Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPOGLIKEMIA

Nama : Evi Widastutik


Nim : 1401031073

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER

HIPOGLIKEMIA

A. DEFENISI
Hipoglikemia adalah sindrom klinik dengan penyebab yang sangat luas sebagai akibat
dari rendahnya kadar glukosa plasma yang akhirnya menyebabkan neuroglikopenia.
Hipoglikemia simtomatik yang berkepanjangan dapat menyebabkan kerusakan
neurologik. Namum demikian, selama beberapa hari pertama kehidupan, banyak bayi-bayi
yang mendapat ASI memiliki kadar glukosa darah yang rendah namun asimtomatik; mereka
mampu menggunakan keton dan substrat energi lainnya. Karena itu, definisi hipoglikemia
pada periode neonatal masih merupakan sember kontroversi yang cukup besar.
Hipoglikemia merupakan suatu keadaan dimana kadar gula atau glukosa darah kurang
dari 45 mg/dL (2.6 mmol/L). Hipoglikemia dapat asimplomatik atau disertai gejala gangguan
susunan syaraf pusat dan kardiopulmonal yang berat Hipoglikemia (hypo+glic+emia)
merupakan konsentrasi glukosa dalam darah berkurangnya secara abnormal yang dapat
menimbulkan gemetaran, keringat dan sakit kepala apabila kronik dan berat,dapat
menyebabkan manifestasisusunan saraf pusat (Behrman. 2000)
Hipoglikemia adalah kadar glukosa plasma yang kurang dari 44 mg/dL pada bayi atau
anak, dengan atau tanpa gejala. Untuk neonatus aterm berusia kurang dari 72 jam dipakai
batas kadar glukosa plasma 35 mg/dL. Sedangkan untuk neonatus premature dan KMK (Kecil
Masa Kehamilan) yang berusia kurang dari 1 minggu disebut mengalami hipoglikemia bila
kadar glukosa plasma kurang dari 25 mg/dL. Kadar glukosa plasma kurang lebih 15% lebih
tinggi dari kadar glukosa darah. Darah kapiler dan arteri menunjukkan kadar gula sekitar 10%
lebih tinggi daripada kadar dalam plasma.
B. ETIOLOGI
Penyebab Terjadinya Hipoglikemia. Secara garis besar hipoglikemia dibagi menjadi dua
bagian besar, yaitu: kelainan yang menyebabkan pemakaian glukosa berlebihan dan
produksi glukosa kurang.
1) Kelainan yang menyebabkan pemakaian glukosa berlebihan Hiperinsulinisme (bayi
dari ibu penderita diabetes), hipoglikemia hiperinsulinisme menetap pada bayi, tumor
yang memproduksi insulin dan child abuse). Hiperinsulinisme menyebabkan
pemakaian glukosa yang berlebihan terutama akibat rangsang ambilan glukosa oleh
otot akibat sekresi insulin yang menetap. Kelainan ini diketahui sebagai hipoglikemia
hiperinsulin endogen menetap pada bayi yang sebelumnya disebut sebagai
nesidioblastosis. Defek pada pelepasan glukosa (defek siklus Krebs, defek respiratory
chain).Kelainan ini sangat jarang, mengganggu pembentukan ATP dari oksidasi
glukosa, disini kadar laktat sangat tinggi Defek pada produksi energi alternatif

