Anda di halaman 1dari 51

Bagian Ilmu Penyakit Dalam Laporan Kasus

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

KANKER PARU

oleh:

SHAFIRA TAMARA
NIM. 1710029061

Pembimbing:

dr. RIDMAWAN WAHYU, Sp. P

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


Pada Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
2018

i
Bagian Ilmu Penyakit Dalam Laporan Kasus
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

KANKER PARU

Oleh

SHAFIRA TAMARA

1710029061

Mengetahui,

Dipresentasikan pada
Pembimbing

dr. RIDMAWAN WAHYU, Sp.P

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT karena atas karuniaNya sehingga penulis
dapat menyelesaikan Laporan Kasus dengan judul “Kanker Paru” ini. Laporan kasus ini
disusun sebagai tugas kepaniteraan klinik di Laboratorium Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit
Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.
Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. H. Masjaya., M.Si selaku Rektor Universitas Mulawarman.
2. dr. Ika Fikriah, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.
3. dr. Soehartono, Sp.THT-KL selaku Ketua Program Studi Pendidikan Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.
4. dr. Ridmawan Wahyu, Sp.P selaku dosen pembimbing klinik yang telah memberikan
bimbingan kepada penulis.
5. Seluruh dosen pengajar di Laboratorium Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum
Daerah Abdul Wahab Sjahranie Samarinda atas ilmu yang diberikan.
6. Direktur, Dokter, Perawat, dan Staf di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda serta
rekan-rekan dokter muda yang membantu dalam penulisan makalah ini.
Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca dalam
memahami tentang Kanker Paru. Penulis menyadari masih terdapat banyak
ketidaksempurnaan dalam laporan kasus ini, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran
demi penyempurnaan laporan kasus ini. Akhir kata, semoga laporan kasus ini dapat berguna
bagi para pembaca.

Samarinda, Juni 2018

Penulis

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................iii
DAFTAR ISI..............................................................................................................................iv
BAB I..........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................1
1.2 Tujuan................................................................................................................................2
BAB II.........................................................................................................................................2
LAPORAN KASUS....................................................................................................................2
2.1 Anamnesis.......................................................................................................................3
2.2 Pemeriksaan Fisik...........................................................................................................4
2.3 Pemeriksaan Penunjang...................................................................................................7
Rencana Awal.........................................................................................................................9
Follow Up..............................................................................................................................15
BAB III.....................................................................................................................................25
TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................................25
3.1. Definisi....................................................................................................................25
3.2 Epidemiologi..........................................................................................................25
3.3 Etiologi dan Patofisiologi.......................................................................................26
3.4. Klasifikasi...............................................................................................................27
3.5. Manifestasi Klinis...................................................................................................30
3.6. Diagnosis................................................................................................................31
3.7. Penatalaksanaan......................................................................................................34
3.8. Pencegahan.............................................................................................................37
3.9. Prognosis................................................................................................................38
BAB IV.....................................................................................................................................40
PEMBAHASAN.......................................................................................................................40
BAB 5.......................................................................................................................................43
KESIMPULAN.........................................................................................................................43
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................44

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit kanker merupakan salah satu penyebab kematian utama di seluruh dunia.
Pada tahun 2012, sekitar 8,2 juta kematian disebabkan oleh kanker. Kanker paru, hati, perut,
kolorektal, dan kanker payudara adalah penyebab terbesar kematian akibat kanker setiap
tahunnya (Kementrian Kesehatan RI, 2017). Kanker paru merupakan penyebab utama
keganasan di dunia, mencapai hingga 13 persen dari semua diagnosis kanker. Selain itu,
kanker paru juga menyebabkan 1/3 dari seluruh kematian akibat kanker pada laki-laki. Di
Amerika Serikat, diperkirakan terdapat sekitar 213.380 kasus baru dan 160.390 kematian
akibat kanker paru pada tahun 2007 (Komite Penanggulangan Kanker Nasional, 2017).
Penyebab pasti kanker paru belum diketahui, namun paparan atau inhalasi
berkepanjangan suatu zat yang bersifat karsinogenik merupakan faktor penyebab utama,
disamping adanya faktor lain seperti kekebalan tubuh, genetik, dan lain-lain. Dari beberapa
kepustakaan, telah dilaporkan bahwa etiologi kanker paru sangat berhubungan dengan
kebiasaan merokok. Terdapat hubungan antara rata-rata jumlah rokok yang dihisap per hari
dengan tingginya insiden kanker paru. Dikatakan bahwa 1 dari 9 perokok berat akan
menderita kanker paru. Laporan beberapa penelitian mengatakan bahwa perokok pasif pun
berisiko terkena kanker paru. Diperkirakan 25% kanker paru dari pasien bukan perokok
berasal dari perokok pasif (Aliyah, Pranggono, & Andriyoko, 2016).
Kanker paru adalah salah satu jenis penyakit paru yang memerlukan penanganan dan
tindakan yang cepat dan terarah. Penegakan diagnosis penyakit ini membutuhkan ketrampilan
dan sarana yang tidak sederhana dan memerlukan pendekatan multidisiplin kedokteran.
Penyakit ini membutuhkan kerja sama yang erat dan terpadu antara ahli paru dengan ahli
radiologi diagnostik, ahli patologi anatomi, ahli radiologi terapi dan ahli bedah toraks, ahli
rehabilitasi medik dan ahli-ahli lainnya (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2013).
Pengobatan atau penatalaksaan penyakit ini sangat bergantung pada kecekatan ahli
paru untuk mendapatkan diagnosis pasti. Penemuan kanker paru pada stadium dini akan
sangat membantu penderita, dan penemuan diagnosis dalam waktu yang lebih cepat
memungkinkan penderita memperoleh kualitas hidup yang lebih baik dalam perjalanan
penyakitnya meskipun tidak dapat menyembuhkannya. Pilihan terapi harus dapat segera
dilakukan, mengingat buruknya respons kanker paru terhadap berbagai jenis pengobatan.
Bahkan dalam beberapa kasus penderita kanker paru membutuhkan penangan sesegera

1
mungkin meski diagnosis pasti belum dapat ditegakkan (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia,
2013).

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Tujuan Umum
Tujuan umum pembuatan laporan kasus ini adalah untuk mengetahui dan menambah
pemahaman mengenai kanker paru.

1.2.2 Tujuan Khusus


Tujuan khusus pembuatan laporan kasus ini:
1. Untuk mengetahui dan memahami definisi kanker paru.
2. Untuk mengetahui dan memahami epidemiologi kanker paru.
3. Untuk mengetahui dan memahami etiologi kanker paru.
4. Untuk mengetahui dan memahami klasifikasi kanker paru.
5. Untuk mengetahui dan memahami patofisiologi kanker paru.
6. Untuk mengetahui dan memahami manifestasi klinik kanker paru.
7. Untuk mengetahui dan memahami penegakkan diagnosis kanker paru.
8. Untuk mengetahui dan memahami penatalaksanaan kanker paru.

1.3 Manfaat Penulisan


1.3.1 Manfaat Ilmiah
Laporan kasus ini diharapkan dapat digunakan untuk menambah informasi di
bidang Ilmu Pulmonologi mengenai kanker paru.

1.3.2 Manfaat Bagi Penulis


Hasil penulisan laporan kasus ini diharapkan dapat digunakan sebagai sarana untuk:
1. Menambah wawasan dan pengetahuan penulis mengenai kanker paru.
2. Mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama pembelajaran di bidang Ilmu
Pulmonologi terkait kanker paru.
3. Menambah wawasan penulis mengenai tata cara melakukan penulisan laporan kasus
secara baik dan benar.

2
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Anamnesis
a) Identitas Pasien
Nama : Ny. R
Umur : 61 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl.
Status : Menikah
Pendidikan terakhir : SD
Pekerjaan : Petani
MRS : 7 April 2018 jam 19.45 WITA di Ruang Seruni Rumah
Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda.
b) Keluhan Utama
Sesak napas

c) Riwayat Penyakit Sekarang


Ny. R perempuan 61 tahun, datang dibawa anaknya ke IGD RSUD AWS
Samarinda pada 7 April 2018 dengan keluhan sesak napas sejak 1 minggu sebelum
masuk rumah sakit. Keluhan sesak napas tidak dipengaruhi oleh perubahan posisi saat
berbaring lurus dan tidak hilang saat duduk ataupun dengan menggunakan tambahan
bantal saat tidur, serta tidak dipengaruhi oleh waktu. Keluhan sesak napas yang
dirasakan juga disertai dengan nyeri dada. Pasien mengeluh nyeri dada ketika sedang
menarik napas, terutama di bagian tulang rusuk dan dirasakan tidak menyebar ke
lengan, bahu, ataupun tembus ke belakang. Pasien juga mengeluhkan batuk berdahak
berwarna putih dan tidak bercampur dengan darah sejak 1 minggu yang lalu. Pasien
juga mengaku mengalami penurunan berat badan selama beberapa minggu terakhir.
Pasien merupakan rujukan dari Puskesmas Marangkayu karena keluhan yang
sama dan sempat dirawat inap selama 5 hari. Pasien kemudian dibawa ke RSUD AWS
Samarinda karena keluhan sesak napas dirasakan tidak kunjung membaik dan
diperlukan penanganan lebih lanjut. Keluhan lain seperti berkeringat di malam hari
tanpa kegiatan fisik (-), penurunan nafsu makan (-), nyeri abdomen (-), mual (-),
muntah (-), gangguan BAK dan BAB (-).
3
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat rawat inap di RSUD AWS Samarinda selama 2 minggu karena
keluhan sesak napas dan dilakukan pemasangan chest tube pada bulan Maret 2018.
Riwayat transfusi darah 1 kantong saat rawat inap di RSUD AWS Samarinda pada
bulan Maret 2018. Tidak ada riwayat tekanan darah tinggi maupun kencing manis.

e) Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada riwayat tekanan darah tinggi, kencing manis, maupun keluhan yang
sama. Salah satu anak kandung pasien meninggal dunia karena kanker paru.

f) Riwayat Kebiasaan
Pasien merupakan seorang perokok pasif karena suami pasien merupakan
seorang perokok aktif selama kurang lebih 30 tahun dan salah satu anak kandung
pasien yang juga seorang perokok aktif.

