Anda di halaman 1dari 18

Hipoglikemia

Oleh : Deanurva C. P

LABORATORIUM ILMU KESEHATAN ANAK


RSUD KANJURUHAN KEPANJEN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
ISLAM MALANG
2020
Definisi
 Hipoglikemia adalah kadar gula plasma kurang dari 2,6 mmol/L (< 47
mg/dl) dengan atau tanpa gejala.
Untuk neonatus aterm berusia kurang dari 72 jam dipakai batas kadar gula
plasma 35 mg/dL.
Sedangkan untuk neonatus prematur dan KMK (Kecil Masa Kehamilan) yang
berusia kurang dari 1 minggu, disebut hipoglikemia bila kadar gula darah
plasma kurang dari 25 mg/dl.
Epidemiologi
 Insiden dari hipoglikemia simptomatik pada neonatus bervariasi dari 1.3-
3/1000 kelahiran.

 Prematur, hipotermia, hipoksia, ibu yang menderita diabetes/gestasional


diabetes (1:1000 wanita hamil menderita diabetes insulin-dependen dan
gestasional diabetes muncul pada 2% wanita hamil), dan pertumbuhan janin
terhambat meningkatkan insidens hipoglikemia
Etiologi
 Persistent Hyperinsulinemic Hypoglicemia of Infancy.
 Penyimpanan glikogen yang terbatas ( misalnya pada prematur dan IUGR)
 Peningkatan penggunaan glukosa ( seperti pada kasus hipotermia,
polisitemia, sepsis, defisiensi hormon pertumbuhan ).
 Penurunan glikogenolisis, gluokoneogenesis, atau penggunaan substrat
alternatif ( misalnya pada gangguan metabolisme dan insufisiensi adrenal).
 Penurunan penyimpanan glikogen ( seperti pada stress akibat asfiksia
perinatal, dan starvation).
Gejala
 Pada neonatus dan bayi, hipoglikemia memberikan gejala iritabilitas,
tremor, kesulitan makan, letargi, hipotoni, takipnea, sianosis atau
apnea.
 Gejala hipoglikemia berdasarkan mekanisme penyebabnya :

1. Gejala otonom: berkeringat, kelaparan, parestesia, tremor, pucat,


kecemasan, mual, dan palpitasi karena aktivasi dari sistem saraf otonom
baik simpatis maupun parasimpatis;
2. Gejala neuroglikopeni : rasa panas, kecapean, lemah, pusing, sakit kepala,
tidak mampu untuk berkonsentrasi, pandangan kabur, sukar berbicara,
bingung, gangguan tingkah laku, kehilangan koordinasi, kejang, koma)
akibat dari efek kekurangan glukosa otak.
Patogenesis
 2.5.1 Prematuritas dan IUGR

Penelitian yang dilakukan pada kelompok bayi preterm dan IUGR


menemukan adanya perubahan pola sekresi insulin, metabolisme
substrat, dan respons hormonal terhadap perubahan konsentrasi glukosa
darah dibandingkan dengan bayi yang sesuai masa kehamilan (SMK/AGA)
(McGowen, 2003).
Bayi yang mengalami stress perinatal karena asfiksia atau hipotermia
atau mengalami peningkatan kerja otot pernapasan disebabkan oleh
distress napas mungkin memiliki penyimpanan glikogen normal, tetapi
jumlah glikogen yang tersedia tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan
tinggi dengan adanya tingkat penggunaan glukosa yang lebih tinggi dari
normal. McGowen, 2003).
Patogenesis
2.5.2 Bayi dari Ibu Diabetik (Infants of Diabetic Mother)

IDM memiliki sekresi insulin pancreas yang tinggi karena paparan


glukosa maternal dalam konsentrasi tinggi selama di dalam uterus.
Transportasi glukosa plasenta meningkat, berakibat pada hiperglikemia
janin, yang pada akhirnya akan menstimulasi sekresi insulin oleh pancreas
janin. Sekeresi insulin pancreas pada IDM jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan nonIDM.
Setelah lahir, konsentrasi glukosa darah yang tinggi sudah tidak ada,
tetapi kondisi hiperinsulinemia menetap, sehingga mengakibatkan rasio
insulin:glucagon tinggi pada postnatal. Akibatnya, glikogenolisis dan lipolysis
terhambat, enzim glukoneogenik tidak terinduksi, dan glukosa hepatik tetap
pada kadar yang rendah dalam kondisi glukosa darah yang rendah.
Patogenesis
 2.5.3 Eritroblastosis Fetalis dan Agen Tokolitik Beta Agonis

Bayi yang menderita eritroblastosis fetalis memiliki kadar insulin yang


tinggi dan jumlah sel beta pankreas yang banyak. Mekanisme terjadinya hal ini
masih belum jelas, tetapi salah satu hipotesis menjelaskan bahwa glutation
yang dirilis dari sel darah merah terhemolisis akan mengaktivasi insulin dalam
sirkulasi, dan kemudian memicu sekresi insulin serta up-regulation sel beta.
Penggunaan agen tokolitik beta agonis seperti terbutalin juga menyebabkan
hiperinsulinemia pada neonatus, terutama jika agen tersebut digunakan
selama lebih dari 2 minggu dan dihentikan pada waktu kurang dari 1 minggu
sebelum persalinan. Neonatus yang berada dalam kondisi ini akan memiliki
penyimpanan glikogen rendah, yang akan menyebabkan terjadinya
hiperinsulinemia serta efek-efek yang timbul karena rendahnya kadar glukosa
(McGowen, 2003).
Patogenesis
 2.5.4 Kelainan Metabolisme pada Neonatus

Kelainan metabolisme pada neonatus akan mempengaruhi


ketersediaan prekursor glukoneogenik atau fungsi enzim yang dibutuhkan
untuk produksi glukosa hepatik. Defek metabolik yang menyebabkan
hipoglikemia meliputi berbagai bentuk kelainan penyimpanan glikogen,
galaktosemia, defek oksidasi asam lemak, defisiensi karnitin, beberapa
bentuk asidemia amino, intoleransi fruktosa herediter (fructose-1,6-
diphos-phatase deficiency), dan defek enzim glukoneogenik lainnya.
Gangguan endokrin lainnya seperti kegagalan hipopituitari dan adrenal
juga dapat berakibat pada terjadinya hipoglikemia karena tidak adanya
respon hormonal yang sesuai terhadap hipoglikemia dan selanjutnya
mengakibatkan kegagalan aktivasi produksi glukosa hepatik.
Penegakan Diagnosis
 Pemeriksaan fisis dan observasi keadaan umum bayi harus dilakukan untuk
menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Untuk menunjukkan bahwa
gejala yang timbul berhubungan dengan hipoglikemia, diperlukan hal-hal
berikut:
1. Tanda klinik harus didapatkan
2. Kadar glukosa darah rendah, diukur secara akurat
3. Tanda klinik menghilang pada saat kadar glukosa darah normal
Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan darah: glukosa, keton, laktat,piruvat,asam amino atau alanin,
amonia,asam urat,serum elektrolit, pH, bikarbonat, AST,ALT, CPK, insulin, C
peptide, growth hormon, kortisol, glukagon, epinefrin, free fatty acid, 526 ß-
hidroksibutirat, asetoasetat, karnitin, asilkarnitin.
 Pemeriksaan urine berupa keton, reduksi di urin, asam organik dan
asilglisin
Tatalaksana
 Tatalaksana hipoglikemia pada neonatus yang asimptomatis adalah
teruskan pemberian ASI setiap 1-2 jam atau 3-10 ml/kg, selanjutnya
monitor kadar gula darah setiap kali sebelum bayi minum sampai gula darah
stabil.
 Hindari pemberian minum yang berlebihan. Jika kadar gula darah tetap
rendah walaupun setelah diberi minum, dapat dimulai infus glukosa.
Pemberian ASI dapat dilanjutkan selama pemberian infus glukosa.
Tatalaksana
 Tata laksana bayi yang simptomatis atau kadar gula plasma 45 mg/dL
(>2,5 mmol/L), sesuaikan tetesan cairan intravena dengan kadar glukosa
darah.
 Selanjutnya dianjurkan pemberian ASI yang lebih sering, monitor
konsentrasi gula darah setiap sebelum diberi minum sampai kadar gula
darah stabil dan pemberian cairan intravena distop.
 Bila kebutuhan glukosa melebihi 12 mg/kgBB/menit segera lakukan
pemeriksaan kadar gula darah, insulin, kortisol, growth hormon, laktat
untuk mendeteksi adanya gangguan hormon.
 Setelah itu diberikan hidrokortisom suksinat 10 mg/kgg/hari dengan dosis
terbagi dua.
Tatalaksana
 Pada anak, segera diberikan injeksi dekstrosa 10% 0,3 gr/kgBB secara bolus
intravena selama 10 menit sampai konsentrasi glukosa normal. Kemudian
dilanjutkan dengan infus dekstrosa 10% atau 6-8 gr/kgBB/menit. Konsentrasi
plasma gula darah dimonitor dan tetesan infus disesuaikan untuk mempertahankan
gula darah ± 80 mg/dL.
 Pada kasus-kasus emergency yang berat dengan hipoglikemia karena induksi insulin
dapat diberikan glukagon 1mg subkutan atau secara intravena.
 Pada neonatus dapat diberikan 0,5 mg. Pengobatan lain dapat diberikan diazokside
5-15 mg/kgBB perhari dibagi dalam 2-3 dosis. Untuk mendapatkan hasil yang
maksimal, dosis diazokside dimulai dengan dosis maksimal 15 mg/kgBB (1-2 hari).
 Selain itu pengobatan untuk hipoglikemia dapat diberikan ocreotide secara intravena
atau subkutan dimulai dengan dosis 2-10 µg/kgBB/hari, dapat ditingkatkan sampai
>50 µg/kgBB/hari, diberikan setiap 6-8jam atau secara kontinu.
Pencegahan
 Secara umum untuk mencegah hipoglikemia pada malam hari maka kadar
gula darah tengah malam diusahakan sekitar 90-180 mg/dl. Bila melakukan
olah raga, perlu diberikan glukosa tambahan yaitu 15 g karbohidrat untuk
setiap 30-45 menit. Untuk olah raga yang intensif, dosis insulin pada hari itu
perlu dikurangi dan pemantauan gula darah perlu diperketat. Bila karena
sakit, anak tidak mau makan atau muntah-muntah maka pertimbangkan
pemberian air gula dan mengurangi dosis insulin.
Prognosis
 Prognosis umumnya baik pada hipoglikemia yang didiagnosis cepat dan
ditataksana secara cepat dan tepat. Pada umumnya hipoglikemia pada anak
dapat dicegah, walaupun demikian dapat terjadi hipoglikemia yang tidak
terduga.
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai