Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN KASUS

PNEUMONIA

Pembimbing :
dr. Joseph

Disusun oleh :
Rika Arianta Sitepu

100100219

Trigenesis Pasaribu

100100367

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis penjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah
melimpahkan berkatnya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan laporan kasus yang
berjudul Pneumonia ini dengan lancar dan tanpa halangan yang berarti. Terima kasih juga
penulis ucapkan kepada pembimbing yang telah bersedia membimbing penyusunan laporan
kasus ini.
Pada laporan kasus ini, kami memaparkan tinjauan teoritis dan penatalaksanaan
pasien dengan penumonia di bangsal penyakit dalam RSUP HAM Medan. Adapun tujuan
penulisan laporan kasus ini adalah untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik senior pada
Departemen Ilmu Penyakit dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Dalam penyusunan laporan kasus ini, penulis mendapatkan banyak bimbingan dan
bantuan dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini penulis berterima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu penulis.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan kasus ini baik
segi isi maupun sistematika penulisan karena keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena
itu penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran dari semua pihak untuk menyempurnakan
laporan kasus ini. Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Desember 2014

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 3 KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pneumonia merupakan penyakit dari paru-paru dan sistem pernapasan dimana alveoli
(mikroskopik udara mengisi kantong dari paru yang bertangung jawab untuk menyerap
oksigen dari atmosfer) menjadi radang dan dengan penimbunan cairan. Pneumonia
disebabkan oleh berbagai macam sebab, meliputi nfeksi karena bakteri, virus, jamur atau
parasit. Pneumonia juga dapat terjadi karena bahan kimia atau kerusakan fisik dari paruparu, atau secara tak langsung dari penyakit lain seperti kanker paru atau pengunan
alkohol (Fransisca, 2000)
Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang
kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Dari data
SEAMIC Health Statistic 2001 influenza dan pneumonia merupakan penyebab kematian
nomor 6 di Indonesia, nomor 9 di Brunei, nomor 7 di Malaysia, nomor 3 di Singapura,
nomor 6 di Thailand dan nomor 3 di Vietnam (PDPI, 2003)
Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat
penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia dan
influenza. Insidensi pneumonia komuniti di Amerika adalah 12 kasus per 1000 orang per
tahun dan merupakan penyebab kematian utama akibat infeksi pada orang dewasa di
negara itu. Angka kematian akibat pneumonia di Amerika adalah 10 %. Di Amerika
dengan cara invasif pun penyebab pneumonia hanya ditemukan 50%. Penyebab
pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu beberapa hari untuk mendapatkan
hasilnya, sedangkan pneumonia dapat menyebabkan kematian bila tidak segera diobati,
maka pada pengobatan awal pneumonia diberikan antibiotika secara empiris (PDPI,
2003)
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes tahun 2001, penyakit infeksi saluran
napas bawah menempati urutan ke-2 sebagai penyebab kematian di Indonesia. Di SMF
Paru RSUP Persahabatan tahun 2001 infeksi juga merupakan penyakit paru utama, 58 %
diantara penderita rawat jalan adalah kasus infeksi dan 11,6 % diantaranya kasus
nontuberkulosis, pada penderita rawat inap 58,8 % kasus infeksi dan 14,6 % diantaranya
kasus nontuberkulosis. Di RSUP H. Adam Malik Medan 53,8 % kasus infeksi dan 28,6 %
diantaranya infeksi nontuberkulosis. Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data
sekitar 180 pneumonia komuniti dengan angka kematian antara 20 - 35 %. Pneumonia
komuniti menduduki peringkat keempat dan sepuluh penyakit terbanyak yang dirawat per
tahun (PDPI, 2003)

1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui dan memahami
mengenai keadaan pasien peneumonia, selain itu makalah ini juga bertujuan untuk
melengkapi persyaratan kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Pneumonia adalah penyakit saluran napas bawah (lower respiratory tract (LRT)) akut,
biasanya disebabkan oleh infeksi (Jeremy, 2007). Sebenarnya pneumonia bukan penyakit
tunggal. Penyebabnya bisa bermacam-macam dan diketahui ada sumber infeksi, dengan
sumber utama bakteri, virus, mikroplasma, jamur, berbagai senyawa kimia maupun partikel.
Penyakit ini dapat terjadi pada semua umur, walaupun manifestasi klinik terparah muncul
pada anak, orang tua dan penderita penyakit kronis (Elin, 2008).

2.2. Epidemiologi
Insidensi tahunan: 5-11 kasus per 1.000 orang dewasa; 15-45% perlu di rawat
dirumah sakit (1-4 kasus), dan 5-10% diobati di ICU. Insidensi paling tinggi pada pasien
yang sangat muda dan usia lanjut. Mortalitas: 5-12% pada pasien yang dirawat di rumah
sakit; 25-50% pada pasien ICU (Jeremy, 2007). Di United States, insidensi untuk penyakit ini
mencapai 12 kasus tiap 1.000 orang dewasa. Kematian untuk pasien rawat jalan kurang dari
1%, tetapi kematian pada pasien yang dirawat di rumah sakit cukup tinggi yaitu sekitar 14%
(Alberta Medical Association, 2002).
Di negara berkembang sekitar 10-20% pasien yang memerlukan perawatan di rumah
sakit dan angka kematian diantara pasien tersebut lebih tinggi, yaitu sekitar 30-40%
(Sajinadiyasa, 2011).
Di Indonesia sendiri, insidensi penyakit ini cukup tinggi sekitar 5-35% dengan
kematian mencapai 20-50% (Farmacia, 2006).

2.3. Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme yaitu bakteri,
virus, jamur, dan protozoa. Tabel 2.1 memuat daftar mikroorganisme dan masalah patologis
yang menyebabkan pneumonia (Jeremy, 2007).

Tabel 2.1 Daftar mikroorganisme yang menyebabkan pneumonia


Infeksi bakteri
Streptococcus
pneumoniae
Haemophillus influenza
Klebsiella pneumoniae
Pseudomonas aeruginosa
Gram-negatif (E. Coli)
Infeksi virus
Influenza
Coxsackie
Adenovirus
Sinsitial respiratori
(Jeremy, 2007)

Infeksi atipikal
Mycoplasma pneumoniae
Legionella pneumophillia
Coxiella burnetii
Chlamydia psittaci

Infeksi jamur
Aspergillus
Histoplasmosis
Candida
Nocardia

Infeksi Protozoa
Pneumocytis carinii
Toksoplasmosis
Amebiasis

Penyebab lain
Aspirasi
Pneumonia lipoid
Bronkiektasis
Fibrosis kistik

2.4. Klasifikasi

Pneumonia yang didapat dari komunitas (community acquired pneumonia, CAP):


pneumonia yang didapatkan di masyarakat yaitu terjadinya infeksi di luar lingkungan
rumah sakit. Infeksi LRT yang terjadi dalam 48 jam setelah dirawat di rumah sakit
pada pasien yang belum pernah dirawat di rumah sakit selama > 14 hari (Jeremy,
2007).
Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (nosokomial): pneumonia yang terjadi
selama atau lebih dari 48 jam setelah masuk rumah sakit. jenis ini didapat selama
penderita dirawat di rumah sakit (Farmacia, 2006). Hampir 1% dari penderita yang
dirawat di rumah sakit mendapatkan pneumonia selama dalam perawatannya.
Demikian pula halnya dengan penderita yang dirawat di ICU, lebih dari 60% akan
menderita pneumonia (Supandi, 1992).
Pneumonia aspirasi/anaerob: infeksi oleh bakteroid dan organisme anaerob lain
setelah aspirasi orofaringeal dan cairan lambung. Pneumonia jenis ini biasa didapat
pada pasien dengan status mental terdepresi, maupun pasien dengan gangguan refleks
menelan (Jeremy, 2007).
Pneumonia oportunistik: pasien dengan penekanan sistem imun (misalnya steroid,
kemoterapi, HIV) mudah mengalami infeksi oleh virus, jamur, dan mikobakteri,
selain organisme bakteria lain (Jeremy, 2007).
Pneumonia rekuren: disebabkan organisme aerob dan aneorob yang terjadi pada
fibrosis kistik dan bronkietaksis (Jeremy, 2007).

2.5. Patogenesis
Dalam keadaan sehat, pada pru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme,
keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di paru
merupakan akibat ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan
lingkungan, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya sakit.
Masuknya mikroorganisme ke saluran napas dan paru dapat memlalui berbagai cara:
a. Inhalasi langsung dari udara
b. Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring
c. Perluasan langsung dari tempat-tempat lain
d. Penyebaran secara hematogen (Supandi, 1992).

2.6. Faktor-Faktor yang mempengaruhi terjadinya Pneumonia


Diketahui beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya pneumonia yaitu:
A. Mekanisme pertahanan paru
Paru berusaha untuk mengeluarkan berbagai mikroorganisme yang terhirup seperti
partikel debu dan bahan-bahan lainnya yang terkumpul di dalam paru. Beberapa bentuk
mekanisme ini antara lain bentuk anatomis saluran napas, reflex batuk, sistem mukosilier,
juga sistem fagositosis yang dilakukan oleh sel-sel tertentu dengan memakan partikel-partikel
yag mencapai permukaan alveoli. Bila fungsi ini berjalan baik, maka bahan infeksi yang
bersifat infeksius dapat dikeluarkan dari saluran pernapasan, sehingga pada orang sehat tidak
akan terjadi infeksi serius.. Infeksi saluran napas berulang terjadi akibat berbagai komponen
sistem pertahanan paru yang tidak bekerja dengan baik.
B. Kolonisasi bakteri di saluran pernapasan
Di dalam saluran napas atau cukup banyak bakteri yang bersifat komnesal. Bila
jumlah mereka semakin meningkat dan mencapai suatu konsentrasi yang cukup, kuman ini
kemudian masuk ke saluran napas bawah dan paru, dan akibat kegagalan mekanisme
pembersihan saluran napas, keadaan ini bermanifestasi sebagai penyakit. Mikroorganisme
yang tidak menempel pada permukaan mukosa saluran anaps akan ikut dengan sekresi
saluran napas dan terbawa bersama mekanisme pembersihan, sehingga tidak terjadi
kolonisasi.
C. Pembersihan saluran nafas terhadap bahan infeksius
Saluran napas bawah dan paru berulangkali dimasuki oleh berbagai mikroorganisme
dari saluran napas atas, akan tetapi tidak menimbulkan sakit, ini menunjukkan adanya suatu
mekanisme pertahanan paru yang efisien sehingga dapat menyapu bersih mikroorganisme
sebelum mereka bermultiplikasi dan menimbulkan penyakit. Pertahanan paru terhadap

bahanbahan berbahaya dan infeksius berupa reflex batuk, penyempitan saluran napas, juga
dibantu oleh respon imunitas humoral (Supandi, 1992).

2.7. Faktor Resiko


Faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan peningkatan risiko pneumonia antara
lain usia > 65 tahun; dan usia < 5 tahun, penyakit kronik (misalnya ginjal, dan paru), diabetes
mellitus, imunosupresi (misalnya obat-obatan, HIV), ketergantungan alkohol, aspirasi
(misalnya epilepsi), penyakit virus yang baru terjadi (misalnya influenza), malnutrisi,
ventilasi mekanik, pascaoperasi, lingkungan, pekerjaan, pendingin ruangan (Jeremy, 2007;
Misnadirly, 2008).

2.8. Diagnosis
A. Anamnesis
Keluhan utama yang sering terjadi pada pasien pneumonia adalah sesak napas,
peningkatan suhu tubuh, dan batuk. Pada pasien dengan pneumonia, keluhan batuk biasanya
timbul mendadak dan tidak berkurang setelah meminum obat batuk yang biasanya tersedia di
pasaran. Pada awalnya keluhan batuk yang tidak produktif, tapi selanjutnya akan berkembang
menjadi batuk produktif dengan mucus purulen kekuning-kuningan, kehijau-hijauan, dan
seringkali berbau busuk. Pasien biasanya mengeluh mengalami demam tinggi dan menggigil.
Adanya keluhan nyeri dada, sesak napas, peningkatan frekuensi pernapasan, lemas, dan
kepala nyeri (Supandi, 1992; Jeremy, 2007; Alberta Medical Assosiation, 2011).
B. Diagnosa
Tujuannya adalah untuk menegakkan diagnosis, mengidentifikasi komplikasi, menilai
keparahan, dan menentukan klasifikasi untuk membantu memilih antibiotika (Jeremy, 2007).
Diagnosis pneumonia utamanya didasarkan klinis, sedangkan pemeriksaaan foto polos dada
perlu dilakukan untuk menunjang diagnosis, diamping untuk melihat luasnya kelainan
patologi secara lebih akurat (Supandi, 1992).

2.9. Gambaran Klinis


Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian atas
selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu tubuh kadangkadang melebihi 40oC, sakit tenggorok, nyeri otot, dan sendi. Juga disertai batuk, dengan
sputum purulen, kadang-kadang berdarah (Supandi, 1992).
Pada pasien muda atau tua dan pneumonia atipikal (misalnya Mycoplasma),
gambaran nonrespirasi (misalnya konfusi, ruam, diare) dapat menonjol (Jeremy, 2007).

2.10. Pemeriksaan Penunjang


A. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium tes darah rutin terdapat peningkatan sel darah putih
(White blood Cells, WBC) biasanya didapatkan jumlah WBC 15.000-40.000/mm3, jika
disebabkan oleh virus atau mikoplasme jumlah WBC dapat normal atau menurun (Supandi,
1992; Jeremy, 2007). Dalam keadaan leukopenia laju endap darah (LED) biasanya meningkat
hingga 100/mm3, dan protein reaktif C mengkonfirmasi infeksi bakteri. Gas darah
mengidentifikasi gagal napas (Jeremy, 2007). Kultur darah dapat positif pada 20-25%
penderita yang tidak diobati. Kadang-kadang didapatkan peningkatan kadar ureum darah,
akan tetapi kreatinin masih dalam batas normal (Supandi, 1992).
Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya lebih
dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit terdapat
pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi
diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20 25% penderita yang tidak diobati. Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dan hikarbia,
pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.
B. Gambaran Radiologis
Gambaran radiologis pada pneumonia tidak dapat menunjukkan perbedaan nyata
antara infeksi virus dengan bakteri. Pneumonia virus umumnya menunjukkan gambaran
infiltrat intertisial dan hiperinflasi. Pneumonia yang disebabkan oleh kuman Pseudomonas
sering memperlihatkan adanya infiltrate bilateral atau bronkopneumonia.

Gambar 2.10 : gambaran dari Foto Thorax Pneumonia

Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk menegakkan


diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsolidasi dengan " air
broncogram", penyebab bronkogenik dan interstisial serta gambaran kaviti. Foto toraks saja
tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk kearah
diagnosis etiologi, misalnya gambaran pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh
Steptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat bilateral
atau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukkan
konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus.

2.11. Penatalaksanaan
A. Terapi antibiotika awal
menggambarkan tebakan terbaik berdasarkan pada klasifikasi pneumonia dan
kemungkinan organisme, karena hasil mikrobiologis tidak tersedia selama 12-72 jam. Tetapi
disesuaikan bila ada hasil dan sensitivitas antibiotika (Jeremy, 2007).
Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian antibiotik pada
penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme dan hasil uji kepekaannya,
akan tetapi karena beberapa alasan yaitu :
1. penyakit yang berat dapat mengancam jiwa
2. bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab pneumonia.
3. hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu.
maka pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris. Secara umum
pemilihan antibiotik berdasarkan baktri penyebab pneumonia dapat dilihat sebagai berikut :
Penisilin sensitif Streptococcus pneumonia (PSSP)
Golongan Penisilin
TMP-SMZ
Makrolid
Penisilin resisten Streptococcus pneumoniae (PRSP)
Betalaktam oral dosis tinggi (untuk rawat jalan)
Sefotaksim, Seftriakson dosis tinggi
Marolid baru dosis tinggi
Fluorokuinolon respirasi
Pseudomonas aeruginosa
Aminoglikosid
Seftazidim, Sefoperason, Sefepim
Tikarsilin, Piperasilin
Karbapenem : Meropenem, Imipenem
Siprofloksasin, Levofloksasin

Methicillin resistent Staphylococcus aureus (MRSA)


Vankomisin
Teikoplanin
Linezolid
Hemophilus influenzae
TMP-SMZ
Azitromisin
Sefalosporin gen. 2 atau 3
Fluorokuinolon respirasi
Legionella
Makrolid
Fluorokuinolon
Rifampisin
Mycoplasma pneumoniae
Doksisiklin
Makrolid
Fluorokuinolon
Chlamydia pneumoniae
Doksisikin
Makrolid

B. Tindakan suportif
meliputi oksigen untuk mempertahankan PaO2 > 8 kPa (SaO2< 90%) dan resusitasi
cairan intravena untuk memastikan stabilitas hemodinamik. Bantuan ventilasi: ventilasi non
invasif (misalnya tekanan jalan napas positif kontinu (continous positive airway pressure),
atau ventilasi mekanis mungkin diperlukan pada gagal napas. Fisioterapi dan bronkoskopi
membantu bersihan sputum (Jeremy, 2007).

2.12. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi :
Efusi pleura.
Empiema.
Abses Paru.
Pneumotoraks.
Gagal napas.
Sepsis

BAB III
KESIMPULAN
Pneumonia merupakan penyakit dari paru-paru dan sistem pernapasan dimana
alveoli(mikroskopik udara mengisi kantong dari paru yang bertanggung jawab untuk
menyerap oksigen dari atmosfer) menjadi radang dan dengan penimbunan cairan.Pneumonia
disebabkan oleh berbagai macam sebab,meliputi infeksi karena bakteri,virus,jamur atau
parasit. Pneumonia juga dapat terjadi karena bahan kimia atau kerusakan fisik dari paruparu,
atau secara tak langsung dari penyakit lain seperti kanker paru atau penggunaan alkohol.
Gejala khas yang berhubungan dengan pneumonia meliputi batuk,nyeri dada
demam,dan sesak nafas.Alat diagnosa meliputi sinar-x dan pemeriksaan sputum.Pengobatan
tergantung penyebab dari pneumonia; pneumonia kerena bakteri diobati dengan antibiotika.
Pneumonia merupakan penyakit yang umumnya terjadi pada semua kelompok umur, dan
menunjukan penyebab kematian pada orang tua dan orang dengan penyakit kronik.Tersedia
vaksin tertentu untuk pencegahan terhadap jenis pnuemonia. Prognosis untuk tiap orang
berbeda tergantung dari jenis pneumonia, pengobatan yang tepat, ada tidaknya komplikasi
dan kesehatan orang tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
adams,HPJ.; Bendixen,BH.; Kappelle,LJ.; Biller,J.; Love,BB.; Gordon,DL.; et al. 1993.
Classification of subtype of acute ischemic stroke: definitions for use in a
multicenter clinical trial. TOAST. Trial of Org 10172 in Acute Stroke
Treatment. Stroke.;24:3541.
Adi,P. 2009. Pengelolaan Saluran Cerna Bagian Atas. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Alwi I, Simaribrata MK, Setiati S (Ed.). Buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid I,
edisi V. InternaPublishing Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam
Indonesia. Jakarta Pusat. H.447- 452.
Akbar N. 2009. Kelainan Enzim Pada Penyakit Hati. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Alwi I, Simaribrata MK, Setiati S (Ed.). Buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid I,
edisi V. InternaPublishing Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam
Indonesia. Jakarta Pusat. H.640- 643.
Alhazzani,W.; Alenezi,F.; Jaeschke,RZ.; Moayyedi,P.; Cook,DJ. 2013. Proton Pump
Inhibitors Versus Histamine 2 Receptor Antagonists for Stress Ulcer
Prophylaxis in Critically Ill Patients: A Systematic Review and Meta-Analysis.
Crit Care Med 2013; 41:00.
Alhazzani,W.; Alshahrani,M.; Moayyedi,P.; Jaeschke,R. 2012. Stress ulcer prophylaxis in
critically ill patients: review of the evidence. Pol Arch Med Wewn; 122 (3):
107-114.
Ali,T.; Harty,RF. 2009. Stress-Induced Ulcer Bleeding in Critically Ill
Patients.Gastroenterol Clin N Am; 38; 245265.
Arif,A.; Sjamsudin,U. 2007. Obat Lokal. Dalam: Ganiswarna,SG.; Setiabudy,R.;
Suyatna,FD.; Purwantyastuti.; Nafrialdi. (Ed.). Farmakologi dan Terapi, Edisi 5.
Bagian Farmakologi FK UI. Jakarta. H.501-522.
Barrett,KE.; Barman,SM.; Boitano,S.; Brooks,H. 2010. Ganongs Review of Medical
Physiology, 23rd Edition. McGraw-Hill. USA.

Becker,JU.;

Wira,CR.; Arnold,JL. 2010. Stroke, Ischemic. Available


http://emedicine.medscape.com/article/793904. Cited at:11/17/2010.

from:

Bellomo,R.; Ronco,C.; Kellum,JA.; Mehta,RL.; Palevsky,P. 2004. Acute renal failure definition, outcome measures, animal models, fluid therapy and information
technology needs: the Second International Consensus Conference of the Acute
Dialysis Quality Initiative (ADQI) Group. Crit Care 8 (4): R20412.
Caplan,LR. 2009. Caplans Stroke: A Clinical Approach, Fourth Edition. Philadelphia,
Saunders Elsevier. Cook,DJ.; Fuller,HD.; Guyat,GH.; Marshall,JC.; Leasa,D.;

Hall,R.; et al. 1994. Risk Factors for Gastrointestinal Bleeding in Critically Ill
Patients. NEJM.Vol 330.No 6.377-81.
Dahlan, MS. 2010. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam Penelitian Kesehatan.
Salemba Medika. Jakarta. H.46-60.
Davenport,RJ.; Dennis,MS.; Warlow,CP. 1996. Gastrointestinal Hemorrhage After Acute
Stroke. Stroke; 27: 421-424.
Djojoningrat,D. 2011. Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas (Hematesis
Melena). Dalam: Rani,A.; Simadibrata,M.; Syam,AF. (Ed.). Buku Ajar
Gastroenterologi, Edisi I. Interna Publishing. Jakarta. H. 33-43.

Hoffmann,S.; Malzahn,U.; Harms,H.; Koennecke,HC.; Berger,K.; Kalic,M.; et al. 2012.


Development of a Clinical Score (A2DS2) to Predict Pneumonia in Acute
Ischemic Stroke. Stroke;43:00-00.
Howard,G.; Howard,FG. 2009. Stroke Epidemiology. In : Goldstein,LB. (Ed). A Primer on
Stroke Prevention and Treatment, An Overview Based on AHA/ ASA
Guidelines. p: 3-10. Wiley-Blackwell. USA.
Katzung. 2005. Basic and Clinical Pharmacology, 9th Edition. Mc Graw Hill. Boston.
Koennecke,HC.; Belz,W.; Berfelde,D.; Endres,M.; Fitzek,S.; Hamilton,F.; et al. 2011.
Factors influencing in-hospital mortality and morbidity in patients treated on a
stroke unit. Neurology;77:965972.
Misbach,J. 2007. Pandangan Umum Mengenai Stroke. Dalam : Rasyid,A.; dan Soertidewi,L.;
(Ed). Unit Stroke. Manajemen Stroke Secara Komprehensif. Hal 1-9. Balai
Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Misbach,J.; Jannis, J. 2011. Diagnosis Stroke. Dalam: Misbach,J. Soertidewi,L. Jannis,J.
(Ed.). Stroke, Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen. Badan Penerbit FK
UI. Jakarta.
Pneumonia Komuniti, Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. 2003.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). Jakarta.
Pneumonia Nasokomial, Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. 2003.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). Jakarta.
Pongprasobchai, S.; Samruay Kridkratoke,S.; Nopmaneejumruslers,C. 2009. Proton Pump
Inhibitors for the Prevention of Stress-Related Mucosal Disease in Critically-Ill
Patients: A Meta-Analysis. J Med Assoc Thai 2009; 92 (5): 632-7.

Sjamsudin,U.; Dewoto,HR. 2007. Histamin dan Antialergi. Dalam: Ganiswarna,SG.;


Setiabudy,R.; Suyatna,FD.; Purwantyastuti.; Nafrialdi. (Ed.). Farmakologi
dan Terapi, Edisi 5. Bagian Farmakologi FK UI. Jakarta. H. 248-261.
Soertidewi,L. 2011. Pemantauan Dengan Skala Stroke. Dalam: Misbach,J. Soertidewi,L.
Jannis,J. (Ed.). Stroke, Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen. Badan
Penerbit FK UI. Jakarta.
Soertidewi,L. Misbach,J. 2011. Epidemiologi Stroke. Dalam: Misbach,J. Soertidewi,L.
Jannis,J. (Ed.). Stroke, Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen. Badan
Penerbit FK UI. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai