Hipoglikemia lebih sering terjadi pada bayi baru lahir dibandingkan anak yang lebih
besar. Kadar glukosa darah yang normal terjadi karena adanya keseimbangan antara
penyediaan glukosa dalam darah dengan pemakaiannya oleh tubuh. Bila terjadi
gangguan pada keseimbangan ini, maka dapat terjadi hipoglikemia atau sebaliknya
hiperglikemia. Hipoglikemia merupakan keadaan yang berbahaya karena glukosa
merupakan kebutuhan pokok otak. Secara klinis hipoglikemia dibedakan menjadi
simtomatik (dengan gejala) dan asimtomatik (tanpa gejala). Risiko kerusakan otak
lebih tinggi pada hipoglikemia simptomatik daripada hipoglikemia asimptomatik.
HOMEOSTASIS GLUKOSA
Kadar glukosa darah bergantung pada berbagai macam proses dinamik, yang pada
prinsipnya merupakan keseimbangan antara asupan dan utilisasi glukosa darah oleh
tubuh.
Kadar glukosa darah = glukosa yang masuk dalam darah glukosa yang keluar dari
darah
Masukan gula bergantung pada asupan gula dari makanan, persediaan glikogen,
efisiensi mobilisasi glikogen, dan proses glukoneogenesis. Keluaran bergantung pada
simpanan gula (diatur oleh insulin) atau metabolism energy.
Untuk mendapatkan kadar gula darah yang stabil diperlukan keseimbangan antara
masukan dan keluaran. Masukan dan keluaran normal glukosa pada anak yaitu:
DEFINISI
Hipoglikemia adalah kadar glukosa plasma yang kurang dari 44 mg/dL pada bayi
atau anak anak, dengan atau tanpa gejala. Untuk neonatus aterm berusia kurang dari
72 jam dipakai batas kadar glukosa plasma 35 mg/dL. Sedangkan untuk neonatus
premature dan KMK (Kecil Masa Kehamilan) yang berusia kurang dari 1 minggu
disebut mengalami hipoglikemia bila kadar glukosa plasma kurang dari 25 mg/dL.
(catatan: kadar glukosa plasma kurang lebih 15% lebih tinggi dari kadar glukosa
darah. Darah kapiler dan arteri menunjukkan kadar gula sekitar 10% lebih tinggi
daripada kadar dalam plasma)
PRINSIP DASAR
Kadar glukosa darah pada keadaan puasa merupakan hasil dari proses
glukoneogenesis dan glikogenolisis oleh system endokrin normal. Hormone
pertumbuhan (growth hormone GH), kortisol, glucagon, dan epinephrine yang
disebut counter regulatory hormone mempuunyai sifat meningkatkan glukosa
darah, sedangkan insulin menurukan gula darah. Sembilan puluh persen glukosa
digunakan oleh SSP (organ lain yang mutlak membutuhkan glukosa adalah sel darah
merah, adrenal, dan medulla ginjal)
Hipoglikemia dapat dibagi menurut usia, yaitu hipoglikemia pada neonatus dan
hipoglikemia pada balita atau anak yang lebih besar.
- Bersifat sementara dan biasanya terjadi pada bayi baru lahir, misalnya karena
masukan glukosa yang kurang (starvasi, kelaparan), hipotermia, syok,dan pada bayi
dari ibu diabetes.
- Bersifat menetap atau berulang yang dapat terjadi akibat defisiensi hormone,
hiperinsulinisme, serta kelainan metabolisme karbohidrat dan asam amino.
Penyebab hipoglikemia
Keadaan ini dapat timbul akibat keterlambatan pemberian makanan pada bayi baru
lahir (pemberian ASIpertama meningkatkan kadar gula darah sebesar 18-27 mg/dL);
pemberian makanan yang tidak adekuat, misalnya diberikan 30 mL dekstrose 5%
(yang hanya mengandung 6 Kal) sebagai pengganti susu, sedangkan 30 mL susu
mengandung 24 kal; dan muntah berulang.
Keadaan ini dapat terjadi pada IUGR, starvasi pada ibu hamil, prematuruitas, salah
satu bayi kembar (yang kecil) pada periode neonatal. Anak yang lebih besar usianya
dengan cadangan glikogen yang jelek akan mengalami hipoglikemia karena starvasi
terutama bila disertai gangguan glukoneogenesis (pembentukan glukosa dari sumber
nonkarbohidarat).
Keadaan ini dapat terjadi pada Glycogen Storage Disease, galaktosemia, intoleransi
fructose, defisiensi GH (hipopituitarisme) dan insufisiensi adrenokortikal (primer atau
sekunder)
Pada keadaan ini terjadi pengeluaran glukosa yang berlebihan dari cairan
ekstraseluler karena insulin mengubah glukosa ke dalam bentuk simpanannya yaitu
lemak dan glikogen. Hiperinsulinisme juga menurunkan masukan gula ke dalam
cairan ekstraseluler dengan menghambat glikogenolisis dan glukoneogenesis.
Penyebab hiperinsulinisme antara lain adalah (i) bayi dari ibu yang diabetes. Ibu yang
hiperglikemia menyebabkann janin juga mengalami hiperglikemia sehingga terjadi
hyperplasia sel beta prankeas dan meningkatkan kadar insulin. Setelah lahir, kadar
insulin masih tetap tinggi sehingga timbul hipolikemia. (ii). Pemberian glukosa iv
yang berlebihan pada ibu hamil. (iii) nesidioblastosis, adenoma pancreas. (iv)
sindroma Beckwith-Wiedemann. (v) obat obatan
Penyebab pengeluaran gula yang meningkat antara lain sepsis, syok, asfiksia,
hipotermia, respiratory distress syndrome, polisitemia/hiperviskositas dan panas.
GEJALA KLINIS
Gejala klinis sangat bervariasi dan bergantung pada usia pasien. Pada neonates gejala
klinis dapat berupa tremor, sianosis, hipotermia, kejang, apneu atau pernafasan tidak
teratur, letargi atau apatis, berkeringat, takipnea atau takikardia dan tidak mau
minum. Sedangkan pada balita dan anak yang lebih besar gejalanya dapat berupa
kejang, letargi, pucat, berkeringat dingin, takikardia, hipotermia, lemah, gangguan
bicara dan koma.
DIAGNOSIS
TATA LAKSANA
Pada neonatus yang berisiko tinggi, gula darah harus diukur setiap 2 jam dengan
dekstrostik selama 12 jam pertama, selanjutnya setiap 6 jam sampai 48 jam. Kalau
dekstrostik menunjukkan nilai yang rendah, maka pemeriksaan kadar glukosa darah
kuantitatif harus dilakukan. Pada kejadian hipoglikemia, segera lakukan perbaikan
terhadap factor factor yang mungkin memperburuk keadaan seperti suhu lingkungan
dan oksigenasi. Berikut ini dijelaskan tata laksana hipoglikemia baik yang dengan
gejala maupun tanpa gejala (asimtomatik).
a. Pada neonates
b. Pada anak
Definisi
Gejala klinis
HIPERINSULINISME
Hiperinsulinisme persisten
Nesidioblastosis
Insulinoma
HIPOGLIKEMIA
Definition :
Hipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar gula darah (glukosa) secara
abnormal rendah.
Cause :
Hipoglikemia paling sering disebabkan oleh insulin atau obat lain (sulfonilurea) yang
diberikan kepada penderita diabetes untuk menurunkan kadar gula darahnya.
Jika dosisnya lebih tinggi dari makanan yang dimakan maka obat ini bisa terlalu
banyak menurunkan kadar gula darah.
Pentamidin yang digunakan untuk mengobati pneumonia akibat AIDS juga bisa
menyebabkan hipoglikemia.
Hipoglikemia kadang terjadi pada penderita kelainan psikis yang secara diam-diam
menggunakan insulin atau obat hipoglikemik untuk dirinya.
Pemakaian alkohol dalam jumlah banyak tanpa makan dalam waktu yang lama bisa
menyebabkan hipoglikemia yang cukup berat sehingga menyebabkan stupor.
Olah raga berat dalam waktu yang lama pada orang yang sehat jarang menyebabkan
hipoglikemia.
Puasa yang lama bisa menyebabkan hipoglikemia hanya jika terdapat penyakit lain
(terutama penyakit kelenjar hipofisa atau kelenjar adrenal) atau mengkonsumsi
sejumlah besar alkohol.
Cadangan karbohidrat di hati bisa menurun secara perlahan sehingga tubuh tidak
dapat mempertahankan kadar gula darah yang adekuat.
Pada orang-orang yang memiliki kelainan hati, beberapa jam berpuasa bisa
menyebabkan hipoglikemia.
Bayi dan anak-anak yang memiliki kelainan sistem enzim hati yang memetabolisir
gula bisa mengalami hipoglikemia diantara jam-jam makannya.
Jenis hipoglikemia reaktif lainnya terjadi pada bayi dan anak-anak karena memakan
makanan yang mengandung gula fruktosa dan galaktosa atau asam amino leusin.
Fruktosa dan galaktosa menghalangi pelepasan glukosa dari hati; leusin merangsang
pembentukan insulin yang berlebihan oleh pankreas.
Akibatnya terjadi kadar gula darah yang rendah beberapa saat setelah memakan
makanan yang mengandung zat-zat tersebut.
Hipoglikemia reaktif pada dewasa bisa terjadi setelah mengkonsumsi alkohol yang
dicampur dengan gula (misalnya gin dan tonik).
Pembentukan insulin yang berlebihan juga bisa menyebakan hipoglikemia. Hal ini
bisa terjadi pada tumor sel penghasil insulin di pankreas (insulinoma).
Kadang tumor diluar pankreas yang menghasilkan hormon yang menyerupai insulin
bisa menyebabkan hipoglikemia.
Penyebab lainnya adalah penyakti autoimun, dimana tubuh membentuk antibodi yang
menyerang insulin.
Kadar insulin dalam darah naik-turun secara abnormal karena pankreas menghasilkan
sejumlah insulin untuk melawan antibodi tersebut.
Hal ini bisa terjadi pada penderita atau bukan penderita diabetes.
Hipoglikemia juga bisa terjadi akibat gagal ginjal atau gagal jantung, kanker,
kekurangan gizi, kelainan fungsi hipofisa atau adrenal, syok dan infeksi yang berat.
Penyakit hati yang berat (misalnya hepatitis virus, sirosis atau kanker) juga bisa
menyebabkan hipoglikemia.
Treatment :
Gejala hipoglikemia akan menghilang dalam beberapa menit setelah penderita
mengkonsumsi gula (dalam bentuk permen atau tablet glukosa) maupun minum jus
buah, air gula atau segelas susu. Seseorang yang sering mengalami hipoglikemia
(terutama penderita diabetes), hendaknya selalu membawa tablet glukosa karena
efeknya cepat timbul dan memberikan sejumlah gula yang konsisten. Baik penderita
diabetes maupun bukan, sebaiknya sesudah makan gula diikuti dengan makanan yang
mengandung karbohidrat yang bertahan lama (misalnya roti atau biskuit). Jika
hipoglikemianya berat dan berlangsung lama serta tidak mungkin untuk memasukkan
gula melalui mulut penderita, maka diberikan glukosa intravena untuk mencegah
kerusakan otak yang serius. Seseorang yang memiliki resiko mengalami episode
hipoglikemia berat sebaiknya selalu membawa glukagon. Glukagon adalah hormon
yang dihasilkan oleh sel pulau pankreas, yang merangsang pembentukan sejumlah
besar glukosa dari cadangan karbohidrat di dalam hati. Glukagon tersedia dalam
bentuk suntikan dan biasanya mengembalikan gula darah dalam waktu 5-15 menit.
Tumor penghasil insulin harus diangkat melalui pembedahan. Sebelum pembedahan,
diberikan obat untuk menghambat pelepasan insulin oleh tumor (misalnya diazoksid).
Bukan penderita diabetes yang sering mengalami hipoglikemia dapat menghindari
serangan hipoglikemia dengan sering makan dalam porsi kecil.
BAB II
ISI
Glikogenolisis
Respon SSP
5. Manifestasi Klinis
Gejala gejala hipoglikemia terdiri dari dua fase,yaitu :
a. Fase I,gejala gejala akibat aktivasi pusat autonom di hipotalamus sehingga
hormon epinefrin di lepaskan.Gejala awal ini merupakan peringatan karna saat itu
pasien masih sadar sehingga dapat di ambil tindakan yang perlu untuk mengatasi
hipoglikemia lanjut.
b. Fase II,gejala-gejala yang terjadi akibat mulai terganggunya fungsi otak , karna itu
dinamakan gejala neurologis.
Penelitian pada orang bukan diabetes menunjukan adanya gangguan fungsi otak
yang lebih awal dari Fase I dan dinamakan Fungsi otak subliminal.Disamping gejala
peringatan dan neurologis,kadang-kadang hipoglikemia menunjukan gejala yang
tidak khas.
Kadang-kadang gejala fase adrenergic tidak muncul dan pasien langsung jatuh pada
Fase gangguan fungsi otak.Terdapat dua jenis hilangnya kewaspadaan yaitu akut
dan kronik.Yang akut misalnya pada pasien DMTT dengan glukosa darah terkontrol
sangat ketat mendekati normal,adanya neuropati autonom pada pasien yang sudah
lama menderita DM dan penggunaan bloker yang nonselektif.Kehilangan
kewaspadaan yang kronik biasanya ireversibel dan dianggap merupakan komplikasi
DM yang serius.
Sebagai dasar diagnosis dapat digunakan trias Whipple yaitu hipoglikemia dengan
gejala-gejala saraf pusat ; kadar glukosa kurang dari 50mg% dan gejala akan
menghilang dengan pemberian glukosa.
Faktor-faktor yang dap[at menimbulkan hipoglikemi berat dan berkepanjangan
adalah sekresi hormon glucagon dan adrenalin ( pasien telah lama menderita DM )
,adanya antibody terhadap insulin,blockade farmakologik,dan pemberian obat
sulfonylurea.
6. Penatalaksanaan
Glukosa darah diarahkan kekadar glukosa puasa : 120 mg/dl
Dengan rumus 3 2 1
Hipoglikemi:
Pisang / roti / karbohidrat lain, bila gagal
Teh gula, bila gagal tetesi gula kental atau madu dibawah lidah.
Koma hipoglikemi:
Injeksi glukosa 40% iv 25 ml infus glukosa 10%, bila belum sadar dapat diulang
setiap jam sampai sadar (maksimum 6 x) bila gagal
Injeksi efedrin bila tidak ada kontra indikasi jantung dll 25 50 mg atau injeksi
glukagon 1 mg/im, setelah gula darah stabil, infus glukosa 10% dilepas bertahap
dengan glukosa 5% stop.
7. Fokus Pengkajian
1. Data dasar yang perlu dikaji adalah :
a. Keluhan utama : sering tidak jelas tetapi bisanya simptomatis, dan lebih sering
hipoglikemi merupakan diagnose sekunder yang menyertai keluhan lain sebelumnya
seperti asfiksia, kejang, sepsis.
b. Riwayat :
ANC
Perinatal
Post natal
Imunisasi
Diabetes melitus pada orang tua/ keluarga
Pemakaian parenteral nutrition
Sepsis
Enteral feeding
Pemakaian Corticosteroid therapy
Ibu yang memakai atau ketergantungan narkotika
Kanker
2. Data focus
a. Data Subyektif:
Sering masuk dengan keluhan yang tidak jelas
Keluarga mengeluh bayinya keluar banyaj keringat dingin
Rasa lapar (bayi sering nangis)
Nyeri kepala
Sering menguap
Irritabel
b. Data obyektif:
Parestisia pada bibir dan jari, gelisah, gugup, tremor, kejang, kaku,
Hightpitched cry, lemas, apatis, bingung, cyanosis, apnea, nafas cepat irreguler,
keringat dingin, mata berputar-putar, menolak makan dan koma
Plasma glukosa < 50 gr/%
3. Diagnose dan Rencana Keperawatan
1) Resiko komplikasi berhubungan dengan kadar glukosa plasma yang rendah
seperti, gangguan mental, gangguan perkembangan otak, gangguan fungsi saraf
otonom, koma hipoglikemi
Rencana tindakan:
Cek serum glukosa sebelum dan setelah makan
Monitor : kadar glukosa, pucat, keringat dingin, kulit yang lembab
Monitor vital sign
Monitor kesadaran
Monitor tanda gugup, irritabilitas
Lakukan pemberian susu manis peroral 20 cc X 12
Analisis kondisi lingkungan yang berpotensi menimbulkan hipoglikemi.
Cek BB setiap hari
Cek tanda-tanda infeksi
Hindari terjadinya hipotermi
Lakukan kolaborasi pemberian Dex 15 % IV
Lakukan kolaborasi pemberian O2 1 lt 2 lt /menit
2) Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh
Rencana tindakan:
Lakukan prosedur perawatan tangan sebelum dan setelah tindakan
Pastikan setiap benda yang dipakai kontak dengan bayi dalam keadaan bersih atau
steril
Cegah kontak dengan petugas atau pihak lain yang menderita infeksi saluran
nafas.
Perhatikan kondisi feces bayi
Anjurkan keluarga agar mengikuti prosedur septik aseptik.
Berikan antibiotik sebagai profolaksis sesuai dengan order.
Lakukan pemeriksaan DL, UL, FL secara teratur.
3) Resiko Ggn Keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan peningkatan
pengeluaran keringat
Cek intake dan output
Berikan cairan sesuai dengan kebutuhan bayi /kg BB/24 jam
Cek turgor kulit bayi
Kaji intoleransi minum bayi
Jika mengisap sudah baik anjurkan pemberian ASI
4) Keterbatasan gerak dan aktivitas berhubungan dengan hipoglikemi pada otot
Bantu pemenihan kebutuhan sehari-hari
Lakukan fisiotherapi
B. ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
1. Pengkajian
1) Airway
Tidak ada gangguan
2) Breathing
Merasa kekurangan oksige dan napas tersengal-sengal
3) Circulation
Kebas,kesemutan di bagian ekstremitas,keringat dingin,hipotermi, dan penurunan
kesadaran
2. Diagnosa dan Intervensi
1) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan hipoksia jaringan, ditandai
dengan peningkatan TIK, nekrosis jaringan, pembengkakan jaringan otak, depresi
SSP dan oedema
Tujuan : gangguan perfusi jaringan berkurang/hilang setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1 jam.
Kriteria hasil :
tidak ada tanda tanda peningkatan TIK
Tanda tanda vital dalam batas normal
Tidak adanya penurunan kesadaran
Intervensi
a. Tentukan faktor yang berhubungan dengan keadaan tertentu, yang dapat
menyebabkan penurunan perfusi dan potensial peningkatan TIK
b. Catat status neurologi secara teratur, bandingkan dengan nilai standart
c. Kaji respon motorik terhadap perintah sederhana
d. Pantau tekanan darah
e. Evaluasi : pupil, keadaan pupil, catat ukuran pupil, ketajaman pnglihatan dan
penglihatan kabur
f. Pantau suhu lingkungan
g. Pantau intake, output, turgor
h. Beritahu klien untuk menghindari/ membatasi batuk,muntah
i. Perhatikan adanya gelisah meningkat, tingkah laku yang tidak sesuai
j. tinggikan kepala 15-45 derajat
k. Berikan oksigen sesuai indikasi
l. Berikan obat sesuai indikasi
2) Resiko komplikasi berhubungan dengan kadar glukosa plasma yang rendah
seperti, gangguan mental, gangguan perkembangan otak, gangguan fungsi saraf
otonom, koma hipoglikemi
Rencana tindakan:
Cek serum glukosa sebelum dan setelah makan
Monitor : kadar glukosa, pucat, keringat dingin, kulit yang lembab
Monitor vital sign
Monitor kesadaran
Monitor tanda gugup, irritabilitas
Lakukan pemberian susu manis peroral 20 cc X 12
Analisis kondisi lingkungan yang berpotensi menimbulkan hipoglikemi.
Cek BB setiap hari
Cek tanda-tanda infeksi
Hindari terjadinya hipotermi
Lakukan kolaborasi pemberian Dex 15 % IV
Lakukan kolaborasi pemberian O2 1 lt 2 lt /menit
3) Pola nafas tak efektif berhubungan dengan adanya depresan pusat pernapasan
Tujuan :Pola nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 jam
Kriteria hasil:
RR 16-24 x permenit
Ekspansi dada normal
Sesak nafas hilang / berkurang
Tidak suara nafas abnormal
Intervensi :
Kaji frekuensi, irama, kedalaman pernafasan.
Auskultasi bunyi nafas.
Pantau penurunan bunyi nafas.
Berikan posisi yang nyaman : semi fowler
Berikan instruksi untuk latihan nafas dalaM
Catat kemajuan yang ada pada klien tentang pernafasan
Berikan oksigenasi sesuai advis
Berikan obat sesuai indikasi
Hipoglikemia adalah suatu keadaan klinis yang terjadi akibat penurunan kadar
glukosa darah dibawah rentang batas normal. Hipoglikemia dapat disebabkan oleh
berbagai kelainan dan berat ringannya ditentukan pula oleh lamanya terjadi
penurunan kadar glukosa darah serta berat ringan gejala yang timbul. Pada pasien
DM, hipoglikemia terutama terjadi akibat pemberian obat-obat golongan sulfonilurea
dan pemakaian insulin. Pengaruh buruk hipoglikemia terutama akan menyebabkan
gangguan fungsi syaraf otak yang bila berlangsung lama akan meningkatkan
morbiditas dan mortalitas. Kekawatiran akan terjadinya hipoglikemia dalam
penatalaksanaan DM, terutama pada pasien usia lanjut menimbulkan permasalahan
dalam kendali glukosa darah yang akan meningkatkan risiko komplikasi makro dan
mikrovaskular akibat hiperglikemia.
Tinjauan pustaka ini akan membahas patofisiologi dan penatalaksanaan hipoglikemia
pada pemakaian insulin terutama pada pasien DM usia lanjut.
Definisi Hipoglikemi
Diagnosis hipoglikemi ditegakkan berdasarkan trias Whipple, yaitu :
- Adanya gejala2 dan tanda2 hipoglikemi
- Kadar glukosa plasma yang rendah
- Terjadi pemulihan gejala setelah kadar glukosa plasma kembali normal melalui
pemberian glukosa eksogen.
Namun, nilai cutoff dari kadar glukosa plasma untuk menetapkan hipoglikemi masih
simpang siur. Berbagai kepustakaan menggunakan rentang nilai antara 45 sampai 75
mg/dl (2,5 4,2 mmol/l). Dalam praktek sehari-hari, definisi hipoglikemi disesuaikan
dengan keadaan klinis. Walaupun tidak ada ketentuan pasti tentang seberapa rendah
kadar glukosa darah sebagai patokan mendefinisi-kan hipoglikemi, namun terdapat
kesepakatan bahwa kadar glukosa plasma vena antara 45 sampai 60 mg/dl (2,5 3,3
mmol/l) jelas mendukung diagnosis hipoglikemi, dan bila dibawah 45 mg/dl (2,5
mmol/l) biasanya sudah menimbulkan gejala klinis yang berat. Bila kadar glukosa
darah yang rendah disertai dengan gejala2 neurologik, kecurigaan terhadap
hipoglikemi lebih tinggi dan perlu segera dicari faktor penyebabnya. Pada pasien
diabetes yang diterapi dengan insulin, kadar glukosa darah hendaklah dipertahankan
diatas 75 mg/dl (4,2 mmol/l) untuk mencegah kemungkinan terjadinya hipoglikemi
simtomatis dan hypoglycemia unawareness.
Penatalaksanaan Hipoglikemia
Gejala-gejala dan tanda-tanda hipoglikemi bersifat non spesifik, sehingga langkah
awal dalam mengevaluasi pasien yang diduga mengalami hipoglikemia adalah
dengan menentukan kadar glukosa darah.
Pada kebanyakan pasien, pengukuran kadar glukosa darah saat terjadinya gejala-
gejala klinis sulit dilakukan karena gejala yang timbul terlalu singkat dan pasien jauh
dari pusat pelayanan kesehatan.
Pengukuran kadar glukosa darah kapiler dengan menggunakan glukometer dapat
dipakai sebagai pedoman untuk memastikan diagnosis serta untuk menyingkirkan
kecurigaan hipoglikemi sebagai penyebab timbulnya gejala-gejala klinis. Namun
interpretasi hasilnya hendaklah dilakukan secara hati2 karena pengukuran kadar
glukosa darah secara teknis bisa salah bila dilakukan oleh pasien sendiri yang
mungkin belum pernah mengalami gejala-gejala otonomik dan neurogligopenik.
Perlu dilakukan anamnesis yang teliti mengenai beberapa hal, antara lain :
- pekerjaan pasien
- riwayat keluarga yang menderita diabetes
- riwayat pemakaian obat-obat golongan sulfonylurea atau insulin
- riwayat konsumsi alcohol
- riwayat penyakit yang menjadi faktor predisposisi
- obat-obat lain yang digunakan pasien
Simpulan :
Hipoglikemia adalah suatu keadaan klinis yang terjadi akibat penurunan kadar
glukosa darah dibawah rentang batas normal. Bila kadar glukosa darah turun sampai
dibawah 40 mg/dl, akan memberikan gejala-gejala neurologik yang berat dan
irreversibel. Pada pasien DM, hipoglikemia terutama terjadi akibat pemberian obat-
obat golongan sulfonilurea dan pemakaian insulin. Kekawatiran akan terjadinya
hipoglikemia dalam penatalaksanaan DM, terutama pada pasien usia lanjut
menimbulkan permasalahan dalam kendali glukosa darah yang akan meningkatkan
risiko komplikasi makro dan mikrovaskular akibat hiperglikemia. Pada kelompok
usia lanjut, manifestasi gejala dan tanda2 hipoglikemia seringkali tidak jelas
dikarenakan adanya neuropati otonom (hypoglycemia unawareness) , sehingga
terkadang pasien datang ke rumah sakit sudah dalam keadaan hipoglikemia yang
berat. Hipoglikemia dapat memprovokasi terjadinya gangguan hemodinamik
sehingga dapat meningkatkan angka kejadian stroke, infark miokard, dan aritmia
ventrikel serta sudden death.
Hipoglikemia dapat pula menimbulkan penurunan kesadaran dan kejang, yang pada
usia lanjut akan meningkatkan risiko jatuh dan fraktur karena adanya komorbiditas
seperti osteoporosis. Dalam pencegahan dan penatalaksanaan hipoglikemia pada
pasien DM tipe 2 usia lanjut, edukasi terhadap keluarga memegang peranan yang
sangat penting. Pemberian insulin analog yang bersifat lebih fisiologik dalam
mengendalikan kadar glukosa darah, dapat mengurangi frekuensi kejadian
hipoglikemia.
Daftar Pustaka :
Cryer PE: Hypoglycaemia: the limiting factor in the glycaemic management of type I
and type II diabetes.Diabetologia 2002; 45:937948.
2.2.6 Penatalaksanaan