(defisiensi Carnitine acyl transferase Kelainan ini mengganggu penggunaan lemak


sebagai energi, sehingga tubuh sangat tergantung hanya pada glukosa. Ini akan
menyebabkan masalah bila puasa dalam jangka lama yang seringkali berhubungan
dengan penyakit gastrointestinal Sepsis atau penyakit dengan hipermetabolik, termasuk
hipertiroidism.
2) Kelainan yang menyebabkan kurangnya produksi glukosa Simpanan glukosa tidak
adekuat (prematur, bayi SGA, malnutrisi, hipoglikemia ketotik) Kelainan ini sering
sebagai penyebab hipoglikemia, disamping hipoglikemia akibat pemberian insulin
pada diabetes. Hal ini dapat dibedakan dengan melihat keadaan klinis dan adanya
hipoglikemia ketotik, biasanya terjadi pada anak yang kurus, usia antara 18 bulan
sampai 6 tahun, biasanya terjadi akibat masukan makanan yang terganggu karena
bermacam sebab Penelitian terakhir mekanisme yang mendasari hipoglikemia ketotik
adalah gagalnya glukoneogenesis. Kelainan pada produksi glukosa hepar, Kelainan ini
menurunkan produksi glukosa melalui berbagai defek, termasuk blokade pada
pelepasan dan sintesis glukosa, atau blokade atau menghambat gluikoneogenesis. Anak
yang menderita penyakit ini akan dapat beradaptasi terhadap hipoglikemia,karena
penyakitnya bersifat kronik Kelainan hormonal (panhypopituitarisme, defisiensi
hormon pertumbuhan, defisiensi kortisol dapat primer atau sekunder. Hal ini karena
hormone pertumbuhan dan kortisol berperan penting pada pembentukan energi
alternative dan merangsang produksi glukosa. Kelainan ini mudah diobati namun yang
sangat penting adalah diagnosis dini
C. PATOFISIOLOGI
Seperti sebagian besar jaringan lainnya, matabolisme otak terutama bergantung pada
glukosa untuk digunakan sebagai bahan bakar. Saat jumlah glukosa terbatas, otak dapat
memperoleh glukosa dari penyimpanan glikogen di astrosit, namun itu dipakai dalam
beberapa menit saja. Untuk melakukan kerja yang begitu banyak, otak sangat tergantung
pada suplai glukosa secara terus menerus dari darah ke dalam jaringan interstitial dalam
system saraf pusat dan saraf-saraf di dalam system saraf tersebut.
Oleh karena itu, jika jumlah glukosa yang di suplai oleh darah menurun, maka akan
mempengaruhi juga kerja otak. Pada kebanyakan kasus, penurunan mental seseorang telah
dapat dilihat ketika gula darahnya menurun hingga di bawah 65 mg/dl (3.6 mM). Saat
kadar glukosa darah menurun hingga di bawah 10 mg/dl (0.55 mM), sebagian besar neuron
menjadi tidak berfungsi sehingga dapat menghasilkan koma.
Patogenesis (Arif Mansjoer, 2008), pada waktu makan cukup tersedia sumber energi yang
diserap dari usus. Kelebihan energi disimpan sebagai makromolekul dan dinamakan fase
anabotik. 60% dari glukosa yang di serap usus dengan pengaruh insulin akan di simpan di

hati sebagai glikogen, sebagian dari sisanya akan disimpan di jaringan lemak dan otot
sebagai glikogen juga. Sebagian lagi dari glukosa akan mengalami metabolisme anaerob
maupun aerob untuk energi seluruh jaringan tubuh terutama otak sekitar 70% pemakaian
glukosa berlangsung di otak tidak dapat menggunakan asam lemak bebas sebagai sumber
energi.
Pencernaan dan penyerapan protein akan menimbulkan peningkatan asam amino di dalam
darah yang dengan bantuan insulin akan disimpan di hati dan otak sebagai protein. Lemak
diserap dari usus melalui saluran limfe dalam bentuk kilomikron yang kemudian akan
dihidrolasi oleh lipoprotein lipase menjadi asam lemak. Asam lemak akan mengalami
esterifikasi dengan gliserol membentuk trigliserida, yang akan disimpan di jaringan lemak.
Proses tersebut berlangsung dengan bantuan insulin.
Pada waktu sesudah makan atau sesudah puasa 5-6 jam, kadar glukosa darah mulai turun
keadaan ini menyebabkan sekresi insulin juga menurun, sedangkan hormon kontraregulator
yaitu glukagon, epinefrin, kartisol, dan hormon pertumbuhan akan meningkat. Terjadilah
keadaan kortison sebaliknya (katabolik) yaitu sintetis glikogen, protein dan trigliserida
menurun sedangkan pemecahan zat-zat tersebut akan meningkat.
Pada keadaan penurunan glukosa darah yang mendadak: glukogen dan epinefrilah yang
sangat berperan. Kedua hormon tersebut akan memacu glikogenolisis, glukoneogenisis, dan
proteolisis di otot dan lipolisis di jaringan lemak. Dengan demikian tersedia bahan untuk
glukoneogenesis yaitu asam amino terutama alanin, asam laktat, piruvat, sedangkan
hormon, kontraregulator yang lain berpengaruh sinergistk glukogen dan adrenalin tetapi
perannya sangat lambat. Secara singkat dapat dikatakan dalam keadaan puasa terjadi
penurunan insulin dan kenaikan hormon kontraregulator. Keadaan tersebut akan
menyebabkan penggunaan glukosa hanya di jaringan insulin yang sensitif dan dengan
demikian glukosa yang jumlahnya terbatas hanya disediakan untuk jaringan otak.
Walaupun metabolik rantai pendek asam lemak bebas, yaitu asam

