Anda di halaman 1dari 11

Klasifikasi dan Rumus Bangun

Antihistamin (AH) dapat dibedakan berdasarkan reseptornya dalam tubuh


yaitu Antihistamin tipe 1 (AH 1), tipe 2 (AH 2), tipe 3 (AH 3), dan tipe 4 (AH
4). Namun hingga saat ini yang berkembang masih Antihistamin tipe 1 (AH 1)
dan Antihistamin tipe 2 (AH 2). Antihistamin tipe 2 (AH 2) umumnya digunakan
sebagai terapi gangguan gastrointestinal, sementara untuk kelainan kulit
umumnya digunakan Antihistamin tipe 1 (AH 1).
AH1 dibedakan berdasarkan penemuannya dalam 2 kelompok atas dasar
kerjanya terhadap SSP menjadi generasi I dan II. AH1 generasi 1 lebih memiliki
kemampuan sedativa daripada AH 1 generasi 2, karena sifat AH generasi 1 yang
lebih lipid soluable, sehingga mudah masuk ke CNS dan memblokade reseptor
otonom,sementara AH1 generasi 2 kurang lipid soluable sehingga sulit
menembus CNS.

1. Antihistamin tipe H-1

a. AH-1 generasi I (klasik/sedatif)


Yang termasuk golongan ini adalah:
 Alkilamin (propilamin) : bromfeniramin maleat, klorfeniramin maleat dan tanat,
deksbromfeniramin maleat, deksklorfeniramin maleat, dimentinden maleat,
tripolidin hidroklorida, feniramin maleat/pirilamin maleat
 Etanolamin (Aminoalkil eter) :karbioksamin maleat, difenhidramin sitrat dan
hidroklorida, doksilamin suksinat, embramin hidroklorida, mefenhidramin
metilsulfat, trimetobenzamin sitrat, dimenhidrinat, klemastin fumarat
 Etilendiamin : mepiramin maleat, pirilamin maleat, tripenelamin sitrat dan
hidroklorida, antazolin fosfat
 Fenotiazin : dimetotiazin mesilat, mekuitazin, metdilazin dan metdilazin
hidroklrida, prometazin hidroklorida dan teoklat, trieprazin tartrat
 Piperidin : azatadin maleat, siproheptadin hidroklorida, difenilpralin
hidroklorida, fenindamin tartrat
 Piperazin : hidroksizin hidroklorida dan pamoat (fitzpatrick)

b. “Low sedating” atau antihistamin AH 1 generasi II dan III


Beberapa AH-1 yang diperkenalkan dalam 2 dekade terakhir ditemukan
dengan cara menyaring beberapa komponen dan secara kimia berhubungan AH-
1 generasi yang lama. Sebagai contoh misalnya: akrivastin berhubungan dengan
tripolidin, cetirizin adalah metabolit dari hidroksizin, levocetirizin adalah
enantiomer dari cetirizin, desloratadin adalah metabolik dari terfenadin. (Simons)

AH 1 generasi II
 Akrivastin
 Astemizole
 Cetirizin
 Loratadin
 Mizolastin
 Terfenadin
 Ebastin
- AH-1 generasi III
 Levocetirizin
 Desloratadin
 Fexofenadin

2. Antihistamin tipe H-2


 Simetidin
 Ranitidin
 Famotidin
 Nizatidin
ANTIHISTAMIN TIPE 1 (AH 1) GENERASI I ATAU KLASIK

Mekanisme kerja:

Antihistamin tipe H1 bekerja dengan cara competitif inhibitor terhadap


histamin pada reseptor jaringan, sehingga mencegah histamin berikatan serta
mengaktivasi reseptornya. (Fitzpatrick, Wolverton, Katzung Arndt) Ikatannya reversibel dan
dapat digantikan oleh histamin dalam kadar yang tinggi. (Fitzpatrick, Katzung). Dengan
menghambat kerja dari histamin, terjadi berbagai pengaruh yang ditimbulkan
antihistamin, yaitu menghambat peningkatan permeabilitas kapiler dan edema
yang disebabkan oleh histamin serta menghambat vasokonstriksi. Obat ini lebih
efektif jika diberikan sebelum pelepasan histamin. Pada pemberian awal,
antihistamin dapat mencegah edema dan pruritus selama reaksi
hipersensitivitas, sehingga banyak keuntungan yang didapat jika digunakan untuk
pencegahan urtikaria kronik idiopatik.Wilkin Antihistamin tipe H1 klasik ini juga
memiliki aktivitas antikolinergik, efek anestesi lokal, antiemetik, dan anti mabuk
perjalanan.(Fitzpatrick, Goodman and Gillman) Beberapa antihistamin tipe H1 mempunyai
kemampuan untuk menghambat reseptor α-adrenergik atau reseptor muskarinik
kolinergik, sedangkan obat lain mempunyai efek antiserotonin. (Fitzpatrick)

Farmakologi

Setelah pemberian secara oral, antihistamin akan diabsorbsi dengan baik


dalam saluran cerna. Efeknya dapat terlihat dalam 30 menit, mencapai
konsentrasi puncak plasma dalam 1-2 jam, dan dapat bertahan 4-6 jam, dan
beberapa obat lainnya dapat bertahan lebih lama.(Fitzpatrick, Goodman and Gillman, Katzung, Wolverton,
Lippincot) Antihistamin tipe H1 dimetabolisme oleh sistem enzim sitokrom hepar P450

(CYP) CYP3S4, dikonjugasi membentuk glukuronida dan hampir seluruhnya


diekskresikan ke urin setelah 24 jam pemberian. (Fitzpatrick)
Kegunaan klinis

 Antihistamin tipe H1 generasi I digunakan untuk menghilangkan pruritus,


pengobatan urtikaria akut, urtikaria kronis, angioedema dan reaksi alergi kulit
lainnya temasuk reaksi obat. (Fitzpatrick, Wilkin) Apabila salah satu dari kelompok
antihistamin tipe H1 tidak efektif, maka dapat diganti dengan obat dari
kelompok yang lain. (Fitzpatrick)
 Antihistamin tipe H1 digunakan untuk terapi pruritus pada penderita dermatitis
atopik. Efeknya berhubungan dengan menekan ansietas dan sedasinya.
Pruritus yang disebabkan hal lain, seperti dermatitis kontak alergi dan bentuk
lain dermatitis, liken planus, gigitan nyamuk dan pruritus yang terjadi
sekunder karena penyakit lain atau yang bersifat idiopatik, juga dapat
dihilangkan dengan penggunaan antihistamin tipe H1. (Fitzpatrick)
 Kontraindikasi pemberian obat ini adalah pada bayi baru lahir atau bayi
prematur, kehamilan, ibu menyusui, glaukoma sudut sempit, retensi urin, dan
asma. (Wilkin)
 Panduan penggunaan antihistamin tipe H1 wanita hamil terbatas. Sebagian
besar antihistamin tipe H1 pada wanita hamil oleh United States of Food and
Drug Administration (FDA) digolongkan sebagai kategori B atau C. (Fitzpatrick)

Efek samping:
Sifat lipofilik dari antihistamin AH1 klasik menyebabkan distribusi jaringan
yang luas dan dapat melewati sawar darah otak, plasenta dan air susu
ibu, (Wilkin) karena itu dapat memberikan efek pada:
 Sistem saraf pusat
Komplikasi tersering pada orang dewasa adalah depresi SSP, sedasi dan
pusing. Pada anak-anak dan orang tua dapat terjadi: kecemasan, iritabilitas,
insomia, tremor dan mimpi buruk. Bangkitan dapat terjadi, walaupun jarang.
Pernah dilaporkan terjadinya diskinesia wajah dan mulut pada penggunaan
kombinasi antihistamin-dekongestan. (Fitzpatrck, Katzung, Wolverton Simon and Simon, Wilkin,
Goodman and Gilman)

 Gastrointestinal
(Fitzpatrick, Wolverton,
Dapat terjadi mual, muntah, anoreksia, konstipasi dan diare.
Wilkin, Goodman and Gilman)