2.2 Pemeriksaan Fisik


a) Keadaan Umum: Tampak Sakit Sedang
b) Kesadaran: Komposmentis (GCS E4V5M6)
c) Tanda-tanda vital
Tekanan darah: 130/70 mmHg
Frekuensi nadi: 121 kali/menit, reguler, kuat angkat
Frekuensi napas: 28 kali/menit, reguler
Suhu: 36,2ºC (axila)
SpO2 : 94%
d) Berat badan: 40 kg
e) Tinggi badan: 150 cm, IMT = 17,78
f) Kepala/Leher
 Mata : Konjungtiva anemis (-), Sklera ikterik (-), Sianosis (-), Dypsneu (+)
 Telinga : Bentuk normal, pendengaran normal
 Hidung : Tidak ada penyumbatan, daya penciuman normal
 Mulut : Bibir, gusi, lidah, mukosa, dan palatum dalam batas normal
 Leher
- Kelenjar Limfe : Tidak ada pembesaran kelenjar limfe cervical, clavicular, dan
axillar.
- Trakea : Trakea terletak di tengah, deviasi (-)
- Tiroid : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
4
- Vena Jugularis : Jugular Venous Pressure normal
- Arteri carotis : Normal

g) Toraks
 Umum
- Bentuk : Bentuk dada simetris kanan dan kiri, vertebral line lurus
- Payudara : Simetris
- Kulit : Normal
- Axilla : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
 Paru

Pemeriksaan Depan Belakang


Kanan Kiri Kanan Kiri
Inspeksi
Bentuk Simetris Simetris
Pergerakan Simetris Simetris
Retraksi Supraklavikula (-) Supraklavikula (-) - -
Interkosta (-) Interkosta (-)
Palpasi
Trakea Di tengah
Pergerakan Simetris Simetris
Jarak Sela Iga Normal Normal Normal Normal
Fremitus Raba Normal Normal Normal Normal
Normal Normal Normal Normal
Normal Normal Normal Normal

Perkusi
Suara Ketok Sonor Sonor Sonor Sonor
Sonor Sonor Sonor Sonor
Sonor Sonor Sonor Sonor
Nyeri Ketok - - - -
Batas Paru Hati Dalam Batas Normal, ICS 8 midclavicula line dextra
Auskultasi
Suara Napas Vesikuler ↓ Vesikuler Vesikuler Vesikuler
Vesikuler ↓ Vesikuler Vesikuler Vesikuler
Vesikuler ↓ Vesikuler Vesikuler Vesikuler
Suara Ronkhi - - - -
- - - -
- - - -
Wheezing - - - -
- - - -
- - - -

5
 Jantung

 Jantung

Inspeksi Iktus : Tidak terlihat


Pulsasi Jantung : Tidak terlihat
Palpasi Iktus : Teraba
Perkusi Batas Kanan
- Atas : ICS II di parasternal line dextra
- Bawah : ICS III-IV di parasternal line dextra
Batas Kiri
- Atas : ICS II di parasternal line sinistra
- Bawah : ICS V di parasternal line sinistra
Auskultasi S1, S2, tunggal, reguler
Murmur : -
Gallop S3 : -

 Abdomen

6
Inspeksi Bentuk : Flat
Umbilikus : Di tengah
Kulit : Normal
Auskultasi Bising Usus : (+) kesan normal
Meteorismus : -
Suara Tambahan : -
Perkusi Timpani
+ +
+ +
Asites : -
Palpasi Turgor : Normal
Tonus : Normal
Hepar : Normal
Lien : Normal
Nyeri tekan : -
Ginjal : Normal
 Inguinal-Genital-Anus : Dalam Batas Normal

 Ekstremitas

7
Atas Akral : Hangat
Kulit : Normal
Sendi : Normal
Kuku : Normal
Jari : Normal, Clubbing Finger : -
Edema : - / -
Bawah Akral : Hangat
Kulit : Normal
Sendi : Normal
Kuku : Normal
Jari : Normal, Clubbing Finger : -
Edema : - / -

2.3 Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium Darah (7/4/2018) Analisa Gas Darah Arteri (7/4/2018)


Leukosit : 18.120/ul ↑ pH : 7,46 ↑
Eritrosit : 3,86 x 106/ul ↓ PCO2 : 54 mmHg ↑
Hemoglobin : 10,4 gr/dl ↓ PO2 : 95,2 mmHg
Hematokrit : 31,5 % ↓ BE : 13,6 mmol/L ↑
Trombosit : 541.000/ul ↑ Tco2 : 40,4 mmol/L
GDS : 81 mg/dl HCO3 : 38,7 mmol/L
Ureum : 21,5 mmol/L Hb : 11,4 g/dL ↓
Creatinin : 0,5 mmol/L SO2 : 97,10 %
Natrium : 135 mmol/L
Kalium : 3,7 mmol/L
Chloride : 93 mmol/L ↓
Hematologi (9/4/2018) Imuno-Serologi (10/4/2018)
Bleeding Time : 3 menit CEA : > 200
Clotting Time : 15 menit

8
Foto Toraks Proyeksi PA (7/4/2018)

9
Pemeriksaan MSCT Thorax tanpa dan dengan kontras (11/4/2018)

- Tampak heterodense enhancement massa semi solid batas tegas, tepi sebagian irreguler
yang terproyeksi di lapang paru kanan, dengan ukuran (axial : 60,9 x 69,6 mm; coronal :
63,3 x 184 mm; sagital : 78,4 x 173 mm), dimana massa tampak mempersempit bronkus
superior, medius dan inferior paru kanan dan menyebabkan kolaps paru.

- Bronkus primarius kanan kiri paten.

- Tak tampak deformitas cavum thoraks.

- Jantung dan pembuluh darah besar tak tampak kelainan.

- Tampak pembesaran kelenjar getah bening peribronchial kanan dengan ukuran 14,7 x
18 mm.

- Tampak lesi densitas cairan di cavum pleura kanan.

- Osteodestruksi (-).
10
Kesimpulan :

Enhancement massa paru kanan yang mempersempit bronkus superior, medius dan
inferior paru kanan yang menyebabkan kolaps paru disertai pembesaran kelenjar getah bening
peribronchial kanan dan efusi pleura kanan. (T3 N2 M1a)

Pemeriksaan Patologi Anatomi (11/4/2018)

Makroskopis : FNAB tumor paru dengan MSCT guiding, aspirat : sedikit darah

Mikroskopis : Sediaan apusan terdiri dari sel epitel skuamosa dengan inti besar, inti
vesicular, sitoplasma luas tersebar dengan sel epitelial silindris, inti bulat,
latar belakang eritrosit.

Kesimpulan : Non small cell lung cancer – karsinoma sel skuamosa

11
RENCANA AWAL/ INITIAL PLANNING

Permanent
Rencana Rencana Rencana
Cue and Clue Temporary Problem List/TPL Problem Rencana Terapi
Diagnosis Monitoring Edukasi
List/PPL
Keluhan Utama 1. Sesak napas 1. Sesak napas 1. Sesak BGA - O2 nasal kanul 2-4 - SpO2 Jika sesak
2. Nyeri dada
Sesak napas napas lpm - Klinis agar tetap
3. Batuk dahak
Riwayat Penyakit Sekarang
4. Penurunan pasien menggunakan
Ny. R perempuan 61 tahun, datang
berat badan O2
dibawa anaknya ke IGD RSUD AWS 5. Takikardia - Klinis
6. Takipneu
Samarinda dengan keluhan sesak napas pasien Menjelaskan
7. Vesikuler ↓
sejak 1 minggu yang lalu sebelum 8. Leukositosis - TTV pemeriksaan-
1. Batuk dahak 2. Suspek - CEA - IVFD RL 20 tpm
9. Anemia
masuk rumah sakit. Keluhan sesak pemeriksaan
10. Trombositosis 2. Sesak napas kanker paru - MSCT - Drip aminophilin
napas tidak dipengaruhi oleh perubahan 11. CEA > 200 yang akan
3. Nyeri dada Thorax 1,5 A / kolf
12. Foto Ro
posisi saat berbaring lurus dan tidak dilakukan
4. Penurunan Kontras - Salbutamol tab
Thorax =
hilang saat duduk ataupun dengan
berat badan - FNAB 3 x 4 mg
atelektasis dextra
menggunakan tambahan bantal saat
5. Vesikuler ↓ - Codein 3 x 10 mg
ec susp tumor
tidur, serta tidak dipengaruhi oleh
6. Foto Ro - Metilprednisolon
paru
waktu. Keluhan sesak napas yang
Thorax = inj. 3 x 125 mg
dirasakan juga disertai dengan nyeri
atelektasis
dada. Pasien mengeluh nyeri dada
dextra ec susp
ketika sedang menarik napas, terutama
tumor paru
di bagian tulang rusuk dan dirasakan

9
tidak menyebar ke lengan, bahu,
ataupun tembus ke belakang. Pasien
juga mengeluhkan batuk berdahak
berwarna putih dan tidak bercampur
dengan darah sejak 1 minggu yang lalu.
Pasien juga mengaku mengalami
2.
penurunan berat badan selama beberapa
minggu terakhir.
Pasien merupakan rujukan dari
Puskesmas Marangkayu karena keluhan
yang sama dan sempat dirawat inap
selama 5 hari. Pasien kemudian dibawa
ke RSUD AWS Samarinda karena
keluhan dirasakan tidak membaik dan
diperlukan penanganan lebih lanjut.
Keluhan lain seperti berkeringat di
malam hari tanpa kegiatan fisik (-),
penurunan nafsu makan (-), nyeri
abdomen (-), mual (-), muntah (-),
gangguan BAK dan BAB (-).
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat rawat inap di RSUD AWS

10
selama 2 minggu karena keluhan sesak
napas dan dilakukan pemasangan chest
tube pada bulan Maret 2018. Riwayat
transfusi darah 1 kantong saat rawat
inap bulan Maret 2018. Tidak ada
riwayat tekanan darah tinggi maupun
kencing manis.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada riwayat tekanan darah tinggi,
kencing manis, maupun keluhan yang
sama. Salah satu anak kandung pasien
meninggal dunia karena kanker paru.

Riwayat Kebiasaan
Pasien merupakan seorang perokok
pasif karena suami pasien merupakan
seorang perokok aktif selama kurang
lebih 30 tahun dan salah satu anak
kandung pasien yang juga seorang
perokok aktif.

Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum: Tampak Sakit Sedang

11
Kesadaran: CM (GCS E4V5M6)
Tanda-tanda vital
- Tekanan darah: 130/70 mmHg
- Frekuensi nadi: 121 kali/menit
- Frekuensi napas: 28 kali/menit
- Suhu: 36,2ºC (axila)
- SpO2 : 94%
Berat badan: 36 kg
Tinggi badan: 152 cm, IMT = 15,58
Mata: Anemis (-/-), Ikterik (-/-)
Leher: Pembesaran KGB (-/-)
Toraks
- Inspeksi: dinding dada simetris
- Palpasi: gerak napas dan fremitus
suara simetris
- Perkusi
Sonor Sonor
Sonor Sonor
Sonor Sonor

- Auskultasi
Vesikuler ↓ Vesikuler
Vesikuler ↓ Vesikuler
Vesikuler ↓ Vesikuler

12
Jantung: S1, S2, tunggal, reguler,
murmur (-), gallop S3 (-).
Abdomen: Soefl, Distensi (-), Nyeri
tekan (-), Benjolan (-), Asites (-), Bising
Usus (+) kesan normal.
Ekstremitas: Edema (-/-), akral hangat.

Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium darah (7/4/2018)
Leukosit : 18.120/ul ↑
Eritrosit : 3,86 x 106/ul ↓
Hemoglobin : 10,4 gr/dl ↓
Hematokrit : 31,5 % ↓
Trombosit : 541.000/ul ↑
Natrium : 135 mmol/L
Kalium : 3,7 mmol/L
Chloride : 93 mmol/L ↓

Analisa Gas Darah Arteri (7/4/2018)


pH : 7,46 ↑
PCO2 : 54 mmHg ↑
PO2 : 95,2 mmHg

13
BE : 13,6 mmol/L ↑
Tco2 : 40,4 mmol/L
HCO3 : 38,7 mmol/L
Hb : 11,4 g/dL ↓
SO2 : 97,10 %

Foto Toraks Proyeksi PA (7/4/2018)


Atelektasis paru dextra

FOLLOW UP
No Hari/Tanggal
S O A P

14
1. 9 April 2018  Sesak napas Kesadaran: CM, Tampak Sakit Sedang Suspek Ca paru - IVFD RL 20 tpm
 Batuk berdahak TD: 120/70 mmHg RR: 22 x/menit dextra - Drip aminophilin 1,5 A / kolf
 Nyeri dada N: 90x/menit T: 36,40C
SpO2: 96% (dengan nasal kanul 3 lpm) - Salbutamol tab 3 x 4 mg
Pemeriksaan Fisik
- Codein 3 x 10 mg
Mata: Anemis (-/-), Ikterik (-/-)
Leher: Pembesaran KGB (-) - Metilprednisolon inj 3 x 125 mg
Toraks
- Inspeksi: dinding dada simetris - Cek CEA
- Palpasi: gerak napas - Rencana MSCT Thorax dengan
Sonor Sonor
dan fremitus Sonor Sonor raba simetris kontras
Sonor Sonor
- Perkusi : - Rencana FNAB

- Auskultasi: Vesikuler ↓ Vesikuler


Vesikuler ↓ Vesikuler
Vesikuler ↓ Vesikuler
Ronkhi Wheezing
- -
- -
- -

Jantung: S1 S2 tunggal reguler, bising jantung (-)


Abdomen: Soefl, Nyeri tekan (-), Asites (-), Bising
Usus (+) kesan normal.
Ekstremitas: Edema (-/-), akral hangat.

15
2. 10 April 2018  Sesak napas Kesadaran: CM, Tampak Sakit Sedang Suspek Ca paru - IVFD RL 20 tpm
 Batuk berdahak TD: 120/80 mmHg RR: 22 x/menit dextra - Drip aminophilin 1,5 A / kolf
 Nyeri dada ↓ N: 88x/menit T: 360C
SpO2: 97% (dengan nasal kanul 3 lpm) - Salbutamol tab 3 x 4 mg
Pemeriksaan Fisik
- Codein 3 x 10 mg
Mata: Anemis (-/-), Ikterik (-/-)
Leher: Pembesaran KGB (-) - Metilprednisolon inj 3 x 125 mg
Toraks
- Inspeksi: dinding dada simetris
- Palpasi: gerak napas
Sonor Sonor
dan fremitus Sonor Sonor raba simetris
Sonor Sonor
- Perkusi :

- Auskultasi: Vesikuler ↓ Vesikuler


Vesikuler ↓ Vesikuler
Vesikuler ↓ Vesikuler
Ronkhi Wheezing
- -
- -
- -
Jantung: S1 S2 tunggal reguler,
bising jantung (-)
Abdomen: Soefl, Nyeri tekan (-), Asites (-), Bising
Usus (+) kesan normal.
Ekstremitas: Edema (-/-), akral hangat.

16
3. 11 April 2018  Sesak napas Kesadaran: CM, Tampak Sakit Ringan Suspek Ca paru - IVFD RL 20 tpm
 Batuk berdahak TD: 110/80 mmHg RR: 21 x/menit
dextra - Drip aminophilin 1,5 A / kolf
 Nyeri dada ↓ N: 86x/menit T: 360C
SpO2: 97% (dengan nasal kanul 3 lpm) - Salbutamol tab 3 x 4 mg
Pemeriksaan Fisik
- Codein 3 x 10 mg
Mata: Anemis (-/-), Ikterik (-/-)
Leher: Pembesaran KGB (-) - Metilprednisolon inj 3 x 125 mg
Toraks
- Inspeksi: dinding dada simetris
- Palpasi: gerak napas
Sonor Sonor
dan fremitus Sonor Sonor raba simetris
Sonor Sonor
- Perkusi :

- Auskultasi: Vesikuler ↓ Vesikuler


Vesikuler ↓ Vesikuler
Vesikuler ↓ Vesikuler
Ronkhi Wheezing
- -
- -
- -
Jantung: S1 S2 tunggal reguler,
bising jantung (-)
Abdomen: Soefl, Nyeri tekan (-), Asites (-), Bising
Usus (+) kesan normal.
Ekstremitas: Edema (-/-), akral hangat.

17
4. 12 April 2018  Sesak napas Kesadaran: CM, Tampak Sakit Ringan Ca Paru dextra - IVFD RL 20 tpm
 Batuk berdahak TD: 110/70 mmHg RR: 21 x/menit
- Drip aminophilin 1,5 A / kolf
N: 90x/menit T: 360C
SpO2: 97% (dengan nasal kanul 3 lpm) - Salbutamol tab 3 x 4 mg
Pemeriksaan Fisik
- Codein 3 x 10 mg
Mata: Anemis (-/-), Ikterik (-/-)
Leher: Pembesaran KGB (-) - Metilprednisolon inj 3 x 125 mg
Toraks
- Inspeksi: dinding dada simetris
- Palpasi: gerak napas
Sonor Sonor
dan fremitus Sonor Sonor raba simetris
Sonor Sonor
- Perkusi :

- Auskultasi: Vesikuler ↓ Vesikuler


Vesikuler ↓ Vesikuler
Vesikuler ↓ Vesikuler
Ronkhi Wheezing
- -
- -
- -
Jantung: S1 S2 tunggal reguler,
bising jantung (-)
Abdomen: Soefl, Nyeri tekan (-), Asites (-), Bising
Usus (+) kesan normal.
Ekstremitas: Edema (-/-), akral hangat.

18
5. 13 April 2018  Sesak napas Kesadaran: CM, Tampak Sakit Ringan Ca Paru dextra - IVFD RL 20 tpm
 Batuk berdahak TD: 130/70 mmHg RR: 25 x/menit
- Drip aminophilin 1,5 A / kolf
N: 90 x/menit T: 360C
SpO2: 97% (dengan nasal kanul 3 lpm) - Salbutamol tab 3 x 4 mg
Pemeriksaan Fisik
- Codein 3 x 10 mg
Mata: Anemis (-/-), Ikterik (-/-)
Leher: Pembesaran KGB (-) - Metilprednisolon inj 3 x 125 mg
Toraks - Diet tinggi kalori tinggi protein
- Inspeksi: dinding dada simetris
- Palpasi: gerak napas
Sonor Sonor
dan fremitus Sonor Sonor raba simetris
Sonor Sonor
- Perkusi :

- Auskultasi: Vesikuler ↓ Vesikuler


Vesikuler ↓ Vesikuler
Vesikuler ↓ Vesikuler
Ronkhi Wheezing
- -
- -
- -
Jantung: S1 S2 tunggal reguler,
bising jantung (-)
Abdomen: Soefl, Nyeri tekan (-), Asites (-), Bising
Usus (+) kesan normal.
Ekstremitas: Edema (-/-), akral hangat.

19
6. 14 April 2018  Sesak napas Kesadaran: CM, Tampak Sakit Ringan - Ca Paru dextra - IVFD RL 20 tpm
 Batuk berdahak TD: 120/70 mmHg RR: 24 x/menit
- Severe PEM - Drip aminophilin 1,5 A / kolf
N: 92 x/menit T: 360C
SpO2: 97% (dengan nasal kanul 3 lpm) - Salbutamol tab 3 x 4 mg
Pemeriksaan Fisik
- Codein 3 x 10 mg
Mata: Anemis (-/-), Ikterik (-/-)
Leher: Pembesaran KGB (-) - Metilprednisolon inj 3 x 125 mg
Toraks - Diet tinggi kalori tinggi protein
- Inspeksi: dinding dada simetris - Nebulizer combivent / 8 jam
- Palpasi: gerak napas (kalau perlu)
Sonor Sonor
dan fremitus Sonor Sonor raba simetris - Rawat bersama Sp.GK
Sonor Sonor
- Perkusi :
- Diet 1700 kkal, lunak tinggi
- Auskultasi: Vesikuler ↓ Vesikuler kalori tinggi protein
Vesikuler ↓ Vesikuler - Protein / Karbohidrat / Lemak =
Vesikuler ↓ Vesikuler
15 / 50 / 35
Ronkhi Wheezing
- - - Peptisol 3 x 250 cc
- -
- -
Jantung: S1 S2 tunggal reguler,
bising jantung (-)
Abdomen: Soefl, Nyeri tekan (-), Asites (-), Bising
Usus (+) kesan normal.
Ekstremitas: Edema (-/-), akral hangat.

20
7. 16 April 2018  Sesak napas Kesadaran: CM, Tampak Sakit Ringan - Ca Paru dextra - IVFD RL 20 tpm
 Batuk berdahak TD: 130/70 mmHg RR: 25 x/menit
- Severe PEM - Drip aminophilin 1,5 A / kolf
N: 90 x/menit T: 360C
SpO2: 97% - Salbutamol tab 3 x 4 mg
Pemeriksaan Fisik
- Codein 3 x 10 mg
Mata: Anemis (-/-), Ikterik (-/-)
Leher: Pembesaran KGB (-) - Metilprednisolon inj 3 x 125 mg
Toraks - Nebulizer combivent / 8 jam
- Inspeksi: dinding dada simetris (kalau perlu)
- Palpasi: gerak napas
Sonor Sonor
dan fremitus Sonor Sonor raba simetris - Diet 1700 kkal, lunak tinggi
Sonor Sonor
- Perkusi : kalori tinggi protein
- Protein / Karbohidrat / Lemak =
- Auskultasi: Vesikuler ↓ Vesikuler 15 / 50 / 35
Vesikuler ↓ Vesikuler - Peptisol 3 x 250 cc
Vesikuler ↓ Vesikuler
Ronkhi Wheezing
- -
- -
- -
Jantung: S1 S2 tunggal reguler,
bising jantung (-)
Abdomen: Soefl, Nyeri tekan (-), Asites (-), Bising
Usus (+) kesan normal.
Ekstremitas: Edema (-/-), akral hangat.

21
8. 17 April 2018  Sesak napas Kesadaran: CM, Tampak Sakit Ringan - Ca Paru dextra - IVFD RL 20 tpm
 Batuk berdahak TD: 120/70 mmHg RR: 24 x/menit
- Severe PEM - Drip aminophilin 1,5 A / kolf
N: 90 x/menit T: 360C
SpO2: 97% - Salbutamol tab 3 x 4 mg
Pemeriksaan Fisik
- Codein 3 x 10 mg
Mata: Anemis (-/-), Ikterik (-/-)
Leher: Pembesaran KGB (-) - Metilprednisolon inj 3 x 125 mg
Toraks - Nebulizer combivent / 8 jam
- Inspeksi: dinding dada simetris (kalau perlu)
- Palpasi: gerak napas
Sonor Sonor
dan fremitus Sonor Sonor raba simetris - Diet 1700 kkal, lunak tinggi
Sonor Sonor
- Perkusi : kalori tinggi protein
- Protein / Karbohidrat / Lemak =
- Auskultasi: Vesikuler ↓ Vesikuler 15 / 50 / 35
Vesikuler ↓ Vesikuler - Peptisol 3 x 250 cc
Vesikuler ↓ Vesikuler
Ronkhi Wheezing
- -
- -
- -
Jantung: S1 S2 tunggal reguler,
bising jantung (-)
Abdomen: Soefl, Nyeri tekan (-), Asites (-), Bising
Usus (+) kesan normal.
Ekstremitas: Edema (-/-), akral hangat.

22
9. 18 April 2018  Sesak napas Kesadaran: CM, Tampak Sakit Ringan - Ca paru dextra - IVFD RL 20 tpm
 Batuk berdahak TD: 120/80 mmHg RR: 24 x/menit
- Severe PEM - Drip aminophilin 1,5 A / kolf
N: 88 x/menit T: 360C
SpO2: 97% - Salbutamol tab 3 x 4 mg
Pemeriksaan Fisik
- Codein 3 x 10 mg
Mata: Anemis (-/-), Ikterik (-/-)
Leher: Pembesaran KGB (-) - Metilprednisolon inj 3 x 125 mg
Toraks - Nebulizer combivent / 8 jam
- Inspeksi: dinding dada simetris (kalau perlu)
- Palpasi: gerak napas
Sonor Sonor
dan fremitus Sonor Sonor raba simetris - Diet 1700 kkal, lunak tinggi
Sonor Sonor
- Perkusi : kalori tinggi protein
- Protein / Karbohidrat / Lemak =
- Auskultasi: Vesikuler ↓ Vesikuler 15 / 50 / 35
Vesikuler ↓ Vesikuler - Peptisol 3 x 250 cc
Vesikuler ↓ Vesikuler
Ronkhi Wheezing
- - - KIE pasien dan keluarga
- - - Pro paliatif care
- -
Jantung: S1 S2 tunggal reguler,
bising jantung (-)
Abdomen: Soefl, Nyeri tekan (-), Asites (-), Bising
Usus (+) kesan normal.
Ekstremitas: Edema (-/-), akral hangat.

23
24
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi
Kanker paru adalah semua penyakit keganasan di paru, mencakup keganasan yang
berasal dari paru sendiri (primer) atau berasal dari bagian tubuh lain dan menyebar ke paru
(sekunder). Dalam pengertian klinik yang dimaksud dengan kanker paru primer adalah tumor
ganas yang berasal dari epitel bronkus (karsinoma bronkus / bronchogenic carcinoma)
(Komite Penanggulangan Kanker Nasional, 2017).

Kanker paru umumnya dibagi menjadi dua kategori besar, yakni kanker paru sel kecil
(small cell lung cancer-SCLC) dan kanker paru non-sel kecil (non-small cell lung cancer-
NSCLC). Kategori NSCLC terbagi lagi menjadi adenokarsinoma, karsinoma sel skuamosa,
dan karsinoma sel besar. Sekitar 80% kasus kanker paru merupakan NSCLC (Aliyah,
Pranggono, & Andriyoko, 2016).

3.2 Epidemiologi
Pada tahun 2012, diperkirakan terdapat 1,8 juta kasus kanker paru yang baru
terdiagnosis secara global dan sebanyak 1,59 juta kematian akibat kanker paru terjadi pada
tahun yang sama. Dari semua jenis kanker, kanker paru memiliki tingkat mortalitas tertinggi
di beberapa negara terutama di Amerika Utara dan Eropa. Insiden tertinggi terjadi di Hungaria
(51,6 kasus per 100.000 populasi/tahun), diikuti oleh Serbia dan Korea Utara. Insiden
terendah terjadi di Afrika Tengah (1 kasus per 100.000 populasi/tahun). Dengan
meningkatnya angka perokok di beberapa negara berkembang, insiden kanker paru diperkiran
akan meningkat dalam beberapa tahun ke depan, terutama di China dan India (WHO, 2014).
The American Cancer Society memperkirakan jumlah pasien kanker paru di Amerika
Serikat pada tahun 2018 sebanyak: (American Cancer Society, 2018)
 234.030 kasus baru kanker paru (121.680 laki-laki dan 112.350 perempuan)
 154.050 kematian akibat kanker paru (83.550 laki-laki dan 70.500 perempuan)
Pada tahun 2008, kanker paru merupakan jenis kanker kedua tersering yang menyerang
pasien laki-laki. Kanker paru juga menjadi jenis kanker keempat tersering yang terdiagnosis
pada pasien wanita dan menjadi penyebab kedua kematian akibat kanker (Dela Cruz, Tanoue,
& Matthay, 2011). Kanker paru sebagian besar terjadi pada usia 50-70 tahun. Kemungkinan
terjadinya kanker paru pada seseorang yang berusia di bawah 39 tahun sangat rendah, baik

25
pada laki-laki atau perempuan. Angka kejadian tersebut kemudian meningkat dan mencapai
puncaknya ketika seseorang berusia lebih dari 70 tahun (WHO, 2014).

3.3 Etiologi dan Patofisiologi


Penyebab pasti kanker paru belum diketahui, namun paparan atau inhalasi
berkepanjangan suatu zat yang bersifat karsinogenik merupakan faktor penyebab utama,
disamping adanya faktor lain seperti kekebalan tubuh, genetik, dan lain-lain.
a) Perokok Aktif
Kebiasaan merokok menjadi salah satu faktor risiko terpenting dalam
perkembangan kanker paru. Diperkirakan setiap tahunnya sebanyak 90% laki-laki dan
75-80% perempuan di Amerika Serikat meninggal akibat kanker paru yang disebabkan
oleh rokok. Sebuah penelitian melaporkan perokok laki-laki ringan berisiko terkena
kanker paru sebanyak 9-10 kali lipat, sedangkan perokok laki-laki berat memiliki
risiko setidaknya 20 kali lipat (Dela Cruz, Tanoue, & Matthay, 2011).
Hubungan antara rokok dan kanker paru dapat dijelaskan melalui dua cara.
Pertama, polisiklik aromatik hidrokarbon, sebuah komponen karsinogenik yang
terdapat di dalam rokok menginduksi mutasi gen p53 yang berperan dalam disregulasi
siklus sel dan karsinogenesis. Kedua, kompleks N-nitroso, komponen lain yang
terdapat di dalam rokok bersifat karsinogen poten dan dapat ditemukan dalam urin
perokok (Ridge, McErlean, & Ginsberg, 2013).
b) Perokok Pasif dan Paparan Industri
Perokok pasif adalah orang yang menghirup asap rokok dari orang lain. Hal ini
dapat meningkatkan risiko kanker paru sekitar 30%. Anak-anak yang terpapar asap
rokok selama 25 tahun pada usia dewasa akan terkena risiko kanker paru dua kali lipat
dibandingkan dengan yang tidak terpapar. Wanita yang hidup dengan pasangan
perokok juga terkena risiko kanker paru 2-3 kali lipat (Dela Cruz, Tanoue, & Matthay,
2011).
Paparan karsinogen industri berkontribusi sebanyak 5% dari seluruh kasus
kanker paru di Amerika Serikat. The U.S. Environmental Protection Agency telah
menyatakan bahwa zat radon menjadi penyebab kanker paru kedua terbanyak setelah
perokok aktif. Paparan terhadap radon semakin meningkat akibat difusi radon dari
dalam tanah. Konsentrasi tinggi radon dapat ditemukan pada pekerja tambang bawah
tanah. Paparan zat lain yang berhubungan dengan peningkatan risiko kanker paru
adalah asbes, silika, kromium, kadmium, nikel, arsenik, dan berilium (Ridge,
McErlean, & Ginsberg, 2013).
26
c) Faktor Genetik
Faktor genetik memiliki peran pada kanker paru, baik berhubungan dengan
kerentanan tubuh terhadap kanker paru, ada atau tidaknya paparan asap rokok, atau
respon individu terhadap terapi biologis. Seseorang yang memiliki riwayat keluarga
dengan kanker paru yang timbul sebelum usia 60 tahun memiliki risiko 3 kali lipat
terhadap kanker paru. Kanker paru yang penyebabnya tidak berhubungan dengan
paparan inhalasi cenderung terjadi pada usia muda, seringkali karena terjadinya
perubahan gen tertentu. Perubahan ini dapat menyebabkan pertumbuhan sel yang tidak
normal dan dapat berlanjut menjadi kanker.
Beberapa gen yang rentan terhadap kanker paru memiliki tingkat adduksi DNA
yang meningkat. Perubahan kromosom DNA yang didapat secara genetik juga dapat
meningkatkan kerentanan terhadap kanker paru. Pasien yang sudah mempunyai gen
tersebut akan berisiko lebih tinggi apabila mereka juga memiliki kebiasaan merokok
(Dela Cruz, Tanoue, & Matthay, 2011).
d) Faktor Lainnya
Pada pasien yang telah melakukan reseksi tumor paru berisiko mengalami
kanker paru untuk kedua kalinya dengan persentase 2% pada pasien NSCLC dan 6%
pada pasien SCLC. 10 tahun setelah penatalaksanaan awal SCLC, risiko terjadinya
kanker paru meningkat dari 2% menjadi >10% per pasien setiap tahunnya. Kanker
paru juga berisiko dialami oleh pasien dengan infeksi HIV dan biasanya pasien
didiagnosis dengan kanker paru 18 tahun lebih awal dibandingkan pasien tanpa infeksi
HIV. Namun, hubungan antara kondisi imunosupresi dengan kanker paru beserta
faktor risikonya masih belum dapat dijelaskan (Ridge, McErlean, & Ginsberg, 2013).
Penelitian juga menunjukkan adanya peningkatan risiko bermakna pada pasien
kanker payudara yang sedang menjalani radioterapi dan merupakan seorang perokok
aktif. Kombinasi antara perokok aktif dan paparan radiasi meningkatkan risiko
terjadinya kanker paru dibandingkan paparan radiasi pada pasien kanker payudara
yang bukan perokok aktif (Ridge, McErlean, & Ginsberg, 2013).

3.4 Klasifikasi Histologik dan Stadium Kanker Paru


3.4.1 Klasifikasi Histologik
Kanker paru diklasifikasikan sesuai dengan tipe histologi selnya, yaitu:
1. Small Cell Lung Cancer (SCLC)
SCLC merupakan kanker paru yang cepat berkembang dan biasanya terletak di
tengah di sekitar percabangan utama bronkus. SCLC menyerang 15-20% pasien
27
kanker paru. SCLC memiliki waktu pembelahan yang cepat dan prognosis yang
terburuk dibandingkan dengan semua jenis karsinoma bronkogenik. Gambaran
histologis SCLC yang khas adalah dominasi sel-sel kecil yang hampir semuanya diisi
oleh mucus dengan sebaran kromatin disertai sedikit /tanpa nucleoli. Bentuk sel
bervariasi berupa fusiform, polygonal dan bentuk seperti limfosit (Zappa & Mousa,
2016).
Gambaran histologi khas adalah dominasi sel kecil yang hampir semuanya diisi
oleh mukus dengan sebaran kromatin dan sedikit nukleoli. Jenis ini disebut juga oat
cell carcinoma karena bentuknya mirip dengan bentuk biji gandum. Karsinoma sel
kecil cenderung berkumpul di sekeliling pembuluh darah halus menyerupai
pseudoroset. Sel-sel yang bermitosis banyak ditemukan disertai gambaran nekrosis.
Komponen DNA yang terlepas menyebabkan warna gelap di sekitar pembuluh darah
(Aliyah, Pranggono, & Andriyoko, 2016).
2. Non-Small Cell Lung Cancer (NSCLC)
NSCLC menyerang sekitar 85% pasien kanker paru dan dibagi menjadi 3 jenis:
 Adenokarsinoma
Jenis NSCLC yang paling sering ditemukan, yaitu sekitar 40% pasien
kanker paru. Adenokarsinoma merupakan tipe kanker paru yang dapat ditemukan
pada perokok/non-perokok dan berasal dari sel alveolar tipe 2 yang mensekresi
mukus. Jenis kanker paru ini biasanya berupa lesi di perifer paru karena efek dari
filter rokok yang mencegah partikel besar masuk ke dalam paru (Zappa & Mousa,
2016).
Jenis ini khas dengan bentuk formasi glandular dan kecenderungan ke arah
pembentukan konfigurasi papilari. Biasanya membentuk musin dan sering tumbuh
dari jaringan fibrosis paru. Dengan penanda tumor carcinoma embrionic antigen
(CEA), karsinoma ini bisa dibedakan dari mesotelioma (Aliyah, Pranggono, &
Andriyoko, 2016).
 Karsinoma sel skuamosa
Jenis NSCLC yang ditemukan pada 25-30% pasien kanker paru. Karsinoma
sel skuamosa juga sering ditemukan pada perokok aktif dan berasal dari sel epitel
bronkus pada bagian tengah paru (Zappa & Mousa, 2016). Karsinoma sel
skuamosa memiliki ciri khas yaitu adanya proses keratinisasi dan pembentukan
jembatan intraselular. Studi sitologi memperlihatkan perubahan yang nyata dari
displasia skuamosa ke karsinoma insitu (Aliyah, Pranggono, & Andriyoko, 2016).

 Karsinoma sel besar tidak terdiferensiasi


28
Jenis NSCLC yang ditemukan pada 5-10% pasien kanker paru dan sangat
berhubungan dengan merokok. Karsinoma sel besar tidak terdiferensiasi berasal
dari bagian tengah paru, kadang menyebar ke nodus limfe terdekat atau masuk ke
dalam dinding dada dan organ lain (Zappa & Mousa, 2016). Karsinoma ini
merupakan suatu subtipe dengan gambaran histologis yang dibuat secara ekslusi.
Karsinoma sel besar tidak memberikan gambaran diferensiasi skuamosa atau
glandular dengan sel bersifat anaplastik, tidak berdiferensiasi, dan biasanya
disertai infiltrasi sel neutrofil (Aliyah, Pranggono, & Andriyoko, 2016).

3.4.2 Stadium Kanker Paru


Penentuan stadium penyakit berdasarkan sistem TNM dari American Joint Committee
on Cancer (AJCC) versi 7 tahun 2010 untuk kanker paru adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1. Tumor Primer (T) (Detterback, Boffa, Kim, & Tanoue, 2017)
Tumor primer tidak dapat ditentukan dengan hasil radiologi dan bronkoskopi
Tx
tetapi sitologi sputum atau bilasan bronkus positif (ditemukan sel ganas)
T0 Tidak tampak lesi atau tumor primer
Tis Karsinoma in situ
Ukuran terbesar tumor primer ≤3 cm yang dikelilingi paru/pleura visera, tanpa
T1
melibatkan bronkus utama
T1a (mi) Invasi minimal karsinoma
T1a Ukuran tumor primer ≤ 1 cm
T1b Ukuran tumor primer > 1 cm tetapi ≤ 2 cm
T1c Ukuran tumor primer > 2 cm tetapi ≤ 3 cm
Ukuran terbesar tumor primer > 3 cm tetapi ≤ 5 cm atau yang telah menginvasi
T2 bronkus utama tanpa karina, pleura visera, atelektasis, atau post pneumonitis
obstruksi yang melebar ke hilum
T2a Ukuran tumor primer > 3 cm tetapi ≤ 4 cm
T2b Ukuran tumor primer > 4 cm tetapi ≤ 5 cm
Ukuran tumor primer > 5 cm tetapi ≤ 7 cm atau tumor ukuran apapun yang
T3 melibatkan dinding dada, pericardium, nervus phrenikus, atau nodul satelit di
lobus yang sama
Ukuran tumor primer > 7 cm atau tumor yang telah menginvasi ke mediastinum,
diafragma, trakea, jantung, pembuluh darah besar, karina, nervus laring,
T4
esophagus, tulang belakang, atau lebih dari satu nodul berbeda lobus pada sisi
yang sama dengan tumor (ipsilateral)

Tabel 3.2. Kelenjar Getah Bening (KGB) regional (N) (Detterback, Boffa, Kim, &
Tanoue, 2017)
Nx Metastasis ke KGB mediastinum sulit dinilai dari gambaran radiologi
N0 Tidak ditemukan metastasis ke KGB
29
N1 Metastasis ke KGB peribronkus, hilus, intrapulmonary ipsilateral
N2 Metastasis ke KGB mediastinum ipsilateral dan atau subkarina
N3 Metastasis ke KGB mediastinum atau hilus kontralateral, supraklavikula
ipsilateral/kontralateral

Tabel 3.3. Metastasis (M) (Detterback, Boffa, Kim, & Tanoue, 2017)
Mx Metastasis sulit dinilai dari gambaran radiologi
M0 Tidak ditemukan metastasis
M1 Terdapat metastasis jauh
M1a Metastasis paru kontralateral, nodul di pleura/perikardium, efusi pleura ganas
M1b Metastasis ekstratorakal tunggal, termasuk nodus limfe nonregional tunggal
M1c Metastasis ekstratorakal multipel di satu atau lebih organ

Tabel 3.4. Pengelompokkan Stadium (Detterback, Boffa, Kim, & Tanoue, 2017)
N0 N1 N2 N3
T1 IA IIB IIIA IIIB
T2a IB IIB IIIA IIIB
T2b IIA IIB IIIA IIIB
T3 IIB IIIA IIIB IIIC
T4 IIIA IIIA IIIB IIIC
M1a IVA IVA IVA IVA
M1b IVA IVA IVA IVA
M1c IVB IVB IVB IVB

3.5 Manifestasi Klinis


Kanker paru tidak memiliki gejala klinis yang khas, tetapi batuk, sesak napas, atau nyeri
dada (gejala respirasi) yang muncul lama atau tidak kunjung sembuh dengan pengobatan
biasa pada pasien kelompok risiko harus ditindaklanjuti untuk prosedur diagnosis kanker
paru. Gejala yang berkaitan dengan pertumbuhan tumor langsung misalnya batuk, hemoptisis,
nyeri dada dan sesak napas/stridor. Batuk merupakan gejala tersering (60-70%) pada kanker
paru. Gejala lain berkaitan dengan pertumbuhan regional, seperti efusi pleura, efusi perikard,
sindrom vena kava superior, disfagia, sindrom Pancoast, dan paralisis diafragma. Sindrom
Pancoast merupakan kumpulan gejala dari kanker paru yang tumbuh di sulkus superior, yang
menyebabkan invasi pleksus brakhial sehingga menimbulkan nyeri pada lengan dan
munculnya sindrom Horner (ptosis, miosis, hemifacial anhidrosis) (Komite Penanggulangan
Kanker Nasional, 2017).
Keluhan suara serak menandakan telah terjadinya kelumpuhan saraf atau gangguan pada
pita suara. Gejala klinis sistemik yang juga kadang menyertai yaitu penurunan berat badan
dalam waktu yang singkat, nafsu makan menurun, dan demam hilang timbul. Gejala yang
berkaitan dengan gangguan neurologis (sakit kepala, lemah/parese) sering terjadi jika terdapat
30
penyebaran ke otak atau tulang belakang. Nyeri tulang sering menjadi gejala awal pada
kanker yang telah menyebar ke tulang. Gejala lainnya yaitu gejala paraneoplastik, seperti
nyeri muskuloskeletal, hematologi, vaskuler, neurologi, dan lain-lain (Komite
Penanggulangan Kanker Nasional, 2017).

3.5 Diagnosis
Kanker paru ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang, dan pemeriksaan patologi anatomik.
a. Anamnesis
Gambaran klinik penyakit kanker paru tidak banyak berbeda dari penyakit paru
lainnya, terdiri dari keluhan subyektif dan gejala obyektif. Dari anamnesis akan didapat
keluhan utama dan perjalanan penyakit, serta faktor–faktor lain yang sering sangat membantu
tegaknya diagnosis. Keluhan utama dapat berupa:
• Batuk dengan / tanpa dahak (dahak putih, dapat juga purulen)
• Batuk darah
• Sesak napas
• Suara serak
• Sakit dada
• Sulit / sakit menelan
• Benjolan di pangkal leher
• Sembab muka dan leher, kadang disertai sembab lengan dengan rasa nyeri yang hebat
(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2013).
Gejala dan keluhan yang tidak khas seperti:
• Berat badan berkurang
• Nafsu makan hilang
• Demam hilang timbul
• Sindrom paraneoplastik, seperti "Hypertrophic pulmonary osteoartheopathy", trombosis
vena perifer dan neuropatia (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2013).

b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik mencakup keadaan umum penderita yang menurun, penemuan
abnormal pada pemeriksaan fisik paru seperti suara napas yang abnormal, benjolan superfisial
pada leher, ketiak atau dinding dada, tanda pembesaran hepar atau tanda asites, dan nyeri
ketok di tulang (Komite Penanggulangan Kanker Nasional, 2017).

31
c. Pemeriksaan Patologi Anatomi
Pemeriksaan patologi anatomi mencakup pemeriksaan sitologi dan histopatologi,
pemeriksaan imunohistokimia untuk menentukan jenis tumor (mis. TTF-1 dan lain-lain), dan
pemeriksaan petanda molekuler, seperti mutasi EFGR, yang dilakukan apabila fasilitasnya
tersedia (Komite Penanggulangan Kanker Nasional, 2017).

d. Pemeriksaan Laboratorium
Untuk keperluan penentuan staging kanker, pemeriksaan darah lengkap perlu
dilakukan pada setiap pasien khususnya sebelum memulai kemoterapi atau pasien dengan
metastasis luas untuk menentukan kemungkinan terjadinya infeksi. Pemeriksaan darah
lengkap juga dapat dilakukan pada pasien yang sedang demam dan memiliki riwayat
kemoterapi untuk melihat apakah terjadi neutropenia (hitung neutrofil absolut < 1000/μL).
Dalam keadaan darurat, pemeriksaan darah lengkap tidak terlalu dibutuhkan untuk evaluasi
awal. Pemeriksaan analisis gas darah biasanya diperlukan untuk mendeteksi kegagalan
respirasi, seperti asidosis, hiperkarbia, atau hipoksia (Tan & Huq, 2018).
Kanker paru cenderung dapat menyebabkan sindrom paraneoplastik atau sindrom
klinis yang menyebabkan perubahan respon sistem imun akibat neoplasma. Untuk itu,
diperlukan beberapa pemeriksaan laboratorium seperti serum elektrolit, ureum, creatinin,
kalsium, magnesium, dan serum PTH. Kanker paru khususnya NSCLC tipe karsinoma sel
skuamosa sering menyebabkan hiperkalsemia. Hiperkalsemia terjadi akibat sekresi hormon
PTH-rP oleh tumor dan dapat dibedakan dari hiperparatiroid dengan konfirmasi pemeriksaan
hormon paratiroid (Tan & Huq, 2018).
Pemeriksaan marka tumor seperti CEA (carcinoembryonic antigen) lebih dari 10
menjadi salah satu pemeriksaan penunjang dalam diagnosis kanker paru. Walaupun CEA lebih
berkaitan dengan jenis tumor adenokarsinoma pada saluran cerna, namun peningkatan level
CEA juga ditemukan pada 35-60% pasien NSCLC dan lebih sensitif lagi pada pasien kanker
paru tipe adenokarsinoma stadium lanjut (Hsu, et al., 2007).

e. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologis adalah salah satu pemeriksaan penunjang yang mutlak
dibutuhkan untuk menentukan lokasi tumor primer dan metastasis, serta penentuan stadium
penyakit berdasarkan sistem TNM. Pemeriksaan radiologi paru yaitu Foto toraks PA/lateral,
bila mungkin CT-scan toraks, bone scan, Bone survey, USG abdomen dan Brain-CT
dibutuhkan untuk menentukan letak kelainan, ukuran tumor dan metastasis.
32
 Foto Toraks
Foto toraks AP/lateral merupakan pemeriksaan awal untuk menilai pasien
dengan kecurigaan terkena kanker paru. Berdasarkan hasil pemeriksaan ini, lokasi lesi
dan tindakan selanjutnya termasuk prosedur diagnosis penunjang dan penanganan
dapat ditentukan. Jika pada foto toraks ditemukan lesi yang dicurigai sebagai
keganasan, maka pemeriksaan CT scan toraks wajib dilakukan untuk mengevaluasi
lesi tersebut (Komite Penanggulangan Kanker Nasional, 2017).
Pada pemeriksaan foto toraks dapat dilihat massa tumor yang berukuran lebih
dari 1 cm. Tanda yang mendukung keganasan adalah tepi ireguler, disertai indentasi
pleura, tumor satelit, dll. Pada foto tumor juga dapat ditemukan adanya invasi ke
dinding dada, efusi pleura, efusi perikard dan metastasis intrapulmoner. Sedangkan
keterlibatan KGB untuk menentukan N agak sulit ditentukan hanya dengan foto toraks
(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2013).
 CT-Scan Toraks
CT-Scan toraks dengan kontras merupakan pemeriksaan yang penting untuk
mendiagnosa, menentukan stadium penyakit, dan menentukan segmen paru yang
terlibat secara tepat. CT-Scan toraks dapat diperluas hingga kelenjar adrenal untuk
menilai kemungkinan metastasis hingga regio tersebut (Komite Penanggulangan
Kanker Nasional, 2017).
CT-Scan toraks dapat menentukan kelainan di paru lebih baik daripada foto
toraks dan dapat mendeteksi tumor dengan ukuran lebih kecil dari 1 cm secara lebih
tepat. Keterlibatan KGB yang sangat berperan untuk menentukan stage juga lebih baik
karena pembesaran KGB (N1 s/d N3) dapat dideteksi (Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia, 2013).

f. Pemeriksaan Khusus
Bronkoskopi adalah salah satu prosedur utama untuk mendiagnosis kanker paru.
Prosedur ini dapat membantu menentukan lokasi lesi primer, pertumbuhan tumor intraluminal
dan mendapatkan spesimen untuk pemeriksaan sitologi dan histopatologi, sehingga diagnosis
dan stadium kanker paru dapat ditentukan. Salah satu metode terkini adalah bronkoskopi
fleksibel yang dapat menilai paru hingga sebagian besar bronkus derajat ke-empat, dan
kadang hingga derajat ke-enam. Spesimen untuk menghasilkan pemeriksaan sitologi dan
histologi didapat melalui bilasan bronkus, sikatan bronkus dan biopsi bronkus. Prosedur ini

33
dapat memberikan hingga >90% diagnosa kanker paru dengan tepat, terutama kanker paru
dengan lesi pada regio sentral (Komite Penanggulangan Kanker Nasional, 2017).

3.6 Penatalaksanaan
3.6.1 Penatalaksanaan Kausatif
Manajemen terapi untuk kanker paru dibagi dua, untuk kanker paru jenis karsinoma
bukan sel kecil (NSCLC) dan kanker paru jenis karsinoma sel kecil (SCLC).
3.6.1.1 NSCLC
Pilihan pengobatan sangat tergantung pada stadium penyakit, tampilan umum
penderita, komorbiditas, tujuan pengobatan dan cost-effectiveness. Modalitas penanganan
yang tersedia adalah bedah, radiasi, kemoterapi, dan terapi target. Pendekatan penanganan
dilakukan secara integrasi multidisiplin (Komite Penanggulangan Kanker Nasional, 2017).
a. Bedah
Terapi bedah adalah pilihan pertama pada stadium I atau II dan pasien dengan
parenkim paru yang adekuat. Prinsip pembedahan adalah sedapat mungkin tumor
direseksi lengkap berikut jaringan KGB intrapulmoner, dengan lobektomi maupun
pneumonektomi. Segmentektomi atau reseksi baji hanya dikerjakan jika faal paru tidak
cukup untuk lobektomi (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2013).
Angka ketahanan hidup penderita yang dioperasi pada stadium I mendekati 60%,
stadium II 26-37 %, dan IIa 17-36,3%. Pada stadium IIIa, masih terdapat kontroversi
mengenai keberhasilan operasi bila terdapat metastasis kelenjar mediastinum ipsilateral
atau dinding toraks. Penderita stadium IIb dan IV tidak dioperasi, melainkan diterapi
dengan kombinasi modalitas, yaitu gabungan radiasi dan kemoterapi dengan operasi
(dua atau tiga modalitas). Terapi kombinasi dilaporkan dapat memperpanjang ketahanan
hidup dari beberapa studi yang dilaporkan (Aliyah, Pranggono, & Andriyoko, 2016).
b. Radioterapi
Pada beberapa kasus kanker paru yang tidak dapat dioperasi, radioterapi
dilakukan sebagai pengobatan kuratif. Penderita dengan metastasis sebatas N1-2 atau
saat operasi terlihat tumor sudah merambat sebatas sayatan operasi dianjurkan untuk
dilakukan radiasi post operasi. Radiasi preoperasi untuk mengecilkan ukuran tumor
dilakukan agar reseksi dapat dicapai lebih komplit, seperti pada tumor Pancoast atau
kasus stadium IIIb. Radiasi paliatif juga dilaporkan sangat bermanfaat pada kasus
sindrom vena kava superior, kasus dengan komplikasi dalam rongga dada akibat kanker
serta nyeri akibat metastasis ke tulang tengkorak dan tulang (Aliyah, Pranggono, &
Andriyoko, 2016).
34
Tabel 3.5. Dosis radioterapi pada teknik Stereotactic Body Radiation Therapy (SBRT)

Dosis Total Jumlah Fraksi Indikasi


Lesi perifer, kecil (< 2 cm), terutama jika
25-34 Gy 1
jarak > 1 cm dari dinding dada
45-60 Gy 3 Tumor perifer, jarak > 1 cm dari dinding dada
Tumor sentral/perifer < 4-5 cm terutama jika
48-50 Gy 4
jarak > 1 cm dari dinding dada
Tumor sentral/perifer > 5 cm terutama jika
50-55 Gy 5
jarak > 1 cm dari dinding dada
60-70 Gy 8-10 Tumor sentral

c. Kemoterapi
Kemoterapi dapat diberikan sebagai modalitas neoadjuvan pada stadium dini,
atau sebagai adjuvan pasca pembedahan. Terapi adjuvan dapat diberikan pada
NSCLC stadium IIA, IIB dan IIIA. Pada NSCLC stadium lanjut, kemoterapi dapat
diberikan dengan tujuan pengobatan jika tampilan umum pasien baik (Komite
Penanggulangan Kanker Nasional, 2017).
Kemoterapi diberikan setelah terapi lokal definitif dengan pembedahan,
radioterapi, atau keduanya. Regimen yang dikembangkan adalah CAP (siklofosfamid,
doksorubisin, dan cisplatin). Protokol yang digunakan adalah protokol dengan basis
cisplatin misalnya FP (5-Fluorouracil dan cisplatin), selanjutnya dikembangkan
dengan memasukkan etoposide menjadi protokol EFP. Pada protokol FP, 68% kasus
menjadi dapat direseksi komplit. Pada protokol EFP, kasus yang dapat direseksi
komplit menjadi 76% (Aliyah, Pranggono, & Andriyoko, 2016).
Sebagian besar obat sitostatik mempunyai aktivitas yang cukup baik pada
terapi NSCLC dengan tingkat respon antara 15-33%. Kombinasi beberapa sitostatik
telah banyak diteliti untuk meningkatkan tingkat respon yang akan memperpanjang
harapan hidup. Salah satunya regimen CAMP (siklofosfamid, doksorubisin,
metotreksat, prokarbasin) yang memberikan tingkat respon sebesar 26%. Obat baru
saat ini telah banyak dihasilkan dan dicobakan sebagai obat tunggal, seperti
Paclitaxel, Docetaxel, Vinorelbine, Gemcitabine, dan Irenotecan dengan hasil yang
cukup menjanjikan (Aliyah, Pranggono, & Andriyoko, 2016).

Pilihan Terapi Berdasakan Stadium

35
Pada stadium 0, modalitas terapi pilihan adalah pembedahan atau Photo Dynamic
Therapy (PDT). Untuk stadium I, modalitas terapi pilihan adalah pembedahan yang dapat
dilakukan bersamaan dengan VATS. Bila pasien tidak dapat menjalani pembedahan, maka
dapat diberikan terapi radiasi atau kemoterapi dengan tujuan pengobatan. Selain itu, juga
dapat diberikan kombinasi terapi radiasi dengan kemoterapi. Pada stadium IB, dapat diberikan
kemoterapi adjuvan setelah reseksi bedah (Komite Penanggulangan Kanker Nasional, 2017).
Untuk stadium II, terapi pilihan utama adalah reseksi bedah jika tidak ada
kontraindikasi. Terapi radiasi atau kemoterapi adjuvan dapat dilakukan bila ada sisa tumor
atau keterlibatan KGB intratoraks, terutama N2 atau N3. Bila pasien tidak dapat menjalani
pembedahan, maka dapat diberikan terapi radiasi dengan tujuan pengobatan. Kombinasi terapi
radiasi dengan kemoterapi dapat memberikan hasil yang lebih baik (Komite Penanggulangan
Kanker Nasional, 2017).
Pada stadium IIIA, dapat dilakukan pembedahan (bila tumor masih dapat dioperasi
dan tidak terdapat bulky lymphadenopathy), terapi radiasi, kemoterapi, atau kombinasi dari
ketiga modalitas tersebut. Reseksi bedah dapat dilakukan setelah kemoterapi neoadjuvan
dan/atau dengan kemoterapi adjuvan, terutama pada pasien dengan lesi T3-4, N1. Pada pasien
yang tidak dapat menjalani pembedahan, dapat dilakukan terapi radiasi sendiri dengan tujuan
pengobatan. Kombinasi terapi radiasi dengan kemoterapi dapat memberikan hasil yang lebih
baik. Jika ada keterlibatan kelenjar getah bening atau respon buruk terhadap operasi, maka
pemberian kemoterapi sendiri dapat dipertimbangkan. Regimen ini terdiri dari 4-6 siklus
pemberian obat kemoterapi (Komite Penanggulangan Kanker Nasional, 2017).
Pada stadium IIIB, modalitas pengobatan yang menjadi pilihan utama bergantung pada
kondisi klinis dan tampilan umum pasien. Terapi radiasi tunggal diberikan pada lesi primer,
lesi metastasis ipsilateral, serta KGB supraklavikula. Kemoterapi tunggal dapat diberikan
dengan regimen 4-6 siklus. Bila dikombinasi, terapi radiasi dan kemoterapi dapat memberikan
hasil yang lebih baik. Pada stadium IV, tujuan utama terapi bersifat paliatif. Pendekatan tata
laksana stadium IV bersifat multimodalitas dengan pilihan terapi sistemik (kemoterapi, terapi
target) dan modalitas lainnya (radioterapi, dan lain-lain) (Komite Penanggulangan Kanker
Nasional, 2017).

3.6.1.2 SCLC
Secara umum, jenis kanker paru ini dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu stadium
terbatas (limited stage disease) dan stadium lanjut (extensive stage disease). Berbeda dengan
NSCLC, pasien dengan SCLC tidak memberikan respon yang baik terhadap terapi target
(Komite Penanggulangan Kanker Nasional, 2017).
36
a. Stadium Terbatas
Pilihan terapi pada stadium ini adalah kombinasi dari kemoterapi berbasis platinum
dan terapi radiasi toraks. Kemoterapi dilakukan paling banyak 4-6 siklus. Regimen terapi
kombinasi yang memberikan hasil paling baik adalah concurrent therapy, dengan terapi
radiasi dimulai dalam 30 hari setelah awal kemoterapi. Pada pasien usia lanjut dengan
tampilan umum yang buruk (>2), dapat diberikan kemoterapi sisplatin, sedangkan pasien
dengan tampilan umum baik dapat diberikan kemoterapi dengan karboplatin. Setelah
kemoterapi, pasien dapat menjalani iradiasi kranial profilaksis (prophylaxis cranial
irradiation/PCI).
Regimen kemoterapi yang tersedia untuk stadium ini adalah EP, sisplatin/karboplatin
dengan etoposid (pilihan utama), dan sisplatin/karboplatin dengan irinotecan. Reseksi bedah
dapat dilakukan dengan kemoterapi adjuvan atau kombinasi kemoterapi dan radiasi terapi
adjuvan pada TNM stadium dini, dengan/tanpa pembesaran kelenjar getah bening (Komite
Penanggulangan Kanker Nasional, 2017).
b. Stadium Lanjut
Pilihan utama terapi stadium ini adalah kemoterapi kombinasi. Regimen yang dapat
digunakan pada stadium ini adalah sisplatin/karboplatin dengan etoposid (pilihan utama)
atau sisplatin/karboplatin dengan irinotecan. Pilihan lain adalah radiasi paliatif pada lesi
primer dan lesi metastasis (Komite Penanggulangan Kanker Nasional, 2017).

3.6.2 Dukungan Nutrisi


Malnutrisi pada pasien kanker paru terjadi sebesar 46%. Malnutrisi disebabkan oleh
gangguan metabolisme terkait dengan adanya sel tumor, dengan gejala penurunan berat badan
(BB) dan kesulitan makan atau minum akibat efek terapi antikanker. Secara umum, WHO
mendefinisikan malnutrisi berdasarkan IMT <18,5 kg/m2. Namun, menurut The European
Society for Clinical Nutrition and Metabolism (ESPEN) 2015, diagnosis malnutrisi dapat
ditegakkan berdasarkan dua kriteria, yaitu: 1.) Bila IMT <18,5 kg/m2, dan 2.) Bila ada
penurunan BB yang tidak direncanakan >10% dalam kurun waktu tertentu atau penurunan
berat badan >5% dalam waktu 3 bulan, disertai dengan salah satu kondisi berikut: IMT <20
kg/m2 pada usia <70 tahun, IMT <22 kg/m2 pada usia ≥70 tahun ATAU fat free mass index
(FFMI) <15 kg/m2 untuk perempuan dan FFMI <17 kg/m2 untuk laki-laki (Komite
Penanggulangan Kanker Nasional, 2017).
3.6.2.1 Kebutuhan Energi
Perhitungan kebutuhan energi pada pasien kanker dapat dilakukan dengan rumus rule
of thumb: untuk pasien ambulatory 30-35 kkal/kgBB/hari, pasien bedridden 20-25
37
kkal/kgBB/hari, dan pasien obesitas menggunakan berat badan ideal. Pemenuhan energi dapat
ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan dan toleransi pasien (Komite Penanggulangan Kanker
Nasional, 2017).
3.6.2.2 Makronutrien
Untuk kebutuhan protein, dibutuhkan sebesar 1.2-2,0 gr/kgBB/hari. Pemberian protein
perlu disesuaikan dengan fungsi ginjal dan hati. Kebutuhan lemak sebesar 25-30% dari kalori
total, 35–50% dari energi total untuk pasien kanker stadium lanjut yang mengalami penurunan
BB. Sedangkan kebutuhan karbohidrat adalah sisa dari perhitungan protein dan lemak
(Komite Penanggulangan Kanker Nasional, 2017).

3.7 Pencegahan
Pencegahan terbaik kanker paru adalah dengan tidak merokok dan menghentikan
kebiasaan merokok. The U.S. Preventive Services Task Force merekomendasi untuk
skrining setiap pasien dengan kebiasaan merokok dan mengedukasi agar dapat berhenti
merokok (Latimer & Mott, 2015).

3.8 Prognosis
a. NSCLC
 Prognosis kanker paru terutama bergantung pada stadium penyakit.
 Sekitar 75% pasien KSS meninggal akibat komplikasi torakal, 25% akibat
komplikasi ekstratorakal, dan 2% meninggal karena gangguan sistem saraf pusat.
 Hampir 40% pasien adenokarsinoma dan karsinoma sel besar meninggal akibat
komplikasi torakal, 55% akibat komplikasi ekstratorakal, 15% bermetastasis ke
otak, 8-9% meninggal karena kelainan sistem saraf pusat.
 Kemungkinan hidup rata-rata penderita tumor metastasis bervariasi dari 6 bulan
sampai dengan 1 tahun. Hal ini sangat tergantung pada status performa pasien,
luasnya penyakit, dan adanya penurunan berat badan dalam 6 bulan terakhir.

b. SCLC
 Angka ketahanan hidup rata-rata (median survival time) meningkat dari <3 bulan
menjadi 1 tahun.
 Pada kelompok limited disease, angka ketahanan hidup rata-rata naik menjadi 1-2
tahun dan 20% pasien dapat tetap hidup dalam 2 tahun.

38
 Sekitar 30% pasien meninggal karena komplikasi lokal dari tumor.

BAB IV
PEMBAHASAN

Berikut adalah perbandingan antara teori dan fakta kasus Kanker Paru.
39
Anamnesis
Teori Fakta
Gambaran klinik biasanya ditandai dengan: Ny. R perempuan 61 tahun dengan keluhan:
 Sesak napas  Sesak napas sejak 1 minggu sebelum
 Batuk dengan / tanpa dahak masuk rumah sakit.
 Nyeri dada  Nyeri dada
 Suara serak  Batuk berdahak berwarna putih
 Sulit / sakit menelan  Penurunan berat badan beberapa
 Benjolan di pangkal leher minggu terakhir

 Penurunan berat badan


 Nafsu makan hilang
 Demam hilang timbul
 Sindrom paraneoplastik

Pemeriksaan Fisik
Teori Fakta
 Keadaan umum menurun  Keadaan umum tampak sakit sedang
 Takikardia (121 kali/menit)
 Suara napas abnormal
 Takipneu (28 kali/menit)
 Benjolan pada leher, ketiak atau
 Auskultasi
dinding dada
Vesikuler ↓ Vesikuler
 Pembesaran hepar Vesikuler ↓ Vesikuler
Vesikuler ↓ Vesikuler
 Tanda asites
 Nyeri ketok di tulang

Pemeriksaan Penunjang

Teori Fakta

40
a. Pemeriksaan Laboratorium Laboratorium
Tidak diperiksa kadar kalsium.
Kanker paru NSCLC tipe karsinoma sel
skuamosa sering menyebabkan hiperkalsemia. pH : 7,46 (alkalosis)
pCO2 : 54 mmHg (hiperkarbia)
Pemeriksaan analisis gas darah biasanya
pO2 : 95,2 mmHg
diperlukan untuk mendeteksi kegagalan
CEA : > 200
respirasi, seperti asidosis, hiperkarbia, atau
hipoksia.
Peningkatan level CEA (>10) ditemukan pada
35-60% pasien NSCLC dan lebih sensitif lagi Foto Rontgen Thorax
- Deviasi trakea tertarik ke arah kanan
pada pasien kanker paru tipe adenokarsinoma
- Perselubungan homogen di seluruh
stadium lanjut
lapang paru kanan
- Atelektasis paru kanan
b. Pemeriksaan Foto Rontgen Thorax
Dapat dilihat gambaran massa tumor yang MSCT Thorax Kontras
- Enhancement massa paru kanan yang
berukuran lebih dari 1 cm, tepi ireguler,
menyebabkan kolaps paru
indentasi pleura, tumor satelit, invasi tumor ke
- Pembesaran KGB peribronchial kanan
dinding dada, efusi pleura, efusi perikard dan - Efusi pleura kanan
- T3 N2 M1a
metastasis intrapulmoner.

Tidak dilakukan pemeriksaan


c. Pemeriksaan MSCT Thorax
bronkoskopi.
Dapat mendeteksi tumor dengan ukuran lebih
kecil dari 1 cm secara lebih tepat. Keterlibatan
KGB yang sangat berperan untuk menentukan
FNAB
stage juga lebih baik karena pembesaran KGB Dilakukan pemeriksaan histopatologi dan
(N1 s/d N3) dapat dideteksi. didapatkan hasil : Non small cell lung
cancer – karsinoma sel skuamosa.
d. Pemeriksaan Bronkoskopi
Dapat membantu menentukan lokasi lesi
primer, pertumbuhan tumor intraluminal dan
mendapatkan spesimen untuk pemeriksaan
sitologi dan histopatologi, sehingga diagnosis
dan stadium kanker paru dapat ditentukan.
e. Pemeriksaan FNAB
Mencakup pemeriksaan sitologi dan
histopatologi, pemeriksaan imunohistokimia
41
untuk menentukan jenis tumor, dan
pemeriksaan petanda molekuler, seperti mutasi
EFGR.

Penatalaksanaan

Teori Fakta
Modalitas penanganan yang tersedia adalah Tidak dilakukan tindakan bedah,
bedah, radioterapi, kemoterapi, dan terapi radioterapi, kemoterapi, atau terapi target.
target. Pendekatan penanganan dilakukan Dilakukan terapi suportif terhadap klinis
secara integrasi multidisiplin pasien berupa:
- IVFD RL 20 tpm
- Drip aminophilin 1,5 A / kolf
- Salbutamol tab 3 x 4 mg
- Codein 3 x 10 mg
- Metilprednisolon inj 3 x 125 mg
- Nebulizer combivent / 8 jam

Penatalaksanaan Nutrisi

Teori Fakta
Kebutuhan energi pada pasien kanker sebanyak - Diet 1700 kkal, lunak tinggi kalori
30-35 kkal/kgBB/hari dan dapat disesuaikan tinggi protein
dengan kebutuhan dan toleransi pasien.
Kebutuhan protein sebesar 1.2-2,0 gr/kg/hari. - Protein / Karbohidrat / Lemak = 15 /
Kebutuhan lemak sebesar 25-30% dari kalori 50 / 35
total, 35–50% dari energi total untuk pasien - Peptisol 3 x 250 cc
kanker stadium lanjut yang mengalami
penurunan BB. Kebutuhan karbohidrat adalah
sisa dari perhitungan protein dan lemak.

42
BAB V
KESIMPULAN

Kanker paru adalah semua penyakit keganasan di paru, mencakup keganasan yang
berasal dari paru sendiri (primer) atau berasal dari bagian tubuh lain dan menyebar ke paru
(sekunder). Kanker paru merupakan jenis kanker kedua tersering yang menyerang pasien laki-
laki. Kanker paru juga menjadi jenis kanker keempat tersering yang terdiagnosis pada pasien
wanita dan menjadi penyebab kedua kematian akibat kanker.
Penyebab pasti kanker paru belum diketahui, namun paparan atau inhalasi
berkepanjangan suatu zat yang bersifat karsinogenik merupakan faktor penyebab utama,
disamping adanya faktor lain seperti kekebalan tubuh, genetik, dan lain-lain. Kebiasaan
merokok menjadi salah satu faktor risiko terpenting dalam perkembangan kanker paru, begitu
pula dengan para perokok pasif.
Kanker paru umumnya dibagi menjadi dua kategori besar, yakni kanker paru sel kecil
(small cell lung cancer-SCLC) dan kanker paru non-sel kecil (non-small cell lung cancer-
NSCLC). Klasifikasi menurut histopatologis ini bermanfaat untuk penatalaksanaan yang akan
dilakukan kedepannya.
Kanker paru ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang, dan pemeriksaan patologi anatomik. Kanker paru tidak memiliki gejala klinis yang
khas, tetapi batuk, sesak napas, atau nyeri dada (gejala respirasi) yang muncul lama atau tidak
kunjung sembuh dengan pengobatan biasa pada pasien kelompok risiko harus ditindaklanjuti
untuk prosedur diagnosis kanker paru.
Pilihan pengobatan sangat tergantung pada stadium penyakit, tampilan umum
penderita, komorbiditas, tujuan pengobatan dan cost-effectiveness. Modalitas penanganan
yang tersedia adalah bedah, radiasi, kemoterapi, dan terapi target. Pendekatan penanganan
dilakukan secara integrasi multidisiplin.

43
DAFTAR PUSTAKA

Aliyah, N., Pranggono, E., & Andriyoko, B. (2016). Kanker Paru: Sebuah Kajian Singkat.
Indonesian Journal of CHEST Critical and Emergency Medicine, Vol. 4, No. 1.
American Cancer Society. (2018). Key Statistics for Lung Cancer. About Non-Small Cell
Lung Cancer.
Dela Cruz, C., Tanoue, L., & Matthay, R. (2011). Lung Cancer: Epidemiology, Etiology, and
Prevention. Clinics in Chest Medicine, Vol. 32, No. 4.
Detterback, F., Boffa, D., Kim, A., & Tanoue, L. (2017). The Eighth Edition Lung Cancer
Stage Classification. American College of Chest Physicians, 193-203.
Hsu, W.-H., Huang, C.-S., Hsu, H.-S., Wen-Jen, H., Lee, H.-C., Huang, B.-S., & Huang, M.-
H. (2007). Preoperative Serum Carcinoembryonic Antigen Level is a Prognostic
Factor in Women with Early Non-Small Cell Lung Cancer. The Annals of Thoracic
Surgery.
Kementrian Kesehatan RI. (2017). Infodatin Kanker. Pusat Data dan Informasi Kementrian
Kesehatan RI.
Komite Penanggulangan Kanker Nasional. (2017). Kanker Paru. Pedoman Nasional
Pelayanan Kedokteran.
Latimer, K., & Mott, T. (2015). Lung Cancer: Diagnosis, Treatment Principles, and Screening.
American Academy of Family Physician.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. (2013). Kanker Paru. Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia.
Ridge, C., McErlean, A., & Ginsberg, M. (2013). Epidemiology of Lung Cancer. Seminar in
Interventional Radiology, Vol. 30, 93-98.
Tan, W., & Huq, S. (2018). Non-Small Cell Lung Cancer Workup. Non-Small Cell Lung
Cancer.
WHO. (2014). GLOBOCAN: Estimated Cancer Incidence, Mortality and Prevalence
Worldwide in 2012. International Agency for Research on Cancer.
Zappa, C., & Mousa, S. (2016). Non-Small Cell Lung Cancer: Current Treatment and Future
Advances. Translational Lung Cancer Research; Vol 5, No 3.

44

Anda mungkin juga menyukai