjadi, namun dilaporkan adanya


kasus hepatitis yang berhubungan dengan penggunaan
terfenadin selama 5 bulan. Peningkatan serum
transaminase dengan kadar ringan sampai sedang
kadang-kadang dapat terjadi. (wilkin)

· Efek samping lainnya

Dilaporkan adanya sakit kepala, mual, kekeringan pada


mukosa mulut dan beberapa efek antikolinergik lainnya,
namun insidensinya sangat rendah. (Wilkin)

Peringatan

 Karena terbatasnya penelitian pada manusia, penggunaan


antihistamin non sedasi pada wanita hamil dan ibu menyusi
sebaiknya dihindari.Wilkin

Interaksi obat

 Perpanjangan QT interval dapat terjadi pada penderita yang


megkonsumsi terfenadin bersamaan dengan ketokonazol dan
intrakonazol, antibiotik makrolid, seperti eritromisin dan
klaritromisin, troleandomisin, lovastatin, inhibitor protease dan
flavonoid, seperti naringin dalam sari buah anggur.
 Obat-obatan lain yang dapat berpengaruh pada peningkatan
kadar antihistamin serum dan yang memiliki risiko kardiovaskular
adalah Human Immunodeficiency Virus-1 (HIV-1) protease
inhibitors, Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRI)
antidepresant, seperti quinin, zileuton. (Wolverton)

BEBERAPA CONTOH ANTIHISTAMIN TIPE I GENERASI I

Klorfeniramin

Klorfeniramin merupakan antihistamin sedatif dari


golongan alkilamin yang paling poten dan stabil. Setelah pemberian
dosis tunggal per oral, klorfeniramin diabsorbsi dengan baik dan cepat
pada saluran pencernaan, mencapai kadar puncak plasma dalam waktu
30-60 menit, melalui metabolisme pertama di hati dan di mukosa saluran
pencernaan selama proses absorbsi, kemudian didistribusikan secara
luas ke seluruh tubuh termasuk susunan saraf pusat.(Jalbani, Murphy)
.
Sebanyak 50% dari dosis yang diberikan diekskresikan terutama melalui
(Murphy)
urin dalam waktu 12 jam dalam bentuk asal dan metabolitnya.

Lama kerja dari klorfeniramin adalah 4-6 jam.(Goodman and Gilman)

Dosis yang diberikan 4-6 mg peroral dapat diberikan 3-4x/hari, dengan


dosis maksimal 24 mg per hari baik pada anak-anak dan dewasa. (Arndt)

Sediaan:

-
Klorfeniramin elixir, 2 mg/5ml: 120 ml, 480 ml (Arndt)

-
Klorfeniramin tablet 2 mg dan 4 mg (Arndt)
-
Klorfeniramin retarded tablet 8 mg dan 12 mg (Arndt)

Difenhidramin
Difenhidramin adalah derivat etanolamin yang sering
digunakan dalam praktek sehari-hari, diabsorbsi dengan baik setelah
pemberian per oral. Obat ini mengalami metabolisme pertama di hati,
dan hanya 40%-60% dari dosis pemberian yang mencapai sirkulasi
sistemik, didistribusikan secara luas ke seluruh tubuh, termasuk sistem
saraf pusat. Kadar puncak plasma dicapai dalam waktu kurang lebih 1-5
jam dan bertahan selama 2 jam. Waktu paruh bervariasi dari 2,4 sampai
10 jam. (Goodman and Gillman, Murphy)

Difenhidramin tidak dapat diberikan secara subkutan, intradermal


atau perivaskular karena sifatnya yang iritatif dan dapat menyebabkan
nekrosis setempat pada pemberian secara subkutan dan intradermal.
Difenhidramin tidak dapat menembus jaringan kulit yang intak pada
pemberian secara topikal, bahkan dapat menyebabkan reaksi
hipersensitivitas. (Murphy)

Dosis pemberian adalah 25 mg-50 mg per oral, dosis maksimal


300 mg/hari, dengan lama kerja 4-6 jam. (Arndt, Goodman and Gilman) Pemberian
100 mg atau lebih dapat menyebabkan hipertensi, takikardia, perubahan
gelombang T dan pemendekan dari diastole. (Arndt)

Sediaan :

- Difenhidramin kapsul 25 dan 50 mg (Arndt)

- Difenhidramin elixir (12,5 mg/5 ml): 120 cc, 480 cc (Arndt)

- Difenhiramin injeksi (50 mg/ml) : 1 ml ampul

- Difenhidramin spray : 60 ml (Arndt)

Hidroksizin

Hidroksizin merupakan derivat dari piperazin, sering


digunakan sebagai transquilizer, sedatif, antipruritus dan antiemetik.
Kadar plasma biasanya dicapai dalam 2-3 jam setelah pemberian per
oral, dengan waktu paruh 6 jam kemudian diekskresikan ke dalam urin.
(Murphy)
Hidroksizin merupakan obat pilihan untuk pengobatan
dermatografisme dan urtikaria kolinergik, dapat digunakan sendirian
ataupun kombinasi dengan antihistamin lainnya untuk manajemen
pengobatan urtikaria kronis, urtikaria akut, dermatitis kontak, dermatitis
atopik dan pruritus yang diinduksi oleh histamin. Lama kerja dari obat ini
adalah 6-24 jam dengan dosis pemberian 10 mg sampai 50 mg peroral,
setiap 4 jam.(Arndt)

Sediaan:

- Hidroksizin tablet 10 mg, 25 mg, 50 mg dan 100 mg (Arndt)

- Hiroksizin injeksi 25 mg/ml, 50 mg/ml (Arndt)

- Hidroksizin sirup 10 mg/5ml: 240 ml, 480 ml(Arndt)

BEBERAPA CONTOH ANTIHISTAMIN TIPE I GENERASI II DAN III

Loratadin
Loratadin adalah trisiklik piperidin long acting yang
mempunyai aktivitas yang selektif dengan efek sedatif dan antikolinergik
yang minimal pada dosis yang direkomendasikan, merupakan
antihistamin yang mempunyai masa kerja yang lama. Metabolik
utamanya, deskarboetoksi-loratadin, adalah biologikal aktifnya.
Loratadin cepat diabsorbsi setelah pemberian dosis 10 mg, sekali
sehari dan mencapai konsentrasi plasma maksimum dalam 1-1,5 jam.
Eliminasi waktu paruhnya sekitar 8-11 jam, diekskresikan melalui urine
40%, feses 42% dan air susu 0,029%. Loratadin diindikasikan untuk
rinitis alergi dan urtikaria kronik idiopatik pada pasien diatas 6 tahun.
Loratadin mempunyai efek terhadap fungsi dari miokardial potasium
channel tetapi tidak menyebabkan disritmia jantung.
Loratadin merupakan long acting antihistamin dengan lama kerja
24 jam.(Goodman and Gilman) Dosis yang direkomendasikan 10 mg dosis oral,
pada anak-anak (< 30 kg) adalah 5 mg/kg BB dosis tunggal. Meskipun
loratadin tidak mempunyai kontraindikasi pada penderita hati dan ginjal
kronis, disarankan untuk mengurangi dosis yang diberikan. (Wolverton, Wilkin)
Sediaan:
- Loratadin sirup (1 mg/ml): 480 ml (Arndt, Wolverton)
- Loratadin tablet 10 mg(Arndt, Wolverton)
- Loratadin reditabs 10 mg(Arndt, Wolverton)

Cetirizin

Merupakan metabolit karboksil asid dari hidroksin. Obat ini


pada manusia hanya mempunyai transformasi metabolik yang
minimal menjadi bentuk metabolit aktif dan obat ini terutama
diekskresi lewat urin. Karena cetirizin cepat diabsorbsi dan sedikit
yang dimetabolisme, dan juga diekskresi lewat urin, maka dosis
obat ini harus dikurangi pada pasien dengan gangguan ginjal.

Kadar puncak plasma dicapai dalam 1 jam dan waktu


paruh plasma sekitar 7 jam, diekskresikan dalam urine sebanyak
60% dan feses 10%. Cetirizin dapat menghambat eosinofil,
netrofil dan basofil dan menghambat IgE serta menurunkan
prostaglandin D2. Cetirizin diindikasikan untuk terapi urtikaria
kronik di Amerika Serikat. Beberapa studi kemudian mendukung
khasiat cetirizin untuk kondisi ini dan juga ditemukan khasiatnya
untuk terapi cold urtikaria.

Dosis yang direkomendasikan untuk dewasa 10 mg/hari


(maksimal 20 mg) dosis tunggal, pada anak-anak adalah 0,3
mg/kgBB sedangkan pada pasien dengan gangguan ginjal kronik
dan hepar dosis yang diberikan adalah 5 mg/hari. Lama kerja dari
cetirizin adalah 12-24 jam. (Goodman and Gilman)

Sediaan:

- Cetirizin tablet 5 mg, 10 mg (Arndt)

- Cetirizin sirup 5mg/ml: 120 ml (Arndt)


Feksofenadin

Feksofenadin, metabolit aktif utama dari terfenadin,


merupakan reseptor kompetitif antagonis H-1 yang selektif
dengan sedikit atau tanpa efek samping antikolinergik dan non
sedatif, serta bersifat non kardiotoksik(Wolverton, Arndt, Wilkin)

Feksofenadin diabsorbsi cepat setelah pemberian dosis


tunggal atau dua kapsul 60 mg dengan waktu rata-rata mencapai
konsentrasi plasma maksimum 1-3 jam setelah pemberian per
oral. Feksofenadin terikat pada protein plasma sekitar 60-70%,
terutama pada albumin dan 1-acid gylcoprotein. Waktu paruh
(Wolverton)
feksofenadin adalah 11-15 jam, diekskresikan sebanyak
80% pada urine dan 12% pada feses.(Fitzpatrick, Wolverton)

Feksofenadin diindikasikan pada penderita rinitis alergi


dan urtikaria idiopatik kronis.(Arndt)Pemberian feksofenadin
bersama antibiotik golongan makrolid dan obat anti jamur
golongan imidazol tidak menunjukkan adanya interaksi obat
sehingga tidak terdapat pemanjangan interval QT.(Wolverton)

Sediaan :

- Feksofenadin kapsul 30 dan 60 mg (Arndt)

- Feksofenadin tablet 60 mg (Arndt)

Astemizole

 waktu kerja lama dengan onset lambat


 konsentrasi tetap sampai 3 s/d 4 minggu.
 Waktu paruh plasmanya setelah pemberian satu dosis tunggal adalah bifasik, dengan
fase permulaan 1,1 hari dan fase kedua 9,5 hari, dengan menghasilkan metabolit
desmethylastemizole.
Desloratadine

 waktu paruh 27 jam


 konsentrasi tetap dalam plasma dicapai dalam 7 hari.
 Dalam penelitian-penelitian farmakokinetik, kira-kira 7 % dari seluruh subyek dan 20%
dari keturunan Afrika-Amerika memetabolisme desloratadine denga lambat.
 Tidak ada hambatan penggunaan desloratadnie pada pasien dengan kelainan ginjal
maupun hati.
 Makanan maupun grapefruit juice tidak memiliki efek pada bioavailibilitas dan
absorpsinya.

Mizolastine
Ebastine

 dimetabolisme untuk membentuk metabolit asam karboksilat, carebastine


 Memiliki waktu paruh selama 15 jam.
 Fungsi ginjal yang teganggu mempengaruhi farmakokinetik ebastine, dan dosisnya
harus disesuaikan pada penderita gangguan tersebut.

Terfenadine, Cetrizine, Loratadine, Fexofenadine, dan Desloratadine


diekskresikan pada air susu ibu (ASI).

Tabel 1. Antihistamin tipe H-1 non sedasi, generasi kedua dan ketiga

Obat Kelas Konsentrasi Puncak


Plasma

Terfenadin Piperidin 2 jam

Astemizole Piperidin Beberapa hari

Cetirizin Piperazin 1 jam

Loratadin Piperidin 1 jam

Feksofenadin Piperidin 2,6 jam

Desloratadin Piperidin 3 jam

Akrivastin Alkilamin 1,4 jam

Mizolastin Piperidin 1,5 jam

Ebastin Piperidin 2,6 jam

Oksatomid Piperazin 4 jam

Anda mungkin juga menyukai