Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

FARMAKOLOGI EKSPERIMENTAL II
RESEPTOR SEBAGAI TARGET AKSI OBAT (RESEPTOR HISTAMIN)

Disusun oleh :
Kelas : C
Golongan / Kelompok : III/V

Nama
1. Ulfa Sylvia Yudia Pramana / 13/349293/FA/09711
2. Amilia Risfentri/ 13/349302/FA/09715
3. Michael Tan/ 13/349305/FA/09717
4. Nanda Rysa /
Hari/Tanggal Praktikum : Senin, 21 September 2014
Nama Dosen Jaga : Dr. Ika Puspita Sari, M.Si.,Apt
Nama Asisten Jaga :
Asisten Koreksi :

Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi


Bagian Farmakologi dan Farmasi Klinik
Fakultas Farmasi UGM
2014
PERCOBAAN I
RESEPTOR SEBAGAI TARGET AKSI OBAT
( RESEPTOR HISTAMIN )
I. Pendahuluan
A. Tujuan
1. Mengenal dan menjelaskan mengenai reseptor histamin
2. Mengenal, mempraktikkan, dan melaksanakan percobaan yang
melibatkan reseptor histamin
3. Menentukan nilai pD2 dari reseptor histamin

B. Dasar Teori

Pembentukan dan Pelepasan Histamin

Histamin dibentuk dari dekarboksilasi asam amino L-histidin yang terdapat pada jaringan
dikatalisis oleh enzim histidin dekarboksilase. Piridoksal fosfat diperlukan sebagai kofaktor. Setelah
terbentuk, histamin segera disimpan dan langsung dinonaktifkan. Histamin mengalami inaktivasi atau
metabolisme oleh jalur oksidasi dan N-metilasi. Tahapan inaktivasi pertama adalah konversi ke metil
histamin dengan katalisator imidazol-N-metiltransferase dan kemudia dioksidasi menjadi asam
metilimidazolasetat dengan katalisator diamin oksidase. Cara kedua dalam metabolisme adalah
konversi histamin langsung ke asama imidazol asetat oleh diamin oksidase. (Elliot,1997)

Meskipun histamin terdapat pada berbagai jaringan, tetapi penyebarannya tidak merata.
Histamin jaringan umumnya terikat dalam bentuk granul dalam sel mast atau basofil, kadar histamin
dalam jaringan berbanding langsung dengan jumlah sel mast yang dikandungnya. Bentuk ikatan
histamin secara biologis tidak aktif, tetapi berbagai rangsangan dapat merangsang pelepasan
histamin dari sel mast sehingga amin bebas itu dapat bekerja pada jaringan sekitarnya, Sel mast
banyak terdapat pada sekitar jaringan yang berpotensi menfalami kerusakan misalnya hidung, mulut,
dan kaki, permukaan dalam alat tubuh dan pembuluh darah terutama pada bagian yang mendapat
tekanan atau percabangan. Sel mast dari berbagai jaringan berbeda-beda. Beberapa sel mast yang
terdapat di mukosa saluran cerna serupa dengan jaringan ikat, tetapi yang lainnya menunjukkan sifat
yang berbeda. (Katzung, 1997)

Elliot, D.C., Elliot, W.H., 1997, Biochemistry and Molecular Biology, 1st Ed., Oxford University Press
Inc., New York

Katzung, B.G., 1997, Farmakologi Dasar dan Klinik, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

Sifat Farmakologi
Histamin berinteraksi dengan reseptor spesifik pada berbagai jaringan. Histamin
menyebabkan kontraksi otot polos tetapi menyebabkan relaksasi kuat pada otot polos lain, misalnya
pembuluh darah kecil. Histamin mempunyai khasiat farmakologi yang hebat, antara lain dapat
menyebabkan vasodilatasi yang kiat dari kapiler-kapiler, serentak dengan kontriksi dari vena dan
arteri, sehingga menurunkan tekanan darah perifer. Permeabilitas dan kapiler-kapiler menjadi lebih
tinggi artinya lebih mudah ditembusi sehingga cairan-cairan dan protein plasma dapat mengalir ke
cairan diluar sel dan menyebabkan udema. Paru-paru mengalami konstriksi.

Histamin juga mempertinggi sekresi kelenjar-kelenjar, misalnya ludah, asam dan getah
lambung, air mata dan juga adrenalin. Dalam keadaan normal, jumlah histamin dalam adalah sedikit
sekali sehingga tidak menimbulkan efek-efek tersebut. Histamin yang berlebihan diuraikan oleh
enzim histaminase yang terdapat pada ginjal, paru-paru, dan jaringan-jaringan lainnya.

Efek Histamin terhadap beberapa organ tubuh

Histamin memberikan efek yang kuat pada otot polos dan otot jantung, pada sel endotel tertentu
dan sel saraf, dan pada sel sekretorik lambung.

1. Jaringan sekretorik
Reseptor H2 pada sel pariental lambung menyebabkan perangsangan kuat yang berakibat
pada sekresi asam lambung, pepsin lambung dan produksi faktor intrinsik. Hal ini berkaitan
dengan peningkatan aktivitas siklasedenilat dan konsentrasi cAMP dalam sel. Akibatnya
terjadi tukak lambung.
2. Sistem kardiovaskular
Histamin dapat menyebabkan dilatasi kapiler(baik arteriol maupun venul)dengan akibat
kemerahan pada wajah,menurunnya resistensi pada perifer dan tekanan darah. Histamin
juga meningkatkan permeabilitas kapiler. Ini merupakan efek sekunder yang menyebabkan
protein dan cairan plasma keluar ke ruang ekstrasel dan menimbulkan edema dan urtikaria
yang merupakan akibat kerja histamin pada reseptor H1 dalam pembuluh mikrosirkulasi.
Histamin mempengaruhi langsung kontraktilitas dan elektrisifas jantung. Efek ini
diperantarai oleh reseptor H2.
3. Otot polos non vaskular
Jika berikatan dengan reseptor H1, histamin akan menyebabkan kontraksi otot polos
sedangkan aktivasi reseptor H2 akan menyebabkan relaksasi otot polos.
4. Kelenjar eksokrin
Perangsangan langsung pada sel parietal melalui reseptor H2 akan memicu sekresi asam
lambung oleh histamin. Histamin juga meningkatkan sekresi kelenjar liur,pankreas, dan air
mata.
5. Ujung saraf semsoris
Histamin dapat menstimulasi rasa nyeri dan gatal. Flare pada histamin disebabkan oleh
pengaruhnya pada ujung saraf yang menimbulkan efek akson. Hal tersebut merupakan kerja
reseptor H1 diujung saraf sensoris.
6. Medula adrenal dan ganglia
Selain merangsang ujung saraf sensoris, histamin juga merangsang sel kromafin medula
adrenal dan sel ganglion otonom.
Histamin adalah suatu alkaloid yang disimpan di dalam sel mast, dan menimbulkan
berbagai proses faalan dan patologik. Histamin pada manusia adalah mediator penting untuk
reaksi-reaksi alergi yang segera dan reaksi inflamasi, mempunyai peranan penting pada
sekresi asam lambung, dan berfungsi sebagai neurotransmitter dan modulator. (Udin
Sjamsudin: 1995)

Sejarah HistaminHistamin dan asetilkolin mempunyai persamaan sejarah yaitu


disentesis secara kimia terlebih dahulu sebelum dikenal sifat-sifat biologisnya. Keduanya
pertama kali diisolasi dari ekstrak ergot. Histamin dan asetilkolin kemudian terbukti
dihasilkan oleh bakteri yang mengkontaminasi ergot. Pada awal abad 19 histamin dapat
diisolasi dari jaringan hati dan paru-paru segar. Histamin juga ditemukan pada bebrapa
jaringan tubuh maka dari itu diberi nama histamin(histos=jaringan). Kemudian terbukti
bahwa pada penggoresan kulit dilepaskan zat yang sifatnya mirip histamin (H-subtance) yang
kemudian terbukti histamin.

Histamin adalah suatu amin nabati (bioamin) yang ditemukan oleh dr. Paul Ehlirch
(1878) dan merupakan produk normal dari pertukaran zat histidin melalui dekarboksilasi
enzimatis. (Tan Hoan Tjai: 2006)

Stuktur histamine

( -imidazoliletilamin atau 1-H-imidazol-4-etanamin)

Berat molekul : 111.15 g mol −1

Titik Leleh : 83,5 ° C


Titik Didih : 209.5 °C

Histamin memiliki bentuk higroskopis kristal yang mencair pada suhu 83,5 ° C dan
mudah dilarutkan dalam air atau etanol , tetapi tidak larut dalam eter .
Dalam larutan, histamin memiliki dua tautomer, yaitu bentuk Nπ-H-histamin dan N τ-H-
histamin. Nitrogen terjauh dari rantai samping adalah 'tele' nitrogen dan dilambangkan
dengan tanda ‘tau’ huruf kecil. Nitrogen terdekat dengan rantai samping adalah 'Pro' nitrogen
dan dilambangkan dengan tanda ‘pi’. Posisi nitrogen dengan hidrogen di atasnya menentukan
bagaimana tautomer dinamakan. Jika nitrogen dengan hidrogen di posisi tele, maka histamin
dalam bentuk tele-tautomer. Tele-tautomer disukai dalam bentuk larutan.
Histamin bersifat basa, memiliki dua gugus pusat, yaitu gugus amino alifatik dimana atom
nitrogen dari cincin imidazol sudah tidak memiliki proton . Dalam kondisi fisiologis, gugus
amino alifatik (memiliki pKa sekitar 9,4) yang akan terprotonasi, sedangkan kedua nitrogen
pada cincin imidazol (pKa≈ 5,8) tidak akan terprotonasi sehingga pada pH tubuh senyawa ini
berada sebagai kation bervalensi tunggal.

Histamin mempunyai sifat merangsang sekresi asam lambung, menaikkan laju jantung,
menghambat kontraksi uterus tikus, stimulasi sel parietal pada perut sehingga sekresi HCl
meningkat, pengerutan otot polos saluran cerna yang menyebabkan sakit epigastrik, mual
muntah dan diare, dan dilatasi arteriol pra dan pasca kapiler sehingga terjadi peningkatan
permeabilitas
Sumber :

Azalia, Arif., Udin, Sjamsudin. 1995. Obat lokal. Dalam: G. G .Sulistia, Rianto,

Setiabudi, Purwantyastuti, dkk : Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta: Gaya

Baru.

Tan, Hoan Tjai. Obat-obat Penting. 2007.Jakarta: PT. Gramedia

II. Cara Percobaan


A. Bahan dan Alat
Bahan :
1. Larutan buffer Krebs
2. Larutan agonis histamin dengan kadar 2x10-5, 2x10-4, 2x10-3, 2x10-2,
2x10-1 M
3. Organ Trakea Marmut
4. Gas Karbogen
5. Hewan uji : Marmut

Alat :
1. Organ bath
2. Amplifier dan recorder
3. Thermostat dan heater
4. Transducer isotonik
5. Mikropipet 100 µL dan 1000 µL ( Blue tip dan yellow tip )
6. Vial
B. Cara kerja
1. Preparasi organ marmut
Dikorbankan marmut dengan cara dislokasi tulang belakang kepala atau
cervix

Diletakkan pada papan fiksasi

Dibedah bagian dada atas sampai bagian leher

Diambil trakea marmut kemudian dibersihkan dari lemak dan jaringan lain
yang masih menempel

Setelah trakea bersih dipotong dengan arah melintang untuk diambil satu
cincin trakea

Dipotong tulang rawannya sedemikian rupa sehingga didapatkan satu pita


trakea

Diikat organ yang telah dipreparasi pada organ bath dan segera diberi
larutan buffer Krebs hingga terendam sempurna dan dialiri gas karbogen

Diatur kedudukan tuas pencatat sedemikian rupa sehingga bisa


memberikan rekaman terbaik pada recorder (preload yang diberikan adalah
0.5 gram )

2. Uji Farmakologi
Setelah preparasi organ, dilakukan ekuilibrasi terhadap trakea selama 60
menit dengan penggantian larutan dapar Krebs setiap 15 menit
Dilakukan pengenalan agonis dengan konsentrasi yang menyebabkan ±
80% respon kontraksi maksimum untuk histamin sebesar 2x10-3 M

Organ dicuci selama 60 menit dengan penggantian larutan dapar Krebs


tiap 10-15 menit
Dilanjutkan pengukuran kontraksi otot polos trakea terhadap berbagai
peringkat dosis agonis histamin

Pemberian volume dosis agonis histamin dapat dilihat pada tabel dibawah
ini
Volume larutan obat yang ditambahkan Konsentrasi larutan Konsentrasi histamin
dalam organbath (mL) histamin yang dalam organbath
ditambahkan (M) (faktor kumulatif ½
log10) (M)
0,100 2x10-5 10-7
0,200 2x10-5 3x10-7
0,070 2x10-4 10-6
0,200 2x10-4 3x10-6
0,070 2x10-3 10-5
0,200 2x10-3 3x10-5
0,070 2x10-2 10-4
0,200 2x10-2 3x10-4
0,070 2x10-1 10-3

3. Analisis Data
Didapat data respon yang timbul (yang digambar dengan tingginya
rekaman gambar kontraksi pada kimogram) pada masing-masing dosis
terukur dalam satuan mm.

Diubah nilai persen dari nilai respon maksimal

Dibuat kurva hubungan antara % efek dan kadar dimana nilai persentase
efek menjadi skala ordinat (sumbu y) dan logaritma kadar obat menjadi
skala absis (sumbu x)
Dihitung ED50 (respon 50% dari respon maksimal yang mungkin bisa
timbul)
Dihitung nilai pD2 (nilai negatif logaritma dari ED50)

HASIL DAN DATA


Pemberian Dosis Agonis Histamin Secara Kumulatif pada Organbath Volume 20mL

No. Vol. Konsentrasi Konsentrasi h (mm) h (mm) %h %h - log


Obat Histamin yang Histamin di Kel 1,2 Kel 3,4 Kel 1,2 Kel 3,4 kons (a)
(ml) Ditambah (M) Organbath (M)
1. 0,1 2.10-5 M 10-7 M 1,1 4,5 6,67 9,78 7
2. 0,2 2.10-5 M 3.10-7 M 2,6 10,0 15,76 21,74 6,52
3. 0,07 2.10-4 M 10-6 M 4,8 18,5 29,09 40,22 6
4. 0,2 2.10-4 M 3.10-6 M 8,8 36,0 53,33 78,26 5,52
5. 0,07 2.10-3 M 10-5 M 15,0 44,0 90,90 96,65 5
6. 0,2 2.10-3 M 3.10-5 M 16,2 46,0 98,18 100 4,52
7. 0,07 2.10-2 M 10-4 M 16,5 46,0 100 100 4
8. 0,2 2.10-2 M 3.10-4 M 15,5 46,0 93,94 100 3,52
9. 0,07 2.10-1 M 10-3 M 15,5 45,0 93,94 97,83 3

vol. obat
kons . h istamin dalam organbat h= x kons . histamin yang ditamba h
vol. awal

0,1 mL −5 −7
1. kons . h istamin dalam organbat h= x 2. 10 =10
20 mL
0,3 mL
2. kons . h istamin dalam organbat h= x 2. 10−5=3.10−7
20 mL
0,37 mL
3. kons . h istamin d alam organbat h= x 2. 10−4 =10−6
20 mL
0,3 mL −4 −6
4. kons . h istamin dalam organbat h= x 2. 10 =3.10
20 mL
0,3 mL
5. kons . h istamin dalam organbat h= x 2. 10−3=10−5
20 mL
0,3 mL
6. kons . h istami n dalam organbat h= x 2. 10−3=3.10−5
20 mL
0,3 mL
7. kons . h istamin dalam organbat h= x 2. 10−2=10−4
20 mL
0,3 mL
8. kons . h istamin dalam organbat h= x 2. 10−2=3.10−4
20 mL
0,3 mL −1 −3
9. kons . h ist amin dalam organbat h= x 2. 10 =10
20 mL
hn
%h=
h max

volume obat x kons . h istamin


Kons . diorgan bat h=
vol . di organbat h

Persamaan regresi linear

x=−log konsentrasi

y= respon

y=B X 1 + A1 y=B X 2 + A2

y=−45,36 X 1+307,48 y=−45,62 X 1 +323,30

50=−45,36 X 1+ 307,48 50=−45,62 X 1 +323,30

x=5,68 x=5,99

x=−log ED50 x=−log ED50


−6 −6
ED 50=2,09.10 M ED 50=1,02.10 M

pD 2=−log ED 50 =5,68 pD 2=−log ED 50 =5,99

5,68+ 5,99
pD 2= =5,84
2

1. ED50 yang diperoleh adalah 2,09.10−6 M dan 1,02.10−6 M . Rata-rata ED50 =


1,55.10 M .
−6

2. pD2 yang diperoleh adalah 5,84.