asetoasetat dan asam

hidroksi butiran (benda keton) dapat digunakan oleh otak untuk memperoleh energi tetapi
pembentukan benda-benda keton tersebut memerlulan waktu beberapa jam pada manusia.
Karena itu ketogenesis bukan merupakan mekanisme protektif terhadap terjadinya
hipoglikemia yang mendadak.
Selama homeostatis glukosa tersebut di atas berjalan, hipoglikemia tidak akan terjadi.
Hipoglikemia terjadi jika hati tidak mampu memproduksi glukosa karena penurunan bahan
pembentukan glukosa, penyakit hati atau ketidakseimbangan hormonal.

D. KLASIFIKASI
Type hipoglikemi digolongkan menjadi beberapa jenis yakni:
1) Transisi dini neonatus ( early transitional neonatal ) : ukuran bayi yang besar ataupun
normal yang mengalami kerusakan sistem produksi pankreas sehingga terjadi
hiperinsulin.
2) Hipoglikemi klasik sementara (Classic transient neonatal) : tarjadi jika bayi mengalami
malnutrisi sehingga mengalami kekurangan cadangan lemak dan glikogen.
3) Sekunder (Scondary) : sebagai suatu respon stress dari neonatus sehingga terjadi
peningkatan metabolisme yang memerlukan banyak cadangan glikogen.
4) Berulang ( Recurrent) : disebabkan oleh adanya kerusakan enzimatis, atau
metabolisme insulin terganggu.
KELOMPOK UMUR
Bayi/anak
Neonatus
* BBLR/KMK
* BCB
0 - 3 hr
3 hr

GLOKUSE <mg/dl
<40 mg/100 ml

DARAH
PLASMA/SERUM
<45 mg/100 ml

<20 mg/100 ml

<25 mg/100 ml

<30 mg/100 ml
<40 mg/100 ml

<35 mg/100 ml
<45 mg/100 ml

E. TANDA DAN GEJALA


Hipoglikemia walaupun jarang terjadi pada anak tetapi banyak pada bayi, namun masih
tetap merupakan problem untuk dokter anak karena pertama. Gejalanya samar-samar dan
tidak spesifik kedua mekanisme yang menyebabkan hipoglikemia sangat banyak dan
kompleks. Pada bayi yang berusia lebih dari 2 bulan, anak dan dewasa penurunan gula
darah kurang dari 40 mg/ DL dapat menimbulkan rasa lapar dan merangsang pelepasan
epinefrin yang berlebihan sehingga menyababkan lemah , gelisah, keringat dingin, gemetar
dan takikardi Gejala hipoglikemia, dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok besar, yaitu:
berasal dari sistem syaraf autonom dan berhubungan dengan kurangnya suplai glukosa pada
otak (neuroglikopenia).
a) Gejala akibat dari system syaraf autonom adalah berkeringat, gemetar, gelisah dan
nausea.
b) Akibat neuroglikopenia adalah pening, bingung, rasa lelah, sulit bicara, sakit kepala
dan tidak dapat konsentrasi. Kadang disertai rasa lapar, pandangan kabur, mengantuk
dan lemah. Tanda dan Gejala Lain ( pada Neonatus): Apnea henti nafas 20 pernafasan (
cepat > 60x / menit ) Sianosis Kejang atau tremor Letargi dan tdk kuat mengisap
Tangisan yang lemah atau bernada tinggi Hipotermia Keringat dingin Penurunan
kesadaran

F. FAKTOR RESIKO HIPOGLIKEMIA


1.
2.
3.
4.

