Anda di halaman 1dari 47

GAGAL NAFAS

Nisa Mahmudah
J510215020
Pembimbing :
Pembimbing :
dr. Mochamad Fauzi Hanafia, Sp.An
dr. Eka Prasetyawan, Sp.An

KEPANITERAAN KLINIK ILMU RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
RSUD DR. SAYYIDIMAN MAGETAN
2022
Anatomi
Vaskularisasi
O Paru memiliki dua sirkulasi, yaitu pulmonal dan bronchial.
O Pulmonary arteries – mensuplai darah vena ke sistemik –
Memberikan nutrisi pada jaringan kapiler paru di sekitar
alveoli
O Pulmonary veins – membawa yang teroksigenasi dari area
respirasi ke jantung
O Bronchial arteries – membawa darah sistemik ke jaringan paru
Inervasi
O Innervasi Serabut-serabut saraf sympathis dan Nervus vagus
membentuk plexus pulmonalis anterior dan plexus pulmonalis
posterior
Fisiologi
O Fisiologi Pernapasan
Proses fisilogi pernapasan yaitu, proses
O2 dari udara ke dalam jaringan-jaringan,
dan CO2 dikeluarkan ke udara ekspirasi.
O 3 tahap respirasi:
1. ventilasi: masuknya dan keluarnya
udara kedalam paru
2. Difusi: perpindahan O2 darah alveoli
kedalam darah dan CO2 dari dalam
darah ke alveoli
3. Perfusi: distribusi darah ke alveoli
DEFINISI

Gagal napas adalah suatu keadaan yang


terjadi apabila paru tidak dapat lagi
memenuhi fungsi primernya dalam
pertukaran gas yaitu oksigenasi darah
arteria dan pembunagan karbon dioksida
ETIOLOGI
O Gangguan ekstrinsik paru O Gangguan intrinsik paru
O Penekanan pusat pernafasan
O Gangguan obstruksi difus
a. Overdosis obat (sedative, narkotik)
b. Trauma serebral/ infark
a. emfisema, bronchitis kronik
c. Poliomielitis bulbar b. Asma
d. Ensefalitis c. Fibrosis kistik
O Gangguan neuromuscular O Gangguan restriktif paru
a. Cedera medulla servikal
a. Sarkoidosis
b. Sindrom Guillain-barre
c. Sklerosis amiotrofik lateral b. Skleroderma
d. Mistenia gravis c. Edem paru
e. Distrofi muscular d. Fibrosis intersisial (silica, debu, batu bara)
O Gangguan pleura dan dinding dada e. Atelektasis
a. Cedera dada
f. Pneumonia
b. Pneumothorak
O Gangguan pembuluh darah paru
c. Efusi pleura
d. Kifoskoliosis a. Emboli paru
e. Obesitas : sindroma pickwickan b. Emfisema berat
Klasifikasi
Kegagalan
hipoksia
oksigenasi

Kegagalan
Gagal Nafas hiperkapneu
ventilasi

Kegagalan
Campuran oksigenasi dan
ventilasi
Gagal napas hipoksemia (tipe 1)
O Hypoxemic Respiratory failure  PaO2 <60 mmHg, PaCO2
normal/rendah
Terdapat pada pasien acute lung injury dan acute pulmonary edema.
O Mekanisme :
a) FIO2 rendah
b) Gangguan difusi
c) Hipoventilasi alveolar
d) Ketidakseimbangan V/Q
O P (A - a) O2 gradient adalah ukuran perbedaan kosentrasi oksigen alveolar
(A) dan kosentrasi oksigen arteri, P (A - a) O2 gradient sering digunakan
untuk menentukan apakah hypoxemia disebabkan oleh hypercapnia.

O P (A - a) O2 gradient : N 5-10 mmHg


O Bila gradient
• normal, berarti hypoxemia akibat hypercapnia
• meningkat, berarti akibat parenchymed changes (V/Q mismatching,
etc).
O Penatalaksanaan:
• Gejala awal: naikkan FiO2
• Penurunan difusi oksigen: diuretic atau causative.
Gambaran Klinis
O Tanda dan gejala
O Neurologik : sakit kepala, kekacauan mental, gangguan dalam penilaian,
bicara kacau, asteriksis, agitasi, gelisah, delirium, tidak sadar
O Kardiovaskular
Tahap awal  takikardi  peningkatan curah jantung dan tekanan darah 
hipoksemi menetap  bradikardi  hipotensi  penurunan curah jantung 
dapat terjadi aritmia
O Paru
Hipoksemi menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah paru. Efek metabolic
hipoksia jaringan adalah metabolism anaerobic yang mengakibatkan asidosis
metabolik
Gagal napas hiperkapnia (tipe 2)
O Hypercapnic Respiratory Failure  PaO2 rendah, PaCO2 >45 mmHg
O Terdapat pada pasien severe airflow obstruction, central respiratory failure atau
neuromusculare failure.
O Gangguan ventilasi : VA = ( VT - VD ) x RR.
O Mentukan tekanan parsial karbondioksida =
O A. VT atau RR dapat menurun akibat:
• Airway obstruction ( COPD )
• Central respiratory failure
• Neurologic disorders: spinal cord injury, myasthenia gravis, Guillain Barre
syndrome.
• Respiratory muscle: fatique, malnutrition, dystrophy
B. VD dapat meningkat akibat:

• Hypovolemia
• Cardiac output buruk
• Pulmonary emboli.

Penatalaksanaan:
Atasi gejala dengan:
• Minute ventilation ditingkatkan (MV = TV x RR)
• Peak airway pressure diturunkan
• Pulmonary blood flow yang turun diatasi.
Gambaran klinis
O Efek utama peningkatan PaCO2 adalah penekanan system saraf pusat, hiperkapni yang
berat dapat disebut juga narcosis CO2. hiperkapni menyebabkan asidosis respiratorik
dan dapat terjadi asidosis metabolic jika terjadi hipoksia

Hiperkapni  vasodilatasi serebral  peningkatan aliran darah cerebral dan TIK  sakit
kepala, papil edem, iritabilitas neuromuscular dan rasa kantuk  koma

Pada paru hiperkapni menyebabkan vasokonstriksi pada pembuluh darah paru 


memperberat hipertensi artei pulmonalis

Retensi CO2 yang berat dapat menyebabkan penurunan kontraktilits miokardium 


vasodilatasi sistemik  hipotensi  gagal jantung
MEKANISME PATOFISIOLOGIK

Mekanisme dasar terjadinya gagal nafas:


1. Shunting
2. Dead space ventilation
3. Abnormal diffusion
4. Alveolar hypoventilation

Failure to oxygenate:
1. Diffusion abnormality: • Pulmonary edema
• Pulmonary fibrosis
• Interstitial lung disease
2. Normal, V/Q = 1
3. Dead space ventilation, V/Q > 1: • Pulmonary embolism
• Excessive PEEP
4. Shunt, V/Q < 1: • Lung collapse
• Atelectasis
• Consolidation
Shunting (Perfusi tanpa ventilasi).
• V/Q mismatch, dimana alveoli tidak terventilasi namun tetap mengalami
perfusi.
• Relatif resisten terhadap terapi oksigen
• Tersering pada penyakit kritis
• Etiologi:
1. Intracardiac: R to L shunt: Tetrealogy of Fallot, Eisenmenger syndrome
2. Paru-paru: pneumonia, edema paru, atelektasis, contusion paru

Dead space ventilation.


• V/Q > 1  kebalikan dari V/Q mismatch.
• Gas melewati alveoli, tetapi tidak terjadi pertukaran gas, karena alveoli
tidak mengalami perfusi.
• Bila pasien dapat mengkompensir, pengurangan ventilasi.efektif 
PaCO: ↑
• Etiologi:
3. Low Cardiac output
4. Tekanan intra alveolar ↑  kompresi atau regangan alveolar
Abnormal diffusion.
• Alveolar surface area berkurang: membrane alveolar abnormal, jumlah
alveoli menurun
• Etiologi:
1. ARDS
2. Fibrotic disease

Alveolar hypoventilation.
Penyebab:
• Kelainan neurologik:
. Pusat nafas: opioid, anesthetic, trauma kapitis
. Saraf cervical: C 3 - 5
. Spinal injury
. N. Phrenicus
. Chest trauma atau pembedahan
. Neuromuscular junction: myasthenia gravis
• Kelainan muscular: myopathy
Diagnosis
O Keadaan klinis perlu diperhatikan dan pemeriksaan analisis gas
darah untuk membuat diagnosis pasti
O PaCO2 >50 mmHg atau PO2 <60 dapat dijadikan petunjuk
untuk gagal nafas
Analisa gas darah
3 REGULATOR UTAMA
O Bufer kimia.
O Sistim respirasi.
O Ginjal.
1. Buffer

