Anda di halaman 1dari 13

TUGAS

REVIEW JURNAL

MIKROBIOLOGI DAN VIROLOGI

“Uji Aktivitas Antibakteri Sediaan Gel Ekstrak Daun Sereh


(Cymbopogon nardus L. Rendle) terhadap Bakteri
Staphylococcus aureus Penyebab Jerawat”

DISUSUN OLEH :

NAMA : SUCI
NIM : F201902010
KELAS : C5NR

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MANDALA WALUYA

KENDARI

2020
A. Pendahuluan
Berdasarkan jurnal uji aktivitas antibakteri sediaan gel ekstrak daun
sereh (Cymbopogon nardus L. Rendle) terhadap Bakteri Staphylococcus
aureus Penyebab Jerawat. Tujuan dari Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh variasi konsentrasi karbopol, konsentrasi ekstrak, dan
kombinasi keduanya terhadap stabilitas gel dan aktivitas antibakteri terhadap
Staphylococcus aureus. Ekstrak daun sereh (Cymbopogon nardus L.Rendle)
diperoleh dengan cara maserasi dengan etanol 96%. Kulit berminyak
merupakan salah satu penyebab kulit berjerawat. Pada kulit berminyak,
kelenjar sebasea dan keringat terdapat dalam jumlah yang banyak.Banyaknya
kelenjar sebum yang dihasilkan dapat menyumbat pori-pori kulit. Proses
terjadinya jerawat yaitu ketika keratinin yang lepas bertumpuk di kulit.
Penyumbatan terjadi disebabkan oleh salah satu bakteri penyebab jerawat yaitu
Staphylococcus aureus sehingga terjadi peradangan.Jerawat dipengaruhi oleh
produksi kelenjar minyak yang berlebihan dan keaktifan dari kelenjar sebase.
Pada jurnal ini menggunakan sampel yaitu daun sereh. Daun sereh adalah salah
satu tanaman yang mudah tumbuh di daerah katulistiwa yang diketahui
mempunyai bahan antibakteri,memperbaiki kulit dengan mengurangi jerawat.
Daun sereh mempunyai substansi lipofilik yang dapat menembus membran sel
bakteri.Efek antibakteri daun sereh disebabkan adanya beberapa senyawa aktif
dari daun sereh. Alasan dipilih sampel daun sereh karena Daun sereh
(Cymbopogon nardus L. Rendle) mengandung senyawa kimia yaitu minyak
atsiri, alkaloid, flavonoid, dan polifenol (Anonim, 2004). Tanaman sereh
dengan kandungan senyawa seperti minyak atsiri, alkaloid, flavonoid memiliki
aktivitas antibakteri yang dapat dibuat sediaan yang aman, nyaman dan praktis
untuk digunakan pada jerawat, misalnya sedian gel.
Penelitian ini memanfaatkan ekstrak daun sereh(Cymbopogon nardus L.
Rendle) untuk dijadikan sebagai bahan aktif sediaan gel jerawat uji aktivitas
antibakteridengan variasi konsentrasi ekstrak 5%, 10%, 15%, 20% dan
karbopol sebagai basis gel dengan konsentrasi 0,5%, 1% dan 2%. Adapun
bakteri yang digunakan adalah bakteri Staphylococcus aureus. Alasan
mengapa dipilih Staphylococcus aureuskarena merupakan salah satu flora
normal yang dapat menyebabkan infeksi beragam pada jaringan tubuh seperti
infeksi pada kulit misalnya jerawat dan bisul.Keberadaan bakteri ini, justru
diperkirakan terdapat pada 20 persen orang dengan kondisi kesehatan yang
tampaknya baik.
B. Metode Penelitian
Adapun bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu Simlisia
daun sereh, dan etanol 96%. Bahan untuk uji aktivitas antibakteri adalah
Nutrient Agar (NA), DMSO, larutan Mc.Farland No. 0,5, NaCl 0,9 %, isolat
bakteri Staphylococcus aureuss. Bahan untuk pembuaatan gel adalahkarbopol
940, propilenglikol, metil paraben, trietanolamin, gliserin, aquadest. Adapun
prosedur kerja dari penelitian yaitu dengan mengumpulkan dam membuat
srbuk simpilisia daun sereh dengan cara yaitu Sampel terlebih dahulu dilakukan
sortasi basah kemudian dicuci pada air yang mengalir, setelah itu sampel
tersebut dirajang kecil. Untuk menghilangkan kandungan air pada sampel
dilakukan pengeringan dengan cara diangin-anginkan lalu dilakukan sortasi
kering kemudian dibuat menjadi serbuk kasar lalu disimpan dalam wadah yang
tertutup baik, sehingga didapatkan simplisia daun sereh untuk siap diekstraksi
dengan metode maserasi menggunakan etanol 96% . sebanyak10 L. dan diaduk
sesekali selama 24 jam. Didiamkan selama 72 jam lalu maserat ditampung
(maserat pertama). Proses ekstraksi diulang kembali dengan cara yang sama.
Maserat yang diperoleh dipekatkan dengan Rotary evaporator. Hasil ekstrak
kental etanol daun sereh yaitu 174,52 gram. Rendamen yang diperoleh yaitu
17,177 %. Kemudian dibuat konsentrasi dari ekstrak yang diperoleh yang
terdiri dari 4 taraf (5%, 10%, 15%, dan 20%). Serta dibuat konsentrasi karbopol
sebagai pembanding dengan konsentrasi yang terdiri dari 3 taraf (0,5%; 1% dan
2%). Total data sebanyak 12 dan dilakukan replikasi sebanyak 3 kali total
perlakuan sebanyak 36. Kemudian dibuat gel Sediaan gel dapat dibuat dengan
cara sebagai berikut : Sejumlah karbopol dibuat dengan mendispersikan
karbopol (0,5%; 1%; 2%) dengan 50 ml aquadest yang telah dipanaskan hingga
suhu 700C, dibiarkan mengembang dan digerus menggunakan stamper sampai
homogen, kemudian ditambahkan sejumlah ekstrak daun sereh (5%, 10%,
15%, 20%) yang dilarutkan dengan gliserin, ditambahkan trietanolamin dan
propilenglikol digerus sampai homogen sampai terbentuk massa gel yang
jernih. Setelah itu, ditambahkan metil paraben yang dilarutkan dalam aquadest
yang telah dipanaskan sebanyak 15 ml, digerus hingga homogen dan
ditambahkan sisa aquadest sambil terus digerus hingga gel homogen, lalu
dimasukkan dalam wadah. Selanjutkan gel disimpan pada tempat yang gelap
pada suhu 100C-150C.
Kemudian dilakukan evaluasi stabilitas gel yaitu Uji organoleptis
Pada pemeriksaan organoleptis dilakukan dengan mengamati perubahan-
perubahan bau dan warna dari sediaan gel selama waktu penyimpanan,
pengamatan perubahan-perubahan bau dan warna gel daun sereh yaitu
memiliki bau khas dan berwarna hijau kecoklatan.
Sedangkan Uji homogenitas, Pengujian homogenitas dilakukan
gengan cara dioleskan sediaan gel di atas kaca objek, kemudian diratakan.
Diamati homogenitas bahan aktif di dalam basis dengan melihat bagian-bagian
yang tidak tercampur dengan baik pada sediaan gel. Pada hasil pemeriksaan
homogenitas sediaan gel terhadap 12 formula mulai dari hari ke-1 sampai hari
ke-28 menunjukkan bahwa 9 formula yaitu A1B1, A2B1, A2B2, A2B3, A2B4,
A3B1,A3B2 A3B3, A3B4 tidak memperlihatkan adanya butir-butir kasar atau
partikel di dalam gel serta persamaan warna yang merata, sehingga dapat
disimpulkan sediaan tersebut homogen dan pada saat dioleskan sediaan tidak
meninggalkan bekas warna hijau dari gel. Tersebut sedangkan 3 formula yaitu
A1B2, A1B3, A1B4 dari 12 sediaan tidak homogen secara fisik karena terdapat