Bayi dari ibu dengan dibetes melitus (IDM)


Neonatus yang besar untuk massa kehamilan (BMK)
Bayi prematur dan lebih bulan
BBLR yang KMK/bayi kembar dapat terjadi penurunan cadangan glikogen hati dan

lemak tubuh
5. Bayi sakit berat karena meningkatnya kebutuhan metabolisme yang melebihi cadangan
kalori
6. Neonatus yang sakit atau stress (sindrom gawat napas, hipotermia)
7. Bayi dengan kelainan genetik/gangguan metabolik (penyakit cadangan glikogen,
intoleransi glukosa)
8. Neonatus puasa
9. Neonatus dengan polisitemia
10. Neonatus dengan eritroblastosis
11. Obat-obat maternal misalnya steroid, beta simpatomimetik dan beta blocker
G. DIAGNOSIS
1. Gula darah puasa
Diperiksa untuk mengetahui kadar gula darah puasa (sebelum diberi glukosa 75 gram
oral) dan nilai normalnya antara 70- 110 mg/dl.
2. Gula darah 2 jam post prandial
Diperiksa 2 jam setelah diberi glukosa dengan nilai normal < 140 mg/dl/2 jam
3. HBA1c
Pemeriksaan dengan menggunakan bahan darah untuk memperoleh kadar gula darah
yang sesungguhnya karena pasien tidak dapat mengontrol hasil tes dalam waktu 2- 3
bulan. HBA1c menunjukkan kadar hemoglobin terglikosilasi yang pada orang normal
antara 4- 6%. Semakin tinggi maka akan menunjukkan bahwa orang tersebut menderita
DM dan beresiko terjadinya komplikasi.
4. Elektrolit, tejadi peningkatan creatinin jika fungsi ginjalnya telah terganggu
5. Leukosit, terjadi peningkatan jika sampai terjadi infeksi
6. Konsentrasi insulin darah

H. PENATALAKSANAAN
1. Semua neonatus berisiko tinggi harus ditapis:
a. Pada saat lahir
b. 30 menit setelah lahir
c. Kemudian setiap 2-4 jam selama 48 jam atau sampai pemberian minum berjalan
baik dan kadar glukosa normal tercapai
2. Kejadian hipoglikemia dapat dicegah dengan:
a. Menghindari faktor resiko yang dapat dicegah, contohnya hipotermia
b. Pemberian makan enteral merupakan tindakan preventif tunggal paling penting
c. Jika bayi tidak mungkin menyusu, mulailah pemberian minum dengan
menggunakan sonde dalam waktu 1-3 jam setelah lahir

d. Neonatus yang berisiko tinggi harus dipantau nilai glukosanya sampai asupannya
penuh dan 3x pengukuran normal sebelum pemberian minum berada diatas 45
mg/dL
e. Jika ini gagal, terapi intravena dengan glukosa 10% harus dimulai dan kadar
glukosa dipantau
3. Untuk penanganan bayi yang mengalami hiplogikemia dapat dilakukan dengan:
a. Monitor
Pada bayi yang beresiko (BBLR, BMK, bayi dengan ibu DM) perlu dimonitor
dalam 3 hari pertama :
1) Periksa kadar glukosa saat bayi datang/umur 3 jam
2) Ulangi tiap 6 jam selama 24 jam atau sampai pemeriksaan glukosa normal
dalam 2 kali pemeriksaan
3) Kadar glukosa 45 mg/dl atau gejala positif tangani hipoglikemia
4) Pemeriksaan kadar glukosa baik, pulangkan setelah 3 hari penanganan
hipoglikemia selesai
b. Penanganan hipoglikemia dengan gejala :
1) Bolus glukosa 10% 2 ml/kg pelan-pelan dengan kecepatan 1 ml/menit
2) Pasang dekstrosa 10% = 2 cc/kg dan diberikan melalui intravena selama 5
menit dan diulang sesuai kebutuhan (kebutuhan infus glukosa 6-8
mg/kg/menit).
3) Untuk mencari kecepatan Infus glukosa pada neonatus dinyatakan dengan
GIR. Kecepatan Infus (GIR) = glucosa Infusion Rate
4) Periksa glukosa darah pada : 1 jam setelah bolus dan tiap 3 jam
5) Bila kadar glukosa masih < 25 mg/dl, dengan atau tanpa gejala, ulangi seperti
diatas
c. Bila kadar 25-45 mg/dl, tanpa gejala klinis :
1) Infus D10 diteruskan
2) Periksa kadar glukosa tiap 3 jam
3) ASI diberikan bila bayi dapat minum
d. Bila kadar glukosa 45 mg/dl dalam 2 kali pemeriksaan
1) Ikuti petunjuk bila kadar glukosa sudah normal
2) ASI diberikan bila bayi dapat minum dan jumlah infus diturunkan pelan-pelan
3) Jangan menghentikan infus secara tiba-tiba
e. Kadar glukosa darah < 45 mg/dl tanpa gejala:
1) ASI teruskan
2) Pantau, bila ada gejala manajemen seperti diatas
3) Periksa kadar glukosa tiap 3 jam atau sebelum minum, bila :
- Kadar < 25 mg/dl, dengan atau tanpa gejala tangani hipoglikemi
- Kadar 25-45 mg/dl naikkan frekwensi minum
- Kadar 45 mg/dl manajemen sebagai kadar glukosa normal
f. Kadar glukosa normal
1) IV teruskan
2) Periksa kadar glukosa tiap 12 jam
3) Bila kadar glukosa turun, atasi seperti diatas
4) Bila bayi sudah tidak mendapat IV, periksa kadar glukosa tiap 12 jam, bila 2
kali pemeriksaan dalam batas normal, pengukuran dihentikan.
I. KOMPLIKASI

Jika tidak diobati, Hipoglikemia yang berat dan berkepanjangan dapat menyebabkan
kematian pada setiap golongan umur. Pada neonatus prognosis tergantung dari berat, lama,
adanya gejala-gejala klinik dan kelainan patologik yang menyertainya, demikian pula
etiologi, diagnosis dini dan pengobatan yang adekuat.
Berdasarkan tingkat beratnya Hipoglikemia neonatus dapat digolongkan:
a. Hipoglikemia transisional
Prognosisnya baik dan tergantung kepada kelainan yang mendasarinya misal :
asfiksia perinatal. Tidak ada korelasi antara rendahnya kadar gula dengan
mortalitas/morbiditas bayi. Kebanyakan bayi tetap hidup walaupun dengan kadar
gula 20 mg/100 ml.
b. Hipoglikemia sekunder
Mortalitas neonatus pada kelompok ini disebabkan oleh kelainan yang
menyertainya. Bayi yang menderita Hipoglikemia tipe ini, sedikit menderita
sekuele akibat Hipoglikemianya, tetapi lebih banyak akibat kelainan patologik
yang menyertainya.
c. Hipoglikemia transien
Bayi yang termasuk dalam kelompok ini bila tidak diobati akan mati. Bayi-bayi
tersebut seringkali pada BBLR dan KMK yang bisa disertai dengan komplikasi
akibat BBLR dan KMK sendiri, demikian pula masalah-masalah perinatal yang
bisa menyebabkan ganggguan mental, perilaku dan kejang-kejang yang tidak ada
hubungannya dengan hipoglikemia.
Pada penelitian prospektif dengan menggunakan kontrol, bayi-bayi kelompok ini
yang diamati sampai umur 7 tahun ternyata terdapat gangguan intelektual yang
minimal, tetapi tidak ada cacat nerologik yang berat.
d. Hipoglikemia berat (berulang)
Kelompok ini bisa dibagi atas beberapa katagori yang masing-masing mempunyai
masalah tersendiri yang mempengaruhi prognosisnya.
1) Defisiensi hormon multipel (hipopituitarisme bawaan)
Sering kali disertai Hipoglikemia berat bahkan fatal pada hari-hari pertama,
nampaknya akibat defisiensi hormon hipofise anterior. Dari 26 kasus yang
dilaporkan 2/3 meninggal (5 pada hari pertama, 4 pada masa neonatus dan 5
antara umur 2 bulan sampai 17 tahun). Beberapa di antaranya yang hidup
menunjukkan

gejala

retardasi.

Prognosis

terhadap

perkembangannya

tergantung dari adanya defisiensi hormon-hormon lainnya dan berhasilnya


pengobatan substitusi.
2) Kelebihan hormon (hiperinsulinisme)
Pada sindroma Beckwith Wiedemann, retardasi mental kemungkinan
disebabkan oleh H yang tidak diobati, meskipun dengan pengobatan adekuat
prognosis masih meragukan, sebab adanya anomali multipel yang
menyertainya.
3) Infant giants (Foetopathia Diabetica) :

Biasanya memperlihatkan hipoglikemia berat dan tidak ada respon terhadap


pengobatan medikamentosadan memerlukan pankreatektomi total. Mereka
yang hidupo biasanya memperlihatkan retardasi perkembangan yang sedang
atau berat.
4) Adenma sel beta :
Pada penderita yang diamati, bayi-bayi yang hidup menunjukkan perawakan
yang relatif pendek tetapi ada yang menderita diabetes dan beberapa
diantaranya memperlihatkan gangguan neurologik sedang atau berat,
gangguan mental dan sering kali dengan kejang-kejang. Maka, penting
diagnosis dini dan tindakan bedah yang segera.
5) Gangguan metabolisme hidrat arang:
Prognosis tergantung darimana masing-masing penyebabnya, misalnya
hipoglikemia bisa fatal pada hari pertama, untuk glycogen strorage disease.
6) Gangguan metabolisme asam amino yang disertai hipoglikemia,
misalnya: Maple syrup urine disease, asidemiametilmalok. Masing-masing
mempunyai pragnosis yang meragukan.

KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Fokus Pengkajian
Data dasar yang perlu dikaji adalah :
1.

Keluhan utama : sering tidak jelas tetapi bisanya simptomatis, dan lebih sering
hipoglikemi merupakan diagnose sekunder yang menyertai keluhan lain sebelumnya

seperti asfiksia, kejang, sepsis.


2.
Riwayat :

ANC

Perinatal

Post natal

Imunisasi

Diabetes melitus pada orang tua/ keluarga

Pemakaian parenteral nutrition

Sepsis

Enteral feeding

Pemakaian Corticosteroid therapi

Ibu yang memakai atau ketergantungan narkotika

Kanker

3.

Data fokus
Data Subyektif:

Sering masuk dengan keluhan yang tidak jelas

Keluarga mengeluh bayinya keluar banyak keringat dingin

Rasa lapar (bayi sering nangis)

Nyeri kepala

Sering menguap

Irritabel

Data obyektif:

Parestisia pada bibir dan jari, gelisah, gugup, tremor, kejang, kaku,

Hightpitched cry, lemas, apatis, bingung, cyanosis, apnea, nafas cepat irreguler,
keringat dingin, mata berputar-putar, menolak makan dan koma

B.

Plasma glukosa < 50 gr/%

Diagnosa Keperawatan
1. Potensial komplikasi s.e kadar glukosa plasma yang rendah seperti, gangguan mental,
gangguan perkembangan otak, gangguan fungsi saraf otonom, koma hipoglikemi.
2. Potensial terjadi infeksi s.e penurunan daya tahan tubuh.
3. Potensial Ggn Keseimbangan cairan dan elektrolit s.e peningkatan pengeluaran
keringat.
4. Keterbatasan gerak dan aktivitas s.e hipoglikemi pada otot.

C.

Intervensi

1. Potensial komplikasi s.e kadar glukosa plasma yang rendah seperti, gangguan mental,
gangguan perkembangan otak, gangguan fungsi saraf otonom, koma hipoglikemi.
Tujuan :
a. Kadar glukosa dalam darah dapat kembali normal.
b. Tidak terjadi gangguan perkembangan otak
c. Tidak terjadi gangguan syaraf otonom
Kriteria Hasil :
Pasien melaporkan kadar gula dalam darah kembali normal.
Intervensi :
1) Cek serum glukosa sebelum dan setelah makan
R : Menganalisa glukosa dalam darah
2) Monitor : kadar glukosa, pucat, keringat dingin, kulit yang lembab
R : Membantu melihat hasil, dan intervensi yang dilakukan
3) Monitor vital sign
R : Mengetahui tanda tanda vital
4) Monitor kesadaran
R : Melihat tanda tanda kesadaran,penurunan atau kenaikan
5) Monitor tanda gugup, irritabilitas
R : Melihat tanda tanda iritabilitas
6) Analisis kondisi lingkungan yang berpotensi menimbulkan hipoglikemi.
R : Meminimalisir terjadinya hipoglikemi berat
7) Cek BB setiap hari
R : Mengetahui perkembangan intake output
8) Cek tanda-tanda infeksi
R : Mengetahui timbulnya infeksi
2. Potensial terjadi infeksi s.e penurunan daya tahan tubuh.
Tujuan : Infeksi dapat terhindari
Kriteria Hasil : Tidak adanya keluhan infeksi oleh pasien
Intervensi :
1) Lakukan prosedur perawatan tangan sebelum dan setelah tindakan
R : Menghindari kontaminasi, penyebaran penyakit
2) Pastikan setiap benda yang dipakai kontak dengan pasien dalam keadaan bersih
atau steril
R : Menghindari terjadinya infeksi nosokomial
3)

Cegah kontak dengan petugas atau pihak lain yang menderita infeksi saluran
nafas.
R : Menghindari kontaminasi, penyebaran penyakit

4) Anjurkan keluarga agar mengikuti prosedur septik aseptik.

R : Prosedur perawatan yang benar akan mempercepat penyembuhan


5) Berikan antibiotik sebagai profolaksis sesuai dengan order.
R : Untuk mempercepat penyembuhan
6) Lakukan pemeriksaan DL, UL, FL secara teratur.
R : Mengetahui terapi apa yang akan di berikan
3. Potensial Gangguan Keseimbangan cairan dan elektrolit s.e peningkatan pengeluaran
keringat.
Tujuan : Kebutuhan cairan dapat terpenuhi
Kriteria Hasil :
a. Turgor kulit baik
b. Tidak ada tanda tanda dehidrasi
Intervensi :
1) Cek intake dan output
R : Mengetahui status cairan yang dibutuhkan pasien.
2) Berikan cairan sesuai dengan kebutuhan pasien
R :Memenuhi kebutuhan cairan selama cairan oral tidak memungkinkan
3) Cek turgor kulit pasien
R : Mengetahui adanya hidrasi
4. Keterbatasan gerak dan aktivitas s.e hipoglikemi pada otot.
Tujuan : Dapat melakukan gerak secara maksimal
Kriteria Hasil :Pasien dapat melakukan aktifitas secara mandiri
Intervensi:
1) Bantu pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
R : Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik.
2) Lakukan fisiotherapi.
R : Dapat membantu pemulihan pasien secara umum

DAFTAR PUSTAKA
Arif, mansjoer. 2008. Kapita selekta kedokteran. Jakarta: EGC.
Behrman, dkk. 2000. Nelson ilmu kesehatan anak. Jakarta: EGC.
Carpenito, LJ. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperwatan. Jakarta: EGC.
Lissauer, dkk. 2008. At a Glance Neonatologi. Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai