Anda di halaman 1dari 38

1

BAB 2 TINJAUAN TEORI

A. Konsep Hipoglikemia Neonatus


1. Definisi
Hipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar glukosa dalam
darah secara abnormal rendah yaitu <50 mg/dl atau bahkan <40 mg/dl
(Rahardjo, 2012; Maryam, 2010). Hipoglikemia neonatus adalah keadaan
kadar glukosa darah yang rendah setelah lahir 4.
2. Etiologi
1. Hipoglikemia biasanya terjadi jika seorang bayi pada saat dilahirkan
memiliki cadangan glukosa yang rendah yang disimpan dalam bentuk
glikogen (Novyana, 2010).

2. Prematuritas

3. Post-maturitas

4. Kelainan fungsi plasenta (ari-ari) selama bayi berada dalam kandungan.

5. Hipoglikemia juga bisa terjadi pada bayi yang memiliki kadar insulin
tinggi. Bayi yang ibunya menderita diabetes sering kali memiliki kadar
insulin yang tinggi karena ibunya memiliki kadar darah yang tinggi,
sejumlah besar guladarah ini melewati plasenta dan sampai ke janin
selama masa kehamilan akibatnya, janin menghasilkan sejumlah besar
insulin,

6. Peningkatan kadar insulin juga ditemukan pada bayi yang menderita


penyakit hematolotik berat .

7. Kadar insulin yang tinggi menyebabkan kadar gula darah menurun


dengan cepat pada jam-jam pertama kehidupan bayi setelah dilahirkan,
dimana aliran gula dari plasenta secara tiba-tiba terhenti.
3. Faktor Risiko
Umumnya hipoglikemia terjadi pada neonatus berumur 1-2 jam.
Hal ini disebabkan oleh karena bayi tidak lagi mendapatkan glukosa dari
ibu, sedangkan insulin plasma masih tinggi dengan kadar glukosa darah
yang menurun (Iswanto, 2012).

3
4

Menurut Iswanto (2012), terdapat 4 kelompok besar bayi neonatal


yang secara patofisiologik mempunyai resiko tinggi mengalami
hipoglikemia yaitu:
1. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita diabetes melitus atau
menderita diabetes selama kehamilan dan bayi yang menderita penyakit
eritroblastosis fetalis berat, bayi demikian cenderung menderita
hiperinsulinisme.
2. Bayi dengan berat badan lahir rendah yang mungkin mengalami
malnutrisi intrauterin, yang mengakibatkan cadangan glikogen hati dan
lemak tubuh total menurun. BBLR yang termasuk rawan adalah bayi
kecil menurut usia kehamilan, salah satu bayi kembar yang lebih kecil
berat badan berbeda 25% atau lebih, berat badan lahir kurang 2000 gr
bayi yang menderita polisitemia, bayi yang dilahirkan oleh ibu yang
menderita toksemia dan bayi dengan plasenta yang abnormal, terutama
sangat peka dan mudah terkena gangguan ini. Faktor-faktor lain yang
juga berperan akan timbulnya hipoglikemia pada kelompok ini mencakup
respon insulin yang tidak normal, gangguan glikoneogenesis, asam lemak
bebas yang rendah, rasio berat otak atau hati yang meningkat, kecepatan
produksi kortisol yang rendah dan mungkin kadar insulin yang
meningkat serta respon keluaran epinefrin yang menurun.
3. Bayi yang sangat imatur (kecil) atau yang sedang sakit berat dapat
menderita hipoglikemia karena meningkatnya kebutuhan metabolisme
yang melebihi cadangan kalori, dan bayi dengan berat badan lahir rendah
yang menderita sindrom gawat nafas, asfiksia perinatal, polisitemia,
hipotermia dan infeksi sistemik dan bayi yang mengalami kelainan
jantung bawaan sianotik yang menderita gagal jantung.
4. Pada bayi yang menderita kelainan genetik atau gangguan
metabolisme primer (jarang terjadi) seperti galaktosemia, penyakit
penyimpanan glikogen, intoleransi fruktosa, propionat asidemia,
metilmalonat asidemia, tirosinemia, penyakit sirop mapel, sensitivitas
leusin, insulinoma, nesidioblastosis sel beta, hiperplasia fungsional sel
beta fungsional, panhipopituitarisme dan sindrom beckwit serta bayi
raksasa.
5

4. Patofisiologi
Pada anak dan dewasa mempunyai persamaan substrat dan pengaturan
metabolisme hormonal, namun homeostatis glukosa pada bayi berbeda.

1. Metabolisme glukosa pada janin

Homeostatis glukosa yang terjadi pada neonatus dan anak


membutuhkan beberapa penjelasan spesifik. Pertama karena adanya
transisi kehidupan dari intrauterin ke ekstrauterin. Kedua adanya
penggunaan kadar glukosa yang meningkat pada neonatus dibandingkan
dewasa.

Pada janin glukosa melewati sawar plasenta secara difusi yang


dapat menyebabkan janin tidak dependent terhadap proses glikogenolisis
dan glukoneogenesis karena terus disuplai dengan glukosa dari ibu.
Mekanisme glukoneogenesis terus berkembang seutuhnya saat
mendekati persalinan. Pada trisemester terakhir janin akan
mengakumulasi cadangan lemak, glikogen serta mengalami peningkatan
aktivitas.

Saat lahir neonatus memiliki cadangan lemak dan glikogen yang


cukup untuk waktu yang singkat apabila terjadi penurunan kalori.
Beberapa jam setelah lahir konsentrasi glukosa plasma akan menurun
sedangkan asam lemak bebas menjadi meningkat. Namun cadangan
glikogen menjadi terbatas sehingga dependent terhadap proses
glukoneogenesis.

Bila seorang ibu saat hamil mendapat nutrisi yang adekuat, maka
pada janin tidak terjadi glukoneogenesis. Selain di dalam kandungan,
energi pokok yang digunakan oleh janin adalah glukosa dan asam amino.
Glukosa pada ibu masuk kejanin melalui plasenta secara difusi karena
adanya perbedaan konsentrasi pada ibu dan plasma janin, dimana kadar
glukosa plasma janin 70-80% sama dengan kadar dalam vena ibu
(Susanto, 2007).
2. Sistem endokrin
Insulin merupakan hormon regulasi glukosa plasma. Insulin
6

bekerja untuk menurunkan produksi glukosa endogen dan dapat


meningkatkan pemakaian glukosa di perifer. Insulin menstimulasi
membran sel otot skelet, otot jantung dan jaringan lemak adiposa serta
penyimpanan glukosa menjadi glikogen. Dalam keadaan konsentrasi
yang rendah, insulin merupakan inhibitor proses lipolisis dan
proteolisis. Beberapa substrat seperti asam lemak bebas, badan keton
dan asam amino dapat meningkatkan pelepasan insulin dari sel beta
pankreas baik secara langsung maupun tidak langsung.
Hormon kontraregulasi seperti adrenokortikotropik (ACTH),
kortisol, glukagon, epinefrin dan growth hormon memiliki efek
meningkatkan kadar glukosa plasma dengan menghambat uptake
glukosa oleh otot (epinefrin, kortisol dan growth hormon),
meningkatkan proses glukoneogenesis endogen melalui proteolisis
(kortisol), aktivitas lipolisis dan meningkatkan proses glukoneogenesis
berbahan asam lemak bebas (epinefrin, glukagon, growth hormon,
ACTH dan kortisol), menghambat sekresi insulin dari pankreas
(epinefrin), aktivasi enzim glikogenolisis dan glukoneogenesis
(epinefrin dan glukagon) serta meningkatkan produksi dan
menginduksi enzim glukoneogenesis dalam jangka yang panjang
(glukagon dan kortisol).
Bila kadar glukosa darah meningkat setelah makan, maka
sekresi insulin akan meningkat dan merangsang hepar untuk
menyimpan glukosa sebagai glikogen. Bila sel pada hepar dan otot
kelebihan glukosa, maka kelebihan glukosa tersebut akan disimpan
sebagai lemak. Bila kadar glukosa menurun, maka glukagon akan
merangsang hepar untuk proses glikogenolisis dan melepaskan glukosa
kembali ke dalam darah. Pada keadaan lapar, hepar akan
mempertahankan kadar glukosa melalui proses glukoneogenesis.
Glukoneogenesis merupakan proses pembentukan glukosa dari
asam amino. Otot memberikan simpanan glikogen dan memecah
protein otot menjadi asam amino yang merupakan substrat untuk
proses glukoneogenesis di hepar. Asam amino dalam sirkulasi akan
7

dikatabolisme menjadi keton, sedangkan asetoasetat dan beta hidroksi


butirat digunakan untuk membantu bahan bakar untuk sebagian besar
jaringan termasuk otot.
Hipotalamus akan merangsang sistem saraf simpatis dan
epinefrin yang disekresi oleh adrenal yang akan menyebabkan
pelepasan glukosa oleh hepar. Bila terjadi hipoglikemia yang
berkelanjutan untuk beberapa hari, maka hormon pertumbuhan dan
kortisol disekresi dan akan terjadi penurunan penggunaan glukosa oleh
sebagian besar sel dalam tubuh. Glukagon merupakan hormon yang
pertama kali dalam mengatasi terjadinya hipoglikemia, apabila gagal
maka epinefrin yang memegang peranan penting (Batubara, 2000).
3. Kompensasi terhadap keadaan hipoglikemia
Dalam keadaan normal tubuh akan mempertahankan
hipoglikemia dengan cara menurunkan sekresi insulin dan
meningkatkan sekresi glukagon, epinefrin, hormon pertumbuhan dan
kortisol. Perubahan hormon tersebut dikombinasi dengan
meningkatnya keluaran glukosa dihepar. Respon pertama yang terjadi
adalah meningkatkan produksi glukosa dari hepar dengan melepaskan
cadangan glikogen dihepar serta menurunkan sekresi insulin dan
meningkatkan sekresi glukagon. Bila cadangan glikogen habis maka
terjadi peningkatan kerusakan protein karena efek kortisol yang
meningkat serta proses glukoneogenesis hepar diganti dengan
glikogenolisis sebagai sumber produksi glukosa. Kerusakan protein
tersebut yaitu meningkatnya asam amino glukogenik, alanin dan
glutamine dalam plasma. Penurunan kadar glukosa perifer pada
keadaan awal dapat menurunkan kadar insulin, yang kemudian di ikuti
peningkatan kadar epinefrin, kortisol dan hormon pertumbuhan. Ketiga
proses tersebut dapat meningkatkan lipolisis dan asam lemak bebas
dalam plasma yang digunakan sebagai bahan bakar alternatif bagi
tubuh dan menghambat penggunaan glukosa. Hipoglikemia terjadi
apabila satu atau lebih mekanisme keseimbangan tersebut mengalami
kegagalan atau penurunan glukosa yang berlebihan seperti pada
8

kondisi hiperinsulinemia atau produksi yang kurang seperti pada


penyakit “glycogen storage” serta kombinasi defisiensi hormon
pertumbuhan dan kortisol (Sperling dalam Nelson, 2000).
4. Perbedaan metabolisme glukosa pada bayi dan dewasa.
Pada orang dewasa setelah makan hingga 14 jam kemudian,
metabolisme glukosa 2 mg/kgBB/menit kemudian menurun menjadi
1,8 mg/kgBB/menit pada 30 menit setelah makan. kadar metabolisme
glukosa pada bayi dan anak pada 14 jam setelah makan jumlahnya 3
kali lipat lebih besar pada orang dewasa dan saat 30 menit kemudian
setelah makan kadarnya akan menurun menjadi 3,8mg/kgBB/menit.
Pada bayi dan anak kemampuan tubuh tidak semaksimal pada
orang dewasa sehingga akan terjadi penurunan progresif dari
konsentrasi glukosa plasma dalam darah yang singkat. Perbedaan
adaptasi puasa pada orang dewasa dan anak disebabkan karena
perbedaan massa otak, dimana kadar otak anak lebih besar
dibandingkan tubuh sehingga penurunan glukosa terjadi lebih cepat
akibat dari proses pemakaian. Glikogenolisis yang terjadi pada anak
tidak sebanyak yang terjadi pada dewasa karena massa otot pada anak
lebih kecil dibandingkan pada dewasa sehingga cara mepertahankan
glukosa plasma banyak menggunakan proses gluconeogenesis
(Susanto, 2007)
9
5. Tanda dan Gejala
Pada neonatus gejala hipoglikemia tidak spesifik, antara lain tremor,
peka rangsang, apnea dan sianosis, hipotonia, iritabel, sulit minum, kejang,
koma, tangisan nada tinggi, nafas cepat dan pucat (Sihombing, 2013).

Manifestasi klinis dari hipoglikemia yaitu pertama meliputi gejala


yang berkaitan dengan aktivasi sistem saraf autonomy dan pelepasan epinefrin
yang disertai dengan penurunan kadar glukosa. Kedua meliputi gejala yang
disebabkan karena penurunan penggunaan glukosa otak yang
10

disertai dengan hipoglikemia yang lama. Pada neonatus biasanya gejala disertai
sianosis, apnea, hipotermia, hipotonia dan kejang-kejang (Sperling dalam Nelson,
2000).
6. Tipe Hipoglikemia
Menurut Vera (2013), tipe hipoglikemia digolongkan menjadi beberapa
jenis yakni :
1. Transisi dini neonatus (Early transitional neonatal )
Ukuran bayi yang besar ataupun normal yang mengalami
kerusakan sistem produksi pankreas sehingga terjadi hiperinsulin.
2. Hipoglikemia klasik sementara (Classic transient neonatal) Terjadi
jika bayi mengalami malnutrisi sehingga mengalami kekurangan
cadangan lemak dan glikogen.
3. Hipoglikemia sekunder (Secondary)
Sebagai suatu respon stress dari neonatus sehingga terjadi
peningkatan metabolisme yang memerlukan banyak cadangan
glikogen.
4. Hipoglikemia berulang (Recurrent)
Disebabkan oleh adanya kerusakan enzimatis, atau metabolisme
insulin terganggu.
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang disertai gejala klinis penting untuk
menentukan diagnosa hipoglikemia. Apabila terdapat gejala dari
hipoglikemia maka harus dilakukan pemeriksaan kadar gula darah
untuk memastikan. Kadar glukosa darah dapat diukur dengan
menggunakan glukometer. Bayi yang memiliki resiko harus dilakukan
pemeriksaan kadar glukosa darah (Pundjaji, et al. 2011).
Pemeriksaan glukosa darah penting dilakukan secara berkala
hingga bayi dapat meminum ASI secara peroral dan tidak memakai
infus selama 24 jam. Bayi dengan hipoglikemia membutuhkan infus
glukosa selama 5 hari lebih untuk dilakukan evaluasi penyebabnya.
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan serum
terhadap kadar insulin, kortisol, hormon pertumbuhan, elektrolit darah,
tes faal hati dan pemeriksaan formal gula darah puasa (Pundjaji, et al.
11

2011).
8. Penatalaksanaan
Menurut Iswanto (2012), penatalaksanaan untuk hipoglikemia pada neonatus
adalah sebagai berikut :
1. Beri air gula kira-kira 30 cc satu kali pemberian dan observasi
keadaannya.
2. Pertahankan suhu tubuh dengan cara membungkus bayi dengan kain
hangat, jauhkan dari hal-hal yang dapat menyerap panas bayi.
3. Segera beri ASI (Air Susu Ibu).
4. Observasi keadaan bayi, yaitu tanda-tanda vital, warna kulit, reflek dan
tangisan bayi.
5. Bila tidak ada perubahan selama ± 24 jam dalam gejala-gejala tersebut
segera rujuk ke rumah sakit.
Menurut Iswanto (2012) jika ditemukan masalah seperti berikut
penatalaksanaanya adalah :
1. Glukosa darah <25 mg/dl (1,1 mmol/l) atau terdapat tanda
hipoglikemia, maka:
a. Pasang jalur IV, berikan glukosa 10% 2 ml/kg BB secara pelan
dalam 5 menit.
b. Infus glukosa 20% sesuai kebutuhan rawatan.
c. Periksa kadar glukosa darah 1 jam setelah bolus glukosa dan
kemudian 3 jam sekali.
d. Jika kadar glukosa darah masih <25 mg/dl (1,1 mmol/l) ulangi
pemberian air gula dan lanjutkan pemberian infus.
e. Jika kadar glukosa darah 24-25 mg/dl (1,1-2,6 mmol/l) lanjutkan
infus dan ulangi pemeriksaan kadar glukosa setiap 3 jam sampai
kadar glukosa 45 mg/dl (2,6 mmol/l) atau lebih.
f. Jika kadar gluosa darah 45 mg/dl (2,6 mmol/l) atau lebih dalam
dua kali pemberian berturut-turut lanjutkan infus glukosa.
g. Anjurkan ibu menyusui, bila bayi tidak menyusu berikan ASI peras
dengan menggunakan sendok.
h. Bila kemampuan minum bayi meningkat, turunkan pemberian
12

cairan infus setiap hari secara bertahap, jangan menghentikan infus


glukosa secara tiba-tiba.
2. Glukosa darah 25-45 mg/dl (1,1- 2,6 mmol/l) tanpa
tanda hipoglikemia.
a. Anjurkan ibu menyusui, bila bayi tidak menyusu berikan ASI peras
dengan menggunakan sendok.
b. Pantau tanda hipoglikemia dan bila dijumpai tanda – tanda
hipoglikemia tangani dengan cara :
1) Pasang jalur IV, berikan glukosa 10% 2 ml/kg BB secara pelan
dalam 5 menit.
2) Infus glukosa 20% sesuai kebutuhan rawatan.
3) Periksa kadar glukosa darah dalam setiap 3 jam atau sebelum
pemberian minum berikutnya.
4) Jika kadar glukosa darah masih <25 mg/dl (1,1 mmol/l) atau
terdapat tanda hipoglikemi maka lanjutkan infus dan
pemberian air gula .
5) Jika kadar glukosa darah masih antara 25-45 mg/dl (1,1- 2,6
mmol/l) naikkan frekuensi pemberian ASI atau naikkan volume
pemberian minum dengan menggunakan sendok.
6) Jika kadar glukosa darah 45 mg/dl (2,6 mmol/l) atau lebih,
turunkan pemberian infus secara bertahap setiap hari dan
anjurkan ibu untuk menyusui bayinya secara on demand.
13

Bayi lahir kurang bulan berat < 2500gram Bayi lahir cukup bulan berat 2500-3500 g

Hipoglikemia jika kadar Hipoglikemia jika kadar


gula darah < 40 mg/dl gula darah < 50 mg/dl

Jika kadar gula darah Jika kadar gula darah >25-45 mg/dl dengan
Jika kadar gulatanda
darahdan
<25 gejala
mg/dl hip
den
25-40 mg/dl tanpa
tanda dan gejala
hipoglikemia

1. Anjurkan ibu 1. Beri air gula kira-kira 1. Pasang jalur IV, berikan
untuk 30 cc satu kali glukosa 10% 2 ml/kg BB secara pelan
Sumber: Iswanto (2012). pemberian dan
2. Pantau tand
Gambar 2.1 Bagan Penatalaksanaan Hipoglikemia Bayi Baru Lahir menit Infus
observasi keadaannya 2. glukosa20%
3. Periksa kadar glukosa sesuai rawata
2. Pertahankan suhu tubuh kebutuha n
darah dalam setiap 3 3. Segera beri ASI
4. Observasi keadaan Periksa kadar glukosa
bayi, yaitu tanda-tanda darah1jam
vital, warna kulit, 3.setelah bolus glukosa
reflek dan kemudian 3
5. Bila tidak ada
Bilakemampua
perubahan selama ± 24
minum bayi meningkat, turunkan pe
jam dalam gejala-gejala
tersebut segera rujuk ke
Seorang Ibu dengan riwayat DM melahirkan bayi pada usia gestasi 29 minggu dengan
berat 1100 gram. Bayi tampak pucat, nadi 93x/menit, bayi menangis lambat, kaki dan
tangan lemah, pernafasan 25x/menit dan pemberian oksigen. Setelah dilakukan
resusitasi, di cek GDS hasilnya 35 mg/dl, Sa02 84% lalu di beri terapi surfaktan dan
dipindahkan di ruang NICU.

25
B. PENGKAJIAN
Pengkajian dilakukan pada tanggal 17 Maret 2024 jam 08.00 WIB
1. Identitas Data
a. Nama : By. Ny. L
b. Alamat : Jembangan Kec. Sukolilo Kab. Pati
c. Tanggal Lahir/ Umur : 16 Oktober 2014/ 1 Hari
d. Jenis Kelamin : Perempuan
e. Agama : Islam
f. No. Register 302468
g. Tanggal Masuk/ Jam : 16 Oktober 2014 jam 15.00
h. Diagnosa Medis : Neonatus Preterm, BBLR, Asfiksia Berat,
Neonatus Infeksius

Nama Penanggung Jawab

a. Nama Ayah : Tn. X


b. Pendidikan : SMA
c. Pekerjaan : Wiraswasta
d. Nama Ibu : Ny. A
e. Pendidikan : SMA
f. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

2. Keluhan Utama
bayi usia gestasi 29 minggu dengan berat 1100 gram. Bayi tampak pucat,
nadi 93x/menit, bayi menangis lambat, kaki dan tangan lemah, pernafasan
25x/menit.

3. Riwayat Kesehatan Sekarang


Bayi lahir pada tanggal 16 oktober 2014 di RSUD Kota Semarang
secara spontan diusia kehamilan 29 minggu dengan berat bayi lahir yaitu
1100 gram. Selain itu setelah lahir bayi menangis lambat dengan nilai
apgar score yaitu 4 (asfiksia sedang), oleh karena itu bayi sekarang
dipindah ke ruang NICU untuk mendapat tindakan lebih lanjut.

26
27

4. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran


a. Pre Natal
Ibu klien mengatakan selama hamil memeriksakan kehamilannya
di bidan tiap 2 bulan sekali.. ibu memiliki riwayat DM. G : 1 P : 0 A
: 0.
b. Intra Natal
Bayi lahir secara spontan di usia kehamilan 29 minggu, ditandai
dengan ketuban pecah sebelum persalinan, lama persalinan 1 jam dan
bayi lahir pada jam 14.45 WIB. Panjang lahir 34 cm dan berat lahir
1100 gram.

c. Post Natal
Setelah kelahiran bayi sempat tidak menangis dan langsung
dipasang kanul O2 dengan resusitasi selama 3 menit dengan nilai
apgar score 4, keadaan lemah, nafas 25x/menit.

5. Riwayat Kesehatan Keluarga


a. Genogram

Keterangan

= Laki-laki = Pasien

= Perempuan = Tinggal serumah

6. Riwayat Sosial
a. Yang Merawat
Saat ini klien diwarat diruang NICU dan dirawat oleh perawat dan
sesekali ibu klien menjenguk saat jam kunjung rumah sakit.
b. Hubungan dengan Keluarga
28

Ibu klien bisa mengunjungi, melihat, dan menyentuh bayinya saat


berkunjung meskipun bayi dalam incubator, sedangkan ayahnya tidak
boleh melihat bayinya karena sudah aturan dari pihak rumah sakit.

7. Pola Sehari-hari
a. Nutrisi dan Metabolisme
Saat ini pasien mendapat diit susu formula khusus BBLR 3 jam sekali
sekitar 30 cc melalui selang OGT
b. Eliminasi Urine dan Feses
Klien BAB ± 3-5x sehari dengan konsistensi warna hitam, lembek
cair, bau khas feses bayi. BAK menggunakan pempers dan
diganti setian 6 jam sekali dan terisi ± 100 cc
c. Istirahat dan Tidur
Klien terlihat sering tidur dan bangun jika lapar dan merasa
kotor setelah BAB dan BAK, rata-rata tidur per hari yaitu 20-22
jam
d. Peran dan Hubungan
Keluarga mengatakan anak akan diasuh oleh orang tuanya sendiri,
dan selama ini ibu bayi menengok keruang perinatologi
e. Toleransi Stress dan Koping
Klien merintih

8. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : Lemas, kurang aktif, menangis lemah,
perawatan dalam inkubator
b. Tanda-tanda Vital
- Nadi :145x per menit
- Pernafasan : 49 x per menit
- Suhu : 36,8°C
c. Antropometri
- Panjang Badan : 34 cm
- Berat Lahir : 1100 gram
- Lingkar Dada : 26 cm
- Lingkar Kepala : 23 cm
d. Kepala : Fontanel anterior lunak, wajah simetris,
rambut hitam
29

e. Mata : Simetris antara kanan dan kiri, sclera


tidak ikterik
f. Hidung : tidak ada kelaian
g. Mulut : Reflek hisap belum ada, terpasang selang
OGT, mukosa kering
h. Telinga : Simetris kanan dan kiri, tidak ada luka
i. Dada : Tidak ada luka, warna kecoklatan
j. Jantung
- Inspeksi : Tampak ictus cordis
- Palpasi : Ictus cordis teraba dengan getaran
- Perkusi : Tak terkaji
- Auskultasi : BJ I & II regular, tidak terdengar gallop
k. Paru
- Inspeksi : Gerakan pernafasan kanan-kiri simetris,
RR :49x per menit
- Palpasi : Rabaan gerak pernafasan simetris
- Perkusi : Redup/ Dullness
- Auskultasi : Ronchi
l. Abdomen
- Inspeksi : Pusar insersi ditengah, buncit,
terpasang infus umbilical
- Auskultasi : Peristaltik usus 18 x per memit
- Palpasi : Lunak, tidak ada pembesaran hati/limfa
- Perkusi : Tympani
m. Punggung : Bentuk tulang belakang semi fleksi
n. Genetalia : Jenis kelamin perempuan, labia mayora
belum menutupi labia minora, anus paten
o. Ekstremitas
- Atas : Lengkap, tidak ada kelainan
- Bawah : Lengkap, tidak ada kelainan, kaki
kanan terpasang SPO2, akral sedikit
dingin
p. Kulit : Warna kulit coklat gelap, tidak ikterik,
turgor kulit kurang
9. Therapi
30

- Ncpap
- IV line Dextrose 10%
- Susu formula BBLR 8x10cc/hari melalui selang OGT
- Termoregulasi incubator suhu 34°C

10. Data Penunjang


Laboratorium tanggal 16-10-2014
Pemeriksaan Hasil satuan Nilai normal
Hematologi
hemoglobin 15,9 g/Dl 12.0-16.0
Hematocrit 49,50 % 37-47
Jumlah eritrosit 4,14 /UI 4,2-5,4
Jumlah leukosit 24,7 /UI 4,8-10,8
Jumlah trombosit 249 103/ul 150-400
Kimia klinik
natrium 137,0 mmol/L 134.0-147.0
Kalium 5,30 mmol/L 3.50-5.20
Calcium 1,20 mmol/L 1,12-1,32

Arterial Blood
Settings Volumes
Pressure
pCO pO bi Pip/Pee MA Rat O
pH Ti Te Vt MV
2 2 c p P e 2

7,5 0, 0, 9, 0,5
26 200 19 25/5 12 60 80
1 3 6 8 8

ANALISA DATA
31
NO DATA PROBLEM ETIOLOGI

DS : - Ketidakefektifan Penumpukan cairan


DO : jalan nafas di rongga paru
- Terpasang ventilator
2lt/menit
- RR 25x/menit
- Perkusi paru dullness
- Auskultsi paru ronkhi
2 DS : - Resiko Infeksi Prematuritas dan
DO : system imun yang
- Keadaan umum lemah tidak adekuat
- Lahir premature 29 minggu
- BB 1100 gram
- Suhu tubuh 36,2°C
- Lekosit 24.7/uL
32

3 DS : - Ketidakseimbangan Prematuritas,
DO : nutrisi : kurang dari ketidakmampuan
- Terpasang selang OGT kebutuhan tubuh mengabsorbsi
- Reflek hisap lemah nutrisi
- BB 1100 gram
- Bayi lahir 29 minggu

1.1 DIAGNOSA KEPERAWATAN


NO DIAGNOSA KEPERAWATAN PARAF

1 Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan


penumpukan cairan dirongga paru
3 Ketidakefektifan nutrisi : kurang darin kebutuhan
tubuh berhubungan dengan prematuritas,
ketidakmampuan mengabsorbsi nutrisi
4 Resiko infeksi berhubungan dengan Prematuritas
dan system imun yang tidak adekuat

1.2 INTERVENSI KEPERAWATAN


33
DIAGNOSA INTERVENSI KEPERAWATAN
NO TT
KEPERAWATAN TUJUAN TINDAKAN RASIONAL

1 Ketidakefektifan Setelah dilakukan - Observasi - Sebagai


pola nafas tindakan TTV, acuan
berhubungan keperawatan cuping penatalaksa
dengan selama 3x24 jam hidung, naan
penumpukan cairan jalan nafas retraksi dada tindakan
dirongga paru, adekuat, dengan - Berikan - Mensuplai
penurunan ekspansi kriteria hasil : terapi O2 O2 dalam
paru - Pernafasan 2lt/menit tubuh
adekuat 40-60 - Posisikan - Memberikan
x/menit klien semi rasa nyaman
- Perkusi paru fowler klien
sonor - Jaga - Jalan nafas
- Auskultasi kepatenan tidak ada
vesikuler jalan nafas : sumbatan
- Tidak ada suction
penumpukan
cairan di paru
2 Ketidakefektifan Setelah dilakukan - Monitor BB - mengetahui
nutrisi : kurang dari tindakan klien perkembang
kebutuhan tubuh keperawatan an nutrisi
berhubungan selama 3x24 bayi
dengan kebutuhan nutrisi
prematuritas, terpenuhi , - membantu
ketidakmampuan dengan kriteria suplai
34
35
mengabsorbsi hasil : - Pasang nutrisi untuk
nutrisi - BB seimbang selang OGT tubuh
2500-3500 - indikasi bayi
gram mampu
- Reflek hisap menyerap
kuat nutrisi
- Intake ASI - Kaji - mengatur
adekuat kemampuan
keseimbang
reflek hisap
an cairan
pada klien
- Monitor
asupan - asupan
intake dan nutrisi bayi
output bisa
cairan tercukupi
- Kolaborasi
dengan ahli
gizi untuk
pemberian
nutrisi
3 Resiko infeksi Setelah dilakukan - Pantau tanda - Sebagai
berhubungan tindakan gejala acuan
dengan keperawatan infeksi : penatalaksa
Prematuritas dan selama 3x24 tidak suhu, naan
system imun yang terjadi infeksi, lekosit, tindakan
tidak adekuat dengan kriteria penurunan
hasil : BB
- Tidak ada - Batasi - Memberi
tanda tanda jumlah kenyamanan
infeksi pengunjung pada klien
- Jumlah lekosit
dalam batas - Gunakan
normal teknik - Agar tidak
5000-10000 aseptic terjadinya
selama infeksi pada
berinteraksi klien
dengan klien
- Bersihkan
incubator - Menjaga
secara incubator
berkala tetap terjaga
kebersihann
- Berikan anti ya
biotik sesuai - Mencegah
advis dokter penyebaran
infeksi
36

1.3 IMPLEMENTASI KEPERAWATAN


37
NO TANGGAL TT
TINDAKAN RESPON KLIEN
DX JAM
1,2, 17 Okt 2014
3 08.00 - Mengobservasi ttv,cuping S:-
hidung retraksi dada O : Nadi : 132x/mnt ,
RR : 40x/mnt , S : 36,2

1 09.00 -Memberikan terapi O2 2ltr/menit S:-


O : klien tampak
terpasang ventilator O2
2ltr/mnt dengan SPO2
98%
1 10.00 S:-
-Memposisikan semi fowler
O: klien tampak
nyaman dengan posisi
semi fowler

3 10.30 S:-
-Memantau suhu klien O : Suhu klien 36,2

2 11.00 S:-
-Memonitor BB klien O : BB : 1060 gram ,
LD : 26 cm , PB :
34cm , LK : 23cm

3 12.00 S:-
-Membersihkan incubator secara O : Incubator tampak
berkala bersih
2 14.00 -mengkaji reflek hisap S:-
O : Reflek hisap klien
tampak lemah

2 15.00 -memasang selang OGT S:-


O : Terpasang selang
OGT pada klien
2 18.00 -mengkolaborasi dengan ahli gizi S:-
untuk pemberian nutrisi O : klien mendapat diit
susu 30cc/OGT
1 18 oktober - memberikan terapi O2 2lt/menit S:-
2014 O : klien tampak
03.00 terpasang ventilator O2
2ltr/mnt dengan SPO2
88%
1 05.00 - menjaga kepatenan jalan nafas : S:-
suction O : Cairan dalam
tabung suction tampak
jernih
1,2, 10.00 - mengobservasi ttv,cuping hidung S:-
3 retraksi dada O : Suhu : 36°C Nadi :
38
39
100x/menit, RR :
48/menit
3 10.15 - memberikan anti biotik sesuai S:-
advis dokter O : klien mendapat
terapi PO Ferlin drop
1x0,3cc
2 12.00 - mengkaji kemampuan reflek S:-
hisap O : reflek hisapklien
masih tampak lemah
3 17.00 - membatasi jumlah pengunjung S :-
O : tampak hanya ada
satu pengunjung di
ruangan
2 17.30 - Memonitor asupan intake dan S:-
output cairan O : terlihat diit yang
diberikan habis, tidak
ada residu
2 20.00 - mengkolaborasi dengan ahli gizi S:-
untuk pemberian nutrisi O : klien mendapat diit
susu BBLR 30cc/OGT
1,2, 19 oktober - mengobservasi ttv,cuping hidung S:-
3 2014 retraksi dada O : suhu : 36,4oC ,
10.00 nadi : 100x/menit RR :
45x/menit
1 10.20 - Memberikan terapi O2 2ltr/menit S:-
O : klien masih tampak
terpasang ventilator O2
2ltr/mnt dengan SPO2
90%
3 12.15 - menggunakan teknik aseptic
selama berinteraksi dengan
klien

3 12.40 - memberikan anti biotik sesuai S:-


advis dokter O : klien terpasang
infus umbilical 5%
dengan teraphi PO
Ferlin drop 1x0,3cc
2 14.00 - mengkolaborasi dengan ahli gizi S:-
untuk pemberian nutrisi O : klien masih
terpasang OGT dengan
diit 30cc
40

1.4 EVALUASI
41
NO TANGGAL TTD
EVALUASI
DX JAM
1 17-10-2014 S:-
14.00 O : Klien tampak terpasang ventilator O2 2ltr/mnt dengan
SPO2 98% , auskultasi paru : ronchi
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
- Berikan terapi O2 2lt/m
- Jaga kepatenan jalan napas (suction)
- Observasi ttv,cuping hidung,retraksi dada
- Posisikan klien semi fowler

2 14.00 S:-
O : BB : 1060gram
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
- Monitor BB klien
- Monitor asupan intake dan output cairan
- Kaji kemampuan reflek hisap
- Pasang selang OGT
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
pemberian nutrisi

3 14.00 S:-
O : Hasil leukosit klien 24.7
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
- pantau tanda gejala infeksi suhu , lekosit,
penurunan BB
- berikan antibiotic sesuai advis dokter
- batasi jumlah pengunjung
- gunakan tekhnik aseptic selama
berinteraksi dengan klien

1 18-10-2014 S:-
14.00 O : Cairan dalam tabung suction tampak jernih
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
- Berikan terapi O2 2lt/m
- Jaga kepatenan jalan napas (suction)
- Observasi ttv,cuping hidung,retraksi dada
- Posisikan klien semi fowler

2 14.00 S:-
O : Klien tampak masih terpasang OGT dengan diit 30cc
A : Masalah belum teratasi
42
43
P : Lanjutkan intervensi
- Monitor BB klien
- Monitor asupan intake dan output cairan
- Kaji kemampuan reflek hisap
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
pemberian nutrisi

3 14.00 S:-
O : Leukosit 24.7
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
- pantau tanda gejala infeksi suhu , lekosit,
penurunan BB
- berikan antibiotic sesuai advis dokter
- gunakan teknik aseptic selama berinteraksi
dengan klien
- bersihkan incubator secara berkala

1 19-10-2014 S:-
14.00 O : Klien tampak terpasang ventilator O2 2ltr/mnt dengan
SPO2 90% , auskultasi : ronchi
A : Masalah teratasi
P : Lanjutkan intervensi
- Berikan terapi O2 2lt/
- Jaga kepatenan jalan napas (suction)
- Observasi ttv,cuping hidung,retraksi dada
- Posisikan klien semi fowler

2 14.00 S :-
O : Klien tampak masih terpasang infus umbilikel 5%
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
- Monitor BB klien
- Monitor asupan intake dan output cairan
- Kaji kemampuan reflek hisap
- Pasang selang OGT
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
pemberian nutrisi

3 14.00 S:
O : Hasil leukosit 24,7
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
- pantau tanda gejala infeksi suhu , lekosit,
penurunan BB
- berikan antibiotic sesuai advis dokter
- batasi jumlah pengunjung
- gunakan teknik aseptic selama berinteraksi
dengan klien
- bersihkan incubator secara berkala
44
45
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Hipoglikemia ialah suatu penurunan abnormal kadar gula darah
atau kondisi ketidaknormalankadar glukosa serum yang
rendah.Frekuensi hipoglikemia pada bayi/anak belum diketahui pasti.
Di Amerika dilaporkan sekitar14000 bayi menderita hipoglikemia.
Gutberlet dan Cornblath melaporkan frekuensi hipoglikemia4,4 per
1000 kelahiran hidup dan 15,5 per 1000 BBI:R. Hanya 200-240
penderita hipoglikemia persisten maupun intermitten setiap tahunnya
yang masuk rumah sakit.Hipoglikemia dapat disebabkan oleh berbagai
kelainan mekanisme kontrol pada metabolismeglukose, antara lain :
inborn erors of metabolism, perubahan keseimbangan endokrin dan
pengaruh obat-obatan maupun toksin.Hipoglikemia simtomatik pada
neonatus cenderung terjadi selama 6-12 jam kehidupan.
Seringmenyertai penyakit-penyakit seperti : distress perinatal,
terlambat pemberian minum dan bayi dariibu DM.Pada bayi/anak,
gejala-gejala hipoglikemia dapat berupa: sakit kepala, nausea, cemas,
lapar,gerakan motorik tidak terkoordinasi, pucat, penglihatan
b'erkunang-kunang, ketidakpedulian,cengeng, ataksia, strabismus,
kejang,malas/lemah, tidak ada perhatian dan gangguan tingkah
laku.Hipoglikemia bisa disertai atau tidak dengan banyak keringat dan
takhikardi.Hipoglikemia asimptomatik yang terjadi pada neonatus, jika
pemeriksaan uji dextrostixmenunjukkan kadar gula darah rendah,
harus dikuatkan oleh pemeriksaan laboratorik.Hipoglikemia
simptomatik yang terjadi pada neonatus, bila klinik dan uji dextrostix
menunjukkanhipoglikemia, keadaan ini harus dikuatkan oleh
pemeriksaan laboratorik. Infus glukose harussegera dimulai (glukose
peroral bukan merupakan pengan adekuat untuk
hipoglikemiasimptomatik). Glukagon bisa diberikan selama terpasang
infus glukose.Sejumlah kasus (1-12%) yang gejala kliniknya
menetap/berulang meskipun sudah diberikanglukose IV 12-16
mg/kgBB/menit, maka harus dipikirkan penyebab primemya. Diambil
darah 5-10 cc sebelum dan sesudah pemberian glukagon (30
mikrogram/kgBB IV/IM/IC tidak lebih dari.1 mg).Makan makanan
hidrat arang yang sering telang digunakan dengan hasil bervariasi.
Sekarangtelang digunakan pengobatan dengan pemberian makanan
melalui naso gastric drips.
Hipoglikemi Akietosis :Pengobatan dasar dan penyakit ini
terdiri atas tindakan sederhanamenghindari puasa lebih dari 1 jam dan
hindari penyebab-penyebab muntah.Dalam keadaan serangan
hipoglikemia diberikan segera 1-2 ml glukose 50%/kgBB IV,
dilanjtkandengan infuse glukose 10%. Diet tinggi protein tinggi hidrat
arang dengan pemberian 4-5kali/hari.Jika tidak diobati, Hipoglikemia
yang berat dan berkepanjangan dapat menyebabkan kematian pada
setiap golongan umur.Pada neonatus prognosis tergantung dari berat,
lama, adanya gejala-gejala klinik dan kelainan patologik yang
menyertainya, demikian pula etiologi, diagnosis dini dan pengobatan
yangadekuat.
5.2 Saran
Diperlukan suatu pemahaman yang baik agar tidak salah dalam
memahami tentang pengertian,frekuensi penderita, etiologi,
manifestasi klinik, pengobatan dan pragnosis dari hipoglikemia
DAFTAR PUSTAKA

Batubara, J. 2000. Buku Ajar Endrokinologi Anak Jilid I. Jakarta: IDAI.

Iswanto,Joni 2012. Hipoglikemia Pada Bayi. (online). Available :


http://www.sumbarsehat.com/2012/07/hipoglikemi-pada-
bayi_7154.html , diakses pada tanggal 15 Oktober 2019.

Maryam. 2010. Asuhan Kebidanan Bayi Baru Lahir Normal. Jakarta :


Salemba.Nelson, WE., Behrman, RE., Kliegman, R., Arvin, AM. 2000.
Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15 Volume I. Jakarta: EGC.

Novyana. 2010. Hipoglikemia. (online). Available :


http://www.novyana.wordpress.com/hipoglikemia/2010/01.html,
diakses pada tanggal 15 Oktober 2019.

Pudjaji, AH, et al. 2011. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak
Indonesia Edisi II. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak
Indonesia.

Rahardjo,dkk. 2010. Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, dan Anak Pra Sekolah.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Sihombing, H Menry. 2013. Hipoglikemia Pada Neonatus. (online). Available :


http://herlinasihombing.blogsopt.com/2013/05/hipoglikemia-pada-
neonatus-bayi-balita.html, diakses pada tanggal 15 Oktober 2019.

Susanto, R. 2007. Hipoglikemia pada Bayi dan Anak. Semarang: Bagian Ilmu Kesehatan
Anak Fakultas Kedokteran UNDIP.

Must, C. L. ‘Hipoglikemia pada Neonatus dan Anak’, pp. 521–533.

40

Anda mungkin juga menyukai