Anda di halaman 1dari 10

TUGAS

FARMAKOLOGI-II

“ BAGAN PENGGGOLONGAN ANTIHISTAMIN”

DISUSUN OLEH :

NAMA : SUCI
NIM : F201902010
KELAS : C5NR

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MANDALA WALUYA

KENDARI

2020
Histamin berperan dalam fenomena fisiologis dan patologis terutama pada

anafilaksis, alergi, trauma, dan syok. Selain itu, terdapat bukti bahwa histamine

merupakan mediator terakhir dalam respon sekresi cairan lambung, histamine juga

berperan dalam regulasi mikrosirkulasi dan dalam fungsi SSP.

Sejak histamin ditemukan sebagai suatu zat kimia yang mempengaruhi

banyak proses faali dan patologik dalam tubuh, maka dicari obat yang dapat

melawan khasiat histamin. Epinefrin merupakan antagonis faali yang pertama kali

digunakan, efeknya lebih cepat dan lebih efektif daripada AH1.

1. Antihistamin generasi pertama

AH1 ini dalam dosis terapi efektif untuk menghilangkan bersin,

rinore, gatal pada mata, hidung dan tenggorokan pada seasonal hay fever,

tetapi tidak dapat melawan efek hipersekresi asam lambung akibat histamin.

Antihistamin generasi pertama ini mudah didapat, baik sebagai obat

tunggal atau dalam bentuk kombinasi dengan obat dekongestan, misalnya

untuk pengobatan influensa. Kelas ini mencakup klorfeniramine,

difenhidramine, prometazin, hidroksisin dan lain-lain. Pada umumnya

obat antihistamin generasi pertama ini mempunyai efektifitas yang serupa bila

digunakan menurut dosis yang dianjurkan dan dapat dibedakan satu sama lain

menurut gambaran efek sampingnya. Namun, efek yang tidak diinginkan obat

ini adalah menimbulkan rasa mengantuk sehingga mengganggu aktifitas

dalam pekerjaan, harus berhati-hati waktu mengendarai kendaraan,

mengemudikan pesawat terbang dan mengoperasikan mesin-mesin berat. Efek

sedatif ini diakibatkan oleh karena antihistamin generasi pertama ini memiliki
sifat lipofilik yang dapat menembus sawar darah otak sehingga dapat

menempel pada reseptor H1 di sel-sel otak. Dengan tiadanya histamin yang

menempel pada reseptor H1 sel otak, kewaspadaan menurun dan timbul rasa

mengantuk. (1,6) Selain itu, efek sedatif diperberat pada pemakaian alkohol

dan obat antidepresan misalnya minor tranquillisers. Karena itu, pengguna

obat ini harus berhati-hati. Di samping itu, beberapa antihistamin mempunyai

efek samping antikolinergik seperti mulut menjadi kering, dilatasi pupil,

penglihatan berkabut, retensi urin, konstipasi dan impotensia (Simons FER,

Simons KJ, 1994).

2. Antihistamin generasi kedua

Setelah tahun 1972, ditemukan kelompok antihistamin baru yang dapat

menghambat sekresi asam lambung akibat histamin yaitu burinamid,

metilamid dan simetidin. Ternyata antihistamin generasi kedua ini memberi

harapan untuk pengobatan ulkus peptikum, gastritis atau duodenitis.

Antihistamin generasi kedua mempunyai efektifitas antialergi seperti generasi

pertama, memiliki sifat lipofilik yang lebih rendah sulit menembus sawar

darah otak. Reseptor H1 sel otak tetap diisi histamin, sehingga efek samping

yang ditimbulkan agak kurang tanpa efek mengantuk. Obat ini ditoleransi

sangat baik, dapat diberikan dengan dosis yang tinggi untuk meringankan

gejala alergi sepanjang hari, terutama untuk penderita alergi yang tergantung

pada musim. Obat ini juga dapat dipakai untuk pengobatan jangka panjang.

pada penyakit kronis seperti urtikaria dan asma bronkial. Peranan histamin

pada asma masih belum sepenuhnya diketahui. Pada dosis yang dapat
mencegah bronkokonstriksi karena histamin, antihistamin dapat meredakan

gejala ringan asma kronik dan gejala-gejala akibat menghirup alergen pada

penderita dengan hiperreaktif bronkus. Namun, pada umumnya mempunyai

efek terbatas dan terutama untuk reaksi cepat dibanding dengan reaksi lambat,

sehingga antihistamin generasi kedua diragukan untuk terapi asma kronik.

Yang digolongkan dalam antihistamin generasi kedua yaitu terfenadin,

astemizol, loratadin dan cetirizin. Terfenadin diperkenalkan di Eropa pada

tahun 1981 dan merupakan antihistamin pertama yang tidak mempunyai efek

sedasi dan diijinkan beredar di Amerika Serikat pada tahun 1985. Namun,

pada tahun 1986 pada keadaan tertentu dilaporkan terjadinya aritmia ventrikel,

gangguan ritme jantung yang berbahaya, dapat menyebabkan pingsan dan

kematian mendadak. Beberapa faktor seperti hipokalemia, hipomagnesemia,

bradikardia, sirosis atau kelainan hati lainnya atau pemberian bersamaan

dengan juice anggur, antibiotika makrolid (misalnya eritromisin), obat anti

jamur (misalnya itraconazole atau ketoconazole) berbahaya karena dapat

memperpanjang interval QT.(8,9) Pada tahun 1997 FDA menarik terfenadin

dari pasaran karena telah ditemukannya obat sejenis dan lebih aman.

Astemizol (Hismanal®) merupakan antihistamin kedua yang tidak

menyebabkan sedasi diperbolehkan beredar di Amerika Serikat (Desember

1988). Obat ini secara cepat dan sempurna diabsorpsi setelah pemberian

secara oral, tetapi astemizol dan metabolitnya sangat banyak distribusinya dan

mengalami metabolism sangat lambat. Namun, karena kasus aritmia jantung

dan kematian mendadak telah diamati setelah penggunaan astemizol pada


keadaan yang serupa dengan terfenadin, maka pada astemizole diberikan tanda

peringatan dalam kotak hitam (Handley DA, Magnetti A, Higgins A.J., 1998).

Loratadin (Claritin®) mempunyai farmakokinetik serupa dengan

terfenadin, dalam hal mulai bekerjanya dan lamanya) dan selanjutnya

mengalami metabolisme lebih lanjut. Loratadin ditoleransi dengan baik, tanpa

efek sedasi, serta tidak mempunyai efek terhadap susunan saraf pusat dan

tidak pernah dilaporkan terjadinya kematian mendadak sejak obat ini

diperbolehkan beredar pada tahun 1993 (Handley DA, Magnetti A, Higgins

A.J., 1998).

3. Antihistamin generasi ketiga

Yang termasuk antihistamin generasi ketiga yaitu feksofenadin,

norastemizole dan deskarboetoksi loratadin (DCL), ketiganya adalah

merupakan metabolit antihistamin generasi kedua. Tujuan mengembangkan

antihistamin generasi ketiga adalah untuk menyederhanakan farmakokinetik

dan metabolismenya, serta menghindari efek samping yang berkaitan dengan

obat sebelumnya (Handley DA, Magnetti A, Higgins A.J., 1998).

Feksofenadin (Telfast ®) merupakan metabolit karboksilat dari

antihistamin generasi kedua terfenadin dan diijinkan untuk dipasarkan oleh

FDA pada Juli 1996. Setelah diketahui bahwa feksofenadin tidak berpengaruh

buruk terhadap elektrofisiologi jantung dan mempunyai efektivitas sama

seperti terfenadin maka feksofenadin menggantikan terfenadin dan telah

dipasarkan di Indonesia dengan nama dagang Telfast ( di Amerika : Allegra

®). Sifat-sifat kimia feksofenadin adalah : secara oral cepat diabsorpsi, hanya
sekitar 5% mengalami metabolisme, sisanya diekskresi dalam urin dan feses

tanpa mengalami perubahan. Hasil ini tidak dipengaruhi oleh adanya

gangguan pada fungsi hati atau ginjal. Pada penderita usia lanjut atau

penderita dengan gangguan fungsi ginjal, kadar feksofenadine dalam plasma

darah dapat meningkat 2 kali dari pada normal. Namun hal ini tidak perlu

dikhawatirkan, karena indeks terapi obat ini relatif tinggi. Feksofenadin tidak

menembus sawar darah otak sehingga tidak mempunyai efek samping

terhadap susunan saraf pusat. (Hey JA, Del Prado M, Cuss FM, 1995).