butiran kasar atau gumpalan. Kemudian dilakukan uji pH pada sediaan gel
daun sereh. Uji pH bertujuan untuk melihat apakan sediaan yang dibuat
mempunyai nilai pH yang sesuai dan bisa diterima oleh kulit. Gel yang tidak
sesuai dengan pH kulit akan dapat mengakibatkan iritasi pada kulit. pH sediaan
gel ekstrak daun sereh tersebut tidak sesuai dengan pH kulit yaitu sekitar 4,5 –
6,5. Hal ini disebabkan karena pH dari ekstrak basa yaitu sekitar 7,04 dan pH
basis basa yaitu 7,73.
Kemudian dilakukan uji viskositas pengujian viskositas sediaan
dilakukan menggunakan viskometer Brookfield dengan mencelupkan spindle
no.6 ke dalam sediaan gel. Lalu diukur viskositasnya. Pengukuran di lakukan
pada hari ke-0, ke-7, ke-14, ke-21, dan ke-28. Setelah dibuat, gel memiliki
rentang viskositas dari 1100 cp sampai 9305,33 cp. Setelah penyimpanan,
viskositas sediaan memiliki rentang mulai 1033 cp sampai 5100 cp, yang
berarti bahwa penurunan viskositas setelah penyimpanan dengan selisih
penurunan dari 67 cpsampai 4205,33 cp selama penyimpanan. Hal ini
disebabkan karena selama penyimpanan sediaan lebih asam yang
mengakibatkan jumlah gugus karboksilat yang terionkan berkurang sehingga
tolak menolak antar gugus karboksil yang menyebabkan terjadinya
pengembangan struktur karbopol menurun.
C. Hasil Uji Aktivitas efek antibakteri ekstrak gel antibakteri
Uji aktivitas antibakteri sediaan gel ekstrak daun sereh dilakukan pada 12
formula dengan replikasi sebanyak 3 kali menggunakan metode difusi
dengan cara sumuran terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Berdasarkan
hasil pengukuran diameter zona hambat dari sediaan gel ekstrak daun sereh
dari 12 formula diperoleh hasil dari masing-masing konsentrasi secara
berturut-turut A1B1, A1B2, A1B3, A1B4, A2B1, A2B2, A2B3, A2B4,
A3B1 A3B2, A3B3, dan A3B4 adalah 2,33 mm, 2,75 mm, 2,58 mm, 3,41
mm, 4.58 mm, 7,86 mm, 8,583 mm,14,25 mm, 9,083 mm, 10,75 mm, 11
mm dan 13,5 mm. Pada penelitian ini tidak hanya konsentrasi daun sereh
dalam formula yang berpengaruh terhadap besarnya zona hambat yang
terbentuk melainkan jumlah atau volume gel yang yang dimasukkan ke
dalam lubang sumuran sangat berpengaruh terhadap zona hambat yang
terbentuk. Volume gel yang dimasukkan ke dalam lubang sumuran yaitu
0,10 µ. Menurut Davis dan Stout (1971) dalam Arista (2013), berdasarkan
zona jernih atau zona bening yang terbentuk, daya hambat dikelompokkan
menjadi 4 kelompok yaitu sangat kuat bila zona hambat > 20 mm, kuat 10-20
mm, sedang 5-10 mm dan lemah < 5 mm. Sediann gel A1B1, A1B2, A1B3,
A1B4, A2B1, termasuk dalam sediaan yang memberikan daya hambat
yang lemah terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus, karena
zona hambat dari formula gel A1B1, A1B2, A1B3, A1B4 dan A2B1 adalah
kurang dari lima millimeter (<5mm). Sediaan gel A2B2, A2B3, A3B1
termasuk dalam sedian gel yang memberikan daya hambat yg sedang yaitu
terhadap bakteri Staphylococcus aureus, karena zona hambat formula gel
A2B2, A2B3 dan A3B1 adalah 5-10 mm Sedangkan sediaan gel A2B4,
A3B2, A3B3 dan A3B4 tergolong dalam sediaan yang memberikan daya
hambat yang kuat terhadap bakteri Staphylococcus aureus, karena zona
hambat formula gel A2B4, A3B2, A3B3 dan A3B4 adalah 10-20 mm.

