Anda di halaman 1dari 45

REFERAT

Gambaran Radiologi Pneumonia dan Bronkitis

Oleh :
Nur Rahmadina
1102014200

Pembimbing :
Dr. Tektona Fitri, Sp. Rad

KEPANITERAAN KLINIK
ILMU RADIOLOGI
RSUD KABUPATEN BEKASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
PERIODE 19 NOVEMBER – 8 DESEMBER 2018

[Type text] [Type text] [Type text]


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................... iii


PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
INSIDEN ..................................................................................................... 1
EPIDEMIOLOGI ........................................................................................ 2
ETIOLOGI .................................................................................................. 2
ASPEK ANATOMI THORAX ................................................................... 2
PATOFISIOLOGI ....................................................................................... 5
GAMBARAN KLINIS ................................................................................. 7
DIAGNOSIS ............................................................................................... 7
PATOLOGI ANATOMI ................................................................................ 16
DIAGNOSIS BANDING ............................................................................ 17
PENATALAKSANAAN ............................................................................ 21
PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI ............................................................ 22
PENCEGAHAN ............................................................................................ 23
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 24
LAMPIRAN REFERENSI

[Type text] [Type text] [Type text]


PNEUMONIA

PENDAHULUAN
Infeksi saluran napas bawah akut (ISNBA) menimbulkan angka kesakitan dan
kematian yang tinggi serta kerugian produktivitas kerja. ISNBA dapat dijumpai dalam
berbagai bentuk, tersering adalah dalam bentuk pneumonia.(1)
Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang
disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan peradangan
paru yang disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan
toksik, obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis. Pneumonia merupakan proses
konsolidasi rongga udara akibat rongga udara alveolar terisi dengan eksudat
inflamatori yang disebabkan oleh adanya infeksi. (1-4)
Klasifikasi pneumonia dapat berdasarkan : klinis dan epidemiologinya,
etiologinya, dan predileksi infeksi. Secara klinis dan epidemiologinya pneumonia
dapat diklasifikasikan sebagai pneumonia komuniti, pneumonia nosokomial,
pneumonia aspirasi, dan pneumonia pada penderita immunocompromised. Secara
etiologi dapat dibedakan atas pneumonia tipikal (bakteri), pneumonia atipikal,
pneumonia virus, dan pneumonia jamur. Sedangkan menurut predileksi infeksinya
diklasifikasikan sebagai pneumonia lobaris, pneumonia lobularis (bronkopneumonia),
dan pneumonia interstisial. Pembagian dibuat untuk memudahkan dalam menentukan
kemungkinan jenis mikroorganisme penyebabnya. (1-3,6)
Identifikasi pneumonia dengan modalitas radiologi akan memberikan
gambaran yang sangat bervariasi mengingat pneumonia memiliki banyak penyebab.
Modalitas yang dapat digunakan saat ini berupa foto konvensional X-Ray Thorax,
High Resolution CT-Scan Thorax. Selain itu pemeriksaan lain seperti laboratorium,
dan diagnostik intervensional lainnya juga dapat digunakan untuk menujang diagnosis
pneumonia. (7)

EPIDEMIOLOGI
Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang
kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Dari

[Type text] [Type text] [Type text]


data SEAMIC Health Statistic 2001 influenza dan pneumonia merupakan penyebab
kematian nomor 6 di Indonesia, nomor 9 di Brunei, nomor 7 di Malaysia, nomor 3 di
Singapura, nomor 6 di Thailand dan nomor 3 di Vietnam. Laporan WHO 1999
menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia
adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia dan influenza. Insidensi
pneumonia komuniti di Amerika adalah 12 kasus per 1000 orang per tahun dan
merupakan penyebab kematian utama akibat infeksi pada orang dewasa di negara itu.
Angka kematian akibat pneumonia di Amerika adalah 10 %.
Pneumonia adalah radang paru yang disebabkan oleh bakteri dengan gejala
panas tinggi disertai batuk berdahak, napas cepat (frekuensi nafas >50 kali/menit),
sesak, dan gejala lainnya (sakit kepala, gelisah dan nafsu makan berkurang).
Pneumonia ditanyakan pada semua penduduk untuk kurun waktu 1 bulan atau kurang
dan dalam kurun waktu 12 bulan atau kurang. Period prevalence dan prevalensi tahun
2013 sebesar 1,8 persen dan 4,5 persen. Lima provinsi yang mempunyai insiden dan
prevalensi pneumonia tertinggi untuk semua umur adalah Nusa Tenggara Timur
(4,6% dan 10,3%), Papua (2,6% dan 8,2%), Sulawesi Tengah (2,3% dan 5,7%),
Sulawesi Barat (3,1% dan 6,1%), dan Sulawesi Selatan (2,4% dan 4,8%) (Tabel
3.4.1). Period Prevalence pneumonia di Indonesia tahun 2013 menurun dibandingkan
dengan tahun 2007.

Berdasarkan kelompok umur penduduk, Period prevalence pneumonia yang


tinggi terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun, kemudian mulai meningkat pada umur
45-54 tahun dan terus meninggi pada kelompok umur berikutnya. Period prevalence
pneumonia balita di Indonesia adalah 18,5 per mil. Balita pneumonia yang berobat
hanya 1,6 per mil. Lima provinsi yang mempunyai insiden pneumonia balita tertinggi
adalah Nusa Tenggara Timur (38,5‰), Aceh (35,6‰), Bangka Belitung (34,8‰),
Sulawesi Barat (34,8‰), dan Kalimantan Tengah (32,7‰) (tabel 3.4.1). Insidens

[Type text] [Type text] [Type text]


tertinggi pneumonia balita terdapat pada kelompok umur 12-23 bulan (21,7‰)
(Gambar 3.4.3). Pneumonia balita lebih banyak dialami pada kelompok penduduk
dengan kuintil indeks kepemilikan terbawah (27,4‰).

ETIOLOGI
Etiologi pneumonia berbeda-beda pada berbagai tipe dari pneumonia, dan hal
ini berdampak kepada obat yang akan diberikan. Pneumonia dapat disebabkan oleh
berbagai macam mikroorganisme, yaitu bakteri, virus, jamur dan protozoa. Dari
kepustakaan pneumonia komuniti (community-acquired) yang diderita oleh
masyarakat luar negeri banyak disebabkan bakteri Gram positif, sedangkan
pneumonia di rumah sakit (nosokomial-acquired) banyak disebabkan bakteri Gram
negatif sedangkan pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob.
Akhir-akhir ini laporan dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa bakteri
yang ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti adalah bakteri
Gram negatif. (1,2)
Tabel 1.1
Penyebab paling sering pneumonia yang di dapat di masyarakat (komunitas)
dan nosokomial (rumah sakit)
Lokasi Sumber Penyebab
Masyarakat (community-acquired) Streptococcus pneumoniae
Mycoplasma pneumoniae
Haemophilus pneumoniae

[Type text] [Type text] [Type text]


Chlamydia pneumoniae
Rumah sakit (hospital-acquired) Basil usus gram negative (misal,
Escherchia coli, Klebisiella pneumonia)
Pseudomonas aeruginosa
Staphylococcus aureus

KLASIFIKASI PNEUMONIA
1. Berdasarkan klinis dan epideologis :
a) Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
b) Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia / nosocomial
pneumonia)
c) Pneumonia aspirasi
d) Pneumonia pada penderita Immunocompromised pembagian ini penting untuk
memudahkan penatalaksanaan.
2. Berdasarkan bakteri penyebab
a) Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri
mempunyai tendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya Klebsiella pada
penderita alkoholik, Staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza.
b) Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia
c) Pneumonia virus
d) Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama
pada penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised)
3. Berdasarkan predileksi infeksi
a) Pneumonia lobaris. Sering pada pneumania bakterial, jarang pada bayi dan
orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan
sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya : pada aspirasi benda
asing atau proses keganasan
b) Bronkopneumonia. Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada lapangan
paru. Dapat disebabkan oleh bakteria maupun virus. Sering pada bayi dan
orang tua. Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus
c) Pneumonia interstisial

[Type text] [Type text] [Type text]


ASPEK ANATOMI THORAX
Paru-paru merupakan organ yang elastis, berbentuk kerucut, dan letaknya
berada di rongga thorax. Masing-masing paru mempunyai apex yang tumpul, yang
menjorok ke atas, masuk ke leher sekitar 2,5 cm di atas clavicula, facies costalis yang
konveks, yang berhubungan dengan dinding dada, dan facies mediastinalis yang
konkaf yang membentuk cetakan pada pericardium dan struktur mediastinum lain.
Sekitar pertengahan permukaan kiri, terdapat hillus pulmonis, suatu lekukan dimana
bronchus, pembuluh darah masuk ke paru-paru untuk membentuk radix pulmonis. (9)

Paru-paru terbagi menjadi beberapa lobus : atas, tengah, dan bawah di kanan,
dan atas dan bawah kiri. Paru-paru dibungkus oleh suatu kantung tipis, pleura. Pleura
visceralis terdapat tepat di atas parenkim paru-paru, sedangkan pleura parietalis
melapisi dinding dada. Kedua pleura ini saling meluncur satu sama lain selama
inspirasi dan ekspirasi. (10)

[Type text] [Type text] [Type text]


Bronkus utama kiri dan kanan tidak simetris. Cabang utama bronkus kanan
dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan bronkus segmentalis.
Percabangan ini berjalan terus menjadi bronkus yang ukurannya semakin kecil sampai
akhirnya menjadi bronkiolus terminalis. Alveolus dipisahkan dari alveolus di
dekatnya oleh dinding tipis atau septum. Alveolus pada hakekatnya merupakan suatu
gelembung gas yang dikelilingi oleh jaringan kapiler sehingga batas antara cairan dan
gas membentuk tegangan permukaan yang cenderung mencegah pengembangan saat
inspirasi dan cenderung kolaps pada waktu ekspirasi. (9,12)
Fissura interlobaris yang diperlihatkan pada gambar di bawah ini terletak di
antara lobus paru-paru. Paru-paru kanan dan kiri mempunyai fissure obliq yang
dimulai pada dada anterior setinggi iga keenam pada garis midclavicula dan
memanjang lateral atas ke iga kelima di garis aksillaris media, berakhir pada dada
posterior pada prosessus spinosus T3. Lobus bawah kanan terletak di bawah fissure
obliq kanan, lobus atas dan tengah kanan terletak di atas fissure obliq kanan. Lobus
bawah kiri terletak di bawah fissure obliq kiri, lobus atas kiri terletak di atas fissure
obliq kiri. Fissura horizontal hanya ada di bagian kanan dan memisahkan lobus atas
kanan dan lobus tengah kanan. Fissura memanjang dari iga keempat pada tepi sternum
ke iga kelima pada garis aksillaris media.(10)

PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroornagisme di paru.
Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi
ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dapat berkembang biak

[Type text] [Type text] [Type text]


dan menimbulkan penyakit. Resiko infeksi di paru sangat tergantung pada
kemampuan mikroorganisme untuk sampai dan merusak permukaan epitel saluran
napas. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan :

- Inokulasi langsung
- Penyebaran melalui pembuluh darah
- Inhalasi bahan aerosol
- Kolonisasi dipermukaan mukosa

Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah secara kolonisasi.
Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau
jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 -2,0 mm melalui udara dapat mencapai
bronkus terminal atau alveoli dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi
kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke
saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan
permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru.(2)

Setelah mikroba samapai ke saluran napas bawah, maka ada empat rute
masuknya mikroba tersebut ke dalam saluran napas bagian bawah yaitu :
- Aspirasi, merupakan rute terbanyak pada kasus-kasus tertentu seperti kasus
neurologis dan usia lanjut
- Inhalasi, misalnya kontaminasi pada alat-alat bantu napas yang digunakan
pasien
- Hematogenik
- Penyebaran langsung

Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi
radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan
diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuknya
antibodi. Sel-sel PMN mendesak bakteri ke permukaan alveoli dan dengan bantuan
leukosit yang lain melalui psedopodosis sitoplasmik mengelilingi bakteri tersebut
kemudian dimakan. Pada waktu terjadi peperangan antara host dan bakteri maka akan
tampak 4 zona pada daerah parasitik terset yaitu :

[Type text] [Type text] [Type text]


1. Zona luar : alveoli yang tersisi dengan bakteri dan cairan edema.
2. Zona permulaan konsolidasi : terdiri dari PMN dan beberapa eksudasi sel
darah merah.
3. Zona konsolidasi yang luas : daerah tempat terjadi fagositosis yang aktif
dengan jumlah PMN yang banyak.
4. Zona resolusi : daerah tempat terjadi resolusi dengan banyak bakteri yang
mati, leukosit dan alveolar makrofag.

Terjadi infeksi dalam alveoli, membran paru mengalami peradangan dan


berlubang-lubang sehingga cairan dan bahkan sel darah merah dan sel darah putih
keluar dari pembuluh darah masuk ke dalam alveoli. Dengan demikian, alveoli yang
terinfeksi disebarkan oleh perpindahan bakteri dari alveolus ke alveolus. Lobus bagian
bawah paru paling sering terkena karena mikroorganisme penyebab yang paling
sering adalah bakteri anaerob sehingga oksigenasi berkurang atau tidak terlalu
dibutuhkan, disamping itu juga karena efek gravitasi. (5,3,14)
Red hepatization ialah daerah perifer yang terdapat edema dan perdarahan.
Gray hepatization ialah konsolodasi yang luas.
Adapun cara terjadinya penularan berkaitan dengan jenis kuman, misalnya
infeksi melalui droplet sering disebabkan Streptococcus pneumoniae, melalui selang
infus oleh Staphylococcus aureus sedangkan infeksi pada pemakaian ventilator oleh
Pseudomonas aeruginosa dan Enterobacter.(1)
Faktor resiko yang berkaitan dengan pneumonia yang disebabkan oleh
mikroorganisme adalah usia lanjut, penyakit jantung, alkoholisme, diabetes melitus,
penggunaan ventilator mekanik, PPOK, immune defect, serta terapi khusus. (6)

GAMBARAN KLINIS
Gejala-gejala pneumonia serupa untuk semua jenis pneumonia. Gejala-gejala
meliputi:
- Demam dan menggigil akibat proses peradangan
- Batuk yang sering produktif dan purulen walaupun dapat juga non produktif
- Sputum berwarna merah karat atau kehijauan dengan bau khas
- Sesak, berkeringat, nyeri dada
- Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apabila infeksinya serius.

[Type text] [Type text] [Type text]


Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian atas
selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu tubuh
kadang-kadang melebihi 400C, sakit tenggorokan, nyeri otot dan sendi. Juga disertai
batuk, dengan sputum mukoid atau purulen, kadang-kadang berdarah. (8,15)

DIAGNOSIS
Seringkali bentuk pneumonia mirip meskipun disebabkan oleh kuman yang berbeda.
Diagnosis pneumonia didasarkan kepada riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan
fisis yang teliti, dan pemeriksaan penunjang.

a) Anamnesis
Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam, menggigil, suhu tubuh
meningkat dapat melebihi 400 C, batuk dengan dahak mukoid atau purulen
kadang-kadang disertai darah, sesak napas dan nyeri dada.

b) Pemeriksaan fisik
Temuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di paru. Pada inspeksi
dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, pasa palpasi
fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara
napas bronkovesikuler sampai bronkial yang mungkin disertai ronki basah
halus, yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada stadium resolusi.

c) Pemeriksaan Radiologi
Pada foto konvensional, secara umum tidak mungkin mendiagnosis suatu agen
penyebab infeksi dari jenis bayangannya saja. Sehingga dibutuhkan keterangan klinis,
laboratoris seperti jumlah leukosit dan hitung jenis. Oleh karena itu pada dasarnya
semua pemeriksaan saling melengkapi dan saling membantu dalam menegakkan suatu
diagnosis. (16,18)
American Thoracic Society merekomendasikan posisi PA (posteroanterior)
dan lateral (jika dibutuhkan) sebagai modalitas utama yang di gunakan untuk melihat
adanya pneumonia. Gambaran pneumonia pada foto thorax sebenarnya sama seperti
gambaran konsolidasi radang. Prinsipnya jika udara dalam alveoli digantikan oleh
eksudat radang, maka bagian paru tersebut akan tampak lebih opaq pada foto
Roentgen. Jika kelainan ini melibatkan sebagian atau seluruh lobus disebut lobaris

[Type text] [Type text] [Type text]


pneumoniae, sedangkan jika berupa bercak yang mengikutsertakan alveoli secara
tersebar maka disebut bronchopneumoniae. (16,19)

Adapun gambaran radiologis foto thorax pada pneumonia secara umum antara lain:
a. Perselubungan padat homogen atau inhomogen
b. Batas tidak tegas, kecuali jika mengenai 1 segmen lobus
c. Volume paru tidak berubah, tidak seperti atelektasis dimana paru mengecil.
Tidak tampak deviasi trachea/septum/fissure/seperti pada atelektasis.
d. Air bronchogram sign adalah bayangan udara yang terdapat di dalam

percabangan bronkus yang dikelilingi oleh bayangan opaq rongga udara yang
akan tampak jelas jika udara tersebut tergantikan oleh cairan/eksudat akibat
proses inflamasi. Pada saat kondisi seperti itulah, maka dikatakan air
bronchogram sign positif (+) (4,19,20)
e. Sillhoute sign adalah suatu tanda adanya dua bayangan benda (objek) yang
berada dalam satu bidang seakan tumpang tindih. Tanda ini bermanfaat untuk
menentukan letak lesi paru ; jika batas lesi dengan jantung hilang, berarti lesi
tersebut berdampingan dengan jantung atau di lobus medius kanan. Maka akan
disebut sebagai sillhoute sign (+) (4,22)

[Type text] [Type text] [Type text]


I. Pneumonia Lobaris
Berikut ilustrasi progresifitas konsolidasi pada pneumonia lobaris :

(Courtesy of C. Isabela S. Silva, MD, PhD)

Pada gambar (A) memperlihatkan bahwa konsolidasi awalnya cenderung terjadi di


daerah paru dekat dengan pleura visceral dan lama kelamaan akan menyebar secara
sentripetal menuju ke pori-pori kohn (pore of kohn) yang selanjutnya akan
membentuk konsolidasi pada satu segmen (B), lalu daerah yang mengalami
konsolidasi tersebut sampai mengisi 1 lobus parenkim paru sehingga pada derah
bronkus yang terkena akan tampak dengan jelas air bronchogram sign (+).(19)

PNEUMONIA LOBARIS

[Type text] [Type text] [Type text]


Pada posisi PA dan lateral tersebut tampak perselubungan homogen pada lobus
paru kanan tengah dengan tepi yang tegas. Lapangan paru lainnya masih tampak
normal. Cor, sinus,diafragma tidak tampak kelainan. Pnemonia lobaris ini paling
sering disebabkan oleh Strep. Pneumonia

Dikutip dari kepustakaan 19


Gambar diatas, menunjukkan foto CT-scan thorax resolusi tinggi dengan
memperlihatkan adanya perselubungan di lobus atas paru kanan. Tampak air
brochogram sign sepanjang bronkus lobus atas paru kanan dan gambaran ground glass
di tepi perselubungan dan paru normal.(19)
High resolution CT-scan sangat baik digunakan untuk melihat gambaran pola
dan distribusi pneumonia dibandingkan dengan foto konvensional seperti X-ray.
Namun jarang digunakan untuk mengevaluasi pasien yang curiga atau dipastikan
pneumonia. Akan tetapi, CT-scan merupakan pilihan yang direkomendasikan untuk
menilai adanya kelainan non spesifik yang tidak di temukan pada foto
konvensional.(19)

[Type text] [Type text] [Type text]


II. Pneumonia Lobularis (Bronkopneumonia)
Gambaran radiologi bronkopneumonia bercak berawan, batas tidak tegas,
konsolidasi dapat berupa lobular, subsegmental, atau segmental. Khas biasanya
menyerang beberapa lobus, hal ini yang membedakan dengan pneumonia lobaris.
Lokasi predileksi bronkopneumonia biasanya hanya terjadi di lapangan paru tengah
dan bawah. (4,19,21)
Pada gambar (A) di bawah ini memperlihatkan bahwa mikroorganisme
awalnya menyerang bronkiolus yang lebih besar sehingga mengakibatkan nodul
sentrilobuler dan gambaran cabang bronkus yang berdensitas opaq (tree-in-bud
pattern). Lalu proses konsolidasi yang terjadi akan mengenai daerah peribronkhial
dan akan berkembang menjadi lobular, subsegmental, atau segmental (B). Selanjutnya
proses konsolidasi tersebut bisa terjadi multifocal, tepi tidak rata, corakan
bronkovaskular kasar akibat dinding cabang bronkus menjadi lebih tebal, namun
perselubungan yang terjadi biasanya tidak melebihi batas segmen (C) (19)

Bentuk ilustrasi progresifitas konsolidasi pada bronkopneumonia

(Courtesy of C. Isabela S. Silva,


MD, PhD

[Type text] [Type text] [Type text]


Pada foto thorax posisi PA tersebut tampak perselubungan inhomogen pada lobus
medius di kedua lapangan paru. Bronchopneumonia ini sering disebabkan oleh
Staphylococcus aureus Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa. (19)

Gambaran CT-scan thorax memprlihatkan adanya


nodul sentrilobular (panah lurus), perselubungan
di daerah lobus yang disertai dengan gambaran

ground-glass opacity (panah lengkung).


Kadang-kadang, pneumonia dapat meluas
menjadi pneumonia necrosis (necrotizing
pneumonia). Tampak adanya perselubungan
di lobus paru kanan atas dan lobus paru kiri
bawah. Tampak bulging fissure sign di lobus
paru kanan atas.(19)

III. Pneumonia Interstisial


Umumnya jenis pneumonia intersisial ini disebabkan oleh virus. Infeksi dari
virus berawal dari permukaan dengan terjadinya kerusakan silia sel goblet dan
kelenjar mukus bronkioli, sehingga dinding bronkioli menjadi edematous. Juga
terjadi edema di jaringan interstisial peribronkial. Kadang-kadang alveolus terisi
cairan edema. Pneumonia interstisial dapat juga dikatakan sebagai pneumonia
fokal/difus, di mana terjadi infiltrasi edema dan sel-sel radang terhadap jaringan
interstisial paru. Septum alveolus berisi infiltrat limfosit, histiosit, sel plasma dan
neutrofil. Dapat timbul pleuritis apabila peradangan mengenai pleura viseral.(17)

PNEUMONIA INTERSISIAL

Pada fase akut tampak gambaran bronchial cuffing,


yaitu penebalan dan edema dinding bronkiolus.
Corakan bronkovaskular meningkat, hiperaerasi,
bercak-bercak inifiltrat dan efusi pleura juga dapat
ditemukan.

[Type text] [Type text] [Type text]


IV. Pneumonia Cystis Carinii
Di negara berkembang, pola penyakit pneumonia ini sering dipersulit dengan
adanya imunosupresi akibat infeksi human immunodeficiency virus (HIV). Pola ini
sulit dikenali, namun petunjuknya adalah pembuluh darah paru tampak tidak berbatas
tegas atau “kabur” dan paru tampak sedikit opaq. Tidak ditemukan adanya air
brochogram sign. Pola ini sering ditemukan pada infeksi pneumonia Pneumocystis
carinii yang diderita oleh pasien dengan imunosupresi terutama akibat AIDS, infeksi
mikoplasma dan infeksi virus.(4)

Dikutip dari kepustakaan 4.


Gambaran radiologi x-ray :
- Bayangan ground-glass opak
yang bilateral simetris atau
pola reticulonodular
- Utamanya cenderung mengisi
daerah perihiler
- Namun dapat juga meluas ke
daerah ata dan bawah paru.(4,20)

Gambaran radiologi CT-scan Thorax :


- Bayangan ground-glass opak
yang bilateral simetris
- Terkadang tidak rata dan
menyebar. (20)

[Type text] [Type text] [Type text]


V. Pneumonia Aspirasi
Pneumonia aspirasi adalah masuknya benda atau zat asing, padat atau cair ke
dalam saluran pernafasan, inhalasi uap atau asap. Pneumonia ini biasanya juga
disebabkan oleh adanya flora orofaring normal yang teraspirasi ke dalam saluran
napas.(26)

PNEUMONIA ASPIRASI

Pada foto thorax menunjukkan tampak perselubungan homogen bilateral di


kedua lapangan paru yang disertai dengan adanya endotracheal di atas carina. Kasus
tersebut adalah seorang pria usia 29 tahun, dengan riwayat cerebral palsy dan
gangguan neurologis, di bawa ke rumah sakit dengan kesadaran menurun.(26)

2. Pemeriksaan Laboratorium
Leukositosis umumnya menandai adanya infeksi bakteri. Leukosit
normal/rendah dapat disebabkan oleh infeksi virus/mikooplasma atau pada
infeksi yang berat sehingga tidak terjadi respon leukosit. Leukopenia
menunjukkan depresi imunitas, misalnya neutropenia pada infeksi kuman
gram negative. (1,8)
3. Pemeriksaan Bakteriologis
Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal, bronkoskopi. Kuman
yang predominan pada sputum yang disertai PMN yang kemungkinan
merupakan penyebab infeksi. Kultur kuman merupakan pemeriksaan utama
pra terapi dan bermanfaat untuk evaluasi terapi selanjutnya. (1,8)

[Type text] [Type text] [Type text]


Diagnosis pneumonia komuniti didapatkan dari anamnesis, gejala klinis pemeriksaan
fisis, foto toraks dan labolatorium. Diagnosis pasti pneumonia komuniti ditegakkan
jika pada foto toraks terdapat infiltrat baru atau infiltrat progresif ditambah dengan 2
atau lebih gejala di bawah ini (2) :
a. Batuk-batuk bertambah
b. Perubahan karakteristik dahak / purulen
c. Suhu tubuh > 38oC (aksila) / riwayat demam
d. Pemeriksaan fisis : ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas bronkial
dan ronki
e. Leukosit > 10.000 atau < 4500
Sedangkan Menurut kriteria dari The Centers for Disease Control (CDC-
Atlanta), diagnosis pneumonia nosokomial adalah sebagai berikut (5,15) :
a. Onset pneumonia yang terjadi 48 jam setelah dirawat di rumah sakit dan
menyingkirkan semua infeksi yang inkubasinya terjadi pada waktu masuk
rumah sakit
b. Diagnosis pneumonia nosokomial ditegakkan atas dasar :
- Foto toraks : terdapat infiltrat baru atau progresif
o
- Ditambah 2 diantara kriteria berikut: suhu tubuh > 38 C , sekret purulen
dan leukositosis (5,15)

PATOLOGI ANATOMI
Pada masa praantibiotik, pneumonia pneumokokkus mengenai seluruh atau
hampir seluruh lobus dan berkembang melalui empat stadium : kongesti, hepatisasi
merah, hepatisasi abu-abu, dan resolusi. Terapi antibiotik dini mengubah atau
menghentikan perkembangan ini, sehingga jika pasien meninggal, kelainan anatomik
yang tampak saat autopsi mungkin tidak sesuai dengan stadium klasik. (27)
a. Kongesti (4-12 jam pertama), pada stadium ini, lobus yang terkena menjadi
berat, merah, sembab akibat adanya eksudat serosa masuk ke dalam alveoli
melalui pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor.
b. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya) lobus paru tampak merah dan
bergranula karena sel-sel darah merah, fibrin, dan leukosit PMN mengisi
alveoli.

[Type text] [Type text] [Type text]


c. Hepatisasi kelabu (3-8 hari) paru-paru menjadi kering, abu-abu, dan padat,
karena sel darah merah mengalami lisis sementara eksudat fibrinosa menetap
dan mengalami konsolidasi di dalam alveoli yang terserang.
d. Resolusi (7-11 hari) eksudatnya di dalam alveolus dicerna secara enzimatis
sehingga mengalami lisis dan direabsorpsi oleh makrofag sehingga jaringan
kembali pada strukturnya semula. (2,3,27)
Pada pola bronkopneumonia, fokus konsolidasi peradangan distribusi dalam bercak-
bercak di satu atau beberapa lobus, terutama di lateral dan basal. Lesi yang sudah
tebentuk sempurna dengan garis tengah 3 atau 4 cm tampak sedikit meninggi dan
berwarna merah abu-abu hingga kuning. (27)

Pada gambar bagian kiri menunjukkan gambaran makroskopik pneumonia lobaris


dengan hepatisasi abu-abu. Lobus bawah mengalamai konsolidasi yang merata.
Pada gambar bagian kanan menunjukkan adanya neutrofil di dalam rongga alveolus.
Hal ini disertai kongestif kapiler septum dan eksudat fibrinosa, yang terjadi akibat
peningkatan permeabilitas kapiler.(27)

DIAGNOSIS BANDING
1. Efusi Pleura
Merupakan suatu kondisi dimana terdapat akumulasi cairan dalam cavum
pleura yang dapat disebabkan oleh banyak kelainan dalam paru. Pada
pemeriksaan foto thorax rutin tegak, cairan pleura tampak perselubungan
homogen menutupi struktur paru bawah yang biasanya relative radiopaq
dengan permukaan atas cekung, berjalan dari lateral atas ke medial bawah.

[Type text] [Type text] [Type text]


Karena cairan mengisi ruang hemithorax sehingga jaringan paru akan
terdorong ke arah sentral/hilus dan kadang-kadang mendorong mediastinum
ke arah kontralateral.(16)
ANTARA EFUSI PLEURA DAN PENUMONIA

Dikutip dari kepustakaan 22. Dikutip dari kepustakaan 18.


Persamaan :
- Memiliki densitas yang sama yaitu perselubungan yang homogen berdensitas
tinggi (relatif radiopaq) (16)
Perbedaan :
- Pada efusi pleura, cairan terakumulasi di dalam cavum pleura sehingga
gambaran khasnya tampak sinus costophrenicus tumpul karena sifat dari
cairan selalu mencari daerah yang terendah, sedangkan pada pneumonia tidak.
- Pada pneumonia khas dapat ditemukan air bronchogram sign, jika proses
perselubungannya telah mengisi sampai 1 lobus parenkim paru
- Yang paling khas, bahwa pada efusi terdapat tanda-tanda pendesakan ke arah
hemithorax yang sehat, hal ini terjadi akibat akumulasi yang terus menerus
dari suatu rongga. Sedangkan pada pneumonia tidak terjadi penurunan atau
penambahan volume paru (16,18,22)
2. Atelektasis
Berarti alveoli mengempis (kolaps). Hal ini dapat terjadi pada satu tempat
yang terlokaslisir di paru, pada seluruh lobus, atau pada seluruh paru.
Penyebab yang paling sering adalah obstruksi saluran napas dan berkurangnya
surfaktan pada cairan yang melapisi alveoli. Karena mengalami
hambatan/obstruksi, sehingga aerasi paru dapat berkurang. Pada gambaran
radiologisnya akan memberikan bayangan densitas yang lebih tinggi.(16)

[Type text] [Type text] [Type text]


ANTARA ATELEKTASIS DAN PENUMONIA

Dikutip dari kepustakaan 13 Dikutip dari kepustakaan 18


Persamaan ;
- Memiliki densitas yang sama yaitu perselubungan yang homogen berdensitas
tinggi (relatif radiopaq) (16)
Perbedaan :
- Karena atelektasis merupakan kondisi dimana paru mengalami kolaps,
sehingga pada gambaran radiologisnya akan tampak tanda-tanda penarikan ke
arah hemithorax yang sakit, sedangkan pada pneumonia tidak. (16,18)
3. TBC Paru
Tuberculosis Paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Basil tuberkel ini menyebabkan
reaksi jaringan yang aneh dalam paru, antara lain (1) daerah yang terinfeksi
diserang oleh makrofag dan (2) daerah lesi dikelilingi oleh jaringan fibrotik
untuk membentuk yang idsebut “tuberkel”. Proses pembentukan dinding ini
membantu membatasi penyebaran basil tuberkel dalam paru dan oleh karena
itu ia merupakan bagian dari proses protektif melawan infeksi. Tetapi hampir
3% dari seluruh penderita tuberculosis, jika tidak diobati, maka tidak akan
terbentuk proses pembatasan ini sehingga akan menyebar ke seluruh lapangan
paru, menyebabkan kerusakan jaringan dan pembentukan kavitas abses yang
besar. Sehingga gambaran radiologi yang khas yang sering ditemukan di
masyarakat dapat berupa TBC paru aktif, TBC paru lama aktif, dan TBC paru

[Type text] [Type text] [Type text]


lama tenang. Gambaran bercak berawan serta cavitas pada TBC paru biasanya
menempati lapangan atas paru.(4,14,16,18)

ANTARA TBC PARU DAN PENUMONIA

Dikutip dari kepustakaan 13 Dikutip dari kepustakaan 18


Persamaan :
- Memiliki densitas yang sama yaitu relatif radiopaq. (16)
Perbedaan :
- Pada TBC paru khas tampak bercak berawan pada lapangan paru atas, dan
adanya garis-garis fibrotik dan kasifikasi jika sudah masuk dalam masa
penyembuhan
- Sedangkan pada pneumonia, lokasi bisa di mana saja, mengenai 1 lobus
(pneumonia lobaris) dan terdapat air broncogram sign. (16,18)
4. Tumor paru
Tumor paru menyerupai banyak jenis penyakit paru lain dan tidak mempunyai
awitan yang khas. Tumor paru seringkali menyerupai pneumonitis yang tidak
dapat ditanggulangi. Namun secara radiologik, gambaran tumor paru ini
sangat khas menyerupai nodul yang berbentuk koin (coin lesion). Pemeriksaan
Tomografi Komputer dapat memberikan informasi lebih banyak. Penilaian
pada massa primer paru berupa besarnya densitas massa yang dapat memberi
gambaran perselubungan yang inhomogen pada massa sifat ganas atau
homogen pada massa jinak, tepi massa tidak teratur/spikul pada massa ganas,
dan batas rata pada massa jinak. (3,4,16)

[Type text] [Type text] [Type text]


ANTARA TUMOR PARU DAN PENUMONIA

Dikutip dari kepustakaan 4


Persamaan :
- Memiliki densitas yang sama yaitu perselubungan yang homogen berdensitas
tinggi (relatif radiopaq) (16)
Perbedaan :
- Batas dari bayangan dari massa tumor tampak tegas, sedangkan bayangan pada
pneumonia tampat tidak tegas, kecuali jika mengenai 1 lobus yang disebut
dengan pneumonia lobaris
- Tanda air brochogram sign tidak akan ditemukan pada gambaran radiologi
tumor paru.
- Untuk memastikan lebih jauh lagi maka pada klinis tumor paru tidak harus ada
riwayat demam, sedangkan pada pneumonia harus ditemukan riwayat demam.
(4,8,16)

PENATALAKSANAAN
Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian antibiotik pada
penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme dan hasil uji
kepekaannya, akan tetapi karena beberapa alasan yaitu : (2)
1. Penyakit yang berat dapat mengancam jiwa
2. Bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab
pneumonia.
3. Hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu.

[Type text] [Type text] [Type text]


Maka pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris. Secara umum
pemilihan antibiotik berdasarkan baktri penyebab pneumonia dapat dilihat sebagai
berikut :
Tabel 1.2
Terapi Empirik Antibiotik Awal Untuk Pneumonia Nosokomial atau Pneumonia
Berhubungan Dengan Ventilator yang Tidak Disertai Faktro Resiko Untuk
Patogen Resisten Jamak, Onset Dini pada Semua Tingkat Berat Sakit
Patogen Potensial Antibiotik yang Disarankan
Streptococcus pneumonia Seftriaxon, Levofloksasin,
Haemophilus influenza Moksifloksasin, atau
Bakteri gram (-) sensitif antibiotic : Ciprofloksasin
Escherichia coli (Klebsiella Ampisilin/sulbaktam atau
pneumonia, Enterobacter spp., Serratia Ertapenem
marcescens)
Catatan : Karena Streptococcus pneumonia yang resisten penisilin semakin sering terjadi maka,
levofloksasin, moksifloksasin lebih dianjurkan. (1,2)
Terapi suportif dapat berupa :
1. Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau saturasi 95-96%
berdasarkan pemeriksaan analisis gas darah
2. Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya anjuran untuk batuk dan
napas dalam.
3. Pengaturan Cairan. Keutuhan kapiler paru sering terganggu pada pneumonia,
dan paru lebih sensitive pada pembebanan cairan terutama bila terdapat
pneumonia bilateral. Pemberian cairan pada pasien harus diatur dnegan baik,
termasuk pada keadaan gangguan sirkulasi dan gagal ginjal. Overhidrasi untuk
maksud mengencerkan dahak tidak diperkenankan.
4. Bila terdapat gagal napas , diberikan nutrisi dari lemak (50%) hingga dapat
dihindari produksi CO2 yang berlebihan. (1)

PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI


Pada umumnya prognosisnya adalah baik, tergantung dari faktor penderita, bakteri
penyebab dan penggunaan antibiotik yang tepat serta adekuat. Perawatan yang baik
dan intensif sangat mempengaruhi prognosis penyakit pada penderita yang dirawat.
Komplikasi yang dapat terjadi adalah pneumonia ekstrapulmoner, misalnya pada

[Type text] [Type text] [Type text]


pneumonia pneumokokkus dengan bakteremia dijumpai pada 10% kasus berupa
meningitis, arthritis, endokarditis, perikarditis, peritonitis, empiema.(1,15)

PENCEGAHAN
Untuk pneumonia komunitas (community-acquired), dapat dicegah dengan pemberian
vaksinasi pada penghuni rumah jompo atau rumah penampungan penyakit kronik dan
usia > 65 tahun, sedangkan pencegahan pada pneumonia nosokomial (hospital-
acquired) ditujukan kepada upaya program pengawasan dan pengontrolan infeksi
termasuk pendidikan staf pelaksana, pelaksanaan teknik isolasi, dan praktek
pengontrolan infeksi. Salah satau contoh tindakan pencegahannya yaitu berupa
pembatasan pemakaian selang nasogastrik atau endotrakeal atau pemakaian obat
sitoprotektif sebagai pengganti antagonis H2 dan antacid.(1)

[Type text] [Type text] [Type text]


BRONKITIS
A. Definisi Bronkitis 5
Bronkitis adalah penyakit respiratorius di mana membran mukosa pada jalur
bronkus di paru-paru mengalami inflamasi. Karena mukosa bronkus tersebut
membengkak (edema) dan menebal sehingga akan mempersempit saluran nafas
yang menuju paru-paru. Hal ini dilihat dari gejala batuk yang diikuti pengeluaran
dahak dan dapat juga disertai keluahn lainnya seperti sesak nafas. Bentuk dari
penyakit ini terdiri dari 2 bentuk, yaitu bronkitis akut (berlangsung kurang dari 3
minggu) dan bronkitis kronik yang frekuensinya hilang timbul selama periode
lebih dari 2 tahun.

B. Klasifikasi
1) Bronkitis Akut5,7
Bronkitis akut biasanya terjadi dalam waktu yang cepat (kurang dari 3
minggu) dan membaik dalam beberapa minggu. Bentuk dari bronkitis akut ini
sering menyebabkan serangan batuk dan produksi sputum yang dapat juga
disertai oleh infeksi saluran nafas atas. Dalam beberapa kasus, virus
merupakan penyebab tersering infeksi walaupun terkadang bakteri juga dapat
menyebabkannya. Jika kondisi seseorang tersebut baik, maka proses
peradangan membran mukosa tersebut akan pulih dalam beberapa hari
2) Bronkitis Kronik7,8
Secara klinis didefinisikan sebagai batuk harian dengan produksi
sputum selama paling kurang selama 3 bulan dalam periode waktu 2 tahun.
Bronkitis kronik ini merupakan gangguan jangka panjang yang serius yang
sering membutuhkan pengobatan medis secara teratur. Pada bronkitis kronis
terdapat inflamasi dan pembengkakan pada dinding lumen saluran nafas yang
menyebabkan penyempitan dan obstruksi jalur udara yang masuk. Inflamsi ini
akan merangsang produksi mukus di mana menyebabkan obstruksi saluran
nafas yang lebih berat lagi dan akan meningkatkan resiko infeksi oleh bakteri
pada paru-paru.
C. Epidemiologi
Bronkitis akut sangat umum terjadi pada seluruh belahan dunia manapun dan
merupakan 5 alasan teratas penyebab seseorang mencari pengobatan medis di
negara-negara yang memang mengumpulkan data mengenai penyakit ini. Tidak

[Type text] [Type text] [Type text]


ada perbedaan ras terhadap kejadian bronkitis ini meskipun lebih sering terjadi
pada populasi dengan status sosioekonomi rendah dan orang-orang yang tinggal
di daerah urban dan industri11
Di Indonesia belum ada data mengenai prevalensi penyakit bronkitis. Sebagai
pembanding, di US pada studi cohort tahun 2012, 5.858 orang dewasa, pada
34.6% didiagnosis mengalami bronkhitis kronik. Hal ini dikarenakan tidak
tercatatnya laporan gejala dan kondisi bronkitis ini masih belum terdiagnosis.9
D. Manifestasi Klinis
Batuk merupakan gejala klinis yang sering diamati. Bronkitis akut mungkin
akan sulit dibedakan dari infeksi saluran nafas atas lainnya pada beberapa hari
pertama. Meskipun demikian, jika batuk berlangsung lebih dari 5 hari maka bisa
diarahkan sebagai penyakit bronkitis akut.12,13
Pasien dengan bronkitis akut, dapat biasanya dapat terjadi selama lebih dari
10-20 hari. Produksi sputum hampir dialami pada seluruh orang yang
mengeluhkan batuk akibat bronkitis akut ini. Warna sputum biasanya jernih,
kuning, hijau, atau bahkan seperti seperti warna darah. Sputum purulen dilaporkan
pada 50% orang dengan bronkitis akut. Perubahan warna sputum dikarenakan
pelepasan peroksidase oleh leukosit dalam sputum. Karena itulah, warna sputum
tidak dapat menjasi indikator terhadap adanya infeksi bakteri.12
Demam bukan merupakan tanda khas dan biasanya ketika disertai dengan
batuk akan lebih mengarah pada influenza ataupun pneumonia. Mual, muntah, dan
diare jarang dikeluhkan. Kasus yang berat mungkin akan menyebabkan malaise
dan nyeri dada. Ketika keluhan berat hingga mengenai trakea, gejala dengan
sensasi terbakar pada daerah substernal akan dirasakan dan nyeri dada
berhubungan pada saat batuk serta proses bernafas.11,14
Sesak nafas dan sianosis tidak teramati pada penyakit bronkitis ini kecuali
pasien memiliki penyakit paru obstruktif kronik ataupun kondisi lainnya yang
mengganggu fungsi paru. Gejala lain dari bronnkitis akut ini meliputi nyeri
tenggorokan, hidung berair atau tersumbat, nyeri kepala, nyeri otot dan
kelelahan.11,12
Bronkhitis kronis sering dikaitkan dengan gejala eksaserbasi akut dimana
kondisi pasien mengalami perburukan dari kondisi sebelumnya dan bersifat akut.
Eksaserbasi akut ini dapat ditandai dengan gejala yang khas, seperti sesak napas
yang semakin memburuk, batuk produktif dengan perubahan volume atau

[Type text] [Type text] [Type text]


purulensi sputum atau dapat juga memberikan gejala yang tidak khas seperti
malaise, kelelahan dan gangguan tidur. Gejala klinis bronkhitis kronis eksaserbasi
akut ini dapat dibagi menjadi dua yaitu, gejala respirasi dan gejala sistemik.
Gejala respirasi berupa sesak napas yang semakin bertambah berat, peningkatan
volume dan purulensi sputum, batuk yang semakin sering, dan napas yang dangkal
dan cepat. Gejala sistemik ditandai dengan peningkatan suhu tubuh, peningkatan
denyut nadi, serta gangguan status mental pasien.15
E. Patofisiologi
Selama episode bronkitis akut, jaringan yang melapisi lumen bronkus
megalami iritasi dan membran mukosa menjadi hiperemis dan edema sehingga
mengganggu fungsi mukosiliar bronkus. Akibatnya, saluran nafas menjadi
menjadi sempit akibat debris dan proses inflamasi. Respon akibat produksi mukus
yang banyak ini akhirnya ditandai dengan batuk produktif.11,12
Dalam kasus pneumonia mycoplasma, iritasi bronkus menyebabkan
perlekatan organisme (Mycoplasma pneumonia) pada mukosa saluran respirasi
yang akan membuat sekresi mukosa semakin kental. Bronkitis akut biasanya
berlangsung kurang lebih 10 hari. Jika inflamasinya terus berlajut ke bawah
hingga ujung cabang bronkus, bronkiolus dan kantung alveolus, maka akan
menyebabkan bronkopneumonia.12
Bronkitis kronik dihubungkan dengan produksi mukus yang berlebihan
sehingga menyebabkan batuk berdahak selama lebih dari 3 bulan atau lebih dalam
periode waktu minimal 2 tahun. Epitel alveoli merupakan target maupun tempat
awal inflamasi pada bronkitis kronik.8
Infiltrasi netrofil dan distribusi perubahan jaringan fibrotik peribronkial
disebabkan oleh aktivitas dari interleukin 8 (IL-8), colony-stimulating factors, dan
kemotaktik serta sitokin proinflamatori lainnya. Sel epitel saluran nafas akan
melepaskan mediator inflamasi ini sebagai respon terhadap toksin, agen infeksi,
dan stimulus inflamasi lainnya serta untuk mengurangi pelepasan produk regulasi
seperti angiotensin-converting enzim ataupun endopeptidase.8,16
Bronkitis kronik dapat dikatagorikan sebagai bronkitis kronik sederhana,
bronkitis mukopurulen kronik, ataupun bronkitis kronik yang disertai obstruksi.
Produksi sputum (industri) menandakan adanya bronkitis kronik sederhana.
Produksi sputum purulen yang persisten ataupun berulang tanpa adanya penyakit

[Type text] [Type text] [Type text]


supuratif lokal seperti bronkiektasis, menunjukkan adanya bronkitis mukopurulen
kronik.8,17
Bronkitis kronik dengan obstruksi harus dibedakan dengan asma.
Perbedaannya dibedakan berdasarkan riwayat penyakit di mana pasien yang
dikatakan mengalami bronkitis kronik dengan obstruksi memilki riwayat batuk
produktif yang lama dan onset mengi (wheezing) yang munculnya belakangan,
sementara pasien yang memiliki asma dengan obstruksi kronik lebih dulu
mengalami mengi (wheezing) dibandingkan batuk produktif.17
Bronkitis kronik dapat terjadi akibat serangan dari bronkitis akut berulang
atau dapat juga muncul perlahan-lahan karena merokok berat atau inhalasi dari
udara yang terkontaminasi oleh polutan di lingkungan. Jika orang tersebut lebih
sering batuk daripada biasanya, kemungkinan lapisan bronkus yang menghasilkan
lendir (mukus) sudah mengalami penebalan dan penyempitan saluran nafas yang
menyebabkan sulit untuk bernafas. Karena fungsi silia untuk menyaring udara
bersih dari zat iritan dan benda asing terganggu, saluran bronkus akan cenderung
mengalami infeksi lebih jauh hingga menyebabkan kerusakan jaringan.8,18

Gambar 3. Proses Peradangan pada Bronkitis


F. Etiologi
1. Infeksi Virus, Bakteri, dan Mikroorganisme lain pada Bronkitis Akut
Bronkitis akut biasanya disebabkan oleh infeksi seperti spesies jamur
(Mycoplasma), Clamydia pneumonia, Streptococcus pneumonia, Moraxella
catarrhalis. dan Haemophilus influenza serta virus seperti influenza,
adenovirus, rhinovirus, Respiratory Syncitial Virus (RSV), virus influenza tipe

[Type text] [Type text] [Type text]


A dan B, virus parainfluenza, dan Coxsackie virus. Paparan zat iritan seperti
polusi, zat kimia, dan rokok tembakau dapat juga menyebabkan iritasi bronkus
akut.14,17
Bordetella pertussis harus dipertimbangkan sebagai agen penyebab
bronkitis akut pada anak-anak yang tidak mendapatkan vaksinasi secara
lengkap meskipun studi terbaru melaporkan bahwa bakteri ini juga dapat
menjadi agen penyebab pada orang dewasa14,17

2. Penyebab Bronkitis Kronik


Terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi timbulnya bronkhitis,
yaitu : rokok, infeksi dan polusi. Selain itu terdapat pula hubungannya
dengan faktor keturunan dan status sosial11,13,14,18
a. Rokok
Merokok merupakan faktor predisposisi yang meyebabkan
bronkitis kronik. Faktor resiko umum terhadap eksaserbasi akut dari
bronkitis kronik adalah meningkatnya usia dan berkurangnya Volume
Ekspirasi Paksa (VEP). Sebanyal 70-80% ekserbasi akut dari bronkitis
kronis diperkirakan akibat infeksi pernafasan.
Merokok diperkirakan menyumbang 85-90% kasus dari bronkitis
dan PPOK. Studi menunjukkan bahwa merokok dapat mengganggu
pergerakan silia, menghambat fungsi makrofag alveolar, dan
meyebabkan hipertrofi dan hiperplasia dari glandula pensekresi mukus.
Merokok juga dapat meningkatkan resistensi saluran nafas melalui
jalur vagal yang dimediasi oleh konstriksi otot polos.

b. Infeksi
Eksasebasi bronkhitis disangka paling sering diawali dengan
infeksi virus yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder bakteri.
Bakteri yang diisolasi paling banyak adalah Haemophilus influenza
dan Streptococcus pneumoniae
c. Polusi
Polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab,
tetapi bila ditambah merokok resiko akan lebih tinggi. Zat-zat kimia
dapat juga menyebabkan bronkitis adalah zat-zat pereduksi O2, zat-zat
pengoksidasi seperti N2O, hidrokarbon, aldehid, ozon.

[Type text] [Type text] [Type text]


d. Keturunan
Belum diketahui secara jelas apakah faktor keturunan berperan
atau tidak, kecuali pada penderita defesiensi alfa -1- antitripsin yang
merupakan suatu masalah dimana kelainan ini diturunkan secara
autosom resesif. Kerja enzim ini menetralisir enzim proteolitik yang
sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan, termasuk
jaringan paru.
e. Faktor sosial ekonomi
Kematian pada bronkhitis ternyata lebih banyak pada golongan
sosial ekonomi rendah, mungkin disebabkan faktor lingkungan dan
ekonomi yang lebih buruk.
G. Penegakan Diangnosis
1. Anamnesis6,18,19
Anamnesis bertujuan untuk mendapatksan gejala sebagai berikut :
a. Batuk berdahak.
Batuk biasanya merupakan tanda dimulainya bronkitis. Pada awalnya
pasien mengalami batuk produktif di pagi hari dan tidak berdahak, tetapi
1-2 hari kemudian akan mengeluarkan dahak berwarna putih atau mukoid,
jika ada infeksi menjadi purulen atau mukopurulen.
b. Sesak nafas
Bila timbul infeksi, sesak napas semakin lama semakin hebat. Terutama
pada musim dimana udara dingin dan berkabut.
c. Sering menderita infeksi pernafasan (misalnya flu).
d. Wheezing (mengi).
Saluran napas menyempit dan selama bertahun-tahun terjadi sesak
progresif lambat disertai mengi yang semakin hebat pada episode infeksi
akut
e. Wajah, telapak tangan atau selaput lendir berwarna kemerahan
Bronkitis infeksiosa seringkali dimulai dengan gejala seperti pilek, yaitu
hidung meler, lelah, menggigil, sakit punggung, sakit otot, demam ringan
dan nyeri tenggorokan. Pada bronkitis berat, setelah sebagian besar gejala
lainnya membaik, kadang terjadi demam tinggi selama 3-5 hari dan batuk
bisa menetap selama beberapa minggu
2. Pemeriksaan fisik 14, 17, 19

[Type text] [Type text] [Type text]


a. Bila ada keluhan sesak, akan terdengar ronki pada waktu ekspirasi
maupun inspirasi disertai bising mengi.
b. Pursed lips breathing
c. Pasien biasanya tampak kurus dengan barrel-shape chest (diameter
anteroposterior dada meningkat).
d. Iga lebih horizontal dan sudut subkostal bertambah.
e. Perkusi dada hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati lebih
rendah, pekak jantung berkurang.
f. Pada pembesaran jantung kanan, akan terlihat pulsasi di dada kiri bawah
di pinggir sternum.
g. Pada cor pulmonal terdapat tanda-tanda gagal jantung kanan dengan
peninggian tekanan vena, hepatomegali, refluks hepato jugular dan edema
kaki
h. Penampilan blue bloater. Gambaran khas bronchitis kronis, gemuk,
sianosis, edema tungkai dan ronki basah di basal paru. Sianosis di sentral
dan perifer.
3. Pemeriksaan Penunjang 14, 17, 19
Beberapa pemeriksaan penunjang yang mendukung diangnosis adalah
sebagai berikut:
a. Cultures dan Staining.
Mendapatkan kultur sekresi pernapasan untuk virus influenza,
Mycoplasma pneumoniae, dan Bordetella pertussis ketika organisme ini
diduga. Metode kultur dan tes imunofluoresensi telah dikembangkan
untuk diagnosis laboratorium pneumoniae infection dengan mendapatkan
usap tenggorokan. Kultur dan gram stainning dari dahak sering dilakukan,
meskipun tes ini biasanya tidak menunjukkan pertumbuhan atau flora
saluran pernapasan normal. Kultur darah dapat membantu jika
superinfeksi bakteri dicurigai.
b. Kadar Procalcitonin.
Kadar procalcitonin mungkin berguna untuk membedakan infeksi
bakteri dari infeksi nonbakterial. Penelitian telah menunjukkan bahwa tes
tersebut dapat membantu terapi panduan dan mengurangi penggunaan
antibiotik
c. Sitologi sputum.

[Type text] [Type text] [Type text]


Sitologi sputum dapat membantu jika batuk persisten.
d. Radiografi Dada.
Radiografi dada harus dilakukan bagi pasien yang fisik temuan
pemeriksaan menunjukkan pneumonia. Pasien tua mungkin tidak
memiliki tanda-tanda pneumonia, karena itu, radiografi dada dapat
dibenarkan pada pasien, bahkan tanpa tanda-tanda klinis lain infeksi.
Pemeriksaan radiologi Ada hal yang perlu diperhatikan yaitu adanya
tubular shadow berupa bayangan garis-garis yang paralel keluar dari hilus
menuju apeks paru dan corakan paru yang bertambah ataupun tramline
shadow yang menunjukkan adanya penebalan dinding bronkus.
e. Bronkoskopi.
Bronkoskopi mungkin diperlukan untuk menyingkirkan adanya
aspirasi benda asing, tuberkulosis, tumor, dan penyakit kronis lainnya dari
pohon trakeobronkial dan paru-paru.
f. Tes Influenza.
Tes influenza mungkin berguna. Tes serologi tambahan, seperti
bahwa untuk pneumonia atipikal, tidak ditunjukkan.
g. Spirometri.
Spirometri mungkin berguna karena pasien dengan bronkitis akut
sering memiliki bronkospasme signifikan, dengan penurunan besar dalam
volume ekspirasi paksa dalam satu detik (FEV1). Ini biasanya
menyelesaikan lebih 4-6 minggu.
h. Laringoskopi.
Laringoskopi dapat mengecualikan epiglotitis.
i. Temuan histologis.
Sel piala hiperplasia, sel-sel inflamasi mukosa dan submukosa,
edema, fibrosis peribronchial, busi lendir intraluminal, dan otot polos
peningkatan temuan karakteristik di saluran udara kecil pada penyakit
paru obstruktif kronis.
4. Gambaran radiologi pada bronkitis
a. Bronkitis akut
Radang akut bronkus berhubungan dengan infeksi saluran nafas
bagian atas. Penyakit ini biasanya tidak hebat dan tidak ditemukan
komplikasi. Juga tidak terdapat gambaran roentgen yang positif pada

[Type text] [Type text] [Type text]


keadaan ini. Tetapi foto roentgen berguna jika ada komplikasi
pneumonitis pada penderita dengan infeksi akut saluran nafas. Gejala
biasanya hebat.19
b. Bronkitis kronik
Penyakit bronkitis kronik tidak selalu memperlihatkan gambaran
khas pada foto thoraks. Acapkali berdasarkan pemeriksaan klinis dan
laboratorik sudah dapat ditegakkan diagnosisnya. Pada foto hanya tampak
corakan yang ramai di bagian basal paru. Gambaran radiogram bronkitis
kronik hanya memperlihatkan perubahan yang minimal dan biasanya tidak
spesifik. Kadang-kadang tampak corakan peribronkial yang bertambah di
basis paru oleh penebalan dinding bronkus dan peribronkus. Corakan yang
ramai di basal paru ini dapat merupakan variasi normal foto thoraks.
Tidak ada kriteria yang pasti untuk menegakkan diagnosis bronkitis
kronik pada foto thoraks biasa. Penyakit ini disebabkan oleh bermacam-
macam etiologi, misalnya asma, infeksi, dan lain-lain.20
Infeksi merupakan penyebab kedua tersering terjadinya bronkitis
kronik. Infeksi ini dapat spesifik maupun tidak spesifik. Penyakit bronkitis
kronik dan emfisema ternyata selalu berhubungan dengan bronkitis asma
oleh adanya spasme bronkus.20
Cor pulmonale kronik umumnya disebabkan oleh penyumbatan
emfisema paru yang kronik dan sering ditemukan pada bronkitis asma
kronik.20
Bronkitis kronik secara radiologik dibagi dalam 3 golongan, yaitu:
ringan, sedang, dan berat. Pada golongan yang ringan ditemukan corakan
paru yang ramai di bagian basal paru. Pada golongan yang sedang, selain
corakan paru yang ramai, juga terdapat emfisema dan kadang-kadang
disertai bronkiektasis di pericardial kanan dan kiri, sedangkan golongan
yang berat ditemukan hal-hal tersebut di atas dan disertai cor pulmonale
sebagai komplikasi bronkitis kronik.20
Beberapa gambaran radiologi bronkitis dapat diperlihatkan sebagai berikut:
a. Thorak
Terdapat sekitar 50% penderita bronchitis kronik memiliki
gambaran roentgen thoraks normal. Jika terdapat abnormalitas pada foto

[Type text] [Type text] [Type text]


thoraks, biasanya tanda yang ditemukan adalah akibat adanya emfisema,
superimpos infeksi ataupun kemungkinan terjadinya bronkiektasis.
1) Gambaran Dirty chest. Karena terjadi infeksi berulang yang disertai
terbentuknya jaringan fibrotik pada bronkus dan percabangannya,
maka corakan bronkovaskular akan terlihat ramai dan konturnya
irregular. Ini merupakan tanda khas bronkitis kronik yang paling
sering ditemukan pada foto thoraks21

Gambar 4. Dirty chest yang menunjukkan adanya corakan


bronkuvaskular yang ramai hingga menuju percabangan perifer di
paru
Hal ini ditandai dengan terlihatnya corakan bronkovaskular yang
ramai. Gambaran opasitas yang kecil mungkin akan terlihat pada
semua tempat di seluruh lapangan paru namum penilaian gambaran
ini bersifat subjektif. Terdapat beberapa korelasi antara bronchitis
kronik dengan adanya edema perivascular dan peribronkial, inflamasi
kronik dan fibrosis. Jika gambaran ini terlihat jelas, dengan beberapa
bayangan linear dan opasitas nodular yang berat, maka gambarannya
akan mirip dengan fibrosis interstisial, limfangitis karsinoma, maupun
bronkiektasis.
2) Gambaran tramline maupun tubular shadow yang tipis lebih
mengarah pada bronkiektasis namun gambaran ini dapat dialami oleh
penderita bronchitis kronik. Opasitas ini berhuubungan dengan hilus
dan kejelasannya akan didemonstrasikan dengan tomografi. Namun

[Type text] [Type text] [Type text]


sekali lagi, penyakit ini hanya bersifat mengarahkan dan bukan
mejadi prosedur diagnostik.
Gambaran berupa tramline shadow berupa garis parallel akibat
penebalan dinding bronkus yang juga menjadi gambaran khas
bronkiektasis.

Gambar 5. Tramline appearance terlihat sepanjang pinggiran bayangan


jantung
3) Gambaran Tubular Shadow menunjukkan adanya bayangan garis-
garis yang paralel keluar dari hilus menuju basal paru dari corakan
paru yang bertambah

Gambar 6. Adanya gambaran tubular shadow pada bronkitis kronik


4) Struktur bronkovaskular yang irreguler

[Type text] [Type text] [Type text]


Gambar 7. Sisi lapangan paru kiri atas yang diperbesar menunjukkan
struktur bronkovaskuler yang irregular dengan diameter yang
bervariasi.

Gambar 8. Menunjukkan foto thoraks yang diperbesar dari bagian


kiri paru. Garis yang membujur secara kranio-kaudal adalah batas
medial skapula. Anak panah menunjukkan pola stuktur
bronkovaskular dengan pola irregular.
5) Corakan bronkovaskular ramai disertai emfisema

Gambar 9. Terlihat adanya corakan bronkovaskular ramai disertai


emfisema. Volume paru tampak membesar, sela iga melebar, dan
difragma mendatar.

[Type text] [Type text] [Type text]


b. Computed tomography (CT) scan
1) Gambaran tremline shadow appearance berupa garis paralel sejajar
akibat penebalan dinding bronkus dan dilatasi bronkus ringan akibat
peradangan bronkus.

Gambar 10. Terlihat adanya tramline appearance


2) Penebalan dinding bronkus akibat bronkitis kronis berdasarkan
gambaran Computed Tomography (CT) scan juga terlihat pada panah
merah dan lendir di dalam bronkus pada panah kuning berikut :

Gambar 11. Gambaran CT-Scan Thoraks Bronkitis Kronik


H. Diagnosis Banding
Beberapa penyakit yang perlu diingat atau dipertimbangkan pada pasien
bronkitis22 :

[Type text] [Type text] [Type text]


1) Tuberkulosis paru ( penyakit ini dapat disertai kelainan anatomis paru berupa
bronkitis )
2) Abses paru ( terutama bila telah ada hubungan dengan bronkus besar )
3) Penyakit paru penyebab hemoptosis misalnya karsinoma paru
4) Fistula bronkopleural dengan emfisema
5) Bronkiektasis
Namun berdasarkan kemiripan gambaran radiologi, bronkiektasis dapat
menjadi diagnosis banding dari bronkitis kronik ini. Gambaran khas
bronkiektasis yang berupa tramline shadow pada foto thoraks juga dapat
ditemukan pada bronkitis kronik.

Gambar 12. Terlihat gambaran foto CT-Scan dan thoraks bronkiektasis.


Gambaran tramline appearance tampak pada foto thoraks.
I. Penatalaksanaan
1. Pengobatan non farmakologi 23
Istirahat dan meningkatkan kualitas hidup seperti menjaga pola makan yang
baik, makan dan minuman yang bergizi dan intake cairan yang cukup.

2. Pengobatan Farmakologi23
a. Pemberian antibiotik
Obat Dosis
Amoxicillin 500 mg every (q) 8 hours
Amoxicillin/clavulanic acid 250 mg to 500 mg q 8 hours
Ampicillin 250 to 500 mg q 7 hours
Azithromycin 500 mg daily
Cefdinir 300 mg q 12 hours

[Type text] [Type text] [Type text]


600 mg q 24 hours
Clarithromycin 500 mg q 12 hours
Doxycycline 200 mg q 24 hours
100 mg twice daily
Erythromycin 250 to 333 mg 3 to 4 times daily
Trimethoprim/sulfamethoxazole 160/800 mg twice daily

b. Beta 2 agonis
Pengaruh albuterol, khususnya dihirup. Pasien dengan bronkitis
akut mungkin memiliki bronchospasme dan pengobatan dengan
bronkodilator merupakan cara yang efektif. Terapi beta-2-agonist dalam
mengurangi batuk pada pasien dengan batuk yang berat dan saluran
napas hyperresponsiveness.
c. Antitusive
Obat Dosing Adverse effects
100 to 200 mg 3 times
Benzonatate daily Gastrointestinal upset
10 to 20 mg every 4 to 7
Codeine hours Gastrointestinal upset, nausea, drowsiness, constipation
Hydrocodone 5 mg every 4 to 7 hours
Gastrointestinal upset, nausea, drowsiness, constipation
Dextromethorp
han 30 mg every 12 hours Gastrointestinal upset
Kriteria Penggunaan farmakologis di Bronkitis Akut

Agent Criteria
Antibiotics Diagnosed pertussis
Elevated procalcitonin
Elevated C-reactive protein
Respiratory illness >1 week
High risk patients
Comorbid cardiac or respiratory disease (CHF,
COPD, and asthma)
Bronchodilators Troublesome cough
Bronchospasm
Airway hyperresponsiveness
Airflow obstruction at baseline
Wheezing
FEV1 <80% predicted
Antitussive Cough with discomfort
Protussives Airway secretion clearance desired which does not
delay healing
Over-the-ounter Fever (acetaminophen and NSAIDs)
Nasal congestion (nasal spray and oral decongestants)

J. Komplikasi
Komplikasi pada bronkitis akut dan kronis yaitu :
1. Bronkitis Akut yang tidak ditangani cenderung menjadi Bronkitis Kronik

[Type text] [Type text] [Type text]


2. Pada anak yang sehat jarang terjadi komplikasi, tetapi pada anak dengan gizi
kurang dapat terjadi Othithis Media, Sinusitis dan Pneumonia.
3. Bronkitis Kronik menyebabkan mudah terserang infeksi.
4. Bila sekret tetap tinggal, dapat menyebabkan atelektasis atau Bronkietaksis.
5. Pada bronkitis kronik dapat terjadi gagal napas kronik maupun akut
6. Pembesaran jantung kanan (dilatasi atau hipertrofi) yang disebabkan oleh
karena kelainan-kelainan fungsi atau struktur paru.
7. Hipertensi pulmonal karena adanya peningkatan abnormal tekanan arteri
pulmonal
K. Prognosis
Prognosis penyakit ini bergantung pada tatalaksana yang tepat atau
mengatasi setiap penyakit yang mendasari. Komplikasi yang terjadi berasal dari
penyakit yang mendasari. Umumnya dubia ad bonam.

[Type text] [Type text] [Type text]


BAB III
KESIMPULAN

Bronkitis merupakan suatu penyakit yang sering terjadi dan merupakan


lima alasan teratas seseorang mencari pengobatan medis. Bronkitis terbagi atas
bronkitis akut dan bronkitis kronik. Gambaran radiologi yang khas pada bronkitis
akut jarang ditemukan sementara pada bronkitis kronik hanya memperlihatkan
perubahan yang minimal dan biasanya tidak spesifik. Namun pada beberapa kasus
tamapak adanya corakan bronkovaskular yang ramai sehingga terlihat seperti dirty
chest, adanya gambaran tubular shadow dan tramline appearance yang berasal
dari hilus paru. Penegakan diagnosis bronkitis dengan pemeriksaan radiologi
sudah cukup baik di dapatkan dari foto thoraks konvensional dan juga CT- Scan

DAFTAR PUSTAKA

[Type text] [Type text] [Type text]


1. Dahlan, Zul. Pneumonia. In: Sudoyo, Aru W dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi Kelima. Jakarta: Interna Publishing. 2009; hal 2196-200, 2203-05
2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia Komuniti. Pedoman Diagnosis
dan Penatalaksanaan di Indonesia. 2003; hal 2-6
3. Wilson, M Lorraine. Penyakit Pernapasan Restriktif. In: Price, Sylvia A., Wilson,
Lorraine M. Patofisiologi Edisi 6 Volume 2. Jakarta. Penerbit EGC. 2003; hal
804-806
4. Corr, Peter. Fot Thorax normal dan Infeksi Paru. In: Ramadhani, Dian.,
Dwijayanthi, Linda., Dharmawan, Didiek. Mengenali Pola Foto-Foto Diagnostik
(terjemahan dari Patterm Recognation in Diagnostic Imaging). Jakarta: Penerbit
EGC. 2010; hal 28, 33-5
5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia Nosokomial. Pedoman
Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. 2003; hal 2-5
6. Djojodibroto, Darmanto. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta. Penerbit
EGC. 2007; hal 136-142
7. Kasper L, Dennis et all. Pneumonia in Harrison’s Principles of Internal Medicine
17th Edition. United States of America: McGraww Hill Companies, Inc. 2008;
Chapter 251
8. Wilson, Walter R., Sande, Mele A. Tracheobronchitis and Lower Respiratory
Tract Infections. In: Wilson, Walter R et all. Current Diagnosis and Treatment in
Infectious Disease. United States of America: McGraww Hill Companies, Inc.
2001; Part 10
9. Ellis, Harold. Clinical Anatomy. USA. BlackWell Publishing. 2006; page 20, 23-4
10. Swartz, Mark H. Textbook of Physical Diagnosis. In: Effendi, Harjanto., Hartanto,
Huriawati. Buku Ajar Diagnostik. Jakarta. Penerbit EGC. 1995; hal 155-7
11. Waugh, Anne., Grant, Allison. Anatomy and Physiology in Health and Illness.
Ninth Edition. Spain. Elsevier Limited. 2004; page 248, 262-3
12. Fanz, Omar., Moffat, David. Anatomy at A Glance. UK. BlackWell Publishers
Company. 2002; page 15, 17
13. Gunderman B, Richard. Essential Radiology Second Edition. New York. Thieme
Medical Publishers. 2006; page 69,78
14. Guyton C, Arthur., Hall, John E. Textbook of medical Physiology. In: Setiawan,
Irawati. Fisiologi Kedokteran. Jakarta. EGC. 1997: hal 673-4

[Type text] [Type text] [Type text]


15. McPhee, Stephen J., Papapdokis, Maxine A. Current Medical Diagnosis and
Treatment. California. McGraw Hill. 2008; Part Pulmonology
16. Nurlela Budjang. Radang Paru Tidak Spesifik. In: Rasad, Sjahriar. Radiologi
Diagnostik. Edisi Kedua Jakarta. Balai Penerbit FK UI. 2009: hal 101
17. Sutarto, Ade Satriyani., Budyatmoko, Bambang., Darmiati, Sawitri. Radiologi
Anak. In: Rasad, Sjahriar. Radiologi Diagnostik. Edisi Kedua Jakarta. Balai
Penerbit FK UI. 2009: hal 400-1
18. Patel, Pradip R. Radiologi Lecture Notes. Jakarta. EMS. 2009; hal 36-7
19. Muller, Nestar L., Franquet Tomas., Kyung Soo, Lee. Imaging of Pulmonary
Infections 1st edition. Lippincott Williams & Wilkins. 2007; Part Bacterial
Pneumonia, page 21-8
20. Muller, Nestar L., Franquet Tomas., Kyung Soo, Lee. Imaging of Pulmonary
Infections 1st edition. Lippincott Williams & Wilkins. 2007; Part
Immunocompromised Host, page 161-2
21. Ketai, Loren., Lofgren, Richard., Mecholic, Andrew J. Fundamental of Chest
Radiology. Sceond Edition. Philadelphia: Elsevier, Inc. 2006; page 106-9, 110-1
22. Colak, Errol., Lofaro, Anthony. Clinical and Radilogy Atlas. Webexe. 2003: Part
Chest Imaging, air space (air bronchogram and sillhoutte sign)
23. Eastman, George W., Wald Christoph., Crossin, Jane. Getting Started in Clinical
Radiology. New York. Thieme Stuttgart. 2006; page 49-50
24. Tsue J., Betty, Lyu E, Peter. Chest Radiography. In: Atlas of the Oral and
Maxillofacial Surgery Clinics. USA. WBS. 2002; Part Viral and Bacterial
Pneumonia
25. Ahuja, A.T., Antonio, G.F., Yuen H.Y. Case Studies in Medical Imaging.
NewYork. Cambridge University Press. 2006; 23-4
26. Lee, Jaw. Aspiration of Imaging. In: Lin, Eugene C. Pneumonia. Available from
www.medscape.com updated May 25, 2011
27. Vinay, Kumar., Ramzi S, Cotran., Stanley, L, Robbins. TextBook of Pathology.
In: Hartanto, huriawati., Darmaniah, Nurwany., Wulandari, Nanda. Buku Ajar
Patologi Edisi 7 Volume 2. Jakarta: EGC. 2007; hal 537-9, 540

[Type text] [Type text] [Type text]

Anda mungkin juga menyukai