Anda di halaman 1dari 11

TUGAS KELOMPOK

AKAD MUSAMMA

DOSEN PEMBIMBING: MUHAMMAD RIDHA, M.E

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 4

IKRAM ZAINALDI

NAHZATUL ILMI

SAKDIAH

HUKUM EKONOMI SYARI’AH


PTI AL-HILAL SIGLI
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-NYA
yang telah memberikan kemampuan, kekuatan, serta keberkahan baik waktu,
tenaga, maupun pikiran kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul ”AKAD MUSAMMA” .
Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari
pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi
maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca untuk ke depannya agar dapat memperbaiki
bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada penulisan
makalah ini. Maka dari itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis
harapkan dari pembaca sekalian. Penulis berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.

Sigli, 4 November 2021

Penulis

DAFTAR ISI

i
BAB I.......................................................................................................................1

PENDAHULUAN...................................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah..............................................................................1

B. Rumusan Masalah........................................................................................1

BAB II......................................................................................................................2

PEMBAHASAN......................................................................................................2

A. Pengertian Akad...........................................................................................2

B. Macam-Macam Akad...................................................................................3

C. Pembagian Akad Musamma........................................................................4

BAB III....................................................................................................................8

PENUTUP................................................................................................................8

A. Kesimpulan.....................................................................................................8

B. Saran...............................................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................9

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sebagai makhluk social manusia tidak pernah lepas untuk
berhubungan dengan orang lain dalam kerangka memenuhi kebutuhan
hidupnya. Kebutuhan manusia sangat beragam, sehingga terkadang secara
pribadi ia tidak mampu memenuhinya, dan harus berhubungan dengan
orang lain. Hubungan Antara satu manusia dengan manusia lain dalam
memenuhi kebutuhannya harus terdapat aturan yang menjelaskan hak dan
kewajiban keduanya berdasarkan kesepakatan.
Proses untuk membuat kesepakatan dalam kerangka memenuhi
kebutuhan keduanya, lazim disebut dengan proses berakad. Menurut
penelitian sejarah akad telah ada bersamaan munculnya peradaban
manusia di muka bumi, dan akan terjadi setelah adanya ihraz al mubahah,
sebelum terjadi ihraz mubahah akad belum muncul. Untuk mengetahui
awal mula pertumbuhan akad di dalam kehidupan manusia, tidak
ditemukan fakta historis yang meyakinkan sejak zaman dulu sampai
dengan zaman sekarang ini. Di dalam Nadhariyah-Nadhariyah fiqh
muamalah, terdapat pembagian akad ditinjau dari nama dan sumber
kemunculannya, yaitu Akad Musamma dan Akad Ghoiru Musamma.
Maka pada kesempatan kali ini peneliti akan membahas akad
musamma.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian akad
2. Macam-macam akad
3. Pembagian akad musamma

1
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Akad
Akad berasal dari bahasa arab ‘aqada-ya’qidu-‘aqdan, ‘aqada-
ya’qidu-‘aqdan, yang memiliki tiga sinonim, yaitu menjadikan ikatan
(ja’ala ‘uqdatan), memperkuat (‘aqqada), dan menetapkan (lazima).
Menurut Wahbah Zuhaili, akad sebagai cara bahasa berasal dari ‘al-
‘aqdu” yang berarti ikatan (al-rabth) antara dua ujung baik secara nyata
maupun maknawi. Dan pengertian tersebut, kemudian diserap kedalam
bahasa Indonesia, sehingga kata akad memiliki sinonim dengan perikatan,
perjanjian dan pemufakatan.
Al-Qur’an menggunakan dua istilah dalam menyebut hal-hal yang
berkaitan dengan janji atau perjanjian yaitu dengan istilah al-‘ahdu (janji)
dan al-‘aqdu (perjanjian). Menurut Fathurahman Djamil, sebagaina
dikutip oleh Gemala Dewi, bahwa kata al-‘aqdu identik dengan
perikatan.1
Para ahli hukum islam (Jumhur ulama) memberi definisi akad
sebagai pertalian antara ijab dan qabul yang dibenarkan oleh syara’ yang
menimbulkan akibat hukum terhadap obyeknya. Berdasarkan definisi
diatas menunjukkan bahwa; Pertama, akad merupakan keterkaitan atau
pertemuan ijab dan qabul yang berakibat timbulnya suatu hukum. Ijab
adalah penawaran yang diajukan oleh salah satu pihak, dan qabul adalah
jawaban persetujuan yang diberikan mitra sebagai tanggapan terhadap
penawaran pihak yang pertama. Akad tidak terjadi apabila pernyataan
kehendak masing-masing pihak tidak terkait satu sama lain karena akad
adalah keterkaitan kehendak kedua pihak yang tercermin dalam ijab dan
qabul.
Kedua, akad merupakan tindakan hukum dua pihak karena akad
adalah pertemuan ijab yang mempresentasikan kehendak dari satu pihak
1
Imron Rosyadi, Jaminan Kebendaan Berdasarkan Akad Syariah, (Depok:Kencana,
2017), hlm.1
2
dan qabul yang menyatakan kehendak lain. Tindakan hukum satu pihak,
seperti memberi janji memberi hadiah, wasiat, wakaf bukanlah akad,
karena tindakan-tindakan tersebut tidak merupakan tindakan dua pihak dan
karenanya tidak memerlukan qabul.
Ketiga, tujuan akad adalah untuk melahirkan suatu akibat hukum.
Lebih tegas lagi tujuan akad adalah maksud bersama yang dituju dan yang
hendak diwujudkan oleh para pihak melalui pembuatan akad. Bila maksud
para pihak dalam akad jual beli adalah untuk melakukan pemindahan milik
atas suatu benda dari penjual kepada pembeli dengan imbalan yang
diberikan oleh pembeli, maka terjadinya perpindahan milik tersebut
merupakan akibat hukum akad jual beli. Akibat hukum akad dalam hukum
islam dibedakan menjadi dua macam yaitu akibat hukum pokok akada dan
akibat hukum tambahan akad. Bila tujuan dalam akad jual beli, misalnya
adalah melakukan pemindahan milik atas suatu barang dari penjual kepada
pembeli dengan imbalan dari pembeli, maka akibat hukum pokok akad
jual beli adalah terjadinya perpindahan milik atas barang yang dimaksud.

