Anda di halaman 1dari 24

Referat

PNEUMONIA
Disusun untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Madya

Disusun Oleh :
Deanurva Calista Prima
21804101068

Pembimbing :
dr. Ressy Adi Nugroho, Sp.Rad

KEPANITERAAN KLINIK MADYA


LABORATORIUM ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM MALANG
RSUD MARDI WALUYO BLITAR
2020
KATA PENGANTAR

AssalamualaikumWr. Wb.
Puji syukur Alhamdulillah, saya panjatkan kehadirat Allah S.W.T atas
limpahan taufik dan hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan referat
“Pneumonia” pada Stase Ilmu Radiologi ini dengan baik dan tanpa halangan yang
berarti.
Terimakasih kepada seluruh pembimbing pada Stase Ilmu Radiologi di
RSUD Mardi Waluyo Blitar yang telah memberikan kesempatan dan pengarahan
dalam penyusunan laporan referat ini, terimakasih juga saya sampaikan kepada
semua pihak yang telah membantu terselesaikannya laporan ini dengan baik yang
tidak bisa saya sebutkan satu persatu saya ucapkan terimakasih.
Saya menyadari laporan yang saya susun dan saya selesaikan ini sangat
jauh dari kesempurnaan, untuk itu saya menunggu kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan laporan ini di waktu yang akan datang.
Akhir kata, semoga referat ini dapat bermanfaat bagi semua pihak,
khususnya bagi civitas akademik Fakultas Kedokteran Universitas Islam Malang.
WassalamualaikumWr. Wb.

Blitar, 20 Agustus 2020

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam
bidang kesehatan, serta merupakan penyebab kematian tersering ketiga di dunia
setelah penyakit jantung dan pembuluh darah otak. Pneumonia diketahui
menyebabkan 700.000 – 1 juta kematian per tahun nya. (1)
Di Amerika dengan cara invasif pun penyebab pneumonia hanya ditemukan
50%. Penyebab pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu beberapa hari
untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan pneumonia dapat menyebabkan kematian
bila tidak segera diobati, maka pada pengobatan awal pneumonia diberikan
antibiotika secara empiris. (2)
Di Indonesia tidak ada data epidemiologi khusus untuk infeksi saluran napas
bawah. Infeksi saluran napas bawah masih dimasukkan ke dalam kelompok yang
sama dengan infeksi saluran pernapasan akut. Berdasarkan riset kesehatan dasar
(Riskesdas) tahun 2018, prevalensi pneumonia meningkat menjadi 2%
dibandingkan dengan tahun 2013 (1,6%). Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya
didapatkan data sekitar 180 pneumonia komuniti dengan angka kematian antara
20-35 %. Pneumonia komuniti menduduki peringkat keempat dan sepuluh
penyakit terbanyak yang dirawat pertahun. (3-5)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Paru


Paru-paru terletak pada rongga dada dekat dengan letak organ jantung dan
dilindungi oleh tulang rusuk. Paru-paru diliputi oleh suatu selaput ganda yang
disebut pleura. Paru-paru terdiri dari beberapa bagian; trakea, bronkus,
bronkiolus, dan alveolus yang merupakan unit fungsional dari paru-paru yang
berfungsi sebagai tempat pertukaran udara yaitu oksigen dan karbondioksida
dalam sistem respirasi(6).
Pada paru-paru, sebagian besar terdiri atas gelembung-gelembung udara
(alveolus) yang terdiri atas sel epitel dan endotel. Paru-paru kiri memiliki 2 lobus,
sedangkan paru-paru kanan memiliki 2 lobus(6).

Gambar 1. Anatomi Paru-paru

2.2 Definisi
Secara klinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang
disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Peradangan paru
yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk pneumonia.
Sedangkan peradangan paru yang disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan
kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-lain) disebut
pneumonitis(1).

Gambar 2. Pneumonia

2.3 Epidemiologi
Infeksi S. pneumoniae dapat dijumpai di seluruh dunia dan bersifat
endemik. Prevalensi kasus yang paling banyak dijumpai biasanya pada musim
panas sampai ke awal musim gugur yang dapat berlangsung satu sampai dua
tahun. Infeksi tersebar luas dari satu orang ke orang lain dengan percikan air liur
(droplet) sewaktu batuk. Itulah sebabnya infeksi kelihatan menyebar lebih mudah
antara populasi yang padat manusianya misalnya di sekolah, asrama, pemukiman
yang padat dan camp militer. (7)
WHO memperkirakan bahwa hingga 1 juta kematian disebabkan oleh
bakteri Streptococcus pneumoniae, dan lebih dari 90% dari kematian ini terjadi di
negara-negara berkembang. Kematian akibat pneumonia umumnya menurun
dengan usia sampai dewasa akhir. Di Inggris, kejadian tahunan dari pneumonia
adalah sekitar 6 kasus untuk setiap 1000 orang untuk kelompok usia 18-39 tahun.
Bagi mereka yang berusia lebih dari 75 tahun, ini meningkat menjadi 75 kasus
untuk setiap 1000 orang. Sekitar 20-40% individu yang dirawat inap di masuk
rumah sakit akibat pneumonia, dengan antara 5-10% dirawat di unit perawatan
kritis. Demikian pula, angka kematian di Inggris adalah sekitar 5-10%. Individu-
individu ini juga lebih cenderung memiliki episode berulang dari pneumonia.
Orang-orang yang dirawat di rumah sakit untuk alasan apapun juga beresiko
tinggi untuk pneumonia. (2)
2.4 Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu
bakteri, virus, jamur dan protozoa. Pneumonia komuniti banyak disebabkan oleh
bakteri Gram Positif, sedangkan pneumonia di rumah sakit banyak disebabkan
oleh bakteri Gram Negatif, dan pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh
bakteri anaerob. Namun, akhir-akhir ini laporan dari beberapa kota di Indonesia
menunjukkan bahwa bakteri yang ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita
pneumonia komuniti adalah bakteri Gram Negatif. (1)
Bakteri
Agen penyebab pneumonia dibagi menjadi organisme Gram Positif dan
Gram Negatif, seperti: Streptococcus pneumoniae (pnemokokus), Streptococcus
piogenes, Staphylococcus aureus, Klebsiella pneumoniae, Legionella sp.,
Haemophyllus influenza. (8)
Virus
Influenza virus, Parainfluenza virus, Syncytial adenovirus, chicken-pox
(cacar air), Rhinovirus, Cytomegalovirus, Virus herpes simpleks, Hanta virus. (8)
Fungi
Aspergilus, Phycomycetes, Blastomycetes Dermatidis, Histoplasma
capsulatum. (8)
Aspirasi
Makanan, kerosene (bensin, minyak tanah), cairan amnion, benda asing. (8)

Beberapa kelompok mempunyai faktor risiko yang lebih tinggi untuk


terkena pneumonia, yaitu:
1. Usia lebih dari 65 tahun
2. Merokok
3. Malnutrisi, baik karena kurangnya asupan makan ataupun dikarenakan penyakit
kronis lain
4. Kelompok dengan penyakit paru, termasuk kista fibrosis, asma, PPOK, dan
emfisema
5. Kelompok dengan masalah-masalah medis lain, termasuk diabetes dan penyakit
jantung
6. Kelompok dengan penurunan sistem imunitas dikarenakan HIV, transplantasi
organ, kemoterapi atau penggunaan steroid lama
7. Kelompok dengan ketidakmampuan untuk batuk karena stroke, obat-obatan
sedatif atau alkohol, atau mobilitas yang terbatas
8. Kelompok yang sedang menderita infeksi traktus respiratorius atas akibat virus
(8)

Etiologi pneumonia sulit dipastikan karena kultur sekret bronkus merupakan


tindakan yang sangat invasif sehingga tidak dilakukan. Hasil penelitian 44-85%
CAP disebabkan oleh bakteri atau virus, dan 25-40% diantaranya disebabkan
lebih dari satu patogen. Patogen penyebab pneumonia bervariasi, tergantung dari:
1. Usia.
2. Kondisi lingkungan (epidemiologi setempat, polusi udara).
3. Status imunisasi.
4. Faktor pejamu (penyakit penyerta, malnutrisi). (8)

Ada beberapa faktor risiko utama untuk patogen tertentu pada pneumonia (9):
Patogen Faktor Risiko
Staphylococcus aureus Koma, cedera kepala, influenza,
Methicillin-resistant S. aureus pemakaian obat IV, DM, gagal ginjal

Pseudomonas aeruginosa Riwayat terapi antibiotik, penggunaan


ventilator > 2 hari, lama dirawat di
ICU, terapi steroid, kelainan struktur
paru (bronkiektasis, kistik fibrosis),
malnutrisi
Anaerob Aspirasi (pasca operasi abdomen)
Acinetobacter spp. Antibiotik, ventilasi mekanik

Sebagian besar pneumonia bakteri didahului oleh infeksi virus. Etiologi


berdasarkan umur dibagi menjadi:
1. Bayi baru lahir (neonatus – 2 bulan).
Organisme saluran genital ibu: Streptokokus grup B, Escherichia coli,
Listeria monocytogenes, Chlamydia trachomatis, dan bakteri Gram negatif
lain. Penyebab tersering adalah akibat sifilis kongenital  pneumonia alba.
Sumber infeksi lain: Pasase transplasental, aspirasi mekonium, dan CAP.
2. Usia > 2 – 12 bulan.
Mikroorganisme tersering yang menjadi penyebab: Streptococcus aureus
dan Streptokokus grup A  tidak sering tetapi fatal. Pneumonia dapat
ditemukan pada 20% anak dengan pertusis.
3. Usia 1 – 5 tahun
Mikroorganisme yang menjadi penyebab: Streptococcus pneumonia, H.
influenzae, Stretococcus grup A, dan S. aureus. Tersering akibat Chlamydia
pneumonia: banyak pada usia 5-14 tahun (disebut pneumonia atipikal).
4. Usia sekolah, remaja sampai dengan dewasa
S. pneumonia, Streptokokus grup A, dan Mycoplasma pneumonia
(pneumonia atipikal) terbanyak.(8) Ada beberapa faktor lain yang dapat
meningkatkan resiko infeksi oleh patogen tertentu pada pneumonia komunitas.
(9)

2.5 Patofisiologi
Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme di paru.
Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi
ketidakseimbangan pada daya tahan tubuh, mikroorganisme dapat berkembang
biak dan menimbulkan penyakit. (1)
Resiko infeksi di paru sangat tergantung pada kemampuan mikroorganisme
untuk sampai dan merusak permukaan epitel saluran napas. Ada beberapa cara
terjadinya kerusakan permukaan epitel saluran napas:
1. Inokulasi langsung mikroorganisme
2. Penyebaran mikroorganisme melalui pembuluh darah
3. Inhalasi
4. Kolonisasi mikroorganisme di permukaan mukosa. (1)

Dari keempat cara tersebut diatas, yang terbanyak adalah secara kolonisasi.
Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikobakteria,
atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5-2,0 µm melalui udara dapat
mencapai bronkus terminal atau alveolus dan selanjutnya terjadi proses infeksi.
Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian
terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal
ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari
sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50 %) juga
pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan penyalahguna obat
(drug abuse) (2). Sekresi orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi 10
8-10/ml, sehingga aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001-1,1 ml) dapat
memberikan titer inokulum bakteri yang tinggi sehingga terjadi pneumonia. (1)
Pada pneumonia, mikroorganisme biasanya masuk secara inhalasi atau
aspirasi. Umumnya mikroorganisme yang terdapat disaluran napas bagian atas
sama dengan di saluran napas bagian bawah, akan tetapi pada beberapa penelitian
tidak ditemukan jenis mikroorganisme yang sama. (1)
Bila pertahanan tubuh tidak kuat, maka mikroorganisme dapat melalui jalan
nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan
jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu
proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu:
1. Stadium I (4 – 12 jam pertama/ kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah paru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.
Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel
mast setelah pengaktifan sel imun akibat cedera jaringan. Mediator-mediator
tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga
mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin
dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan
peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan
eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan
dan edema di ruang antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara
kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen
dan karbondioksida, dimana perpindahan gas ini dalam darah paling
berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen
hemoglobin. (10)

2. Stadium II (48 jam berikutnya)


Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah
merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian
dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya
penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi
merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak
ada atau sangat minimal sehingga pasien akan bertambah sesak, stadium ini
berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam. (10)
3. Stadium III (3 – 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa
sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap
padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu
dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti. (10)
4. Stadium IV (7 – 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat mengalami lisis dan
diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula. (10)

2.6 Klasifikasi
1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis:
a. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
b. Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia/ nosocomial
pneumonia)
c. Pneumonia aspirasi
d. Pneumonia pada pasien Immunocompromised
Pembagian ini penting untuk memudahkan penatalaksanaan (1)
2. Berdasarkan bakteri penyebab
a. Pneumonia bakterial/tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa
bakteri mempunyai tendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya
Klebsiella pada penderita alkoholik, Staphyllococcus pada penderita pasca
infeksi virus influenza.
b. Pneumonia atipikal. Disebabkan oleh Mycoplasma, Legionella dan
Chlamydia
3. Berdasarkan predileksi infeksi
a. Pneumonia lobaris.
Sering pada pneumonia bacterial. Jarang terjadi pada bayi dan orang tua.
Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan sekunder
disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya: pada aspirasi benda asing atau
proses keganasan. Pneumonia lobaris dapat melibatkan satu atau beberapa
lobus paru. Bronkus besar biasanya tetap terisi udara sehingga didapatkan
gambaran air-bronchogram sign.

Gambar 2. Pneumonia Lobaris


Tampak gambaran gabungan konsolidasi berdensitas tinggi pada satu
segmen/lobus (lobus kanan bawah PA maupun lateral) atau bercak yang
mengikutsertakan alveoli yang tersebar.

b. Bronkopneumonia.
Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada lapangan paru. Dapat
disebabkan oleh bakteri maupun virus. Sering pada bayi dan orang tua.
Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus.
Gambar 3. Bronkopneumonia

c. Pneumonia interstisial.
Terutama terjadi pada jaringan penyangga; yaitu dinding bronkus
interstisial dan peribronkial. Peradangan dapat ditemukan pada infeksi virus
dan mycoplasma. Pada pneumonia interstisial terjadi edema dinding
bronkioli dan edema jaringan interstisial peribronkial. Gambaran radiologis
pneumonia interstisial berupa bayangan udara pada alveolus yang diliputi
oleh perselubungan yang tidak merata. (1)

Gambar 4. Pneumonia Interstisial

2.7 Diagnosis
1. Gambaran klinis
a. Anamnesis
Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam, menggigil, suhu
tubuh meningkat dapat melebihi 40oC, batuk dengan dahak mukoid atau
purulen kadang-kadang disertai darah, sesak napas dan nyeri dada.
 Evaluasi faktor predisposisi :
 PPOK : H. Influenza
 Penyakit kronik : lebih dari satu kuman
 kejang / tidak sadar : aspirasi Gram negatif, anaerob
 Penurunan imunitas : gram negatif
 Kecanduan obat bius : staphylococcus
 Berdasarkan lokasi
 PK : S. Pneumoniae, H. Influenza, M. Pneumoniae
 PN : Staphylococcus aureus
 Usia pasien
 Bayi : virus
 Muda : M. Pneumoniae
 Dewasa : S. Pneumoniae
 Awitan
 Cepat, akut, dengan rusty coloured sputum : S. Pneumoniae
 Perlahan, batuk dengan dahak sedikit : M. Pneumoniae
b. Pemeriksaan fisik
Temuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di paru. Pada
inspeksi dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, pada
palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi
terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronkial yang mungkin
disertai ronki basah halus, yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada
stadium resolusi (1)

2. Pemeriksaan penunjang
a. Gambaran radiologis
Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama
untuk menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat
sampai konsolidasi dengan "air bronchogram" serta gambaran kavitas.

(a)

(b)
Gambar 4. Macam-macam gambaran radiologis pneumonia; (a) infiltrat 11, (b)
konsolidasi dengan air-bronchogram12.

Foto toraks saja tidak dapat menentukan penyebab pneumonia, hanya


merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya gambaran
pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh Steptococcus pneumoniae.
Gambar 5. Pneumonia lobaris
Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat bilateral atau
gambaran bronkopneumonia. Sedangkan Klebsiella pneumoniae sering
menunjukkan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun
dapat mengenai beberapa lobus. Pada pasien yang mengalami perbaikan
klinis ulangan foto toraks dapat ditunda karena resolusi pneumonia
berlangsung 4 – 12 minggu.

(a)
(b)
Gambar 6. (a) Gambaran infiltrat bilateral, (b) Gambaran konsolidasi lobus
atas kanan

b. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit,
biasanya lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada
hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan
LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak,
kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20- 25% penderita
yang tidak diobati. Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dan
hiperkarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik. (1)

2.8 Diagnosis Banding


1. Tuberkulosis Paru (TB), adalah suatu penyakit infeksi menular yang
disebabkan oleh M. tuberculosis. Jalan masuk untuk organisme M.
tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan. Gejala klinis TB
antara lain batuk lama yang produktif (durasi lebih dari 3 minggu), nyeri dada,
dan hemoptisis dan gejala sistemik meliputi demam, menggigil, keringat
malam, lemas, hilang nafsu makan dan penurunan berat badan. (9)
Gambar 7. Gambaran cavitas pada paru lobus atas kanan pada foto thorax PA

2. Atelektasis, yaitu pengembangan paru yang tidak sempurna dan menyiratkan


arti bahwa alveolus pada bagian paru yang terserang tidak mengandung udara
dan kolaps. (9)

Gambar 8. Atelektasis pada foto thorax proyeksi PA


3. Efusi Pleura

Memberi gambaran yang mirip dengan pneumonia, tanpa air

bronchogram. Terdapat penambahan volume sehingga terjadi pendorongan

jantung, trakea, dan mediastinum kearah yang sehat. Rongga thorax membesar.

Pada edusi pleura sebagian akan tampak meniscus sign (+) tanda khas pada efusi

pleura.

Gambar 9. Efusi pleura pada foto thorax posisi PA


2.9 Penatalaksanaan
Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian
antibiotik pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme
dan hasil uji kepekaannya, akan tetapi karena beberapa alasan yaitu:
1. Penyakit yang berat dapat mengancam jiwa
2. Bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab
pneumonia.
3. Hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu (1)

Pengobatan Pneumonia dibagi menjadi dua antara lain :


a. Pneumonia Komunitas
Kelompok I : pasien berobat jalan tanpa riwayat penyakit jantung paru
dan tanpa adanya faktor peubah (resiko pneumokokkus resisten, infeksi
gram negatif, resiko infeksi P. Aeruginosa-RPA.
Kelompok II : pasien berobat jalan dengan riwayat penyakit jantung
paru dengan atau tanpa adanya faktor peubah.
Kelompok IIIa. : pasien dirawat di RS diluar ICU.
Kelompok IIIb. : pasien tidak disertai tidak disertai penyakit jantung –
pare dan tidak ada faktor pengubah.
Kelompok IV : pasien dirawat di ICU ( a. Tanpa resiko persisten P.
Aeruginosa-RPA dan b. Dengan resiko).

b. Pneumonia Nosokomial
Pemberian terapi empirik antibiotik awal untuk pneumonia nosokomial
yang tidak disertai faktor resiko untuk patogen resisten jamak, dengan
onset dini pada semua tingkat berat sakit adalah dengan antibiotik
spektrum terbatas :
Patogen Potensial Antibiotik yang disarankan
S. pneumoniae Seftriakson
H. influenza
Atau
Gram negatif sensitif antibiotik:
Levofloksasin, moksifloksasin,
 K. pneumoniae
atau ciprofloksasin
 Enterobacter spp.
Atau
 Serratia marcesens
Ampisilin/sulbaktam
Atau
Ertapenem

Selain itu bisa juga dengan menggunakan antibiotik spektrum luas.


Pemberian antibiotik harus diberikan sesegera mungkin. Jika ada faktor
resiko resistensi maka antibiotik diberikan secara kombinasi, jika tidak
ada resiko maka diberikan monoterapi.
Modifikasi antibiotik biasanya diberikan setelah didapat hasil
bakteriologik dari bahan sputum atau darah. Respon terhadap antibiotik
dievaluasi dalam 72 jam.
2.10 Komplikasi
Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam
rongga thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran
bakteremia dan hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis adalah
komplikasi yang jarang dari penyebaran infeksi hematologi. (1)
Pneumonia biasanya dapat obati dengan baik tanpa menimbulkan
komplikasi. Bagaimanapun, komplikasi dapat terjadi pada beberapa pasien
terutama penderita yang termasuk ke dalam kelompok resiko tinggi (faktor
risiko).
Akumulasi cairan: cairan dapat menumpuk diantara pleura dan bagian
bawah dinding dada (disebut efusi pleura) dan dapat pula terjadi empiema. Chest
tube (atau drainase secara bedah) mungkin dibutuhkan untuk mengeluarkan
cairan. (2)
Abses: pengumpulan pus (nanah) pada area yang terinfeksi pneumonia
disebut dengan abses. Biasanya membaik dengan terapi antibiotik, namun
meskipun jarang terkadang membutuhkan tindakan bedah untuk membuangnnya.
Bakteremia: Banteremia muncul bila infeksi pneumonia menyebar dari paru
masuk ke peredaran darah. Ini merupakan komplikasi yang serius karena infeksi
dapat menyebar dengan cepat melaui peredaran darah ke organ-organ lain. (2)
Kematian: walaupun sebagian besar penderita dapat sembuh dari
pneumonia, pada beberapa kasus dapat menjadi fatal. Kurang dari 3% penderita
yang dirawat di rumah sakit dan kurang dari 1% penderita yang dirawat di rumah
meninggal dunia oleh peneumonia atau komplikasinya. (2)

2.11 Prognosis
Prognosis penyakit pneumonia secara umum baik, tergantung dari kuman
penyebab dan penggunaan antibiotika yang tepat serta adekuat. Perawatan yang
baik serta intensif sangat mempengaruhi prognosis penyakit pada penderita yang
dirawat. (9)
1. Pneumonia Komunitas
Kejadian PK di USA adalah 3.4-4 juta kasus pertahun, dan 20% di
antaranya perlu dirawat di RS. Secara umum angka kematian pneumonia oleh
pneumokokkus adalah sebesar 5%, namun dapat meningkat pada orang tua
dengan kondisi yang buruk. Pneumonia dengan influenza di USA merupakan
penyebab kematian no. 6 dengan kejadian sebesar 59%. Sebagian besar pada
lanjut usia yaitu sebesar 89%. Mortalitas pasien CAP yang dirawat di ICU
adalah sebesar 20%. Mortalitas yang tinggi ini berkaitan dengan faktor perubah
yang ada pada pasien. (9)
2. Pneumonia nosokomial
Angka mortalitas PN dapat mencapai 33-50%, yang bisa mencapai 70%
bila termasuk yang meninggal akibat penyakit dasar yang dideritanya.
Penyebab kematian biasanya adalah akibat bakteremia terutama oleh Ps.
Aeruginosa atau Acinobacter spp. (9).
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut yang mengenai parenkim
paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan
alveoli yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil
disebabkan oleh penyebab non-infeksi yang akan menimbulkan konsolidasi
jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Organisasi Kesehatan Dunia
memperkirakan bahwa satu dari tiga kematian bayi baru lahir disebabkan
pneumonia. Lebih dari dua juta anak di bawah lima tahun meninggal setiap tahun
di seluruh dunia. WHO juga memperkirakan bahwa hingga 1 juta ini (vaksin
dicegah) kematian disebabkan oleh bakteri Streptococcus pneumoniae, dan lebih
dari 90% dari kematian ini terjadi di negara-negara berkembang.
Etiologi pneumonia antara lain:
1. Bakteri: Diplococcus pneumonia, Pneumococcus, Streptococcus hemolyticus,
Streptococcus aureus, Hemophilus influenza, Bacillus Friedlander.
2. Virus: Respiratory syncytial virus, virus influenza, adenovirus,
cytomegalovirus.
3. Jamur: Mycoplasma pneumoces dermatitides, Coccidioides immitis,
Aspergillus, Candida albicans.
4. Aspirasi: Makanan, kerosene (bensin, minyak tanah), cairan amnion, benda
asing.
Diagnosis pneumonia ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik serta dibantu dengan pemeriksaan penunjang, antara lain: pemeriksaan
radiologis, laboratorium, dan bakteriologis.
DAFTAR PUSTAKA

1. PDPI. 2003. Pneumonia Komuniti-Pedoman Diagnosis Dan Penatalaksaan Di


Indonesia, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia
2. Metlay JP, Waterer GW, Long AC, Anzueto A, Brozek J, Crothers K, et al.
Diagnosis and treatment of adults with community-acquired pneumonia: An
official clinical practice guideline of the American Thoracic Society and
Infectious Diseases Society of America. Am J Respir Crit.Care Med; 2019; 200
(7): 45-67. Available at: https://doi.org/10.1164/rccm.201908-1581ST 
3. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT). Badan Litbang Depkes RI, Jakarta
2002.
4. Laporan tahunan bagian Pulmonologi FKUI, Jakarta tahun 2002.
5. Kemenkes RI. Hasil utama Riskesdas tahun 2018. Available at:
http://www.depkes.go.id/resources/download/info-
terkini/materi_rakorpop_2018/Hasil%20Riskesdas%202018.pdf
6. Drake RL, Vogl AW, Mitchell AWM. 2015. Gray’s Anatomy for Students. (3rd
ed.)
7. Helmi et all. 2005. Pneumonia Mikoplasma.
8. Leman, 2007. Pneumonia dan Bronkopneumonia di Indonesia.
9. Sudoyo, 2005. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi IV. Penerbit FK
UI.
10. Fauci, et al,. 2009. Harrison’s Manual Of Medicine. 17th Edition. By The
Mc Graw-Hill Companies In North America.
11. Gerstenmaier JF. Flitting pneumonia. Radiopaedia. 2020. Available at:
https://radiopaedia.org/cases/flitting-pneumonia
12. Lloyd-Jones G. Chest x-ray abnormalities: Lung abnormalities. Radiology
Masterclass. 2019. Available at:
https://www.radiologymasterclass.co.uk/tutorials/chest/chest_pathology/chest_
pathology_page3
13. Kurniawan, dkk. 2009. Pneumonia Pada Dewasa. FK Universitas Riau.
Pekanbaru.

Anda mungkin juga menyukai