Histamin bekerja dengan menduduki reseptor tertentu pada selyang

terdapat pada permukaaan membrane. Terdapat 3 jenis reseptor histamine

yaitu :

1. Reseptor H1 yaitu, Reseptor H1 terdapat pada endotel dan sel otot polos.

Menyebabkan kontraksi otot polos, meningkatkan permeabilitas pembuluh

darah, dan sekresi mucus. Mengantagonir histamin dengan jalan memblok

reseptor-H1 di otot licin dari dinding pembuluh, bronchi dan saluran cerna

,kantung kemih dan rahim. Begitu pula melawan efekhistamine di kapiler dan

ujung saraf (gatal, flare reaction). Efeknya adalah simtomatis, antihistmin

tidak dapat menghindarkan timbulnya reaksi alergi. Dahulu antihistamin

dibagi secara kimiawi dalam 7-8 kelompok, tetapi kini digunakan

penggolongan dalam 2 kelompok atas dasar kerjanya terhadap SSP, yakni zat-

zat generasi ke-1 dan ke-2.

a. Obat generasi ke-1: prometazin, oksomemazin, tripelennamin, (klor)

feniramin, difenhidramin,klemastin (Tavegil), siproheptadin (periactin),


azelastin (Allergodil), sinarizin, meklozin, hidroksizin,ketotifen (Zaditen),

dan oksatomida (Tinset).Obat-obat ini berkhasiat sedatif terhadap SSP dan

kebanyakan memiliki efek antikolinergis.

b. Obat generasi ke-2: astemizol, terfenadin, dan fexofenadin, akrivastin

(Semprex), setirizin,loratidin, levokabastin (Livocab) dan emedastin

(Emadin). Zat- zat ini bersifat khasiat antihistaminhidrofil dan sukar

mencapai CCS (Cairan Cerebrospinal), maka pada dosis terapeutis tidak

bekerja sedative. Keuntungan lainnya adalah plasma t⅟2-nya yang lebih

panjang, sehingga dosisnya cukupdengan 1-2 kali sehari. Efek anti-

alerginya selain berdasarkan, juga berkat dayanya menghambat sintesis

mediator-radang, seperti prostaglandin, leukotrin dan kinin.

2. Reseptor H2 yaitu, Reseptor H2 didapatkan pada mukosa, lambung, sl otot,

jantung, dan beberapa sel imun. Aktivasi reseptor H2 terutama menyebabkan

sekresi asam lambung. obat-obat ini menghambat secara efektif sekresi asam

lambung yang meningkat akibat histamine,dengan jalan persaingan terhadap

reseptor-H2 di lambung. Efeknya adalah berkurangnya hipersekresi asam

klorida, juga mengurangi vasodilatasi dan tekanan darah menurun. Senyawa

ini banyak digunakan pada terapi tukak lambug usus guna mengurangi sekresi

HCl dan pepsin, juga sebagai zat pelindung tambahan pada terapi dengan

kortikosteroida. Lagi pula sering kali bersama suatu zat stimulator motilitas

lambung (cisaprida) pada penderita reflux.Penghambat asam yang dewasa ini

banyak digunakan adalah simetidin, ranitidine, famotidin, nizatidin dan

roksatidin yang merupakan senyawa-senyawa heterosiklis dari


histamin. Menurut struktur kimianya , antihistamin dibagi dalam beberapa

kelompok antara lain:

1. Turunan etanolamin ( X= O)

Obat golongan ini memiliki daya kerja seperti atropin (antikolinergik) dan

bekerjaserhadap SSP (sedative). Antihistamin golongan ini antara lain

difenhidramin,dimenhidrinat, klorfenoksamin, karbinoksamin, dan

feniltoloksamin.

2. Turunan etilendiamin (X= N)

Obat golongan ini umumnya memiliki daya sedativ lemah. Antihistamin

golongan ini antara lain antazolin, tripenelamin, klemizol , dan mepirin.

3. Turunan propilamin (X = C)

Obat golongan ini memiliki daya antihistamin yang kuat. Antihistamin

golongan ini antaralain feniramin, khlorpheniramin, brompheniramin, dan

tripolidin.

4. Turunan piperazin

Obat golongan ini umumnya memiliki efek long acting. Antihistamin

golongan ini antaralain siklizin, meklozin, homoklorsiklizin, sinarizin, dan

flunarizin.

5. Turunan fenotizin

Obat golongan ini memiliki efek antihistamin dan antikolinergik yang tidak

begitu kuat,tetapi memiliki daya neuroleptik kuat sehingga digunakan pada

keadaan psikosis. Selain itu juga memiliki efek meredakan batuk, maka
sering dipakai untuk kombinasi obat batuk.Atihistamin golongan ini antara

lain prometazin, tiazinamidum, oksomemazin, danmetdilazin.

6. Turunan trisiklik lain

Obat golongan ini memiliki daya antiserotonin kuat dan menstimulir mafsu

makan , maka banyak digunakan untuk stimulant nafsu makan .

antihistamin golongan ini antara lainsiproheptadin, azatadin, dan pizotifen.

7. Zat- zat non sedative

 Obat golongan ini adalah antihistamin yang tidak memiliki efek sedativ

( membuatmengantuk ). Antihistamin golongan ini antara lain terfenadin,

dan astemizol.

8. Golongan sisa

Antihistamin golongan ini antara lain mebhidrolin, dimetinden, dan

difenilpiralin.

3. Reseptor H3 yaitu, Reseptor H3 sebagai penghambat umpan balik pada

berbagai system organ.

Antihistamin terdiri atas 2 yaitu Antihistamin 1 AH1 dan Antihistamine

2 AH. Pada Antihistamine AH1 bekerja dengan menghambat efekhistamine pada

pembuluh darah, bronkus, dan bermacam-macamotot polos, selain itu AH1

bermanfaat untuk mengobati rekais hipersensitivits atau keadaan lain yang disertai

pelepasan histamine endogen berlebihan. Antihistamine AH1 terdiri atas 2

golongan obat yaitu Antihistamine 1 generasi dan antihistamine 1 generasi 2. Pada

antihistamin 1 generasi 1 terdiri atas beberapa obat yaitu, Diphenhydramine,


Dimenhidrinat, Chlorpheniramine, Brompheniramine, Pronethazine dan lain-lain.

Untuk lebih jelasnya berikut adalah bagan Antihistamiin sebagai berikut :

ANTIHISTAMIN

Antistamin 1 AH1 Antistamin 2 AH2

(Antihistamin 1 AH1 berfungsi (Pada Antagonis reseptor H2 bekerja


menghambat efek histamine pada menghambat sekresi asam lambung).
pembuluh darah, bronkus,dan bermacam- Yang sering digunakan yaitu
macam otot polos, serta bermanfaat untuk Cimetidine, Ranitidine, Famotidine,
mengobati rekais hipersensitivitas atau dan nizatidine. Pembahasan lebih
keadaan lain yang disertai pelepasan lengkap terdapat pada obat pada
histamin endogen berlebihan). system gastrointestinal).

Antihistamin 1 generasi I Antihistamin 1 generasi 2

Diphenhidramine (25-50 mg) dengan Fexofenadine (60 mg)


masa kerja 4-6 jam, dengan efek sedasi dengan masa kerja 12-24
kuat mengatasi motion sickness. jam.

Dimenhidrinat (50 mg) dengan masa kerja loratadine (10 mg)


4-6 jam dengan efek sedasi kuat, mengatasi dengan masa kerja 24
motion sickness. jam dan efek sedasi lebih
lama.

Chlormpheniramine (4-8 mg) dengan


Desloratadine (5 mg)
masa kerja 4-6 jam dengan efek sedasi
dengan masa kerja 24
ringan , merupakankomponen obat flu jam dan efek sedasi lebih
lama
Brompeniramine (4-8 mg) dengan masa
kerja 4-6 jam dengan efek sedasi ringan
Cetrizine (5-10mg)
Promethazine (10-25 mg) dengan masa dengan masa kerja 12-24
jam
kerja 4-6 jam efekl sedasi kuat antiemetik

Cyropheptadine (4 mg) dengan masa kerja


± 6 jam efek sedasi sedang antiemetik

Mebhydrolin napadisylate (50-100 mg)


dengan masa kerja ± 4 jam

Anda mungkin juga menyukai