D. Kesimpulan

Berdasarkan jurnal Penelitian tentang uji aktivitas antibakteri


sediaan gel ekstrak daun sereh (Cymbopogon nardus L.Rendle) terhadap
pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus telah dilakukan. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi konsentrasi karbopol,
konsentrasi ekstrak, dan kombinasi keduanya terhadap stabilitas gel dan
aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus. Ekstrak daun sereh
(Cymbopogon nardus L.Rendle) diperoleh dengan cara maserasi dengan
etanol 96%. Desain penelitian menggunakan analisis data ANOVA rancangan
acak lengkap pola faktorial dengan variasi konsentrasi ekstrak 5%, 10%, 15%,
20% dan karbopol sebagai basis gel dengan konsentrasi 0,5%, 1% dan 2%.
Evaluasi stabilitas sediaan mencakup uji organoleptis, uji homogenitas, uji
pH, uji viskositas, dan uji aktivitas antibakteri. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa variasi konsentrasi ekstrak mempengaruhi stabilitas dan aktivitas
antibakteri gel ekstrak daun sereh (Cymbopogon nardus L.Rendle). Variasi
konsentrasi karbopol mempengaruhi aktivitas antibakteri tetapi tidak
mempengaruhi stabilitas. Kombinasi variasi konsentrasi karbopol dan ekstrak
mempengaruhi aktivitas antibakteri. Kombinasi perlakuan yang baik
diperoleh pada formula A2B4, karena memiliki aktivitas antibakteri tertinggi
yaitu 14,56 mm. Variasi konsentrasi karbopol berpengaruh terhadap
viskositas dan aktivitas antibakteri, yaitu konsentrasi karbopol 1% (A2)
memberikan nilai tertinggi viskositas 6668,25 cp. Variasi konsentrasi ekstrak
berpengaruh terhadap viskositas dan aktivitas antibakteri, yaitu konsentrasi
ekstrak 5% (B1) memberikan nilai tertinggi viskositas 7601,78 cp dan
konsentrasi ekstrak 15% (B3) memberikan nilai terkecil viskositas 2977,89
cp.Kombinasi variasi konsentrasi karbopol dan ekstrak menunjukkan adanya
interaksi terhadap viskositas dan aktivitas antibakteri, kombinasi perlakuan
yang baik yaitu penggunaan karbopol 1% dan ekstrak 20% (A2B4).
Flourometri adalah suatu metode analisis kimia berdasarkan
kemampuan suatu senyawa kimia untuk memancarkn cahaya yang diserap
(sifat fotoluminesen). Pada metode ini yang diukur adalah intensitas flouresensi
yang terjadi pada panjang gelombang tertentu setelah analit tereksitasi pada
panjang gelombang tertentu. Sehingga pengukuran dilakukan pada cahaya
yang diemisikan, yaitu saat electron yang ditereksitasi kembali ke tingkat
dasar, bukan yang ditransmisikan. Molekul akan hilang sebagian energy pada
saat kembali ketingkat dasar disebabkan oleh adanya tumbukan antar sesama
molekul analit atau dengan molekul pelarut dan energy yang dilepaskan berupa
cahaya (de-eksitasi). Sensitifitas metode flouresensi lebih baik dibandingkan
dengan metode absorpsi, karena batas noisenya lebih rendah.
Flourometri berdasarkan asal atau sumber pender (luminesen)
dibedakan menjadi 3, yaitu biolumenensensi yang berasal dari mahluk hidup
seperti kunang-kunang, kemiluminesensi yaitu berasal dari reaksi kimia, dan
fotoluminesensike yaitu berasal dari cahaya seperti radar elektromagnetik.
Sedangkan terdapat dua sifat luminesen senyawa kimia yaitu fluoresensi yang
pendar cahayanya akan hilang saat radiasi dihentikan seperti pada rambu lalu
lintas, pasta gigi, dan banyak digunakan untuk analisis kimia karena banyak
senyawa yang memiliki sifat luminesen. Kemudian fosforesensi yng pendar
cahayanya masih berlangsung beberapa saat walau radiasi telah dihentikan
(menyimpan energy lebih lama) seperti pendar cahaya pada kunang-kunang..

A. Syarat Zat yang di Analisis dengan Flourometri


Adapun syarat-syarat zat yang dapat dianalisis dengan flourometri
yaitu :
1. Molekul analit
Molekul analit dapat menyerap cahaya dengan kuat sehingga analit
harus mengandung gugus kromofor. Seperti senyawa aromatic, heterosiklik
dan system konjugasi.
2. Struktrur molekulnya
Struktur molekulnya planar dan kaku, mampu menyerap secara
kuat di daerah 200-800 nm pada radiasi elektromagnetik.
3. Transisi energy
Transisi energy hingga ketingkat kondisi eksitasi terendah
pasangan electron singlet adalah transisi.
4. Molekul yang tereksitasi
Molekul yang tereksitasi kembali ke kondisi dasra dengan
melepaskan energy radiatif dengan waktu relaksasi pada flourometri 10
−9 sampai 10−7 detik danpada fosforimetri 10-4 detik.

SENYAWA DAERAH FLOURESENSI (nm)


Benzena 270-310
Tolluena 270-320
Flourobenzena 270-320
Chlorobenzena 275-345
Phenol 290-380
Anisole 285-365
Aniline 310-405
Benzoic acid 310-390
Benzonitritrile 280-360

Kation dan anion anorganik yang dapat dianalisis secara flourometri


adalah golongan lantanida dan aktinida. Sedangkan gugus fungsi yang mampu
mengahsilkan cahaya flourosesensi adalah gugus gugus yang memberikan
electron (electron donating groups) seperti gugus hidroksil, amino atau metoksi
yang terikat secara langsung pada system ikatan II dapat memfasilitasi
terjadinya proses flouresensi. Gugus –gugus yang menarik electron (electron
withdrawing groups). Seperti nitro,bromo,iodo, siano, atau karboksil.
Cenderung mengurangi intensitas flourosensi. Pada senyawa fenol, ionisasi
menjadi anion fenolat biasanya mendorong flouresensi. Sementara itu
perubahan amin aromatis menjadi kation ammonium aromatis menghambat
proses flouresensi. Zat yang tidak dapat berpendar dapat diubah menjadi
senyawa berpendar dengan cara menambahkan pereaksi.

B. Faktor-faktor yang mempengaruhi flouresensi


Faktor-faktor yang mempengaruhi flouresensi dan fosforesensi yaitu :