O Bufer adalah zat penyanggah, merupakan zat yang


dapat mengurangi perubahan pH dengan menetralisir
kelebihan asam atau basa.
O Sistim bufer kimia terdapat di dalam darah, cairan
intraseluler dan cairan interstisial dan merupakan sistim
bufer yang efisien.
O Terdiri atas: sistim bufer bikarbonat, sistim bufer
phosphat dan sistim bufer protein.
SISTIM BUFER BIKARBONAT
O Sistim bufer bikarbonat merupakan sistim bufer utama,
yang berpengaruh dalam darah dan cairan interstisiil.
O Sistim bufer bikarbonat terdri dari beberapa reaksi kimia,
menggabungkan asam dan basa lemah (as. karbonat dan
bikarbonat), sehingga asam kuat (mis: HCl), akan menjadi
basa.
O Ginjal membantu sistim ini dengan menghasilkan
bikarbonat.
O Paru membantu sistim ini dengan menahan asam karbonat
(reaksi antara CO2 dan H2O)
SISTIM BUFER PHOSPHAT

O Seperti sistim bufer bikarbonat, sistim bufer phosphat


juga terdiri atas beberapa reaksi kimia untuk
meminimalisir perubahan pH.
O Bufer phosphat bereaksi terhadap asam atau basa
untuk membentuk senyawa yang akan mempengaruhi
pH. Yang mampu mengefektifkan proses bufer.
O Sistim ini terutama efektif pada tubulus renalis,
dimana konsentrasi phosphat tinggi
SISTIM BUFER PROTEIN

O Sistim bufer protein sangat banyak terdapat dalam


tubuh, yang akan berpengaruh di dalam maupun di
luar sel.
O Terdiri atas hemoglobin dan protein lainnya.
O Bufer protein bereaksi dengan mengikat asam dan
basa sehingga terjadi netralisasi.
O Mis: Hemoglobin akan mengikat ion hidrogen
2. Respirasi
O Sistim respirasi bertindak sebagai lapis pertahanan kedua terhadap adanya
gangguan keseimbangan asam basa.
O Paru mengatur kadar karbon dioksida, senyawa berbentuk gas yang akan
bereaksi dengan air, untuk membentuk asam karbonat. Peningkatan asam
karbonat menyebabkan penurunan pH.

O Adanya perubahan pH akan mempengaruhi kemoreseptor di medula


sehingga akan terjadi hiperventilasi dan pernafasan yang lebih dalam.
O Hal tsb akan menyebabkan berkurangnya CO2  produksi asam karbonat
menurun  pH naik
O Tubuh menormalisasi perubahan pH dengan menurunkan frekuensi
pernafasan dan kedalamannya, yang akan menurunkan ekskresi CO2.
Cek PaCO2

O Pernafasan yang efektif dapat diketahui dengan


pemeriksaan Tekanan Parsial CO2 (PaCO2) darah
arteri.
O Normal PaCO2 adalah 35 – 45 mmHg.
O PaCO2 mencerminkan kadar CO2 darah.
3. Ginjal

O Ginjal sebagai organ berikutnya untuk memelihara keseimbangan asam


basa.
O Ginjal akan mereabsorpsi atau mengekskresi asam atau basa ke dalam urin.
O Ginjal juga akan memproduksi bikarbonat untuk mengganti kehilangannya.
O Fungsi ginjal dalam keseimbangan asam basa membutuhkan waktu berjam-
jam atau hari.

O Evaluasi kadar bikarbonat  komponen metabolik keseimbangan asam


basa
O Kadar bikarbonat normal: 22 – 26 mEq /L
O Jika darah berisi lebih banyak asam atau kurang basa,
pH akan drop.
O Ginjal mereabsorpsi bikarbonat (sodium bikarbonat) dan
mengekskresi hidrogen (dgn phosphat atau amoniak)
O Urin lebih asam

O Jika darah lebih basa dan kurang asam, pH naik


O Ginjal mengkompensasi dengan ekskresi bikarbonat dan
menahan ion hidrogen
O Urin lebih basa.
O RESPIRASI MEMBANTU METABOLIK
O Jika ketidakseimbangan asam basa disebabkan ok komponen metabolik,
maka paru mengkompensasi
O Asidosis ok tidak adanya bikarbonat maka paru akan hiperventilasi shg
akan dibuang CO2  pH normal
O Alkalosis ok kelebihan bikarbonat, maka paru akan hipoventilasi shg
menahan CO2  pH normal

O METABOLIK MEMBANTU RESPIRASI


O Jika sistim respirasi menyebabkan ggn keseimbangan asam basa, maka
ginjal mengkompensasi dgn mengatur kadar bikarbonat dan ion
hidrogen
O Pada asidosis (PaCO2 naik), maka ginjal menahan bikarbonat dan
ekskresi hidrogen  pH turun
O Pada alkalosis (PaCO2 rendah), maka ginjal ekskresi bikarbonat dan
menahan hidrogen  pH naik
MENGETAHUI GANGGUAN ASAM BASA

O Analisis Gas Darah merupakan tes diagnostik yang menggunakan


spesimen darah arteri.
O Tes ini dapat menggambarkan efektif tidaknya ventilasi dan
keseluruhan gangguan asam basa, selain untuk monitoring terapi
O Terdiri atas:
O pH : 7,35 – 7,45
O Paco2 : 35 – 45 mm Hg
O HCO3 : 22 – 26 mEq/L
O Pao2: 80 – 100 mm Hg
O Sao2: 95 – 100%
O pH : mengukur konsentrasi ion hidrogen dalam
darah
O Paco2 : mengukur tekanan parsial CO2 dalam darah
arteri, mencerminkan efektivitas ventilasi. Kadarnya
berbandingterbalik dengan pH.
O HCO3 : merepresentasikan komponen metabolik
keseimbangan asam basa. Berbanding lurus dengan
pH
O Pao2 : mengukur tekanan parsial O2. Bervariasi
terhadap umur. Setelah umur 60 tahun Pao2 turun
dibawah 80 mm Hg tanpa tanda-tanda hipoksia
O Sao2 : mengukur kapasitas angkut o2 oleh
hemoglobin.
Tatalaksana
PRIORITAS DAN PRINSIP PENANGANAN GAGAL NAFAS HIPERKAPNI

Prioritas Masalah Penanganan


1. Sekret yang tertahan (batuk tidak efektif) Hidrasi yang memadai, ekspektoran
Aspirasi dengan kateter
Trakeostomi

2. Hipoksemia Terapi oksigen dengan pemantauan gas darah

3. hiperkapnia Perangsangan respiratorik


Hindari sedasi
Ventilasi buatan melalui selang endotrakeal atau
trakeostomi

4. Infeksi saluran nafas Antibiotik


5. Bronkospasme Obat-obat bronkodilator (isoproterenol dengan terapi
inhalasi, aminofilin, Kortikosteroid)

6. Gagal jantung Diuretik


Acute Respiratory Distress
Syndrome
Acute Respiratory Distress Sydrome (ARDS) merupakan suatu kondisi kegawat daruratan di
bidang pulmonology yang terjadi karena adanya akumulasi cairan di alveoli yang menyebabkan
terjadinya gangguan pertukaran gas sehingga distribusi oksigen ke jaringan menjadi berkurang.
Patogenesis
O Kelainan utama pada ARDS adalah adanya inflamasi yang disebabkan oleh aktivasi neutrophil, dan untuk
mengerti patogenesisnya perlu diperhatikan hal-hal berikut
1. Faktor-faktor yang menyebabkan akumulasi cairan di interstitial paru dan di distal alveolus
2. Mekanisme yang mengganggu reabsorpsi cairan edema
O ARDS dibagi menjadi 3 fase
1. Fase akut (hari 1-6) = tahap eksudatif
- Edema interstitial dan alveolar dengan akumulasi neutrofil, makrofag, dan sel darah merah
- Kerusakan endotel dan epitel alveolus
- Membran hialin yang menebal di alveoli
2. Fase sub-akut (hari 7-14) = tahap fibroproliferatif
- Sebagian edema sudah direabsorpsi
- Proliferasi sel alveolus tipe II sebagai usaha untuk memperbaiki kerusakan
- Infiltrasi fibroblast dengan deposisi kolagen
3. Fase kronis (setelah hari ke-14) = tahap resolusi
- Sel mononuclear dan makrofag banyak ditemukan di alveoli
- Fibrosis dapat terjadi pada fase ini
O Kerusakan endotel kapiler paru
Neutrofil  terakumulasi di mikrovaskuler paru  teraktivasi  berdegranulasi  pelepasan sitokin 
permeabilitas vaskuler meningkat  fungsi normal endotel hilang  akumulasi cairan di interstitial dan
alveoli
O Kerusakan epitel alveoli
Neutrophil  meningkatkan permeabilitas paraselular  akumulasi nrutrofil merusak epitel alveoli
melalui mediator inflamasi  merusak intercellular junction dan melalui mekanisme apoptosis atau
nekrosis sel epitel  kerusakan sel alveolus tipe I (yang menyusun 90% epitel alveoli)  cairan masuk ke
dalam alveoli dan menurunnya bersihan cairan dari rongga alveoli  kerusakan sel tipe II (memproduksi
surfaktan) penurunan produksi surfaktan dan penurunan elastisitas paru
Dalam keadaan normal neutrophil dapat melintasi ruang paraselular dan menutup kembali intercellular
junction sehingga barrier epitel dan ruang udara di distal alveoli tetap utuh.
Disfungsi selular dan kerusakan
yang terjadi pada ARDS
berdampak pada:
1. Ketidak sesuaian antara
ventilasi (V) dan perfusi (Q) 
V/Q mismatching disertai
dengan shunting
2. Hipertensi pulmonal
3. Penurunan elastisitas paru (stiff
lungs) dan hiperinflasi alveoli
yang tersisa
4. Gangguan proses perbaikan
paru yang normal  fibrosis
paru pada stadium lanjut
Tanda dan gejala
• Napas pendek dan cepat
• Sesak napas
• Tekanan darah rendah (hipotensi)
• Tubuh terasa sangat lelah
• Keringat berlebih
• Bibir atau kuku berwarna kebiruan (sianosis)
• Nyeri dada
• Denyut jantung meningkat (takikardia)
• Batuk
• Demam
• Sakit kepala atau pusing
• Bingung
Diagnosis
O Derajat hipoksemia untuk membuat diagnosis ARDS ditentukan dengan
rasio tekanan parsial oksigen pada darah arteri (PaO2) dengan fraksi
oksigen pada udara inspirasi (FiO2).
O Nilai PaO2 didapat dari hasil pemeriksaan analisis gas darah dengan
memperhatikan berapa liter oksigen yang diberikan saat pengambilan
spesimen darah.
O Fraksi oksigen didapat dengan memperhatikan jumlah oksigen yang
diberikan. Dengan pemberian oksigen binasal setiap 1 liter akan akan
meningkatkan FiO2 4 % dan nilai tersebut ditambahkan dengan nilai FiO2
pada room air yang besarnya 21 %. Dengan pemberian oksigen melalui
simple mask dimana oksigen yang diberikan 8-10 liter maka besarnya FiO2
adalah 100 %.
Terapi
O Ventilasi mekanik dengan intubasi endotrakeal RR > 30x/menit atau terjadi peningkatan kebutuhan
FiO2 > 60% untuk mempertahankan PaO2 sekitar 70 mmHg atau lebih dalam beberapa jam.
O Rasio I:E terbalik disertai dengan PEEP untuk membantu mengembalikan cairan yang tertimbun di
alveoli dan mengatasi mikro-atelektasis sehingga akan memperbaiki ventilasi dan perfusi (V/Q)
O Volume tidal yang rendah (6 ml/kg) dengan tekanan puncak inspirasi < 35 cmH2O, plateu
inspiratory pressure < 30 cmH2O serta pemberian PEEP antara 8-14 cm H2O untuk mencegah
atelektasis dan kolaps alveoli.
O Pemeriksaan AGD (Analisa Gas Darah) dipakai sebagai parameter keberhasilan dan panduan terapi.
O Restriksi cairan dan diuresis yang cukup akan mengurangi peningkatan tekanan hidrostatik di
kapiler paru dan mengatasi kelebihan cairan paru (lung water).
O Prone position akan memperbaiki V/Q karena akan mengalihkan cairan darah sehingga tidak terjadi
atelektasis.
O Kortikosteroid dan antibiotik
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai