Oleh :
Nur Rahmadina
1102014200
Pembimbing :
Dr. Tektona Fitri, Sp. Rad
KEPANITERAAN KLINIK
ILMU RADIOLOGI
RSUD KABUPATEN BEKASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
PERIODE 19 NOVEMBER – 8 DESEMBER 2018
PENDAHULUAN
Infeksi saluran napas bawah akut (ISNBA) menimbulkan angka kesakitan dan
kematian yang tinggi serta kerugian produktivitas kerja. ISNBA dapat dijumpai dalam
berbagai bentuk, tersering adalah dalam bentuk pneumonia.(1)
Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang
disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan peradangan
paru yang disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan
toksik, obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis. Pneumonia merupakan proses
konsolidasi rongga udara akibat rongga udara alveolar terisi dengan eksudat
inflamatori yang disebabkan oleh adanya infeksi. (1-4)
Klasifikasi pneumonia dapat berdasarkan : klinis dan epidemiologinya,
etiologinya, dan predileksi infeksi. Secara klinis dan epidemiologinya pneumonia
dapat diklasifikasikan sebagai pneumonia komuniti, pneumonia nosokomial,
pneumonia aspirasi, dan pneumonia pada penderita immunocompromised. Secara
etiologi dapat dibedakan atas pneumonia tipikal (bakteri), pneumonia atipikal,
pneumonia virus, dan pneumonia jamur. Sedangkan menurut predileksi infeksinya
diklasifikasikan sebagai pneumonia lobaris, pneumonia lobularis (bronkopneumonia),
dan pneumonia interstisial. Pembagian dibuat untuk memudahkan dalam menentukan
kemungkinan jenis mikroorganisme penyebabnya. (1-3,6)
Identifikasi pneumonia dengan modalitas radiologi akan memberikan
gambaran yang sangat bervariasi mengingat pneumonia memiliki banyak penyebab.
Modalitas yang dapat digunakan saat ini berupa foto konvensional X-Ray Thorax,
High Resolution CT-Scan Thorax. Selain itu pemeriksaan lain seperti laboratorium,
dan diagnostik intervensional lainnya juga dapat digunakan untuk menujang diagnosis
pneumonia. (7)
EPIDEMIOLOGI
Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang
kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Dari
ETIOLOGI
Etiologi pneumonia berbeda-beda pada berbagai tipe dari pneumonia, dan hal
ini berdampak kepada obat yang akan diberikan. Pneumonia dapat disebabkan oleh
berbagai macam mikroorganisme, yaitu bakteri, virus, jamur dan protozoa. Dari
kepustakaan pneumonia komuniti (community-acquired) yang diderita oleh
masyarakat luar negeri banyak disebabkan bakteri Gram positif, sedangkan
pneumonia di rumah sakit (nosokomial-acquired) banyak disebabkan bakteri Gram
negatif sedangkan pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob.
Akhir-akhir ini laporan dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa bakteri
yang ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti adalah bakteri
Gram negatif. (1,2)
Tabel 1.1
Penyebab paling sering pneumonia yang di dapat di masyarakat (komunitas)
dan nosokomial (rumah sakit)
Lokasi Sumber Penyebab
Masyarakat (community-acquired) Streptococcus pneumoniae
Mycoplasma pneumoniae
Haemophilus pneumoniae
KLASIFIKASI PNEUMONIA
1. Berdasarkan klinis dan epideologis :
a) Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
b) Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia / nosocomial
pneumonia)
c) Pneumonia aspirasi
d) Pneumonia pada penderita Immunocompromised pembagian ini penting untuk
memudahkan penatalaksanaan.
2. Berdasarkan bakteri penyebab
a) Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri
mempunyai tendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya Klebsiella pada
penderita alkoholik, Staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza.
b) Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia
c) Pneumonia virus
d) Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama
pada penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised)
3. Berdasarkan predileksi infeksi
a) Pneumonia lobaris. Sering pada pneumania bakterial, jarang pada bayi dan
orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan
sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya : pada aspirasi benda
asing atau proses keganasan
b) Bronkopneumonia. Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada lapangan
paru. Dapat disebabkan oleh bakteria maupun virus. Sering pada bayi dan
orang tua. Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus
c) Pneumonia interstisial
Paru-paru terbagi menjadi beberapa lobus : atas, tengah, dan bawah di kanan,
dan atas dan bawah kiri. Paru-paru dibungkus oleh suatu kantung tipis, pleura. Pleura
visceralis terdapat tepat di atas parenkim paru-paru, sedangkan pleura parietalis
melapisi dinding dada. Kedua pleura ini saling meluncur satu sama lain selama
inspirasi dan ekspirasi. (10)
PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroornagisme di paru.
Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi
ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dapat berkembang biak
- Inokulasi langsung
- Penyebaran melalui pembuluh darah
- Inhalasi bahan aerosol
- Kolonisasi dipermukaan mukosa
Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah secara kolonisasi.
Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau
jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 -2,0 mm melalui udara dapat mencapai
bronkus terminal atau alveoli dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi
kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke
saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan
permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru.(2)
Setelah mikroba samapai ke saluran napas bawah, maka ada empat rute
masuknya mikroba tersebut ke dalam saluran napas bagian bawah yaitu :
- Aspirasi, merupakan rute terbanyak pada kasus-kasus tertentu seperti kasus
neurologis dan usia lanjut
- Inhalasi, misalnya kontaminasi pada alat-alat bantu napas yang digunakan
pasien
- Hematogenik
- Penyebaran langsung
Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi
radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan
diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuknya
antibodi. Sel-sel PMN mendesak bakteri ke permukaan alveoli dan dengan bantuan
leukosit yang lain melalui psedopodosis sitoplasmik mengelilingi bakteri tersebut
kemudian dimakan. Pada waktu terjadi peperangan antara host dan bakteri maka akan
tampak 4 zona pada daerah parasitik terset yaitu :
GAMBARAN KLINIS
Gejala-gejala pneumonia serupa untuk semua jenis pneumonia. Gejala-gejala
meliputi:
- Demam dan menggigil akibat proses peradangan
- Batuk yang sering produktif dan purulen walaupun dapat juga non produktif
- Sputum berwarna merah karat atau kehijauan dengan bau khas
- Sesak, berkeringat, nyeri dada
- Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apabila infeksinya serius.
DIAGNOSIS
Seringkali bentuk pneumonia mirip meskipun disebabkan oleh kuman yang berbeda.
Diagnosis pneumonia didasarkan kepada riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan
fisis yang teliti, dan pemeriksaan penunjang.
a) Anamnesis
Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam, menggigil, suhu tubuh
meningkat dapat melebihi 400 C, batuk dengan dahak mukoid atau purulen
kadang-kadang disertai darah, sesak napas dan nyeri dada.
b) Pemeriksaan fisik
Temuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di paru. Pada inspeksi
dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, pasa palpasi
fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara
napas bronkovesikuler sampai bronkial yang mungkin disertai ronki basah
halus, yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada stadium resolusi.
c) Pemeriksaan Radiologi
Pada foto konvensional, secara umum tidak mungkin mendiagnosis suatu agen
penyebab infeksi dari jenis bayangannya saja. Sehingga dibutuhkan keterangan klinis,
laboratoris seperti jumlah leukosit dan hitung jenis. Oleh karena itu pada dasarnya
semua pemeriksaan saling melengkapi dan saling membantu dalam menegakkan suatu
diagnosis. (16,18)
American Thoracic Society merekomendasikan posisi PA (posteroanterior)
dan lateral (jika dibutuhkan) sebagai modalitas utama yang di gunakan untuk melihat
adanya pneumonia. Gambaran pneumonia pada foto thorax sebenarnya sama seperti
gambaran konsolidasi radang. Prinsipnya jika udara dalam alveoli digantikan oleh
eksudat radang, maka bagian paru tersebut akan tampak lebih opaq pada foto
Roentgen. Jika kelainan ini melibatkan sebagian atau seluruh lobus disebut lobaris
Adapun gambaran radiologis foto thorax pada pneumonia secara umum antara lain:
a. Perselubungan padat homogen atau inhomogen
b. Batas tidak tegas, kecuali jika mengenai 1 segmen lobus
c. Volume paru tidak berubah, tidak seperti atelektasis dimana paru mengecil.
Tidak tampak deviasi trachea/septum/fissure/seperti pada atelektasis.
d. Air bronchogram sign adalah bayangan udara yang terdapat di dalam
percabangan bronkus yang dikelilingi oleh bayangan opaq rongga udara yang
akan tampak jelas jika udara tersebut tergantikan oleh cairan/eksudat akibat
proses inflamasi. Pada saat kondisi seperti itulah, maka dikatakan air
bronchogram sign positif (+) (4,19,20)
e. Sillhoute sign adalah suatu tanda adanya dua bayangan benda (objek) yang
berada dalam satu bidang seakan tumpang tindih. Tanda ini bermanfaat untuk
menentukan letak lesi paru ; jika batas lesi dengan jantung hilang, berarti lesi
tersebut berdampingan dengan jantung atau di lobus medius kanan. Maka akan
disebut sebagai sillhoute sign (+) (4,22)
PNEUMONIA LOBARIS
PNEUMONIA INTERSISIAL
PNEUMONIA ASPIRASI
2. Pemeriksaan Laboratorium
Leukositosis umumnya menandai adanya infeksi bakteri. Leukosit
normal/rendah dapat disebabkan oleh infeksi virus/mikooplasma atau pada
infeksi yang berat sehingga tidak terjadi respon leukosit. Leukopenia
menunjukkan depresi imunitas, misalnya neutropenia pada infeksi kuman
gram negative. (1,8)
3. Pemeriksaan Bakteriologis
Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal, bronkoskopi. Kuman
yang predominan pada sputum yang disertai PMN yang kemungkinan
merupakan penyebab infeksi. Kultur kuman merupakan pemeriksaan utama
pra terapi dan bermanfaat untuk evaluasi terapi selanjutnya. (1,8)
PATOLOGI ANATOMI
Pada masa praantibiotik, pneumonia pneumokokkus mengenai seluruh atau
hampir seluruh lobus dan berkembang melalui empat stadium : kongesti, hepatisasi
merah, hepatisasi abu-abu, dan resolusi. Terapi antibiotik dini mengubah atau
menghentikan perkembangan ini, sehingga jika pasien meninggal, kelainan anatomik
yang tampak saat autopsi mungkin tidak sesuai dengan stadium klasik. (27)
a. Kongesti (4-12 jam pertama), pada stadium ini, lobus yang terkena menjadi
berat, merah, sembab akibat adanya eksudat serosa masuk ke dalam alveoli
melalui pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor.
b. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya) lobus paru tampak merah dan
bergranula karena sel-sel darah merah, fibrin, dan leukosit PMN mengisi
alveoli.
DIAGNOSIS BANDING
1. Efusi Pleura
Merupakan suatu kondisi dimana terdapat akumulasi cairan dalam cavum
pleura yang dapat disebabkan oleh banyak kelainan dalam paru. Pada
pemeriksaan foto thorax rutin tegak, cairan pleura tampak perselubungan
homogen menutupi struktur paru bawah yang biasanya relative radiopaq
dengan permukaan atas cekung, berjalan dari lateral atas ke medial bawah.
PENATALAKSANAAN
Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian antibiotik pada
penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme dan hasil uji
kepekaannya, akan tetapi karena beberapa alasan yaitu : (2)
1. Penyakit yang berat dapat mengancam jiwa
2. Bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab
pneumonia.
3. Hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu.
PENCEGAHAN
Untuk pneumonia komunitas (community-acquired), dapat dicegah dengan pemberian
vaksinasi pada penghuni rumah jompo atau rumah penampungan penyakit kronik dan
usia > 65 tahun, sedangkan pencegahan pada pneumonia nosokomial (hospital-
acquired) ditujukan kepada upaya program pengawasan dan pengontrolan infeksi
termasuk pendidikan staf pelaksana, pelaksanaan teknik isolasi, dan praktek
pengontrolan infeksi. Salah satau contoh tindakan pencegahannya yaitu berupa
pembatasan pemakaian selang nasogastrik atau endotrakeal atau pemakaian obat
sitoprotektif sebagai pengganti antagonis H2 dan antacid.(1)
B. Klasifikasi
1) Bronkitis Akut5,7
Bronkitis akut biasanya terjadi dalam waktu yang cepat (kurang dari 3
minggu) dan membaik dalam beberapa minggu. Bentuk dari bronkitis akut ini
sering menyebabkan serangan batuk dan produksi sputum yang dapat juga
disertai oleh infeksi saluran nafas atas. Dalam beberapa kasus, virus
merupakan penyebab tersering infeksi walaupun terkadang bakteri juga dapat
menyebabkannya. Jika kondisi seseorang tersebut baik, maka proses
peradangan membran mukosa tersebut akan pulih dalam beberapa hari
2) Bronkitis Kronik7,8
Secara klinis didefinisikan sebagai batuk harian dengan produksi
sputum selama paling kurang selama 3 bulan dalam periode waktu 2 tahun.
Bronkitis kronik ini merupakan gangguan jangka panjang yang serius yang
sering membutuhkan pengobatan medis secara teratur. Pada bronkitis kronis
terdapat inflamasi dan pembengkakan pada dinding lumen saluran nafas yang
menyebabkan penyempitan dan obstruksi jalur udara yang masuk. Inflamsi ini
akan merangsang produksi mukus di mana menyebabkan obstruksi saluran
nafas yang lebih berat lagi dan akan meningkatkan resiko infeksi oleh bakteri
pada paru-paru.
C. Epidemiologi
Bronkitis akut sangat umum terjadi pada seluruh belahan dunia manapun dan
merupakan 5 alasan teratas penyebab seseorang mencari pengobatan medis di
negara-negara yang memang mengumpulkan data mengenai penyakit ini. Tidak
b. Infeksi
Eksasebasi bronkhitis disangka paling sering diawali dengan
infeksi virus yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder bakteri.
Bakteri yang diisolasi paling banyak adalah Haemophilus influenza
dan Streptococcus pneumoniae
c. Polusi
Polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab,
tetapi bila ditambah merokok resiko akan lebih tinggi. Zat-zat kimia
dapat juga menyebabkan bronkitis adalah zat-zat pereduksi O2, zat-zat
pengoksidasi seperti N2O, hidrokarbon, aldehid, ozon.
2. Pengobatan Farmakologi23
a. Pemberian antibiotik
Obat Dosis
Amoxicillin 500 mg every (q) 8 hours
Amoxicillin/clavulanic acid 250 mg to 500 mg q 8 hours
Ampicillin 250 to 500 mg q 7 hours
Azithromycin 500 mg daily
Cefdinir 300 mg q 12 hours
b. Beta 2 agonis
Pengaruh albuterol, khususnya dihirup. Pasien dengan bronkitis
akut mungkin memiliki bronchospasme dan pengobatan dengan
bronkodilator merupakan cara yang efektif. Terapi beta-2-agonist dalam
mengurangi batuk pada pasien dengan batuk yang berat dan saluran
napas hyperresponsiveness.
c. Antitusive
Obat Dosing Adverse effects
100 to 200 mg 3 times
Benzonatate daily Gastrointestinal upset
10 to 20 mg every 4 to 7
Codeine hours Gastrointestinal upset, nausea, drowsiness, constipation
Hydrocodone 5 mg every 4 to 7 hours
Gastrointestinal upset, nausea, drowsiness, constipation
Dextromethorp
han 30 mg every 12 hours Gastrointestinal upset
Kriteria Penggunaan farmakologis di Bronkitis Akut
Agent Criteria
Antibiotics Diagnosed pertussis
Elevated procalcitonin
Elevated C-reactive protein
Respiratory illness >1 week
High risk patients
Comorbid cardiac or respiratory disease (CHF,
COPD, and asthma)
Bronchodilators Troublesome cough
Bronchospasm
Airway hyperresponsiveness
Airflow obstruction at baseline
Wheezing
FEV1 <80% predicted
Antitussive Cough with discomfort
Protussives Airway secretion clearance desired which does not
delay healing
Over-the-ounter Fever (acetaminophen and NSAIDs)
Nasal congestion (nasal spray and oral decongestants)
J. Komplikasi
Komplikasi pada bronkitis akut dan kronis yaitu :
1. Bronkitis Akut yang tidak ditangani cenderung menjadi Bronkitis Kronik
DAFTAR PUSTAKA