1. Hasil kuantum (efisiensi kuantum, quantum yield)


Merupakan bilangan yang menyatakan perbandingan antara jumlah
molekul yang berflouresensi terhadap jumlah total molekul yang
tereksitasi. Besarnya quantum adalah : 0 nilai diharapkan adalah
mendekati 1, yang berarti efisiensi flourosensi sangat tinggi.
2. Pengaruh kekakuan struktur
Flouresensi dapat terjadi dengan baik jika molrkul-molekul
memiliki struktur yang kaku.
3. Pengaruh Suhu
Bila suhu makin tinggi maka efisiensi kuantum flouresensi makin
berkurang. Hal ini disebabkan pada suhu yang lebih tinggi, tabrakan-
tabrakan antar molekul atau tabrakan molekul dengan pelarut menjadi
lebih sering, yang mana pada peristiwa tabrakan, kelebihan energy
molekul yang tereksitasi dilepaskan ke molekul pelarut. Jadi semakin
tinggi suhu maka terjadinya konversi keluar besar, akibatnya efisiensi
kuantum berkurang.
4. Pengaruh pelarut
Ada 2 hal yang perlu diperhatikan terkait dengan pengaruh pelarut
pada flouresensi, yaitu :
a. Jika pelarut makin polar maka intensitas flouresensi makin besar.
b. Jika pelarut mengandung logam berat (Br, 1 atau senyawa lain), maka
interaksi antara gerakan spin dengan gerakan orbital electron-elektron
ikatan lebih banyak terjadi dan hal tersebut dapat memperbesar laju
lintasan antara system atau mempermudah pembentukan triplet
sehingga keboleh jadia flouresensi enjadi lebih besar.
5. Pengaruh pH
pH berpengaruh pada letak keseimbangan antar bentuk terionisasi
dan bentuk tak terionisasi. Sifat flouresensi dari kedua bentuk itu berbeda.
Sebagai contoh, fenol dalam suasana asam akan berada dalam bentuk
molekul utuh dengan panjang gelombang antara 285-365 nm dan nilai € =
18 M-1 cm-1, sementara jika dalam suasana basa maka fenol akan
terionisasi membentuk ion fenolat yang mempunyai panjang gelommbang
antara 310-400 nm dan € = 10 M-1 cm -1.
6. Pengaruh Oksigen Terlarut
Adanya oksigen akan memperkecil intensitas flouresensi. Hal ini
disebabkan oleh terjadinya oksidasi senyawa karena pengaruh cahaya
(fotochemically induced oxidation0. Pengurangan intensitas folouresensi
disebut pemadaman sendiri atau quenching, molekul yang bersifat seperti
ini dapat mempengaruhi dan mempermudah lintasan antara system
sehingga memperkecil kemungkinan flouresensi , sebaliknya memperbesar
kebolehjadian fosforesensi.
7. Pemadaman sendiri dan penyerapan sendiri
Pemadaman sendiri disebabkan oleh tabrakan-tabrakan antar molekul zat
itu sendiri. Tabrakan –tabrakan itu menyebabkan energy yang tadinya akan
dilepaskan sebagai sinar flouresensi ditransfer kemolekul lain, akibatnya
intensitas berkurang. Salah satu proses pemadaman sendiri dapat ditulis
sebagai berikut:
a. Analisa kualitatif : perbandingan spektrum flouresensi dapat
membantu pengenalan senyawa.
b. Analisa kuantitatif : pengukuran dapat dilakukan pada kadar yang
sangat rendah dengan ketepatan, keterulangan, dan kepekaan tinggi.
misalnya pengukuran kadar vitamin E. bila panjang gelombang emisi
dan eksitasi telah dipilih, maka dapat dibuat hubungan antara intensitas
flouresensi dengan konsentrasi senyawa.
C. Uji flouresensi
INtensitas flouresensi tergantung dari tingkat konsentrasi senyawa.
Hubungan tersebut berupa garis lurus (linier) pada konsentrasi sabgat rebdah.
Apoabila kdarnya terlalu tinggi, larutan tersebut tidak linier lagi karena akan
menyerap sebagian sinar eksitasi. Adapun uji yang dilakukan pada flouresensi
yaitu :
1. Uji enzim dan analisa kinetika
2. Uji struktur protein
3. Mikrospektroflurometri yaitu gabungan antara spekjtrofflourometri
dengan mikroskop dapat dipakai untuk menunjukkan tempat senyawa
berflourosensi pada sel yang mengikat cat flouresensi.

D. Bidang-bidang yang memanfaatkan analisis dengan metode Flourometri


Bidang/ Zat Jenis senyawa
Biokimia, farmasi, steroid Corticosteron, cortisol, estron, test or
er on, progrest er on, endrogen
Protein, asam-asam amino Globulin, albumin, tript opchan,
tyramin, metal ikat etotamin, serat
onin, histamine, leusin,
fenilanalanin.
Bahan obat Aspirin,tetrasiklin, morfin,
barbiturate
Vitamin Tiamin, riboflavin, C,D,E
Enzim Lipase, protease, fost at ase
peroksidase, dehidrogenase
Pertanian Beberapa jenis pestisida, aflat oksin.
Industri Senyawa-senyawa aromatis,
detergen.

Anda mungkin juga menyukai