Anda di halaman 1dari 5

KASUS PENGEDARAN PSIKOTROPIK LEWAT E-COMMERCE

Seiring dengan perkembangan yang terjadi dalam masyarakat, permasalahan-


permasalahan yang timbul dalam kehidupan bermasyarakat juga semakin meningkat.
Peningkatan taraf hidup masyarakat dengan didukung oleh semakin canggihnya ilmu
pengetahuan dan teknologi juga semakin menambah kompleksnya permasalahan yang
berpengaruh terhadap perilaku menyimpang dalam masyarakat (Wirabowo 2013).

NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lain) adalah bahan/ zat/ obat yang bila
masuk ke dalam tubuh manusia akan mempengaruhi tubuh terutama otak/ susunan saraf pusat,
sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik, psikis, dan fungsi sosialnya karena terjadi
kebiasaan, ketagihan (adiksi) serta ketergantungan (dependensi) terhadap NAPZA.
Penyalahgunaan NAPZA adalah penggunaan salah satu atau beberapa jenis NAPZA secara
berkala atau teratur diluar indikasi medis, sehingga menimbulkan gangguan kesehatan fisik,
psikis dan gangguan fungsi social (Azmiyati, SR 2014).

Penyalahgunaan NAPZA di dunia terus mengalami kenaikan dimana hampir 12% (15,5
juta jiwa sampai dengan 36,6 juta jiwa) dari pengguna adalah pecandu berat. Menurut World
Drug Report tahun 2012, produksi NAPZA meningkat salah satunya diperkiraan produksi opium
meningkat dari 4.700 ton di tahun 2010 menjadi 7.000 ton di tahun 2011 dan menurut penelitian
yang sama dari sisi jenis narkotika, ganja menduduki peringkat pertama yang disalahgunakan di
tingkat global dengan angka pravalensi 2,3% dan 2,9% per tahun (Andriyani 2011).

Ketergantungan zat merupakan dampak dari penyalahgunaan NAPZA yang parah, hal ini
sering dianggap sebagai penyakit. Ketergantungan seperti ketidakmampuan untuk
mengendalikan atau menghentikan pemakaian zat menimbulkan gangguan fisik yang hebat jika
dihentikan akan berbahaya dan merugikan keluarga serta menimbulkan dampak sosial yang luas.
Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap penyalahgunaan NAPZA adalah pengetahuan,
dimana dalam suatu kondisi jika seseorang itu tahu bahwa hal yang akan dilakukannya akan
berakibat buruk terhadap dirinya maka orang tersebut kemungkinan tidak akan melakukan hal
tersebut (Menthan 2013).
Psikotropika sendiri menurut undang-undang No 5 tahun (1997) tentang Psikotropika
sebagaimana di jelaskan pada pasal 1“ psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun
sintesis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf
pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku”

Pasal 1 undang-undang no 5 tahun (1997) tentang psikotropika sudah menjelaskan secara


singkat terkait psikotropika. Psikotropika sendiri adalah zat atau obat, baik alamian maupun
sintesis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif yang menyebabkan prubahan mental dan
prikalu. Psikotropika sendiri terdapat beberapa jenis yang dibedakan dalam golongan-
golongannya. Psikotropika dibedakan dalam golongan-golongan seusai dengan pasal 2 undang-
undang no 5 tahun 1997 tentang psikotropika sebagai berikut:

1. Psikotropika Golongan I: Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk kepentingan


ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi amat kuat
mengakibatkan sindroma ketergantungan (contoh : ekstasi,shabu,LDS).
2. Psikotropika Golongan II: Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan
dalam terapi, dan/atau tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat
mengakibatkan sindroma ketergantungan (contoh anfetamin, metilfenidat atau ritalin).
3. Psikotropika Golongan III: Psikotropika yang berkhasiat pengobatandan banyak yang
digunakan dalam terapi, dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan (contoh : pentobarbital, flunitrazepam).
4. Psikotropika Golongan IV: Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas
digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
ringan mengakibatkan sindrom ketergantungan (contoh : diazepam, bromazepam,
fenobarbital, klonazepam, klordiazepoxide, nitrazepam seperti pil koplo, rohip, dum, MG).

Undang-Undang No.5 Tahun (1997) tentang Psikotropika merupakan salah satu dari
banyaknya perundangan pidana khusus yang tersebar di luar KUHP. Menurut Pasal 3 Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1997, tujuan utama pengaturan di bidang psikotropika adalah untuk:

a. Menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu


pengetahuan;
b. Mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika;
c. Memberantas peredaran gelap psikotropika.
Menurut Pasal 4 UndangUndang Nomor 5 Tahun (1997), menyebutkan sebagai berikut:

I. Psikotropika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau ilmu
pengetahuan.
II. Psikotropika golongan I hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan.
III. Selain penggunaan sebagai dimaksud pada ayat (2) psikotropika golongan I dinyatakan
sebagai barang terlarang.
IV. Ketentuan lebih lanjut untuk penetapan dan perubahan jenis-jenis psikotropika
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur oleh Menteri.

Dari rumusan Pasal 4 Undang-Undang No. 5 Tahun (1997), dapat diketahui pada dasarnya
psikotropika dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan atau ilmu pengetahuan
sedangkan golongan I ditegaskan hanya dapatdigunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan
dinyatakan sebagai barang terlarang. Berdasarkan kutipan diatas, dapat disimpulkan bahwa
undang-undang psikotropika sendiri merupakan dari perundangan pidana khusus yang juga
mengatur terkait sanksi bagi pelanggar aturanya. Adapun tujuannya adalah menjamin
ketersedian, mencegah terjadinya penyalahgunaan dan juga memberantas peredaran gelapnya.

Pada salah satu kasus yang terjadi di pertengahan tahun 2020 ini dimana ada salah satu
artis/seleberitas dengan inisial RK yang terkena kasus penyalahgunaan psikotropik. Artis
tersebut mengaku bahwa mendaptkan obat golongan psikotropik ini melalui tempat perbelanjaan
online tanpa resep dokter.

Faktanya, obat-obatan yang seharusnya tidak dijualbelikan secara bebas, justru bisa
ditemukan dengan mudah di e-commerce. Obat-obatan tersebut di antaranya jenis
trhexiphenydyl, hexymer, tramadol dan obat-obat keras daftar G. Padahal, obat-obatan itu
seharusnya diedarkan dan dikonsumsi dengan resep dokter. Hasil penelusuran juga menemukan
sejumlah seller yang menjual bebas obat-obatan psikotropika tersebut. Misalnya seller yang
memiliki nama toko Rudbas, Toko_Dita_II pada e-commerce Shopee dan toko bernama Apotek
Sehat 12, My Fins 19 Mersi, dan Fadilmedical pada e-commerce Tokopedia.

Dari kasus tersebut maka oknum pengedar psikotropik dapat terkena sanksi hukum pidana
menurut Undang-undang No. 5 Tahun (1997) pasal 160 dengan bunyimemproduksi atau
mengedarkan psikotropika dalam bentuk obat yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7; atau memproduksi atau mengedarkan psikotropika yang
berupa obat yang tidak terdaftar pada departemen yang bertanggung jawab di bidang kesehatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1); dipidana dengan pidana penjara paling lama 15
(lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah),
barang siapa memproduksi atau mengedarkan psikotropika yang berupa obat yang tidak terdaftar
konsekuensi hukum yang berlaku tidak hanya bagi pengedar, tapi juga pengguna obat-obatan
keras. Tindakan distribusi ilegal obat-obatan keras bisa dikenakan Pasal 197 Undang-undang
Nomor 36 tahun (2009) tentang kesehatan dengan hukuman maksimal penjara 15 tahun dan
denda Rp 1,5 miliar. Sedangkan pengguna bisa dijerat dengan penyalahgunaan obat-obatan
dengan Pasal 198 Undang-undang No. 36 tahun 2009 yang tertulis; Setiap orang yang tidak
memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukan praktik kefarmasian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 108 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 100 juta.

Dari hal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa sanksi hukum yang dapat terjadi pada
pengedar narkoba terjerat pada pasal Undang-undang No. 5 Tahun 1997 pasal 160 dan atau
dikenakan Pasal 197 Undang-undang Nomor 36 tahun 2009. Sedangkan pada pengguna
psikotropik dapat dijerat hokum Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 pasal 198.

Sumber:

Andriyani, T. 2011. “Upaya Pencegahan Tindak Penyalahgunaan Narkoba Di Kalangan


Mahasiswa Politeknik Negeri Sriwijaya.” Jurnal Ilmiah Orasi Bisnis 4:113–21.

Azmiyati, SR, dkk. 2014. “Gambaran Penggunaan NAPZA Pada Anak Jalanan Di Kota
Semarang.” Jurnal Kesehatan Masyarakat (KEMAS) 9(2):137–43.

Menthan, Fadrian. 2013. “Peranan Badan Narkotika Nasional Kota Samarinda Dalam
Penanggulangan Masalah Narkoba Di Kalangan Remaja Kota Samarinda.” Ejournal
Administrasi Negara 1(2):544–57.

Republik Indonesia. 1997. Undang-Undang Rebuplik Indonesia No 5 Tahun 1997 Tentang


Psikotropika.

Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia No 36 Tahun 2009 Tentang


Kesehatan.

Wirabowo, Ahmad. 2013. “Tinjauan Kriminologis Terhadap Penyalah Gunaan Psikotropik Dan
Penanggulangannya Di Kalangan Remaja Di Jambi.” Jurnal Law Reform 6(2).

Anda mungkin juga menyukai