Anda di halaman 1dari 31

Hipoglikemia

HIPOGLIKEMIA PADA BAYI DAN ANAK

Hipoglikemia lebih sering terjadi pada bayi baru lahir dibandingkan anak yang lebih
besar. Kadar glukosa darah yang normal terjadi karena adanya keseimbangan antara
penyediaan glukosa dalam darah dengan pemakaiannya oleh tubuh. Bila terjadi
gangguan pada keseimbangan ini, maka dapat terjadi hipoglikemia atau sebaliknya
hiperglikemia. Hipoglikemia merupakan keadaan yang berbahaya karena glukosa
merupakan kebutuhan pokok otak. Secara klinis hipoglikemia dibedakan menjadi
simtomatik (dengan gejala) dan asimtomatik (tanpa gejala). Risiko kerusakan otak
lebih tinggi pada hipoglikemia simptomatik daripada hipoglikemia asimptomatik.

HOMEOSTASIS GLUKOSA

Kadar glukosa darah bergantung pada berbagai macam proses dinamik, yang pada
prinsipnya merupakan keseimbangan antara asupan dan utilisasi glukosa darah oleh
tubuh.

Kadar glukosa darah = glukosa yang masuk dalam darah glukosa yang keluar dari
darah

Masukan gula bergantung pada asupan gula dari makanan, persediaan glikogen,
efisiensi mobilisasi glikogen, dan proses glukoneogenesis. Keluaran bergantung pada
simpanan gula (diatur oleh insulin) atau metabolism energy.

Untuk mendapatkan kadar gula darah yang stabil diperlukan keseimbangan antara
masukan dan keluaran. Masukan dan keluaran normal glukosa pada anak yaitu:

- Bayi premature sebesar 5-6 mg/kg/menit

- Bayi aterm sebesar 3-5 mg/kg/menit, dan

- Anak sebesar 2-3 mg/kg/menit

DEFINISI

Hipoglikemia adalah kadar glukosa plasma yang kurang dari 44 mg/dL pada bayi
atau anak anak, dengan atau tanpa gejala. Untuk neonatus aterm berusia kurang dari
72 jam dipakai batas kadar glukosa plasma 35 mg/dL. Sedangkan untuk neonatus
premature dan KMK (Kecil Masa Kehamilan) yang berusia kurang dari 1 minggu
disebut mengalami hipoglikemia bila kadar glukosa plasma kurang dari 25 mg/dL.

(catatan: kadar glukosa plasma kurang lebih 15% lebih tinggi dari kadar glukosa
darah. Darah kapiler dan arteri menunjukkan kadar gula sekitar 10% lebih tinggi
daripada kadar dalam plasma)

PRINSIP DASAR

Kadar glukosa darah pada keadaan puasa merupakan hasil dari proses
glukoneogenesis dan glikogenolisis oleh system endokrin normal. Hormone
pertumbuhan (growth hormone GH), kortisol, glucagon, dan epinephrine yang
disebut counter regulatory hormone mempuunyai sifat meningkatkan glukosa
darah, sedangkan insulin menurukan gula darah. Sembilan puluh persen glukosa
digunakan oleh SSP (organ lain yang mutlak membutuhkan glukosa adalah sel darah
merah, adrenal, dan medulla ginjal)

Terdapat beberapa adaptasi terhadap kehidupan di luar uterus dan homeostasis


glukosa. Dalam keadaan normal kadar glukosa darah bayi lebih rendah daripada anak.
Kadar glukosa darah janin sebesar 70% kadar glukosa darah ibu. Pada waktu bayi
lahir masukan glukosa dari ibu berhenti secara mendadak sehingga homeostasis pasca
lahir dipertahankan dengan peningkatan glucagon 3-5 kali lipat, kadar insulin
menurun dan tidak segera meningkat setelah makan, peningkatan katekolamin,
peningkatan GH, peningkatan FFA (Free Fatty Acid) dan badan keton, terjadi
maturasi enzim glukoneogenik dan pelepasan glukosa darah dari simpanan glikogen
(biasanya cukup untuk bayi normal bisa bertahan puasa selama 4 jam)

HIPOGLIKEMIA MENURUT USIA

Hipoglikemia dapat dibagi menurut usia, yaitu hipoglikemia pada neonatus dan
hipoglikemia pada balita atau anak yang lebih besar.

Hipoglikemia pada neonatus

- Bersifat sementara dan biasanya terjadi pada bayi baru lahir, misalnya karena
masukan glukosa yang kurang (starvasi, kelaparan), hipotermia, syok,dan pada bayi
dari ibu diabetes.

- Bersifat menetap atau berulang yang dapat terjadi akibat defisiensi hormone,
hiperinsulinisme, serta kelainan metabolisme karbohidrat dan asam amino.

Hipoglikemia pada balita atau anak yang lebih besar


Pada balita atau anak yang lebih besar, hipoglikemia dapat terjadi akibat starvasi
terutama bila cadangan glikogen rendah, prediabetes,obat-obatan misalnya insulin
pada pasien diabetes mellitus tipe 1, penyakit sistemik berat dan pada gangguan
endokrin atau metabolism.

Penyebab hipoglikemia

Berdasarkan patofisiologinya, maka hipoglikemia dapat disebabkan oleh masukan


glukosa dari makanan yang kurang (starvasi) , penurunan masukan glukosa dari
simpanan glikogen, penurunan masukan glukosa karena gangguan glukoneogenesis
dan glikoneogenesis, pengeluaran berlebihan ke dalam simpanan (pada
hiperinsulinisme) dan pengeluaran yang meningkat karena kebutuhan meningkat.

- Masukan gula dari makanan yang kurang (starvasi)

Keadaan ini dapat timbul akibat keterlambatan pemberian makanan pada bayi baru
lahir (pemberian ASIpertama meningkatkan kadar gula darah sebesar 18-27 mg/dL);
pemberian makanan yang tidak adekuat, misalnya diberikan 30 mL dekstrose 5%
(yang hanya mengandung 6 Kal) sebagai pengganti susu, sedangkan 30 mL susu
mengandung 24 kal; dan muntah berulang.

- Penurunan masukan gula dari simpanan glikogen

Keadaan ini dapat terjadi pada IUGR, starvasi pada ibu hamil, prematuruitas, salah
satu bayi kembar (yang kecil) pada periode neonatal. Anak yang lebih besar usianya
dengan cadangan glikogen yang jelek akan mengalami hipoglikemia karena starvasi
terutama bila disertai gangguan glukoneogenesis (pembentukan glukosa dari sumber
nonkarbohidarat).

- Penurunan masukan gula karena gangguan glukoneogenesis dan glikogenolisis

Keadaan ini dapat terjadi pada Glycogen Storage Disease, galaktosemia, intoleransi
fructose, defisiensi GH (hipopituitarisme) dan insufisiensi adrenokortikal (primer atau
sekunder)

- Pengeluaran berlebihan ke dalam simpanan (pada hiperinsulinemi)

Pada keadaan ini terjadi pengeluaran glukosa yang berlebihan dari cairan
ekstraseluler karena insulin mengubah glukosa ke dalam bentuk simpanannya yaitu
lemak dan glikogen. Hiperinsulinisme juga menurunkan masukan gula ke dalam
cairan ekstraseluler dengan menghambat glikogenolisis dan glukoneogenesis.
Penyebab hiperinsulinisme antara lain adalah (i) bayi dari ibu yang diabetes. Ibu yang
hiperglikemia menyebabkann janin juga mengalami hiperglikemia sehingga terjadi
hyperplasia sel beta prankeas dan meningkatkan kadar insulin. Setelah lahir, kadar
insulin masih tetap tinggi sehingga timbul hipolikemia. (ii). Pemberian glukosa iv
yang berlebihan pada ibu hamil. (iii) nesidioblastosis, adenoma pancreas. (iv)
sindroma Beckwith-Wiedemann. (v) obat obatan

- Pengeluaran yang meningkat karena kebutuhan energy meningkat

Penyebab pengeluaran gula yang meningkat antara lain sepsis, syok, asfiksia,
hipotermia, respiratory distress syndrome, polisitemia/hiperviskositas dan panas.

GEJALA KLINIS

Gejala klinis sangat bervariasi dan bergantung pada usia pasien. Pada neonates gejala
klinis dapat berupa tremor, sianosis, hipotermia, kejang, apneu atau pernafasan tidak
teratur, letargi atau apatis, berkeringat, takipnea atau takikardia dan tidak mau
minum. Sedangkan pada balita dan anak yang lebih besar gejalanya dapat berupa
kejang, letargi, pucat, berkeringat dingin, takikardia, hipotermia, lemah, gangguan
bicara dan koma.

DIAGNOSIS

Secara klinis diagnosis hipoglikemia ditegakkan berdasarkan gabungan dari adanya


hipoglikemia, kadar glukosa plasma yang rendah (kurang dari 45 mg/dL atau 25
mg/dL tergantung usia), dan respon klinik yang positif terhadap pemberian gula.
Adapun alur diagnosis hipoglikemia dapat dilihat pada algoritme. (gambar 8.1)

TATA LAKSANA

Pada neonatus yang berisiko tinggi, gula darah harus diukur setiap 2 jam dengan
dekstrostik selama 12 jam pertama, selanjutnya setiap 6 jam sampai 48 jam. Kalau
dekstrostik menunjukkan nilai yang rendah, maka pemeriksaan kadar glukosa darah
kuantitatif harus dilakukan. Pada kejadian hipoglikemia, segera lakukan perbaikan
terhadap factor factor yang mungkin memperburuk keadaan seperti suhu lingkungan
dan oksigenasi. Berikut ini dijelaskan tata laksana hipoglikemia baik yang dengan
gejala maupun tanpa gejala (asimtomatik).

TATA LAKSANA HIPOGLIKEMIA PADA NEONATUS YANG TIDAK


MENUNJUKKAN GEJALA (ASIMPTOMATIK)
Hasil pemeriksaan glukosa darah yang rendah harus segera diterapi dengan
memberikan minum glukosa 10% yang kemudian diikuti susu formula pada 2-3 jam
berikutnya. Lakukan pemantauan glukosa darah setiap 30-60 menit sampai stabil
normoglikemia, kemudian setiap kali akan minum (3 jam). Bila kadar gula setelah
pemberian glukosa per oral tetap < 45 mg/dL atau timbul gejala (simtomatik), maka
glukosa intravena harus diberikan.

TATALAKSANA HIPOGLIKEMIA SIMTOMATIK

a. Pada neonates

Berikan glukosa 10% secara intravena sebanyak 2 ml/kg dengan perlahan


selama 1 menit. Lanjutkan dengan pemberian infus glukosa 10% dan
pertimbangkan juga pemberian elektrolit. Kebutuhan glukosa diperkirakan
sekitar 8-10 mg/kg/menit. Untuk memberikan glukosa sebanyak 8
mg/kg/menit dibutuhkan dekstrose 10% dengan kecepatan 110 mL/kg/hari
intravena.

Bila kebutuhan glukosa melebihi 12 mg/kg/menit segera lakukan


pemeriksaan kadar gula darah, insulin, kortisol, growth hormone, laktat,
TSH dan FT4 unutk mendeteksi adanya gangguan hormone. Setelah itu
diberikan hidrokortison suksinar 10 mg/kg/hari dengan dosis terbagi-bagi.
Bila perlu lakukan konsultasi endokrinologi.

b. Pada anak

Berikan glukosa 40% sebanyak 1 ml/kg intravena secara perlahan.


Ambillah sampel darah untuk pemeriksaan gula darah, insulin, growth
hormone, kortisol, laktat, serta keton darah dan urine. Selanjutnya
diberikan infuse glukosa 5-10% dalam salin untuk mempertahankan gula
darah lebih dari 45 mg/dL dan kurang dari 120 mg/dL.

Pemberian hidrokortison merupakan indikasi bagi anak anak yang tidak


menunjukkan perbaikan dengan terapi tersebut di atas. Keadaan yang tetap
memburuk menunjukkan adanya gangguan yang serius yaitu kemungkinan
telah terjadi edema otak. Keadaan hipoglikemia yang berlanjut
membutuhkan penanganan khusus yang tergantung dari penyebabnya.
Bila keadaan membaik, dapat dicoba pemberian minuman/makanan per
oral.
Perlu diingat bahwa pada anak anak yang mengalami diabetes mellitus
tipe 1 (tergantung insulin), hipoglikemia merupakan komplikasi yang
sering terjadi.

HIPOGLIKEMIA PADA PASIEN DIABETES

Hipoglikemia merupakan komplikasi akut tersering pada pasien diabetes


mellitus tipe 1. Hal ini dapat terjadi karena usaha kita untuk mencapai
nilai kadar glukosa darah normal. Semakin ketat usaha kita untuk
menghendaki normoglikemia, semakin besar risiko terjadinya
hipoglikemia. Insidens hipoglikemia sebagai komplikasi dapat dikurangi
dengan meningkatkan frekuensi pemantauan gula darah.

Definisi

Batasan hipoglikemia selalu menjadi perdebatan karena masing masing


individu merasakan dampaknya pada tingkat yang berbeda-beda. Yang
penting adalah masing-masing individu perlu mengetahui pada kadar
glukosa berapa ia merasa dampak hipoglikemia. Sebagai kesepakatan,
untuk pasien diabetes anak dan remaja dianjurkan untuk mempertahankan
kadar glukosa darah di atas 72 mg/dL.

Gejala klinis

Gejala hipoglikemia dibagi menjadi 2, yaitu neurogenik dan


neuroglikopenik. Gejala neurogenik berupa berkeringat, lapar, rasa
bergetar di sekitar mulut, tremor, takikardia,pucat, berdebar debar dan
lemas. Sedangkan gejala neuroglikpenik berupa lemah, sakit kepala,
gangguan penglihatan, bicara tidak jelas, pusing atau sakit kepala, sulit
berkonsentrasi, lelah, mengantuk, mudah marah, bingung, koma, dan
kejang.

HIPERINSULINISME

Diagnosis hiperinsulinisme ditegakkan bila didapatkan keadaan


hipoglikemia yang disertai kadar insulin yang tinggi. Pada keadaan normal
penurunan kadar gula darah disertai dengan penurunan kadar insulin yang
sesuai. Kadar insulin >10 uU/mL pada keadaan hipoglikemia adalah
abnormal. Bahkan pada beberapa kasus kadar yang lebih kecil mungkin
tidak sesuai dengan keadaan hipoglikemia yang ada dan menunjukkan
adanya sekresi insulin yang otonom.
Banyak pasien yang pada saat bayi dikenal mengalami hipoglikemia
idiopatik ternyata mengalami hiperinsulinisme. Hiperinsulinisme sebagai
penyebab hipoglikemia berat pada umumnya muncul pada bayi baru lahir
samapi usia 3 bulan. Seperti telah disebutkan sebelumnya, hiperinsulisme
disebabkan oleh berbagai keadaan yang berbeda. Beberapa yang sering
dijumpai akan dibahas dalam bab ini.

Hiperinsulinisme neonatal transient

Hiperinsulinisme persisten

Nesidioblastosis

Insulinoma

HIPOGLIKEMIA

Definition :
Hipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar gula darah (glukosa) secara
abnormal rendah.

Cause :

Hipoglikemia bisa disebabkan oleh:

Pelepasan insulin yang berlebihan oelh pankreas


Dosis insulin atau obat lainnya yang terlalu tinggi, yang diberikan kepada penderita
diabetes untuk menurunkan kadar gula darahnya
Kelainan pada kelenjar hipofisa atau kelenjar adrenal
Kelaiana pada penyimpanan karbohidra atau pembentukan glukosa di hati.

Secara umum, hipogklikemia dapat dikategorikan sebagai yang berhubungan dengan


obat dan yang tidak berhubungan dengan obat.
Sebagian besar kasus hipoglikemia terjadi pada penderita diabetes dan berhubungan
dengan obat.
Hipoglikemia yang tidak berhubungan dengan obat lebih jauh dapat dibagi lagi
menjadi:
- Hipoglikemia karena puasa, dimana hipoglikemia terjadi setelah berpuasa
- Hipoglikemia reaktif, dimana hipoglikemia terjadi sebagai reaksi terhadap makan,
biasanya karbohidrat.

Hipoglikemia paling sering disebabkan oleh insulin atau obat lain (sulfonilurea) yang
diberikan kepada penderita diabetes untuk menurunkan kadar gula darahnya.
Jika dosisnya lebih tinggi dari makanan yang dimakan maka obat ini bisa terlalu
banyak menurunkan kadar gula darah.

Penderita diabetes berat menahun sangat peka terhadap hipoglikemia berat.


Hal ini terjadi karena sel-sel pulau pankreasnya tidak membentuk glukagon secara
normal dan kelanjar adrenalnya tidak menghasilkan epinefrin secara normal. Padahal
kedua hal tersebut merupakan mekanisme utama tubuh untuk mengatasi kadar gula
darah yang rendah.

Pentamidin yang digunakan untuk mengobati pneumonia akibat AIDS juga bisa
menyebabkan hipoglikemia.
Hipoglikemia kadang terjadi pada penderita kelainan psikis yang secara diam-diam
menggunakan insulin atau obat hipoglikemik untuk dirinya.

Pemakaian alkohol dalam jumlah banyak tanpa makan dalam waktu yang lama bisa
menyebabkan hipoglikemia yang cukup berat sehingga menyebabkan stupor.
Olah raga berat dalam waktu yang lama pada orang yang sehat jarang menyebabkan
hipoglikemia.

Puasa yang lama bisa menyebabkan hipoglikemia hanya jika terdapat penyakit lain
(terutama penyakit kelenjar hipofisa atau kelenjar adrenal) atau mengkonsumsi
sejumlah besar alkohol.
Cadangan karbohidrat di hati bisa menurun secara perlahan sehingga tubuh tidak
dapat mempertahankan kadar gula darah yang adekuat.
Pada orang-orang yang memiliki kelainan hati, beberapa jam berpuasa bisa
menyebabkan hipoglikemia.
Bayi dan anak-anak yang memiliki kelainan sistem enzim hati yang memetabolisir
gula bisa mengalami hipoglikemia diantara jam-jam makannya.

Seseorang yang telah menjalani pembedahan lambung bisa mengalami hipoglikemia


diantara jam-jam makannya (hipoglikemia alimenter, salah satu jenis hipoglikemia
reaktif).
Hipoglikemia terjadi karena gula sangat cepat diserap sehingga merangsang
pembentukan insulin yang berlebihan. Kadar insulin yang tinggi menyebabkan
penurunan kadar gula darah yang cepat.
Hipoglikemia alimentari kadang terjadi pada seseorang yang tidak menjalani
pembedahan. Keadaan ini disebut hipoglikemia alimentari idiopatik.

Jenis hipoglikemia reaktif lainnya terjadi pada bayi dan anak-anak karena memakan
makanan yang mengandung gula fruktosa dan galaktosa atau asam amino leusin.
Fruktosa dan galaktosa menghalangi pelepasan glukosa dari hati; leusin merangsang
pembentukan insulin yang berlebihan oleh pankreas.
Akibatnya terjadi kadar gula darah yang rendah beberapa saat setelah memakan
makanan yang mengandung zat-zat tersebut.

Hipoglikemia reaktif pada dewasa bisa terjadi setelah mengkonsumsi alkohol yang
dicampur dengan gula (misalnya gin dan tonik).

Pembentukan insulin yang berlebihan juga bisa menyebakan hipoglikemia. Hal ini
bisa terjadi pada tumor sel penghasil insulin di pankreas (insulinoma).
Kadang tumor diluar pankreas yang menghasilkan hormon yang menyerupai insulin
bisa menyebabkan hipoglikemia.

Penyebab lainnya adalah penyakti autoimun, dimana tubuh membentuk antibodi yang
menyerang insulin.
Kadar insulin dalam darah naik-turun secara abnormal karena pankreas menghasilkan
sejumlah insulin untuk melawan antibodi tersebut.
Hal ini bisa terjadi pada penderita atau bukan penderita diabetes.

Hipoglikemia juga bisa terjadi akibat gagal ginjal atau gagal jantung, kanker,
kekurangan gizi, kelainan fungsi hipofisa atau adrenal, syok dan infeksi yang berat.
Penyakit hati yang berat (misalnya hepatitis virus, sirosis atau kanker) juga bisa
menyebabkan hipoglikemia.

Sign & Symptoms :


Pada awalnya tubuh memberikan respon terhadap rendahnya kadar gula darh dengan
melepasakan epinefrin (adrenalin) dari kelenjar adrenal dan beberapa ujung saraf.
Epinefrin merangsang pelepasan gula dari cadangan tubuh tetapi jugamenyebabkan
gejala yang menyerupai serangan kecemasan (berkeringat, kegelisahan, gemetaran,
pingsan, jantung berdebar-debar dan kadang rasa lapar). Hipoglikemia yang lebih
berat menyebabkan berkurangnya glukosa ke otak dan menyebabkan pusing,
bingung, lelah, lemah, sakit kepala, perilaku yang tidak biasa, tidak mampu
berkonsentrasi, gangguan penglihatan, kejang dan koma. Hipoglikemia yang
berlangsung lama bisa menyebabkan kerusakan otak yang permanen. Gejala yang
menyerupai kecemasan maupun gangguan fungsi otak bisa terjadi secara perlahan
maupun secara tiba-tiba. Hal ini paling sering terjadi pada orang yang memakai
insulin atau obat hipoglikemik per-oral. Pada penderita tumor pankreas penghasil
insulin, gejalanya terjadi pada pagi hari setelah puasa semalaman, terutama jika
cadangan gula darah habis karena melakukan olah raga sebelum sarapan pagi. Pada
mulanya hanya terjadi serangan hipoglikemia sewaktu-waktu, tetapi lama-lama
serangan lebih sering terjadi dan lebih berat.
Diagnose :
Gejala hipoglikemia jarang terjadi sebelum kadar gula darah mencapai 50 mg/dL.
Diagnosis hipoglikemia ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya dan hasil
pemeriksaan kadar gula darah. Penyebabnya bisa ditentukan berdasarkan riwayat
kesehatan penderita, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium sederhana. Jika
dicurigai suatu hipoglikemia autoimun, maka dilakukan pemeriksaan darah untuk
mengetahui adanya antibodi terhadap insulin. Untuk mengetahui adanya tumor
penghasil insulin, dilakukan pengukuran kadar insulin dalam darah selama berpuasa
(kadang sampai 72 jam). Pemeriksaan CT scan, MRI atau USG sebelum
pembedahan, dilakukan untuk menentukan lokasi tumor.

Treatment :
Gejala hipoglikemia akan menghilang dalam beberapa menit setelah penderita
mengkonsumsi gula (dalam bentuk permen atau tablet glukosa) maupun minum jus
buah, air gula atau segelas susu. Seseorang yang sering mengalami hipoglikemia
(terutama penderita diabetes), hendaknya selalu membawa tablet glukosa karena
efeknya cepat timbul dan memberikan sejumlah gula yang konsisten. Baik penderita
diabetes maupun bukan, sebaiknya sesudah makan gula diikuti dengan makanan yang
mengandung karbohidrat yang bertahan lama (misalnya roti atau biskuit). Jika
hipoglikemianya berat dan berlangsung lama serta tidak mungkin untuk memasukkan
gula melalui mulut penderita, maka diberikan glukosa intravena untuk mencegah
kerusakan otak yang serius. Seseorang yang memiliki resiko mengalami episode
hipoglikemia berat sebaiknya selalu membawa glukagon. Glukagon adalah hormon
yang dihasilkan oleh sel pulau pankreas, yang merangsang pembentukan sejumlah
besar glukosa dari cadangan karbohidrat di dalam hati. Glukagon tersedia dalam
bentuk suntikan dan biasanya mengembalikan gula darah dalam waktu 5-15 menit.
Tumor penghasil insulin harus diangkat melalui pembedahan. Sebelum pembedahan,
diberikan obat untuk menghambat pelepasan insulin oleh tumor (misalnya diazoksid).
Bukan penderita diabetes yang sering mengalami hipoglikemia dapat menghindari
serangan hipoglikemia dengan sering makan dalam porsi kecil.

BAB II
ISI

A. KONSEP DASAR TEORI


1 Pengertian
Hipoglikemia merupakan salah satu kegawatan diabetic yang mengancam, sebagai
akibat dari menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg/dl. Adapun batasan
hipoglikemia adalah:
Hipoglikemi murni : ada gejala hipoglikemi, glukosa darah < 60 mg/dl
Reaksi hipoglikemi : gejala hipoglikemi bila gula darah turun mendadak, misalnya
dari 400 mg/dl menjadi 150 mg/dl
Koma hipoglikemi : koma akibat gula darah < 30 mg/dl
Hipoglikemi reaktif : gejala hipoglikemi yang terjadi 3 5 jam sesudah makan
2. Anatomi Fisiologi
1. Pengaturan Kadar Glukosa Darah
Peristiwa glukoneogenesis berperan penting dalam penyediaan energi bagi
kebutuhan tubuh, khususnya sistem saraf dan peredaran darah (eritrosit).
Kegagalan glukoneogenesis berakibat FATAL, yaitu terjadinya DISFUNGSI OTAK yang
berakibat KOMA dan kematian. Hal ini terjadi bilamana kadar glukosa darah berada
di bawah nilai kritis. Nilai normal laboratoris dari glukosa dalam darah ialah : 65
110 ml/dL atau 3.6 6.1 mmol/L. Setelah penyerapan makanan kadar glukosa darah
pada manusia berkisar antara 4.5 5.5 mmol/L. Jika orang tersebut makan
karbohidrat kadarnya akan naik menjadi sekitar 6.5 7.2 mmol/L. Saat puasa kadar
glukosa darah turun berkisar 3.3 3.9 mmol/L.
Pengaturan kadar glukosa darah dilakukan melalui mekanisme metabolik dan
hormonal. pengaturan tersebut termasuk bagian dari homeostatik. Aktivitas
metabolik yang mengatur kadar glukosa darah dipengaruhi oleh berbagai faktor
antara lain : (1) Mutu dan Jumlah Glikolisis dan glukoneogenesis, (2) Aktivitas enzim-
enzim, seperti glukokinase dan heksokinase.hormon penting yang memainkan
peranan sentral dalam pengaturan kadar glukosa darah adalah insulin. insulin
dihasilkan dari sel-sel b dari pulau-pulau langerhans pankreas dan disekresikan
langsung ke dalam darah sebagai reaksi langsung bila keadaan hiperglikemia.
Proses pelepasan insulin dari sel B pulau Langerhans Pankreas dijelaskan sebagi
berikut :
Glukosa dengan bebas dapat memasuki sel-sel B Langerhans karena adanya
Transporter glut 2. glukosa kemudian difosforilasi oleh enzim glukokinase yang
kadarnya tinggi. Konsentrasi glukosa darah mempengaruhi kecepatan pembentukan
ATP dari proses glikolisis, glukoneogenesis, siklus Kreb dan Electron Transport
System di mitokondria.
Peningkatan produksi ATP akan menghambat pompa kalium ( K+ pump) sehingga
membran sel-sel B mengalami depolarisasi sehingga ion-ion Kalsium ( Ca2+ ) masuk
ke dalam membran dan mendorong terjadinya eksositosis insulin. Selanjutnya
insulin dibawa darah dan mengubah glukosa yang kadarnya tinggi menjadi glikogen.
Enzim yang kerjanya berlawanan dengan insulin adalah glukagon. glukoagon
dihasilkan oleh sel-sel a langerhans pankreas. sekresi hormon ini distimulasi oleh
keadaan hipoglikemia. bila glukoagon yang dibawa darah sampai di hepar maka
akan mengaktifkan kerja enzim fosforilase sehingga mendorong terjadinya
glukoneogenesis.
2. Otak Mengatur Asupan Makanan
2. Etiologi
1. Hipoglikemia pada DM stadium mellitus (DM)
2. Hipoglikemia dalam rangka pengobatan
a. penggunaan insulin
b. penggunaan sulfonylurea
c. bayi yang lahir dari ibu pasien DM
3. Hipoglikemia yang tidak berkaitan dengan DM
a. hiperinsulinisme alimenter paska gastrektomi
b. insulinoma
c. penyakit hati berat
d. tumor ekstrapan kreatik: vibrosarkoma, karsinoma ginjal
e. hipopituitarisme
3. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya hipoglikemia pada pasien yang mendapat pengobatan
insulin atau sulfonilutea.
1) factor-faktor yang berkaitan dengan pasien
pengurangan atau keterlambatan makan
kesalahan dosis obat
pelatihan jasmani yang berlebihan
perubahan tempat penyuntikan insulin
penurunan kebutuhan insulin
hari-hari pertama persalinan
penyakit hati berat
gastroparesis diabetic

2) factor yang berkaitan dengan dokter


pengendalian gula darah yang tepat
pemberian obat obat yang mempnyai potensi hipoglikemik
penggantian jenis insulin
4. Patofisologi
Ketergantungan otak setiap saat pada glukosa yang disuplai oleh sirkulasi
diakibatkan oleh ketidak mampuan otak untuk membakar asam lemak berantai
panjang, kurangnya simpanan glukosa sebagai glikogen didalam otak orang dewasa,
dan ketidak tersediaan keton dalam fase makan atau posabsorbtif.

Puasa / intake kurang

Glikogenolisis

Deficit glikogen pada hepar

Gula darah menurun < 60 mg/dl

Penurunan nutrisi jaringan otak

Respon SSP

Respon Otak Respon Vegetatif

Kortek serebri Pelepasan norepinefrin &


kurang suplai energi ( < 50mg/dl) adrenalin

Kekaburan yang dirasa dikepala Takikardia, pucat, gemetar,


Sulit konsentrasi / berfikir berkeringat
Gemetar
Kepala terasa melayang Tidak sadar
Gangguan proses berfikir Stupor, kejang, koma

5. Manifestasi Klinis
Gejala gejala hipoglikemia terdiri dari dua fase,yaitu :
a. Fase I,gejala gejala akibat aktivasi pusat autonom di hipotalamus sehingga
hormon epinefrin di lepaskan.Gejala awal ini merupakan peringatan karna saat itu
pasien masih sadar sehingga dapat di ambil tindakan yang perlu untuk mengatasi
hipoglikemia lanjut.
b. Fase II,gejala-gejala yang terjadi akibat mulai terganggunya fungsi otak , karna itu
dinamakan gejala neurologis.
Penelitian pada orang bukan diabetes menunjukan adanya gangguan fungsi otak
yang lebih awal dari Fase I dan dinamakan Fungsi otak subliminal.Disamping gejala
peringatan dan neurologis,kadang-kadang hipoglikemia menunjukan gejala yang
tidak khas.
Kadang-kadang gejala fase adrenergic tidak muncul dan pasien langsung jatuh pada
Fase gangguan fungsi otak.Terdapat dua jenis hilangnya kewaspadaan yaitu akut
dan kronik.Yang akut misalnya pada pasien DMTT dengan glukosa darah terkontrol
sangat ketat mendekati normal,adanya neuropati autonom pada pasien yang sudah
lama menderita DM dan penggunaan bloker yang nonselektif.Kehilangan
kewaspadaan yang kronik biasanya ireversibel dan dianggap merupakan komplikasi
DM yang serius.
Sebagai dasar diagnosis dapat digunakan trias Whipple yaitu hipoglikemia dengan
gejala-gejala saraf pusat ; kadar glukosa kurang dari 50mg% dan gejala akan
menghilang dengan pemberian glukosa.
Faktor-faktor yang dap[at menimbulkan hipoglikemi berat dan berkepanjangan
adalah sekresi hormon glucagon dan adrenalin ( pasien telah lama menderita DM )
,adanya antibody terhadap insulin,blockade farmakologik,dan pemberian obat
sulfonylurea.
6. Penatalaksanaan
Glukosa darah diarahkan kekadar glukosa puasa : 120 mg/dl
Dengan rumus 3 2 1

Hipoglikemi:
Pisang / roti / karbohidrat lain, bila gagal
Teh gula, bila gagal tetesi gula kental atau madu dibawah lidah.
Koma hipoglikemi:
Injeksi glukosa 40% iv 25 ml infus glukosa 10%, bila belum sadar dapat diulang
setiap jam sampai sadar (maksimum 6 x) bila gagal
Injeksi efedrin bila tidak ada kontra indikasi jantung dll 25 50 mg atau injeksi
glukagon 1 mg/im, setelah gula darah stabil, infus glukosa 10% dilepas bertahap
dengan glukosa 5% stop.
7. Fokus Pengkajian
1. Data dasar yang perlu dikaji adalah :
a. Keluhan utama : sering tidak jelas tetapi bisanya simptomatis, dan lebih sering
hipoglikemi merupakan diagnose sekunder yang menyertai keluhan lain sebelumnya
seperti asfiksia, kejang, sepsis.
b. Riwayat :
ANC
Perinatal
Post natal
Imunisasi
Diabetes melitus pada orang tua/ keluarga
Pemakaian parenteral nutrition
Sepsis
Enteral feeding
Pemakaian Corticosteroid therapy
Ibu yang memakai atau ketergantungan narkotika
Kanker
2. Data focus
a. Data Subyektif:
Sering masuk dengan keluhan yang tidak jelas
Keluarga mengeluh bayinya keluar banyaj keringat dingin
Rasa lapar (bayi sering nangis)
Nyeri kepala
Sering menguap
Irritabel
b. Data obyektif:
Parestisia pada bibir dan jari, gelisah, gugup, tremor, kejang, kaku,
Hightpitched cry, lemas, apatis, bingung, cyanosis, apnea, nafas cepat irreguler,
keringat dingin, mata berputar-putar, menolak makan dan koma
Plasma glukosa < 50 gr/%
3. Diagnose dan Rencana Keperawatan
1) Resiko komplikasi berhubungan dengan kadar glukosa plasma yang rendah
seperti, gangguan mental, gangguan perkembangan otak, gangguan fungsi saraf
otonom, koma hipoglikemi
Rencana tindakan:
Cek serum glukosa sebelum dan setelah makan
Monitor : kadar glukosa, pucat, keringat dingin, kulit yang lembab
Monitor vital sign
Monitor kesadaran
Monitor tanda gugup, irritabilitas
Lakukan pemberian susu manis peroral 20 cc X 12
Analisis kondisi lingkungan yang berpotensi menimbulkan hipoglikemi.
Cek BB setiap hari
Cek tanda-tanda infeksi
Hindari terjadinya hipotermi
Lakukan kolaborasi pemberian Dex 15 % IV
Lakukan kolaborasi pemberian O2 1 lt 2 lt /menit
2) Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh
Rencana tindakan:
Lakukan prosedur perawatan tangan sebelum dan setelah tindakan
Pastikan setiap benda yang dipakai kontak dengan bayi dalam keadaan bersih atau
steril
Cegah kontak dengan petugas atau pihak lain yang menderita infeksi saluran
nafas.
Perhatikan kondisi feces bayi
Anjurkan keluarga agar mengikuti prosedur septik aseptik.
Berikan antibiotik sebagai profolaksis sesuai dengan order.
Lakukan pemeriksaan DL, UL, FL secara teratur.
3) Resiko Ggn Keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan peningkatan
pengeluaran keringat
Cek intake dan output
Berikan cairan sesuai dengan kebutuhan bayi /kg BB/24 jam
Cek turgor kulit bayi
Kaji intoleransi minum bayi
Jika mengisap sudah baik anjurkan pemberian ASI
4) Keterbatasan gerak dan aktivitas berhubungan dengan hipoglikemi pada otot
Bantu pemenihan kebutuhan sehari-hari
Lakukan fisiotherapi
B. ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
1. Pengkajian
1) Airway
Tidak ada gangguan
2) Breathing
Merasa kekurangan oksige dan napas tersengal-sengal
3) Circulation
Kebas,kesemutan di bagian ekstremitas,keringat dingin,hipotermi, dan penurunan
kesadaran
2. Diagnosa dan Intervensi
1) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan hipoksia jaringan, ditandai
dengan peningkatan TIK, nekrosis jaringan, pembengkakan jaringan otak, depresi
SSP dan oedema
Tujuan : gangguan perfusi jaringan berkurang/hilang setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1 jam.
Kriteria hasil :
tidak ada tanda tanda peningkatan TIK
Tanda tanda vital dalam batas normal
Tidak adanya penurunan kesadaran
Intervensi
a. Tentukan faktor yang berhubungan dengan keadaan tertentu, yang dapat
menyebabkan penurunan perfusi dan potensial peningkatan TIK
b. Catat status neurologi secara teratur, bandingkan dengan nilai standart
c. Kaji respon motorik terhadap perintah sederhana
d. Pantau tekanan darah
e. Evaluasi : pupil, keadaan pupil, catat ukuran pupil, ketajaman pnglihatan dan
penglihatan kabur
f. Pantau suhu lingkungan
g. Pantau intake, output, turgor
h. Beritahu klien untuk menghindari/ membatasi batuk,muntah
i. Perhatikan adanya gelisah meningkat, tingkah laku yang tidak sesuai
j. tinggikan kepala 15-45 derajat
k. Berikan oksigen sesuai indikasi
l. Berikan obat sesuai indikasi
2) Resiko komplikasi berhubungan dengan kadar glukosa plasma yang rendah
seperti, gangguan mental, gangguan perkembangan otak, gangguan fungsi saraf
otonom, koma hipoglikemi
Rencana tindakan:
Cek serum glukosa sebelum dan setelah makan
Monitor : kadar glukosa, pucat, keringat dingin, kulit yang lembab
Monitor vital sign
Monitor kesadaran
Monitor tanda gugup, irritabilitas
Lakukan pemberian susu manis peroral 20 cc X 12
Analisis kondisi lingkungan yang berpotensi menimbulkan hipoglikemi.
Cek BB setiap hari
Cek tanda-tanda infeksi
Hindari terjadinya hipotermi
Lakukan kolaborasi pemberian Dex 15 % IV
Lakukan kolaborasi pemberian O2 1 lt 2 lt /menit
3) Pola nafas tak efektif berhubungan dengan adanya depresan pusat pernapasan
Tujuan :Pola nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 jam
Kriteria hasil:
RR 16-24 x permenit
Ekspansi dada normal
Sesak nafas hilang / berkurang
Tidak suara nafas abnormal
Intervensi :
Kaji frekuensi, irama, kedalaman pernafasan.
Auskultasi bunyi nafas.
Pantau penurunan bunyi nafas.
Berikan posisi yang nyaman : semi fowler
Berikan instruksi untuk latihan nafas dalaM
Catat kemajuan yang ada pada klien tentang pernafasan
Berikan oksigenasi sesuai advis
Berikan obat sesuai indikasi

Hipoglikemia adalah suatu keadaan klinis yang terjadi akibat penurunan kadar
glukosa darah dibawah rentang batas normal. Hipoglikemia dapat disebabkan oleh
berbagai kelainan dan berat ringannya ditentukan pula oleh lamanya terjadi
penurunan kadar glukosa darah serta berat ringan gejala yang timbul. Pada pasien
DM, hipoglikemia terutama terjadi akibat pemberian obat-obat golongan sulfonilurea
dan pemakaian insulin. Pengaruh buruk hipoglikemia terutama akan menyebabkan
gangguan fungsi syaraf otak yang bila berlangsung lama akan meningkatkan
morbiditas dan mortalitas. Kekawatiran akan terjadinya hipoglikemia dalam
penatalaksanaan DM, terutama pada pasien usia lanjut menimbulkan permasalahan
dalam kendali glukosa darah yang akan meningkatkan risiko komplikasi makro dan
mikrovaskular akibat hiperglikemia.
Tinjauan pustaka ini akan membahas patofisiologi dan penatalaksanaan hipoglikemia
pada pemakaian insulin terutama pada pasien DM usia lanjut.

Regulasi kadar glukosa darah (Homeostasis Glukosa)


Sistem syaraf pusat sangat tergantung dengan oksidasi glukosa sebagai sumber energi
utamanya. Gangguan suplai glukosa akan mengakibatkan gangguan fungsi otak
(neuroglikopenia), dan bila berlangsung lama akan menyebabkan kerusakan syaraf
otak yang irreversibel dan kematian. Pada orang dewasa sehat dengan BB 70 kg,
kebutuhan glukosa otak diperkirakan sebanyak 1 mg/kg/menit) atau sebanyak 100
g/hari. Ambilan glukosa otak difasilitasi oleh 2 transporter glukosa yaitu GLUT 1 dan
GLUT3 yang tidak tergantung dengan insulin. Dalam keadaan hipoglikemia, sistem
transportasi glukosa ini mengalami gangguan. Sedangkan pada hipoglikemia kronik
akan terjadi up regulasi transporter glukosa, suatu fenomena penting yang berperan
dalam terjadinya hypoglycemia unawareness.
Dalam keadaan puasa, otak dapat menggunakan benda2 keton (-hydroksi-butirat dan
aseto asetat) sebagai sumber energi alternatif. Ambilan benda2 keton oleh otak
proporsional dengan kadarnya didalam darah. Oksidasi benda2 keton dapat menjadi
sumber energi hanya bila kadarnya didalam sirkulasi mengalami peningkatan, seperti
terjadi dalam keadaan puasa yang lama.
Jadi bila kadar glukosa darah rendah, sedangkan kadar keton sangat tinggi, maka otak
sebagian terlindung dari efek buruk hipoglikemia. Namun bila kadar glukosa dan
keton rendah, seperti terjadi pada hipoglikemi akibat pemberian insulin dan gangguan
oksidasi asam lemak, otak akan sangat rentan terhadap gangguan metabolik. Kadar
glukosa didalam sirkulasi ditentukan oleh keseimbangan antara asupan glukosa
(absorpsi + produksi) dan utilisasi/ penggunaannya oleh berbagai jaringan. Dalam
keadaan puasa, produksi glukosa tergantung pada ketersediaan substrat2 yang
diperlukan bagi proses glikogenolisis dan glukoneogenesis. Sementara utilisasi
glukosa ditentukan oleh ambilan glukosa dan ketersediaan sumber energi alternatif
terutama bagi jaringan otot. Mekanisme utama yang berperan dalam pencegahan
hipoglikemia ditunjukkan dalam gambar dibawah ini. Dalam keadaan puasa (post
absorptive state), kadar insulin menurun, sehingga menurunkan ambilan glukosa oleh
hepar, otot dan lemak. Glikogenolisis didalam hati merupakan proses paling penting
untuk memenuhi kebutuhan glukosa dalam keadaan puasa selama 12 sampai 24 jam.
Bila puasa berlangsung lebih lama, setelah simpanan glikogen hati berkurang, akan
terjadi lipolisis dan pemecahan protein untuk mempertahankan kadar asam lemak,
gliserol dan asam amino didalam aliran darah. Asam lemak akan digunakan oleh otot
sebagai sumber energi dan oleh hati untuk memproduksi benda2 keton yang akan
digunakan sebagai sumber energi alternatif bagi jaringan2 tubuh lain. Gliserol dan
asam amino akan diambil oleh hati dan ginjal yang akan digunakan sebagai bahan
utama bagi proses glukoneogenesis. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa produksi
glukosa pada laki-laki sehat sekitar 1,8 mg/kg/menit selama dalam keadaan puasa
sampai 40 jam. Kontribusi proses glukoneogenesis terhadap produksi glukosa basal
meningkat dari 41% setelah 12 jam sampai 92% setelah 40 jam puasa. Dalam
keadaan puasa yang lama, ginjal memproduksi 25% atau lebih dari total kebutuhan
akan glukosa, terutama melalui proses glukoneogenesis dari glutamine, laktat dan
gliserol. Pada insufisiensi ginjal kronik yang berat akan terjadi gangguan produksi
glukosa renal sehingga akan menimbulkan hipoglikemi puasa. Bila kadar glukosa
plasma berada dibawah nilai ambang hipoglikemi, akan terjadi pelepasan hormon2
kontra regulasi, sebagai usaha untuk meningkatkan produksi glukosa. Nilai ambang
ini diperkirakan pada kadar 67 mg/dl. Bagian ventromedial hipothalamus merupakan
organ utama yang berperan dalam respons kontra regulasi.

Hormon2 kontra regulasi terbagi dalam 2 kelompok, yaitu :


Hormon2 kerja cepat yaitu katekolamin dan glukagon.
Hormon2 kerja lambat yaitu growth hormone dan kortisol.
Katekolamin (epinefrin dan norepinefrin) bekerja menghambat sekresi insulin dan
secara langsung merangsang proses glukoneogenesis di hepar dan ginjal,
menghambat utilisasi glukosa di jaringan perifer dan merangsang proses lipolisis.
Selanjutnya proses lipolisis akan menghasilkan substrat2 yang diperlukan untuk
glikoneogenesis (yaitu gliserol) dan sumber energi alternatif bagi otot (yaitu asam
lemak dan benda2 keton). Glukagon terutama bekerja merangsang produksi glukosa
hati, namun sangat sedikit atau bahkan tidak mempunyai efek terhadap utilisasi
glukosa perifer atau stimulasi produksi glukosa ginjal. Walaupun glukagon
merangsang lipolisis dan ketogenesis, namun hanya mempunyai efek minimal
terhadap mobilisasi prekursor glukoneogenesis dari lemak. Efek kontra regulasi dari
kortisol dan growth hormone terjadi beberapa jam setelah hipoglikemi. Jadi kedua
hormon ini hanya berperan minimal dalam pencegahan hipoglikemi akut, namun
penting dalam pencegahan hipoglikemi akibat puasa yang lama. Kortisol merangsang
glukoneogenesis hati dan lipolisis, sehingga meningkatkan kadar asam lemak bebas
dan gliserol. Growth hormone juga mempunyai efek yang sama terhadap lipolisis dan
glukoneogenesis, serta secara bersamaan menekan utilisasi glukosa di jaringan
perifer. Kedua hormon diatas dapat meningkatkan lipolisis untuk menghasilkan
substrat penting bagi proses glukoneogenesis, serta asam lemak bebas dan benda2
keton yang akan digunakan sebagai sumber energi alternatif.

Definisi Hipoglikemi
Diagnosis hipoglikemi ditegakkan berdasarkan trias Whipple, yaitu :
- Adanya gejala2 dan tanda2 hipoglikemi
- Kadar glukosa plasma yang rendah
- Terjadi pemulihan gejala setelah kadar glukosa plasma kembali normal melalui
pemberian glukosa eksogen.
Namun, nilai cutoff dari kadar glukosa plasma untuk menetapkan hipoglikemi masih
simpang siur. Berbagai kepustakaan menggunakan rentang nilai antara 45 sampai 75
mg/dl (2,5 4,2 mmol/l). Dalam praktek sehari-hari, definisi hipoglikemi disesuaikan
dengan keadaan klinis. Walaupun tidak ada ketentuan pasti tentang seberapa rendah
kadar glukosa darah sebagai patokan mendefinisi-kan hipoglikemi, namun terdapat
kesepakatan bahwa kadar glukosa plasma vena antara 45 sampai 60 mg/dl (2,5 3,3
mmol/l) jelas mendukung diagnosis hipoglikemi, dan bila dibawah 45 mg/dl (2,5
mmol/l) biasanya sudah menimbulkan gejala klinis yang berat. Bila kadar glukosa
darah yang rendah disertai dengan gejala2 neurologik, kecurigaan terhadap
hipoglikemi lebih tinggi dan perlu segera dicari faktor penyebabnya. Pada pasien
diabetes yang diterapi dengan insulin, kadar glukosa darah hendaklah dipertahankan
diatas 75 mg/dl (4,2 mmol/l) untuk mencegah kemungkinan terjadinya hipoglikemi
simtomatis dan hypoglycemia unawareness.

Tanda-tanda dan gejala-gejala hipoglikemi


Tanda-tanda dan gejala-gejala hipoglikemi dibagi dalam 2 kategori, yaitu otonomik
dan neuroglikopenik. Tanda-tanda dan gejala-gejala otonomik terjadi akibat aktivasi
sistem syaraf otonom melalui pelepasan epinefrin dari medulla adrenal kedalam
sirkulasi dan norepinefrin dari ujung2 syaraf simfatis postganglionik kedalam
jaringan2 target. Dalam keadaan normal, ambang glikemik bagi pelepasan
katekolamin lebih tinggi daripada ambangnya bagi induksi gejala-gejala
neuroglikopenik. Sehingga gejala-gejala otonomik mengawali timbulnya gejala-
gejala neuroglikopenik. Gejala-gejala dan tanda-tanda yang berhubungan dengan
pelepasan katekolamin dapat berupa tremor, muka pucat, palpitasi, takhikardia,
tekanan nadi yang melebar dan rasa cemas (ansietas). Berkeringat, rasa lapar dan
parestesia juga umum ditemukan, yang biasanya dimediasi oleh adanya pelepasan
asetilkholin. Pada orang dewasa, pengeluaran keringat lebih mencolok, hal ini diduga
akibat stimulasi oleh syaraf2 simfatis kolinergik post ganglionik. Gejala2
neuroglikopenik terjadi akibat kekurangan glukosa didalam otak. Karena glukosa
merupakan sumber energi utama untuk metabolisme jaringan otak, maka penurunan
kadar glukosa darah tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan energi bagi otak.
Gejala-gejala neuroglikopenik tidak dapat dibedakan dengan gejala2 akibat terjadinya
hipoksia jaringan otak. Gejala2 tersebut antara lain berupa rasa lemas, kelelahan,
pusing, sakit kepala, perubahan perilaku dan bingung. Pasien dapat mengalami
letargi, mudah tersinggung dan bahkan dapat bersikap agresif. Dapat pula terjadi
gangguan fungsi kognitif, gangguan berfikir dan berkonsentrasi, aphasia dan bicara
kacau. Disamping itu, hipoglikemia dapat menyebabkan pandangan kabur, kebutaan,
paresthesia, hemiplegi, hipotermi, dan bahkan koma, kejang dan berakhir dengan
kematian. Episode hipoglikemi yang lama dan berat dapat menimbulkan kematian sel
syaraf, sehingga menyebabkan gangguan fungsi otak yang permanen. Dengan
bertambahnya usia, gejala2 hipoglikemi menjadi berkurang dan profil gejalapun
mengalami perubahan.

Dalam suatu studi di Inggeris yang membandingkan respons terhadap hipoglikemi


pada 7 orang dewasa (5 orang laki-laki) non diabetes yang berumur 65 sampai 80
tahun dengan 6 orang (3 orang laki-laki) usia 24 sampai 49 tahun, menunjukkan
bahwa skor gejala berkurang secara bermakna pada kelompok usia yang lebih tua.
Pada pasien DM, faktor predisposisi terjadinya hypoglycemia antara lain faktor usia,
gangguan fungsi jantung, ginjal dan hati serta adanya sepsis dan gizi buruk.
Disamping itu, beberapa jenis obat dapat pula mengadakan interaksi dengan golongan
sulfonilurea dan insulin, sehingga memperkuat efek hipoglikemik kedua jenis obat
ini. Obat-obatan dapat menyebabkan hipoglikemi melalui beberapa mekanisme, yaitu
melalui :

Peningkatan sekresi insulin :


Disopyramide
Quinine
Pentamidine
Ritodrine
Isoniazide
Chloroquine

Peningkatan ambilan dan utilisasi glukosa dijaringan perifer :


Beta adrenergic blocker
ACE inhibitor
Biguanid
PPAR agonist
Penurunan produksi glukosa di hati:
Alkohol
Mekanisme otoimun :
Hidralazine
Procainamide
Interferon a
Obat2 yang mengandung gugus sulfhydryl (methimazole,
penicillamine, captopril,

Tidak jelas mekanismenya (diduga menurunkan klirens insulin) :


Sulfonamide
Salisilat
Antikoagulan (dicumarol, warfarin)
Analgetik, antiinflamasi (indomethazine, colchicin, parasetamol, fenilbutazon
Anti psikotik (haloperidol, chlorpromazine)
Ketoconazole
Anti Parkinson (Selegiline)
Octreotide
Phenytoin

Klasifikasi klinis hipoglikemi


Secara klinis hipoglikemi dibagi dalam 3 kategori, yaitu :
Hipoglikemi ringan, yaitu bila gejala2 dan tanda2 hipoglikemi ringan dan dapat
diobati sendiri oleh pasien.
Hipoglikemi sedang, yaitu bila gejala2 dan tanda2 hipoglikemi disertai dengan
gangguan kognitif ringan, namun pasien masih bisa menanggulanginya sendiri.
Hipoglikemi berat, bila disertai dengan gangguan kognitif berat, bahkan sampai
terjadi koma dan kejang sehingga pasien tidak dapat menanggulanginya sendiri.

Penatalaksanaan Hipoglikemia
Gejala-gejala dan tanda-tanda hipoglikemi bersifat non spesifik, sehingga langkah
awal dalam mengevaluasi pasien yang diduga mengalami hipoglikemia adalah
dengan menentukan kadar glukosa darah.
Pada kebanyakan pasien, pengukuran kadar glukosa darah saat terjadinya gejala-
gejala klinis sulit dilakukan karena gejala yang timbul terlalu singkat dan pasien jauh
dari pusat pelayanan kesehatan.
Pengukuran kadar glukosa darah kapiler dengan menggunakan glukometer dapat
dipakai sebagai pedoman untuk memastikan diagnosis serta untuk menyingkirkan
kecurigaan hipoglikemi sebagai penyebab timbulnya gejala-gejala klinis. Namun
interpretasi hasilnya hendaklah dilakukan secara hati2 karena pengukuran kadar
glukosa darah secara teknis bisa salah bila dilakukan oleh pasien sendiri yang
mungkin belum pernah mengalami gejala-gejala otonomik dan neurogligopenik.
Perlu dilakukan anamnesis yang teliti mengenai beberapa hal, antara lain :
- pekerjaan pasien
- riwayat keluarga yang menderita diabetes
- riwayat pemakaian obat-obat golongan sulfonylurea atau insulin
- riwayat konsumsi alcohol
- riwayat penyakit yang menjadi faktor predisposisi
- obat-obat lain yang digunakan pasien

Juga perlu ditanyakan tentang :


- frekuensi dan lamanya episode gejala,
- ada tidaknya gejala-gejala otonomik dan atau neuroglikopenik,
- apakah gejala berkurang dengan minum larutan gula
- kapan gejala2 tersebut terjadi (pada saat puasa atau sesudah makan)

Pasien yang mengalami hipoglikemi hanya pada periode postprandial mungkin


menderita idiopathic reactive hypoglycemia. Namun, penyebab hipoglikemi lain
seperti insulinoma dapat pula menimbulkan hipoglikemi postprandial.
Kelompok usia lanjut perlu mendapat perhatian khusus, karena mereka sering tidak
mengalami gejala-gejala dini hipoglikemi akibat gangguan fungsi syaraf otonom
(hypoglycemia unawareness), sehingga glukosa darah dapat turun mencapai kadar
yang sangat rendah (< 40 mg/dl) yang dapat menimbulkan kerusakan syaraf otak
yang irreversible.Penatalaksanaan hipoglikemi di rumah sakit sebaiknya melibatkan
kerjasama tim. Pemantauan kadar glukosa darah yang ketat perlu dilakukan untuk
menentukan penatalaksanaan yang efisien dan efektif. Penilaian terhadap keadaan
umum dan status gizi pasien perlu dilakukan agar dapat ditentukan apakah pasien
masih bisa diberikan terapi oral atau sudah memerlukan terapi parenteral. Setelah
kejadian hipoglikemi teratasi, harus segera dicari faktor penyebabnya serta dilakukan
penyesuaian dosis OHO atau insulin, atau bila perlu diganti dengan obat-obat yang
lebih aman dalam mengendalikan kadar glukosa darah. Insulin basal yang
dikombinasi dengan OHO aman digunakan pada pasien2 DM tipe2. Dalam suatu
review dari beberapa studi klinis acak terkendali, yang membandingkan pemberian
insulin monoterapi dan kombinasi dengan OHO, 13 dari 14 diantaranya tidak
menunjukkan perbedaan bermakna dari angka kejadian hipoglikemi. Penggunaan
insulin analog terbukti mengurangi angka kejadian hipoglikemi. Dalam beberapa
studi menunjukkan bahwa angka kejadian hipoglikemi lebih rendah pada pemakaian
insulin glargine dan insulin detemir, dibandingkan dengan insulin NPH. Sebelum
dipulangkan, pasien dan keluarganya diberikan edukasi tentang cara-cara pengenalan
dan penanggulangan hipoglikemi, pengaturan makan dan dosis OHO atau insulin.

Simpulan :
Hipoglikemia adalah suatu keadaan klinis yang terjadi akibat penurunan kadar
glukosa darah dibawah rentang batas normal. Bila kadar glukosa darah turun sampai
dibawah 40 mg/dl, akan memberikan gejala-gejala neurologik yang berat dan
irreversibel. Pada pasien DM, hipoglikemia terutama terjadi akibat pemberian obat-
obat golongan sulfonilurea dan pemakaian insulin. Kekawatiran akan terjadinya
hipoglikemia dalam penatalaksanaan DM, terutama pada pasien usia lanjut
menimbulkan permasalahan dalam kendali glukosa darah yang akan meningkatkan
risiko komplikasi makro dan mikrovaskular akibat hiperglikemia. Pada kelompok
usia lanjut, manifestasi gejala dan tanda2 hipoglikemia seringkali tidak jelas
dikarenakan adanya neuropati otonom (hypoglycemia unawareness) , sehingga
terkadang pasien datang ke rumah sakit sudah dalam keadaan hipoglikemia yang
berat. Hipoglikemia dapat memprovokasi terjadinya gangguan hemodinamik
sehingga dapat meningkatkan angka kejadian stroke, infark miokard, dan aritmia
ventrikel serta sudden death.
Hipoglikemia dapat pula menimbulkan penurunan kesadaran dan kejang, yang pada
usia lanjut akan meningkatkan risiko jatuh dan fraktur karena adanya komorbiditas
seperti osteoporosis. Dalam pencegahan dan penatalaksanaan hipoglikemia pada
pasien DM tipe 2 usia lanjut, edukasi terhadap keluarga memegang peranan yang
sangat penting. Pemberian insulin analog yang bersifat lebih fisiologik dalam
mengendalikan kadar glukosa darah, dapat mengurangi frekuensi kejadian
hipoglikemia.

Daftar Pustaka :

United Kingdom Prospective Diabetes Study Group: Intensive blood-glucose control


with sulphonylureas or insulin compared with conventional treatment and risk of
complications in patients with type 2 diabetes (UKPDS 33). Lancet 1998; 352:837
852.

Cryer PE: Hypoglycaemia: the limiting factor in the glycaemic management of type I
and type II diabetes.Diabetologia 2002; 45:937948.

Tomky D. Detection, Prevention, and Treatment of Hypoglycemia in the Hospital.


Diab Spectr. 2005;18(1):42

Zammit NN, Frier BM. Hypoglycemia in type 2 diabetes. Diab Care


2005;28(12):2948-2957.

Fowler MJ. Hypoglycemia. Clinical Diabetes 2008; 26,(4):170-173

Kaukonen KM,Rantala M, Pettila.V, Hynninen M. Severe hypoglycemia during


intensive insulin therapy. Acta Anaesthesiol Scand 2009; 53: 6165.
2.2 HIPOGLIKEMIA
2.2.1 Pengertian
Hipoglikemia merupakan salah satu kegawatan diabetic yang
mengancam, sebagai akibat dari menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg/dl.
Adapun batasan hipoglikemia adalah:
Hipoglikemi murni : ada gejala hipoglikemi, glukosa darah < 60
mg/dl
Reaksi hipoglikemi : gejala hipoglikemi bila gula darah turun
mendadak, misalnya dari 400 mg/dl menjadi 150 mg/dl
Koma hipoglikemi : koma akibat gula darah < 30 mg/dl
Hipoglikemi reaktif : gejala hipoglikemi yang terjadi 3 5 jam
sesudah makan.
Hipoglikemia (kadar glukosa darah yang abnormal rendah) terjadi
kalau kadar glukosa darah turun di bawah 50 hingga 60 mg/dl (2,7 hingga 3,3
mmol/L). keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian insulin atau preparat oral
yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau karena aktivitas
fisik yang berat. Hipoglikemi dapat terjadi setiap saat pada siang atau malam
hari. Kejadian ini dapat dijumpai sebelum makan, khususnya jika waktu
makan tertunda atau jika pasien lupa makan camilan.
2.2.2 Etiologi
Pelepasan insulin yang berlebihan oleh pankreas
Dosis insulin atau obat lainnya yang terlalu tinggi, yang diberikan
kepada penderita diabetes untuk menurunkan kadar gula darahnya
Kelainan pada kelenjar hipofisa atau kelenjar adrenal
Kelaiana pada penyimpanan karbohidrat atau pembentukan glukosa
di hati.
Secara umum, hipogklikemia dapat dikategorikan sebagai yang
berhubungan dengan obat dan yang tidak berhubungan dengan obat.
Sebagian besar kasus hipoglikemia terjadi pada penderita diabetes dan
berhubungan dengan obat. Hipoglikemia yang tidak berhubungan
dengan obat lebih jauh dapat dibagi lagi menjadi:
Hipoglikemia karena puasa, dimana hipoglikemia terjadi setelah
berpuasa
Hipoglikemia reaktif, dimana hipoglikemia terjadi sebagai reaksi
terhadap makan, biasanya karbohidrat.
Hipoglikemia paling sering disebabkan oleh insulin atau obat lain
(sulfonilurea) yang diberikan kepada penderita diabetes untuk
menurunkan kadar gula darahnya. Jika dosisnya lebih tinggi dari
makanan yang dimakan maka obat ini bisa terlalu banyak menurunkan
kadar gula darah. Penderita diabetes berat menahun sangat peka
terhadap hipoglikemia berat. Hal ini terjadi karena sel-sel pulau
pankreasnya tidak membentuk glukagon secara normal dan kelanjar
adrenalnya tidak menghasilkan epinefrin secara normal. Padahal kedua
hal tersebut merupakan mekanisme utama tubuh untuk mengatasi
kadar gula darah yang rendah.
Pentamidin yang digunakan untuk mengobati pneumonia akibat AIDS
juga bisa menyebabkan hipoglikemia. Hipoglikemia kadang terjadi
pada penderita kelainan psikis yang secara diam-diam menggunakan
insulin atau obat hipoglikemik untuk dirinya.
Pemakaian alkohol dalam jumlah banyak tanpa makan dalam waktu
yang lama bisa menyebabkan hipoglikemia yang cukup berat sehingga
menyebabkan stupor. Olah raga berat dalam waktu yang lama pada
orang yang sehat jarang menyebabkan hipoglikemia.
Puasa yang lama bisa menyebabkan hipoglikemia hanya jika terdapat
penyakit lain (terutama penyakit kelenjar hipofisa atau kelenjar
adrenal) atau mengkonsumsi sejumlah besar alkohol. Cadangan
karbohidrat di hati bisa menurun secara perlahan sehingga tubuh tidak
dapat mempertahankan kadar gula darah yang adekuat.
Pada orang-orang yang memiliki kelainan hati, beberapa jam berpuasa
bisa menyebabkan hipoglikemia.
Bayi dan anak-anak yang memiliki kelainan sistem enzim hati yang
memetabolisir gula bisa mengalami hipoglikemia diantara jam-jam
makannya.
Seseorang yang telah menjalani pembedahan lambung bisa
mengalami hipoglikemia diantara jam-jam makannya (hipoglikemia
alimenter, salah satu jenis hipoglikemia reaktif). Hipoglikemia terjadi
karena gula sangat cepat diserap sehingga merangsang pembentukan
insulin yang berlebihan. Kadar insulin yang tinggi menyebabkan
penurunan kadar gula darah yang cepat. Hipoglikemia alimentari
kadang terjadi pada seseorang yang tidak menjalani pembedahan.
Keadaan ini disebut hipoglikemia alimentari idiopatik.
Jenis hipoglikemia reaktif lainnya terjadi pada bayi dan anak-anak
karena memakan makanan yang mengandung gula fruktosa dan
galaktosa atau asam amino leusin. Fruktosa dan galaktosa
menghalangi pelepasan glukosa dari hati, leusin merangsang
pembentukan insulin yang berlebihan oleh pankreas. Akibatnya terjadi
kadar gula darah yang rendah beberapa saat setelah memakan
makanan yang mengandung zat-zat tersebut.
Hipoglikemia reaktif pada dewasa bisa terjadi setelah mengkonsumsi
alkohol yang dicampur dengan gula (misalnya gin dan tonik).
Pembentukan insulin yang berlebihan juga bisa menyebakan
hipoglikemia. Hal ini bisa terjadi pada tumor sel penghasil insulin di
pankreas (insulinoma). Kadang tumor diluar pankreas yang
menghasilkan hormon yang menyerupai insulin bisa menyebabkan
hipoglikemia.
Penyebab lainnya adalah penyakti autoimun, dimana tubuh
membentuk antibodi yang menyerang insulin. Kadar insulin dalam
darah naik-turun secara abnormal karena pankreas menghasilkan
sejumlah insulin untuk melawan antibodi tersebut. Hal ini bisa terjadi
pada penderita atau bukan penderita diabetes.
Hipoglikemia juga bisa terjadi akibat gagal ginjal atau gagal jantung,
kanker, kekurangan gizi, kelainan fungsi hipofisa atau adrenal, syok
dan infeksi yang berat.
Penyakit hati yang berat (misalnya hepatitis virus, sirosis atau kanker)
juga bisa menyebabkan hipoglikemia.
2.2.3 Gejala
Pada hipoglikemia ringan, ketika kadar glukosa darah menurun,
system saraf simpatik akan terangsang. Pelimpahan adrenalin ke dalam darah
menyebabkan gejala seperti :
Tremor
Takikardi
Palpitasi
Kegelisahan
Rasa lapar.
Pada hipoglikemia sedang, penurunan kadar glukosa darah
menyebabkan sel-sel otak tidak memperoleh cukup bahan bakar untuk bekerja
dengan baik. Tanda-tanda gangguan fungsi pada system saraf pusat mencakup
:
Ketidakmampuan konsentrasi
Sakit kepala
Vertigo
Konfusi
Penurunan daya ingat
Pati rasa di daerah bibir dan lidah
Bicara pelo
Gerakan tidak terkoordinasi
Perubahan emosional
Perilaku yang tidak rasional
Penglihatan ganda
Perasaan ingin pingsan.
Pada hipoglikemia berat, fungsi system saraf pusat mengalami gangguan
sangat berat sehingga pasien memerlukan pertolongan orang lain untuk mengatasi
hipoglikemia yang dideritanya. Gejala dapat mencakup :
Perilaku yang mengalami disorientasi
Serangan kejang
Sulit dibangunkan dari tidur atau bahkan kehilangan kesadaran.
Gejala hipoglikemia dapat terjadi mendadak dan tanpa terduga sebelumnya.
Kombinasi semua gejala tersebut dapat bervariasi antara pasien yang satu dan
lainnya. Sampai derajat tertentu, gejala ini dapat berhubungan dengan tingkat
penurunan kadar glukosa darah yang sebenarnya atau dengan kecepatan penurunan
kadar tersebut. Sebagai contoh, pasien yang biasanya memiliki glukosa darah dalam
kisaran hiperglikemia (misalnya, sekitar 200-an atau lebih ) dapat merasakan gejala
hipoglikemi (adrenergik) kalau kadar glukosa darahnya secara tiba-tiba turun hingga
120 mg/dl (6,6 mmol/L) atau kurang. Sebaliknya, pasien yang biasanya memiliki
kadar glukosa drah yang rendah namun masih berada dalam rentang yang normal
dapat tetap asimtomatik meskipun kadar glukosa tersebut turun secara perlahan-lahan
sampai dibawah 50 mg/dl (2,7 mmol/L).
Factor lain yang berperan dalam menimbulkan perubahan gejala hipoglikemi
adalah penurunan respon hormonal (adrenergik) terhadap hipoglikemi. Keadaan ini
terjadi pada sebagian pasien yang telah menderita diabetes selama bertahun-tahun.
Penurunan respon adrenergic tersebut dapat berhubungan dengan salah satu
komplikasi kronis diabetes yaitu neuropati otonom. Dengan penurunan kadar glukosa
darah, limpahan adrenalin yang normal tidak terjadi. Pasien tidak merasakan gejala
adrenergic yang lazim seperti perasaan lemah. Keadaan hipoglikemi ini mungkin baru
terdeteksi setelah timbul gangguan system saraf pusat yang sedang atau berat.
2.2.4 Patofisiologi

Ketergantungan otak setiap saat pada glukosa yang disuplai oleh


sirkulasi diakibatkan oleh ketidakmampuan otak untuk membakar asam lemak
berantai panjang, kurangnya simpanan glukosa sebagai glikogen di dalam
otak orang dewasa, dan ketidaktersediaan keton dalam fase makan atau
kondisi pos absorptif.
Terdapat sedikit perdebatan tentang manakala gula darah turun dengan
tiba-tiba, otak mengenali defisiensi energinya setelah kadar serum turun jauh
dibawah sekitar 45 mg/dl. Kadar dimana gejala-gejala timbul akan berbeda
dari satu pasien dengan pasien lain, dan bukanlah hal yang tidak lazim pada
kadar serendah 30 sampai 35 mg/dl untuk terjadi (spt, selama tes toleransi
glukosa) tanpa gejala-gejala yang telah disebutkan. Yang lebih kontroversial
adalah pertanyaan tentang apakah gejala-gejala dapat berkembang dalam
berespon terhadap turunnya kadar gula darah bahkan sebelum turun di bawah
batasan kadar normal. Karena suatu respon fisiologi tertentu, seperti pelepasan
hormon pertumbuhan, terjadi dengan penurunan gula darah namun tetap
normal, tampaknya gejala-gejala terjadi pada kondisi ini, tetapi stimulus
penurunan kadar kemungkinan kurang kuat dan konsisten dibanding penurunan
dibawah ambang absolut.
Bagaimanapun, otak tampak dapat beradaptasi sebagian terhadap
penurunan kadar gula darah, terutama jika penurunan terjadi lambat dan kronis.
Bukanlah hal yang tidak lazim bagi pasien dengan gula darah yang sangat
rendah, seperti yang terjadi pada tumor pensekresi insulin, untuk
memperlihatkan fungsi serebral yang sangat normal dalam menghadapi gula
darah yang rendah terus menerus dibawah batasan normal.
2.2.5 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan glukosa darah sebelum dan sesudah suntikan dekstrosa.


(Mansjoer A 1999: 604). Di kutip dari www.medicare.com ada berbagai
pemeriksaan penunjang meliputi :
perpanjangan pengawasan puasa, tes primer untuk hypoglikemia,
perpanjanganya (48-72 jam) setelah pengawasan puasa.
Tes bercampur makanan, tes ini di gunakan jika anda mempunyai tanda
puasa (2 jam PP)
Tes urine di simpan untuk mencari substansi keton.
Tes ini juga mencari tes pancreas atau penyakit endokrin.

2.2.6 Penatalaksanaan

Gejala hipoglikemia akan menghilang dalam beberapa menit setelah


penderita mengkonsumsi gula (dalam bentuk permen atau tablet glukosa)
maupun minum jus buah, air gula atau segelas susu. Seseorang yang sering
mengalami hipoglikemia (terutama penderita diabetes), hendaknya selalu
membawa tablet glukosa karena efeknya cepat timbul dan memberikan
sejumlah gula yang konsisten. Baik penderita diabetes maupun bukan,
sebaiknya sesudah makan gula diikuti dengan makanan yang mengandung
karbohidrat yang bertahan lama (misalnya roti atau biskuit).
Jika hipoglikemianya berat dan berlangsung lama serta tidak mungkin
untuk memasukkan gula melalui mulut penderita, maka diberikan glukosa
intravena untuk mencegah kerusakan otak yang serius. Seseorang yang
memiliki resiko mengalami episode hipoglikemia berat sebaiknya selalu
membawa glukagon. Glukagon adalah hormon yang dihasilkan oleh sel pulau
pankreas, yang merangsang pembentukan sejumlah besar glukosa dari
cadangan karbohidrat di dalam hati. Glukagon tersedia dalam bentuk suntikan
dan biasanya mengembalikan gula darah dalam waktu 5-15 menit. Tumor
penghasil insulin harus diangkat melalui pembedahan.
Sebelum pembedahan, diberikan obat untuk menghambat pelepasan
insulin oleh tumor (misalnya diazoksid). Bukan penderita diabetes yang sering
mengalami hipoglikemia dapat menghindari serangan hipoglikemia dengan
sering makan dalam porsi kecil.

Anda mungkin juga menyukai