Anda di halaman 1dari 8

ILMU RESEP

OLEH :

(KELOMPOK II)

SUCI F201902010
DESSY ULHIJRAH F20190200
NIMADE SRIWAHYUNI F20190200
SAMHARIRA F20190200
NURHAYANI F20190200

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


UNIVERSITAS MANDALA WALUYA
KENDARI
2021
A. Patofisiologi Penyakit
a. Patofisilogi Hipertensi
Hipertensi adalah suatu peningkatan abnormal tekanan darah dalam
pembuluh darah arteri yang persisten. Penderita dengan tekanan darah diastolic
kurang dari 90 mmHg dan tekanan darah sistolik lebih besar sama dengan 140
mmHg mengalami hipertensi sistolik terisolasi (ISO Farmakoterapi hal 119).
Berbagai faktor yang mengontrol tekanan darah berkontribusi pada
pengembangan Htn primer. Dua faktor utama termasuk masalah mekanisme
hormonal (hormone natriuetik, system reninangangiotensin-aldosteron (rAAs) atau
gangguan elektrolit (natrium, klorida, kalium). Hormone natriuetik menyebabkan
peningkatan konsentrasi natrium dalam sel yang menyebabkan peningkatan tekanan
darah. RAA mengatur natrium ,kalium dan tekanan darah yang pada akhirnya akan
mengatur tekanan darah diarteri (pembuluh darah yang membawa darah menjauh
dari jantung) dua hormone yang terlibat dalam system rAAs termasuk angiotensin
II dan aldosteron, Angiotensin II menyebabkan penyempitan pembuluh darah,
meningkatakan pelepasan bahan kimia yang meningkatkan tekanan darah, dan
meningkatkan produksi aldosteron. Penyempitan pembuluh darah meningkatkan
tekanan darah (ruang lebih sedikit, jumlah darah yang sama), yang juga member
tekanan pada jantung. Aldosteron menyebabkan natrium air tetap ada didalam
darah. Akibatnya, volume darah menadi lebih besar, yang akan meningkatkan
tekanan pada jantung dan meningkatkan tekanan darah (JNC VIII).
Patofisiologi terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin
II dari angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE memegang
peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung
angiotensinogen yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh hormon renin akan
diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I
diubah menjadi angiotensin II. (Anggraini, 2009).
Renin disintesis dan disimpan dalam bentuk inaktif yang disebut prorenin
dalam sel-sel jukstaglomerular (sel JG) pada ginjal. Sel JG merupakan modifikasi
dari sel-sel otot polos yang terletak pada dinding arteriol aferen tepat di proksimal
glomeruli. Bila tekanan arteri menurun, reaksi intrinsik dalam ginjal itu sendiri
menyebabkan banyak molekul protein dalam sel JG terurai dan melepaskan renin.
Angiotensin II adalah vasokonstriktor yang sangat kuat dan memiliki efek-efek lain
yang juga mempengaruhi sirkulasi. Selama angiotensin II ada dalam darah, maka
angiotensin II mempunyai dua pengaruh utama yang dapat meningkatkan tekanan
arteri. Pengaruh pertama, yaitu vasokonstriksi, timbul dengan cepat. Vasokonstriksi
terjadi terutama pada arteriol dan sedikit lemah pada vena. Cara kedua dimana
angiotensin II meningkatkan tekanan arteri adalah dengan bekerja pada ginjal untuk
menurunkan ekskresi garam dan air.
Vasopresin, disebut juga antidiuretic hormone (ADH), bahkan lebih kuat
daripada angiotensin sebagai vasokonstriktor, jadi kemungkinan merupakan bahan
vasokonstriktor yang paling kuat dari ubuh. Bahan ini dibentuk di hipotalamus
tetapi diangkut menuruni pusat akson saraf ke glandula hipofise posterior, dimana
akhirnya disekresi ke dalam darah. Aldosteron, yang disekresikan oleh sel-sel zona
glomerulosa pada korteks adrenal, adalah suatu regulator penting bagi reabsorpsi
natrium (Na+) dan sekresi kalium (K+) oleh tubulus ginjal. Tempat kerja utama
aldosteron adalah pada sel-sel prinsipal di tubulus koligentes kortikalis. Mekanisme
dimana aldosteron meningkatkan reabsorbsi natrium sementara pada saat yang
sama meningkatkan sekresi kalium adalah dengan merangsang pompa
natriumkalium ATPase pada sisi basolateral dari membran tubulus koligentes
kortikalis. Aldosteron juga meningkatkan permeabilitas natrium pada sisi luminal
membran. (Guyton, 1997).
b. Etiologi penyakit
Bagi sebagian besar penderita tekanan darah tinggi, penyebabnya tidak
diketahui. Ini diklasifikasikan sebagai Htn primer atau esensial. Sebagian kecil
pasien memiliki penyebab spesifik dari tekanan darah tinggi mereka, yang
diklasifikasikan sebagai Htn sekunder. 1-3,5 lebih dari 90% pasien dengan tekanan
darah tinggi memiliki Htn primer. 1 Htn primer tidak dapat disembuhkan, tetapi
dapat dikontrol dengan terapi yang tepat (termasuk modifikasi gaya hidup dan
pengobatan). faktor genetik mungkin memainkan peran penting dalam
pengembangan Htn primer. Bentuk tekanan darah tinggi ini cenderung berkembang
secara bertahap selama bertahun-tahun.
Kurang dari 10% pasien dengan tekanan darah tinggi memiliki Htn sekunder.
1 Htn sekunder disebabkan oleh kondisi medis atau pengobatan yang mendasari.
Mengontrol kondisi medis yang mendasari atau menghilangkan obat penyebab akan
menyebabkan penurunan tekanan darah sehingga mengatasi Htn sekunder. Penyebab
tersering Htn sekunder dikaitkan dengan gangguan ginjal seperti penyakit ginjal
kronis (CKD) atau penyakit renovaskular. Bentuk tekanan darah tinggi ini
cenderung muncul secara tiba-tiba dan seringkali menyebabkan tekanan darah lebih
tinggi daripada Htn primer (Kayce, june and otc, 2015).
c. Terapi Penyakit
Penatalaksanaan hipertensi meliputi modifikasi gaya hidup namun terapi
antihipertensi dapat langsung dimulai untuk hipertensi derajat 1 dengan penyerta dan
hipertensi derajat 2. Penggunaan antihipertensi harus tetap disertai dengan modifikasi
gaya hidup.4 Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah:
1) Target tekanan darah <150/90, untuk individu dengan diabetes, gagal ginjal, dan
individu dengan usia > 60 tahun <140/90
2) Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler
Selain pengobatan hipertensi, pengobatan terhadap faktor resiko atau kondisi
penyerta lainnya seperti diabetes mellitus atau dislipidemia juga harus dilaksanakan
hingga mencaoai target terapi masing-masing kondisi.
Pengobatan hipertensi terdiri dari terapi nonfakmakologis dan farmakologis.
Terpai nonfarmakologis harus dilaksanakan oleh semua pasien hipertensi dengan
tujuan menurunkan tekanan darah dan mengendalikan faktor-faktor resiko penyakit
penyerta lainnya.
Modifikasi gaya hidup berupa penurunan berat badan (target indeks massa
tubuh dalam batas normal untuk Asia-Pasifik yaitu 18,5-22,9 kg/m2), kontrol diet
berdasarkan DASH mencakup konsumsi buah-buahan, sayur-sayuran, serta produk
susu rendah lemak jenuh/lemak total, penurunan asupan garam dimana konsumsi
NaCl yang disarankan adalah < 6 g/hari. Beberapa hal lain yang disarankan adalah
target aktivitas fisik minimal 30 menit/hari dilakukan paling tidak 3 hari dalam
seminggu serta pembatasan konsumsi alkohol. Terapi farmakologi bertujuan untuk
mengontrol tekanan darah hingga mencapai tujuan terapi pengobatan. Berdasarkan
JNC VIII pilihan antihipertensi didasarkan pada ada atau tidaknya usia, ras, serta ada
atau tidaknya gagal ginjal kronik. Apabila terapi antihipertensi sudah dimulai, pasien
harus rutin kontrol dan mendapat pengaturan dosis setiap bulan hingga target tekanan
darah tercapai. Perlu dilakukan pemantauan tekanan darah, LFG dan elektrolit.1,4
Jenis obat antihipertensi:4
1) Diuretik
Obat-obatan jenis diuretic bekerja dengan mengeluarkan cairan tubuh
(lewat kencing), sehingga volume cairan tubuh berkurang mengakibatkan daya
pompa jantung menjadi lebih ringan dan berefek pada turunnya tekanan darah.
Contoh obat-obatan ini adalah: Bendroflumethiazide, chlorthizlidone,
hydrochlorothiazide, dan indapamide.
2) ACE-Inhibitor
Kerja obat golongan ini menghambat pembentukan zat angiotensin II (zat
yang dapat meningkatkan tekanan darah). Efek samping yang sering timbul
adalah batuk kering, pusing sakit kepala dan lemas. Contoh obat yang tergolong
jenis ini adalah Catopril, enalapril, dan lisinopril.
3) Calsium channel blocker
Golongan obat ini berkerja menurunkan menurunkan daya pompa jantung
dengan menghambat kontraksi otot jantung (kontraktilitas). Contoh obat yang
tergolong jenis obat ini adalah amlodipine, diltiazem dan nitrendipine.
4) ARB
Kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat angiotensin II
pada reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya pompa jantung. Obat-
obatan yang termasuk golongan ini adalah eprosartan, candesartan, dan losartan.
5) Beta blocker
Mekanisme obat antihipertensi ini adalah melalui penurunan daya pompa
jantung. Jenis obat ini tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui
mengidap gangguan pernafasan seperti asma bronchial. Contoh obat yang
tergolong ke dalam beta blocker adalah atenolol, bisoprolol, dan beta metoprolol.

B. Paparan Kasus
Mr. Ha adalah seorang pria berusia 50 tahun yang dirawat 2 hari yang lalu
dirumah sakit. Pemeriksaan awal menunjukkan bahwa Mr. Ha menunjukkan memar
pada dibagian lengan kiri dan paha atas. Kemudian untuk mengobati memar pada
lengan kiri dan paha Mr.Ha maka diresepkan paracetamol 1gr dengan aturan pakai
empat kali sehari dan ibuprofen 400 mg dengan aturan pakai tiga kali sehari sesuai
dengan kebutuhan. Namun pada pasien Mr.Ha riwayat medis sebelumnya
menunjukkan bahwa pasien tidak dalam pengobatan dan tampaknya cukup fit untuk
seusianya tanpa kondisi medis yang terdiagnosis. Sedangkan pada pemeriksaan berat
badan pasien memiliki berat badan yang tinggi yaitu 81 kg. pasien juga adalah seorang
perokok yang dimana pasien merokok 20 batang dalam perhari. Pasien juga minum
sekitar 30 unit alcohol per minggu. Mr. Ha juga mempunyai tekanan darah yang tinggi
yaitu 165/80 mmHg dan mempunyai detak jantung 90 denyut permenit. Hal ini
menunjukkan bahwa detak jantung pasien masih termasuk dalamkategori normal. Yang
dimana sesuai dengan derajat peningkatan tekanan darah dan detak jantung ini telah
berlangsung selama 48 jam terakhir hal ini menunjukkan bahwa pasien tidak memiliki
gangguan pada denyut jantung pasien yang berkaitan dengan system kardiovaskular.
Dan kemudian pasien di diagnosis menderita Hipertensi atau tekanan darah tinggi hal
ini sesuai dengan adanya hasil pemeriksaan pada pasien yang memiliki tekanan darah
165/80 mmHg.

Anda mungkin juga menyukai