PENDAHULUAN
2.1 Autakoid
Dalam bahasa Yunani disebut denga autos yang berari sendiri, dan
akos
akos yang berarti menyembuhkan.autakoid adalah segolongan zat yang
terdapat dalam tubuh yang mempunyai reseptor yg beraneka macam yang
dapat menimbulkan efek sistemik
Fungsinya seperti hormon lokal
Dihasilkan o/ jaringan >> kel.endokrin
Terbentuk secara alami atau analog sintetik
Antagonis autakoid = senyawa yg menghambat sintesis autakoid
tertentu/mempengaruhi interaksinya dgn reseptor
Autakoid adalah zat yang dihasilkan oleh sel tertentu dalam tubuh
yang dapat menimbulkan suatu efek fisiologis.
Jenis-jenis Autakoid antara lain :
1. Histamin
2. Eikosanoid, meliputi prostaglandin, tromboksan, leukotrien dan
prostasiklin.
3. Serotonin
2.2 Histamin
a. Sejarah
Histamin dan asetilkolin mempunyai persamaan sejarah yaitu
disintesis secara kimia lebih dahulu sebelum dikenal sifat-sifat biologinya;
keduanya pertama kali diisolasi dari ekstrak ergot. Histamin dan
asetilkolin kemudian terbukti dihasilkan oleh bakteri yang
mengkontaminasi ergot. Pada awal abad ke 19 histamin dapat diisolasi dari
jaringan hati dan paru-paru segar. Histamin
Histami n juga ditemukan pada berbagai
jaringan tubuh, oleh karena itu diberi nama histamin (histos-jaringan).
Kemudian terbukti bahwa pada penggoresan kulit dilepaskan zat yang
sifatnya mirip histamin ( H-subtance)
H-subtance) yang kemudian terbukti histamin.
b. Kimia
Histamin atau beta-imidazoliletilamin ialah 4 (2-aminoetil)- Imidazol,
yang dibentuk dari asam amino histidin oleh pengaruh enzim histidin
dekarboksilase. Rumus bangunnya dapat dilihat pada Gambar 18.1.
c. Farmakodinamik
Reseptor Histamin
Histamin berinteraksi dengan reseptor spesifik pada berbagai jaringan
target. Reseptor histamin dibagi menjadi histamin 1 (H 1) dan histamin 2
(H2). Pengaruh histamin terhadap sel dari berbagai jaringan tergantung
pada fungsi sel dan rasio reseptor H1 : H2.
Aktivasi reseptor H1 menyebabkan kontraksi otot polos, meningkatkan
permeabilitas pembuluh darah, dan sekresi mukus. Sebagian dari efek
tersebut mungkin diperantarai oleh peningkatan cyclic guanosine
monophosphate
monophosphate (cGMP) di dalam sel. Histamin juga berperan sebagai
neurotransmiter dalam susunan saraf pusat.
Aktivasi reseptor H2 terutama menyebabkan sekresi asam lambung.
Selain itu juga berperan dalam menyebabkan vasodilatasi dan flushing.
Histamin menstimulasi sekresi asam lambung, meningkatkan kadar cAMP
dan menurunkan kadar cGMP, sedangkan antihistamin H 2 memblokade
efek tersebut. Pada otot polos bronkus aktivasi reseptor Ht oleh histamin
menyebabkan bronkokonstriksi sedangkan aktivasi reseptor H 2 oleh agonis
reseptor H2 akan menyebabkan relaksasi.
Selain itu telah ditemukan pula reseptor H 3, berfungsi menghambat
saraf kolinergik dan nonkolinergik yang merangsang saluran napas.
Blokade terhadap reseptor ini membatasi terjadinya bronkokonstiksi yang
diinduksi oleh histamin.
SISTEM KARDIOVASKULAR
dilatasi kapiler (arteriol dan venul), dengan akibat kemerahan dan rasa
panas di wajah (blushing area), menurunnya resistensi perifer dan tekanan
darah. Afinitas histamin terhadap reseptor H1 amat kuat, efek vasodilatasi
cepat timbul dan berlangsung singkat. Sebaliknya pengaruh histamin
terhadap reseptor H2, menyebabkan vasodilatasi yang timbul lebih lambat
dan berlangsung lebih lama. Akibatnya pemberian AH 1, dosis kecil hanya
dapat menghilangkan efek dilatasi oleh histamin dalam jumlah kecil,
sedangkan efek histamin dalam jumlah lebih besar hanya dapat dihambat
oleh kombinasi AH 1 dan AH2.
Per meabil it as kapil er . Histamin meningkatkan permeabilitas kapiler
Per meabil
Tekanan dar ah. Pada manusia dan beberapa spesies lain, dilatasi
bronkial dan air mata tetapi umumnya efek ini lemah dan tidak tetap.
d. Histamin Endogen
Histamin berperan penting dalam fenomena fisiologis dan patologis
terutama pada anafilaksis, alergi, trauma dan syok. Selain itu terdapat
bukti bahwa histamin merupakan mediator terakhir dalam respons sekresi
cairan lambung; histamin juga mungkin berperan dalam regulasi
mikrosirkulasi dan dalam fungsi SSP.
Distribusi.
Histamin terdapat pada hewan antara lain pada bisa ular, zat beracun,
bakteri dan tanaman. Hampir semua jaringan mamalia mengandung
prekursor histamin. Kadar histamin paling tinggi ditemukan pada kulit,
mukosa usus dan paru-paru.
2.3 Antihistamin
Sewaktu diketahui bahwa histamin mempengaruhi banyak proses
faalan dan patologik, maka dicarikan obat yang dapat mengantagonis efek
histamin. Epinefrin merupakan antagonis faalan pertama yang digunakan.
Antara tahun 1937-1972, beratus-ratus antihistamin ditemukan dan sebagian
digunakan dalam terapi, tetapi efeknya tidak banyak berbeda. Antihistamin
misalnya antergan, neoantergan, difenhidramin dan tripelenamin dalam dosis
terapi efektif untuk mengobati udem, eritem dan pruritus tetapi tidak dapat
melawan efek hipersekresi asam lambung akibat histamin. Antihistamin
tersebut di atas digolongkan dalam antihistamin penghambat reseptor H t
(AH1).
4. PIPERAZIN
Klorsiklizin HCl 8-12 Tablet 25 mg 50 mg
dan 50 mg
Siklizin HCl 4-6 Tablet 50 mg; 50 mg
Supositoria 50 50 – 100 mg
mg dan 100 (rektal)
mg
Siklizin laktat 4-6 Larutan 50 mg
suntikan 50
mg/ml
Meklizin HCl 12-24 Tablet 25 mg 25 – 50 mg
Hidroksizin HCl 6-24 Sirop 10 mg/5 25 mg
ml
5. FENOTIAZIN
Prometazin HCl 4-6 Tablet 12,5 25-50 mg
mg, 25 mg
dan 50 mg
Larutan 25-50 mg
suntikan 25
mg dan 50
mg/ 5 ml
Supositoria 25 25-50 mg
mg dan 50 mg
Metdilazin HCl 4-6 Tablet 4 mg, 4-8 mg
sirop 4 mg/5
ml
6. PIPERIDIN
(ANTIHISTAMIN
NONSEDATIF)
Terfenadin 12-24 Tablet 60 mg 60 mg
Astemizol < 24 Tablet 10 mg 10 mg
Loratadin 12 Tablet 10 mg 10 mg
7. LAIN-LAIN
Azatadin + 12 Tablet 1 mg, 1 mg
Sirop 0,5
mg/5 ml
Siproheptadin +6 Tablet 4 mg, 4 mg
sirop 2 mg/5
ml
Mebhidrolin +4 Tablet 50 mg 50-100
napadisilat
memadai untuk terapi, tetapi efek antikolinergik ini dapat timbul pada
beberapa pasien berupa mulut kering, kesukaran miksi dan impotensi.
Terfenadin dan astemizol tidak berpengaruh terhadap reseptor
muskarinik.
Sistem kardiovaskular. Dalam dosis terapi, AH1 tidak
memperlihatkan efek yang berarti pada sistem kardiovaskular.
Beberapa AH1 memperlihatkan sitat seperti kuinidin pada konduksi
miokard berdasarkan sifat anestetik lokalnya. Intensitas efek beberapa
antihistamin dapat dilihat pada Tabet 18.2.
Tabel 18-2, Intensitas Efek Beberapa Antihistamin
Efek Efek
sampi
ng
salura
Golongan n
cerna
Anti-
Anti- Antiemeti
Sedatif kotiner
histamin k
gik
1. Etanolamin + sd ++ + sd +++ +++ ++ sd +++ +
2. Etilendiamin + sd ++ + sd ++ - - +++
3. Alkilamin ++ sd +++ + sd ++ ++ - +
4. Piperazin ++ sd +++ + sd +++ + +++ +
5. Fenotiazin + sd +++ +++ +++ ++++ -
6. Antihistamin ++ sd +++ - sd + - sd + - -
nonsedatif
c. Farmakokinetik .
Setelah pemberian oral atau parenteral, AH1 diabsorpsi secara
baik. Efeknya timbu115-30 menit setelah pemberian oral dan
maksimal simal setelah 1-2 jam. Lama kerja AH1 setelah pemberian
dosis tunggal kira-kira 4-6 jam, untuk golongan klorsiklizin 8-12 jam.
Difenhidramin yang diberikan secara oral akan mencapai kadar
maksimal dalam darah setelah kira-kira 2 jam dan menetap pada kadar
tersebut untuk 2 jam berikutnya, kemudian dieliminasi dengan masa
paruh kirakira 4 jam. Kadar tertinggi terdapat pada paru-paru
sedangkan pada limpa, ginjal, otak, otot dan kulit kadarnya lebih
rendah. Tempat utama biotransformasi AH 1 ialah hati, tetapi dapat juga
pada paru-paru dan ginjal. Tripelenamin mengalami hidroksilasi dan
konjugasi sedangkan klorsiklizin dan siklizin terutama mengalami
demetilasi. AH1 diekskresi melalui urin setelah 24 jam, terutama dalam
bentuk metabolitnya.
d. Efek Samping.
Pada dosis terapi, semua AH1 menimbulkan efek samping
walupun jarang bersitat serius dan kadang-kadang hilang bila
pengobatan diteruskan. Terdapat variasi yang besar dalam toleransi
terhadap obat antar individu, kadang-kadang efek samping ini sangat
meningkatkan antagonis kalsium dalam serum. Obat IN tak
tercampurkan dengan barbiturat dalam larutan IV. Simetidin dapat
menyebabkan berbagal gangguan SSP terutama pada pasien usia lanjut
atau dengan penyakit hati atau ginjal. Gejala gangguan SSP berupa
slurred speech, somnolen, letargi, gelisah, bingung, disorientasi, agitasi,
halusinasi dan kejang. Gejala-gejala tersebut hilang/membaik bila
pengobatan dihentikan. Gejala seperti demensia dapat timbul pada
penggunaan simetidin bersama obat psikotropik atau sebagai efek
samping simetidin. Ranitidin menyebabkan gangguan SSP ringan,
mungkin karena sukarnya melewati sawar darah otak.
Efek samping simetidin yang jarang terjadi ialah
trombositopenia, granulositopenia, toksisitas terhadap ginjal atau hati.
Peningkatan ringan kreatinin plasma mungkin disebabkan oleh
kompetisi ekskresi simetidin dan kreatinin. Simetidin (tidak ranitidin)
dapat meningkatkan beberapa respons imunitas seluler (cell-mediated
immune response) terutama pada individu dengan depresi sistem
imunologik. Pemberian simetidin dan ranitidin IV sesekali
menyebabkan bradikardi dan efek kardiotoksik lain.
.
Posologi
Simetidin tersedia dalam bentuk tablet 200, 300 dan 400 mg.
Dosis yang dianjurkan untuk pasien tukak duodeni dewasa ialah 4 kali
300 mg, bersama makan dan sebelum tidur; atau 200 mg bersama
makan dan 400 mg sebelum tidur. Simetidin juga tersedia dalam bentuk
sirup 300 mg/5 ml, dan larutan suntik 300 mg/2 ml.
Ranitidin tersedia dalam bentuk tablet 150 mg dan larutan suntik
25 mg/ml, dengan dosis 50 mg IM atau IV tiap 6-8 jam. Ranitidin 4-10
kali lebih kuat daripada simetidin sehingga cukup diberikan setengah
dosis simetidin; ranitidin bekerja untuk waktu lama (8-12jam). Dosis
yang dianjurkan dua kali 150 mg/hari.
Indikasi.
3.1 Kesimpulan
Autakoid adalah zat yang dihasilkan oleh sel tertentu dalam tubuh yang dapat
menimbulkan suatu efek fisiologis.
Jenis-jenis Autakoid antara lain :
1. Histamin
3. Serotonin
Histamin adalah suatu senyawa nitrogen organik lokal yang terlibat
dalam respon imun serta mengatur fungsi fisiologis dalam usus dan bertindak
sebagai neurotransmitter . Histamin memicu respon inflamasi . Sebagai
bagian dari respon kekebalan terhadap asing patogen, Histamin dihasilkan
oleh basofil dan sel mast yang ditemukan dalam jaringan ikat di sekitarnya.
Serotonin adalah neurotransmitter monoamina yang terutama ditemukan
pada gastrointestinal (GI) saluran dan sistem saraf pusat (SSP). Sekitar 80
persen dari total serotonin tubuh manusia terletak dalam sel-sel
enterochromaffin di usus, di mana ia digunakan untuk mengatur gerakan
usus.
3.2 Saran
1) Mahasiswa
1. Gunakanlah waktu sebaik-baiknya untuk mencari ilmu untuk masa
depan yang cemerlang.
2. Gunakanlah makalah ini sebagai sumber ilmu untuk mempelajari
tentang asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sirosis
hepatis.
2) Akademik
1. Bimbinglah mahasiswa-mahasiswa keperawatan dalam membuat
asuhan keperawatan yang baik dan benar.
DAFTAR PUSTAKA