 Jantung
Takikardia, disritmia, hipotensi yang bersifat sementara (Wolverton, Fitzpatrick)
 Genitourinaria
Disuria, disfungsi ereksi, retensi urin (Wolverton, Simon and Simon, Arndt)
 Darah
Klorfeniramin dapat menebabkan pansitopenia, agranulositosis,
(Wilkin, Fitzpatrick, Goodman and Gilman)
trombositopenia, leukopenia dan anemia aplastik.
 Kulit
Reaksi kulit yang dapat terjadi berupa dermatitis, petekie, fixed drug eruption
dan fotosensitif. (Fitzpatrick)
 Efek samping lainnya
Terdapat efek samping antikolinergik yang dapat berupa muka merah, dilatasi
pupil, hipertermia kekeringan pada membran mukosa dan penglihatan yang
buram. (Fitzpatrick, Arndt, Goodman and Gilman)
Antihistamin lainnya seperti ciproheptadin dapat menyebabkan peningkatan
berat badan(Wilkin)
Interaksi obat
Efek depresi SSP akan semakin meningkat apabila antihistamin tipe H1
diminum bersamaan dengan alkohol atau obat lain yang bersifat depresif terhadap
SSP seperti diazepam. Antihistamin kelompok fenotiazin menghambat dan
sebaliknya epinefrin mempunyai efek vasosupresi. Kontra indikasi pemberian
antihistamin tipe H1 adalah penderita yang mendapat inhibitor monoamine
oksidase, seperti isokarboksazid, nialamid, moklobemid, ranilsipromin,
(Fitzpatrick)
fenelzim

ANTIHISTAMIN TIPE I (AH 1) GENERASI II DAN III ATAU LOW SEDATING

Mekanisme kerja
Antihistamin tipe H1 low sedating merupakan antagonis dari histamin pada
reseptor H1, berikatan secara tidak kompetitif, tidak mudah diganti oleh
antihistamin, dilepaskan secara perlahan dan kerjanya lebih lama (Wolverton, Wilkin,
Fitzpatrick) Antihistamin H1 ini, kurang bersifat lipofilik, sangat sedikit menembus

sawar darah otak, dan lebih mengikat reseptor H1 di perifer secara lebih
spesifik. (Fitzpatrick, Wilkin, Wolverton, Arndt) Beberapa obat ini mempunyai membrane
stabilizing atau efek seperti kuinidine pada otot jantung, dan menyebabkan
perpanjangan masa refraksi jantung serta aritmia ventrikuler ”torsades de
pointes”. (Fitzpatrick) Walaupun golongan ini sering dikatakan nonsedasi, obat-obat ini
tetap dapat menyebabkan efek sedasi, namun dalam banyak penelitian
dikatakan insidensi sedasi jauh lebih sedikit dibandingkan antihistamin H1 klasik,
demikian pula efek antikolinergiknya lebih jarang terjadi dibanding antihistamin
H1 klasik. (Wilkin) Cetirizine berpengaruh pada perpindahan sel dalam kulit dan
jaringan lainnya, pelepasan atau pembuatan dan pelepasan mediator inflamasi
serta ekspresi molekul adhesi.(Fitzpatrick)

Farmakologi:
Antihistamin tipe H1 low sedating diabsorbsi dari saluran cerna dan
mencapai puncak konsetrasi plasma dalam 2 jam. Obat tersebut menghilangkan
urtikaria dan reaksi eritema sekitar 1-24 jam. Terfenadin, astemizol, loratadin,
aktivastin, mizolastin, ebastin dan oksatomid dimetabolisme di hepar melalui
sisitem enzim CYP dalam hepar CYP3A4. Cetirizin, metabolit asam karboksilik
dari terfenadin, dan desloratadin tidak dimetablisme dalam hepar. (Fitzpatrick)
Astemizol mempunyai efek jangka panjang, namun onset mulai kerjanya
dan konsentrasi dalam keadaan stabil dicapai dalam 3-4 minggu. Efek astemizol
berlangsung lama dan obat harus dihentikan 4-6 minggu sebelum dilakukan uji
tusuk. Waktu paruh eliminasi cetirizin dan feksofenadin pada anak-anak sama
dengan dewasa (Fitzpatrick)

Kegunaan klinis
 Antihistamin tipe ini terutama digunakan untuk pengobatan rinitis alergi dan
urtikaria kronis.(Katzung, Wilkin)
 Kontra indikasi dari antihistamin low sedating ini adalah pada kehamilan dan
ibu menyusui.(Wilkin)

Efek samping
Antihistamin tipe low sedating memiliki efek sedasi dan antikolinergik
yang sedikit, juga mempunyai efek samping yang lebih sedikit dibandingkan
dengan antihistamin tipe H1 klasik. (Fitzpatrick)
 Kardiovaskular
Efek samping kardiovaskular berupa fibrilasi ventrikel, pemanjangan interval
QT dan takiaritmia ventrikular atipikal berhubungan dengan pemakaian
astemizole dan terfenadin.(Murphy) Kelainan ini dapat tejdadi terutama pada
wanita dan penderita dengan kelainan jantung organik yang sebelumnya telah
ada (seperti iskemia, kardiomiopati), arritmia, ataupun penderita dengan
gangguan eletrolit (seperti hipokalemia, hipokalsemia dan
(Simons FER)
hipomagnesemia)
 Sistem saraf pusat
Dalam beberapa penelitian dikatakan tefenadin, astemizole dan loratadin
memiliki efek sedasi yang lebih rendah dibandingkan antihistamin H1
klasik. (Wilkin)
 Kulit
Fotosensitivitas, urtikaria, erupsi makulopapular, eritema serta pengelupasan
kulit tangan dan kaki. Selain itu juga dilaporkan adanya reaksi fotoalergi dan
alopesia yang diduga berhubungan dengan penggunaan terfenadin.
Dilaporkan juga suatu kasus psoriasis yang mengalami eksaserbasi selama
menggunakan terfenadin. (Wilkin)
 Hepar
Hepatotoksisitas jarang terjadi, namun dilaporkan adanya kasus hepatitis yang
berhubungan dengan penggunaan terfenadin selama 5 bulan. Peningkatan
serum transaminase dengan kadar ringan sampai sedang kadang-kadang
dapat terjadi. (wilkin)
 Efek samping lainnya
Dilaporkan adanya sakit kepala, mual, kekeringan pada mukosa mulut dan
beberapa efek antikolinergik lainnya, namun insidensinya sangat rendah. (Wilkin)
Peringatan
Karena terbatasnya penelitian pada manusia, penggunaan antihistamin non
sedasi pada wanita hamil dan ibu menyusi sebaiknya dihindari.Wilkin
Interaksi obat
 Perpanjangan QT interval dapat terjadi pada penderita yang megkonsumsi
terfenadin bersamaan dengan ketokonazol dan intrakonazol, antibiotik makrolid,
seperti eritromisin dan klaritromisin, troleandomisin, lovastatin, inhibitor protease
dan flavonoid, seperti naringin dalam sari buah anggur.
 Obat-obatan lain yang dapat berpengaruh pada peningkatan kadar
antihistamin serum dan yang memiliki risiko kardiovaskular adalah Human
Immunodeficiency Virus-1 (HIV-1) protease inhibitors, Selective Serotonin
Reuptake Inhibitors (SSRI) antidepresant, seperti quinin, zileuton. (Wolverton)
BEBERAPA CONTOH ANTIHISTAMIN TIPE I GENERASI I

Klorfeniramin
Klorfeniramin merupakan antihistamin sedatif dari golongan alkilamin
yang paling poten dan stabil. Setelah pemberian dosis tunggal per oral,
klorfeniramin diabsorbsi dengan baik dan cepat pada saluran pencernaan,
mencapai kadar puncak plasma dalam waktu 30-60 menit, melalui metabolisme
pertama di hati dan di mukosa saluran pencernaan selama proses absorbsi,
kemudian didistribusikan secara luas ke seluruh tubuh termasuk susunan saraf
pusat.(Jalbani, Murphy). Sebanyak 50% dari dosis yang diberikan diekskresikan
terutama melalui urin dalam waktu 12 jam dalam bentuk asal dan
metabolitnya. (Murphy)
Lama kerja dari klorfeniramin adalah 4-6 jam.(Goodman and Gilman) Dosis yang
diberikan 4-6 mg peroral dapat diberikan 3-4x/hari, dengan dosis maksimal 24 mg
per hari baik pada anak-anak dan dewasa.(Arndt)
Sediaan:
-
Klorfeniramin elixir, 2 mg/5ml: 120 ml, 480 ml (Arndt)
-
Klorfeniramin tablet 2 mg dan 4 mg (Arndt)
-
Klorfeniramin retarded tablet 8 mg dan 12 mg (Arndt)

Difenhidramin
Difenhidramin adalah derivat etanolamin yang sering digunakan dalam
praktek sehari-hari, diabsorbsi dengan baik setelah pemberian per oral. Obat ini
mengalami metabolisme pertama di hati, dan hanya 40%-60% dari dosis
pemberian yang mencapai sirkulasi sistemik, didistribusikan secara luas ke
seluruh tubuh, termasuk sistem saraf pusat. Kadar puncak plasma dicapai dalam
waktu kurang lebih 1-5 jam dan bertahan selama 2 jam. Waktu paruh bervariasi
dari 2,4 sampai 10 jam. (Goodman and Gillman, Murphy)
Difenhidramin tidak dapat diberikan secara subkutan, intradermal atau
perivaskular karena sifatnya yang iritatif dan dapat menyebabkan nekrosis
setempat pada pemberian secara subkutan dan intradermal. Difenhidramin tidak
dapat menembus jaringan kulit yang intak pada pemberian secara topikal, bahkan
dapat menyebabkan reaksi hipersensitivitas. (Murphy)
Dosis pemberian adalah 25 mg-50 mg per oral, dosis maksimal 300 mg/hari,
dengan lama kerja 4-6 jam. (Arndt, Goodman and Gilman) Pemberian 100 mg atau lebih
dapat menyebabkan hipertensi, takikardia, perubahan gelombang T dan
pemendekan dari diastole. (Arndt)
Sediaan :
- Difenhidramin kapsul 25 dan 50 mg (Arndt)
- Difenhidramin elixir (12,5 mg/5 ml): 120 cc, 480 cc (Arndt)
- Difenhiramin injeksi (50 mg/ml) : 1 ml ampul
- Difenhidramin spray : 60 ml (Arndt)
Hidroksizin
Hidroksizin merupakan derivat dari piperazin, sering digunakan sebagai
transquilizer, sedatif, antipruritus dan antiemetik. Kadar plasma biasanya dicapai
dalam 2-3 jam setelah pemberian per oral, dengan waktu paruh 6 jam kemudian
diekskresikan ke dalam urin. (Murphy)Hidroksizin merupakan obat pilihan untuk
pengobatan dermatografisme dan urtikaria kolinergik, dapat digunakan sendirian
ataupun kombinasi dengan antihistamin lainnya untuk manajemen pengobatan
urtikaria kronis, urtikaria akut, dermatitis kontak, dermatitis atopik dan pruritus
yang diinduksi oleh histamin. Lama kerja dari obat ini adalah 6-24 jam dengan
dosis pemberian 10 mg sampai 50 mg peroral, setiap 4 jam.(Arndt)
Sediaan:
- Hidroksizin tablet 10 mg, 25 mg, 50 mg dan 100 mg (Arndt)
- Hiroksizin injeksi 25 mg/ml, 50 mg/ml (Arndt)
- Hidroksizin sirup 10 mg/5ml: 240 ml, 480 ml(Arndt)

BEBERAPA CONTOH ANTIHISTAMIN TIPE I GENERASI II DAN III

Loratadin
Loratadin adalah trisiklik piperidin long acting yang mempunyai aktivitas
yang selektif dengan efek sedatif dan antikolinergik yang minimal pada dosis yang
direkomendasikan, merupakan antihistamin yang mempunyai masa kerja yang
lama. Metabolik utamanya, deskarboetoksi-loratadin, adalah biologikal
aktifnya.
Loratadin cepat diabsorbsi setelah pemberian dosis 10 mg, sekali sehari
dan mencapai konsentrasi plasma maksimum dalam 1-1,5 jam. Eliminasi waktu
paruhnya sekitar 8-11 jam, diekskresikan melalui urine 40%, feses 42% dan air
susu 0,029%. Loratadin diindikasikan untuk rinitis alergi dan urtikaria kronik
idiopatik pada pasien diatas 6 tahun. Loratadin mempunyai efek terhadap fungsi
dari miokardial potasium channel tetapi tidak menyebabkan disritmia jantung.
Loratadin merupakan long acting antihistamin dengan lama kerja 24
jam.(Goodman and Gilman) Dosis yang direkomendasikan 10 mg dosis oral, pada anak-
anak (< 30 kg) adalah 5 mg/kg BB dosis tunggal. Meskipun loratadin tidak
mempunyai kontraindikasi pada penderita hati dan ginjal kronis, disarankan untuk
mengurangi dosis yang diberikan. (Wolverton, Wilkin)
Sediaan:
- Loratadin sirup (1 mg/ml): 480 ml (Arndt, Wolverton)
- Loratadin tablet 10 mg(Arndt, Wolverton)
- Loratadin reditabs 10 mg(Arndt, Wolverton)

Cetirizin

Merupakan metabolit karboksil asid dari hidroksin. Obat ini pada manusia
hanya mempunyai transformasi metabolik yang minimal menjadi bentuk metabolit
aktif dan obat ini terutama diekskresi lewat urin. Karena cetirizin cepat diabsorbsi
dan sedikit yang dimetabolisme, dan juga diekskresi lewat urin, maka dosis obat
ini harus dikurangi pada pasien dengan gangguan ginjal.
Kadar puncak plasma dicapai dalam 1 jam dan waktu paruh plasma sekitar
7 jam, diekskresikan dalam urine sebanyak 60% dan feses 10%. Cetirizin dapat
menghambat eosinofil, netrofil dan basofil dan menghambat IgE serta
menurunkan prostaglandin D2. Cetirizin diindikasikan untuk terapi urtikaria kronik
di Amerika Serikat. Beberapa studi kemudian mendukung khasiat cetirizin untuk
kondisi ini dan juga ditemukan khasiatnya untuk terapi coldurtikaria.
Dosis yang direkomendasikan untuk dewasa 10 mg/hari (maksimal 20 mg)
dosis tunggal, pada anak-anak adalah 0,3 mg/kgBB sedangkan pada pasien
dengan gangguan ginjal kronik dan hepar dosis yang diberikan adalah 5 mg/hari.
Lama kerja dari cetirizin adalah 12-24 jam. (Goodman and Gilman)
Sediaan:
- Cetirizin tablet 5 mg, 10 mg (Arndt)
- Cetirizin sirup 5mg/ml: 120 ml (Arndt)

Feksofenadin
Feksofenadin, metabolit aktif utama dari terfenadin, merupakan reseptor
kompetitif antagonis H-1 yang selektif dengan sedikit atau tanpa efek samping
antikolinergik dan non sedatif, serta bersifat non kardiotoksik(Wolverton, Arndt, Wilkin)
Feksofenadin diabsorbsi cepat setelah pemberian dosis tunggal atau dua
kapsul 60 mg dengan waktu rata-rata mencapai konsentrasi plasma maksimum 1-
3 jam setelah pemberian per oral. Feksofenadin terikat pada protein plasma
sekitar 60-70%, terutama pada albumin dan 1-acid gylcoprotein. Waktu paruh
feksofenadin adalah 11-15 jam, (Wolverton)diekskresikan sebanyak 80% pada urine
dan 12% pada feses.(Fitzpatrick, Wolverton)
Feksofenadin diindikasikan pada penderita rinitis alergi dan urtikaria
idiopatik kronis.(Arndt)Pemberian feksofenadin bersama antibiotik golongan
makrolid dan obat anti jamur golongan imidazol tidak menunjukkan adanya
interaksi obat sehingga tidak terdapat pemanjangan interval QT.(Wolverton)
Sediaan :
- Feksofenadin kapsul 30 dan 60 mg (Arndt)
- Feksofenadin tablet 60 mg (Arndt)

Astemizole

 waktu kerja lama dengan onset lambat


 konsentrasi tetap sampai 3 s/d 4 minggu.
 Waktu paruh plasmanya setelah pemberian satu dosis tunggal adalah bifasik, dengan fase
permulaan 1,1 hari dan fase kedua 9,5 hari, dengan menghasilkan metabolit desmethylastemizole.
Desloratadine

 waktu paruh 27 jam


 konsentrasi tetap dalam plasma dicapai dalam 7 hari.
 Dalam penelitian-penelitian farmakokinetik, kira-kira 7 % dari seluruh subyek dan 20% dari keturunan
Afrika-Amerika memetabolisme desloratadine denga lambat.
 Tidak ada hambatan penggunaan desloratadnie pada pasien dengan kelainan ginjal maupun hati.
 Makanan maupun grapefruit juice tidak memiliki efek pada bioavailibilitas dan absorpsinya.
Mizolastine
Ebastine

 dimetabolisme untuk membentuk metabolit asam karboksilat, carebastine


 Memiliki waktu paruh selama 15 jam.
 Fungsi ginjal yang teganggu mempengaruhi farmakokinetik ebastine, dan dosisnya harus
disesuaikan pada penderita gangguan tersebut.
Terfenadine, Cetrizine, Loratadine, Fexofenadine, dan Desloratadine diekskresikan pada air susu ibu
(ASI).

Tabel 1. Antihistamin tipe H-1 non sedasi, generasi kedua dan ketiga
Obat Kelas Konsentrasi Puncak Plasma
Terfenadin Piperidin 2 jam
Astemizole Piperidin Beberapa hari
Cetirizin Piperazin 1 jam
Loratadin Piperidin 1 jam
Feksofenadin Piperidin 2,6 jam
Desloratadin Piperidin 3 jam
Akrivastin Alkilamin 1,4 jam
Mizolastin Piperidin 1,5 jam
Ebastin Piperidin 2,6 jam
Oksatomid Piperazin 4 jam

Anda mungkin juga menyukai