PEMBAHASAN
Pada praktikum ini dilakukan pengamatan aktivitas mengenai agonis histamin terhadap reseptor
histamin. Uji farmakologi yang digunakan adalah uji tidak langsung dengan organ terisolasi. Organ
terisolasi yang digunakam adalah trakea marmut yang terdapat reseptor histamin. Reseptor ini
terhubung dengan reseptor G yang mengikuti jalur ........... dalam transduksi signalnya. Sumber
histamin dalam tubuh adalah histidin yang mengalami dekarboksilasi.

Reaksi pembentukan histamin adalah :

Percobaan atau uji farmakologi ini menggunakan organ terisolasi sehingga termasuk percobaan in
vitro. Variable respon yag diamati adalah kontraksi trakea yang terjadi akibat penambahan agonis
dan antagonis reseptor histamin. Pertama, dilakukan preparasi organ trakea marmut. Marmut
dikorbankan dengan cara dislokasi leher, kemudian diletakkan di atas papan fiksasi. Bagian dada atas
dibedah sampai bagian leher. Trakea diambil kemudian dibersihkan dari lemak dan jaringan lain, agar
tidak mengganggu histamin yang akan berinteraksi dengan reseptor pada trakea. Kemudia trakea
dipotong dengan arah melintang untuk diambil satu cincin trakea dan dipotong tulang rawannya
sedemikian rupa sehingga didapatkan satu pita trakea. Preparasi harus dilakukan dengan cepat dan
hati-hati agar organnya tidak rusak dan tetap hidup. Organ yang telah dipreparasi diikat pada organ
bath dan segera diberi larutan dapar krebs hingga terendam sempurna. Dapar Krebs mampu
menjaga stabilitas pH organ. Senyawa tersebut dapat meningkatkankapasitas pH dan menjaga
homeostatis organ. Selain itu organ terisolasi juga dialiri gas karbogen (O2 : CO2 = 95% : 5%). Gas
karbogen digunakan untuk menjaga respirasi organ sel terisolasi sehingga kebutuhan organ sel dapat
terpenuhi. Kadar oksigen yang tinggi atau lebih dari 20% pada organ terisolasi digunakan sebagai
kompensasi atas hilangnya fungsi hemoglobin untuk memenuhi kebutuhan oksigen pada organ
terisolasi. Suhu dapar Krebs juga dikondisikan mirip dengan suhu tubuh yaitu 37o C. Kedudukan tuas
pencatat diatur dengan preload 0,5 gram.
Selanjunya dilakukan ekuilibrasi terhadap trakea selama 60 menit dengan penggantian
larutan dapar Krebs setiap 15 menit. Kemudian dilakukan pengenalan agonis dengan konsentrasi yag
menyebabkan ± 80% respon kontraksi maksimum untuk histamin sebesar 2x10-3 M.

Tabel pemberian volume

Histamin yang ditambahkan pada dapar organ bath menyebabkan organ trakea memediasi
reaksi alergi karena fisiologis histamin itu merupakan mediator alegi di mana gugus amino bebas
pada histamin secara spesifik akan berikatan dengan site pada reseptor H1 sehingga akan mengubah
konformasi reseptor H1 yang berpengaruh pada kompleks G-protein. Tempat pengukuran GDP dan
Gα menjadi mengarah ke sitosol di mana konsenrasi GTP lebih besar dari GDP. Hal ini menyebabkan
perubahan konformasi pada Gα sehingga Gα terlepas dari kompleks Gβ.

V. DAFTAR PUSTAKA
Di Giuseppe, M., et al, 2003,Nelson Biology 12, Thomson Canada Ltd.,Toronto.
Gan, S., 1987, Farmakologi dan Terapi, Edisi 3, Bagian Farmakologi, Fakultas Kedokteran
Umum UI, Jakarta.
Katzung, B. G., 2001,Farmakologi Dasar dan KlinikEdisi 8, Mc Graw-Hill Companies Inc,
San Francisco.
Lacy, C.F., 2002,Drug Information Handbook 11th Edition, Lexi-Comp Inc.,Ohio.
Marieb, E., 2001,Human Anatomy & Physiology, Benjamin Cummings,San Francisco.
Mutschler, E., 1991,Dinamika Obat, Penerbit ITB, Bandung.

Anda mungkin juga menyukai