B. Macam-Macam Akad
Akad dilihat dari segi ditentukannya namanya, akad terbagi
menjadi dua macam yaitu akad bernama (al-uqud al-musamma) dan akad
tidak bernama (al-uqud ghair al-musamma).
Akad bernama (al-uqud al-musamma) adalah akad yang sudah
ditentukan namanya oleh pembuat hukum (syara’) dan ditentukan pula
ketentuan-ketentuan khusus yang berlaku terhadapnya dan tidak berlaku
terhadap akad lain. Seperti jual beli (al-buyu’), sewa menyewa (al-ijarah),
perkongsian (asy-syirkah), bagi hasil (al mudharabah), gadai (ar-rahn), dan
sebagainya.2
Akad tidak bernama (al-uqud ghair al-musamma) adalah akad-akad
yang tidak ditentukan namanya oleh syara’, tetapi ditentukan oleh
2
Harun, Fiqh Muamalah, (Surakarta:Muhammadiyah University Press, 2003), hlm. 32

3
masyarakat sesuai dengan keperluan mereka disepanjang zaman dan
tempat. Kebebasan untuk membuat akad tidak tertentu (tidak bernama) ini
termasuk ke dalam apa yang disebut sebagai asas kebebasan berkontrak.
Jenis akad ini muncul akibat kebutuhan masyarakat yang terus
berkembang, seperti perjanjian penerbitan, periklanan, yang termasuk di
zaman sekarang ini muncul franchase (waralaba).

C. Pembagian Akad Musamma


Akad Musamma ada dua puluh lima macam,yaitu:
1. Akad Ba’i yaitu “Akad yang terdiri atas dasar penukaran harta
dengan harta lalu terjadilah penukaran milik secara tetap”
2. Akad Ijarahn yaitu Akad yang objeknya ialah penukaran
manfaat untuk masa tertentu, artinya memilikkan manafaat
dengan iwadl, sama dengan menjual manfaat”
3. Kafalah yaitu “Menggabungkan dzimmah kepada dzimmah
lain dalam penagiahn”Multazim dalam hal ini dinamakan kafil.
Multazim asli dinamakan makful anhu. Si thalib yang meminta
itu dinamakan makful lahu. Multazim bihi, yaitu benda,
dinamakan makfil bihi.
4. Hawalah yaitu “Akad yang objeknya memindahkan tanggung
jawab dari yang mula-mula berhutangkepada pihak lain”
5. Rahn yaitu “Suatu akad yang objeknya menahan harga
terhadap sesuatu hak yang mungkin diperoleh pembayaran
dengan sempurna”
6. Bai’ul Wafa’ yaitu “Akad taufiqi dalam rupa jual beli atas
dasar masing-masing pihak mempunyai hak menarik kembali
pada kedua0kedua iwadl itu (harga dan benda)
7. Al ‘Ida yaitu “Sebuah akad yang objeknya meminta
pertolongan pada seseorang dalam memelihara harga si penitip
itu”

4
8. Al I’arah yaitu “Akad yang dilakukan atas dasar pendermaan
terhadap manfaat sesuatu untuk dipakai dan kemudian
dikembalikan”
9. Hibah yaitu “Akad yang objeknya ialah hak milik kepada orang
lain secara cuma-cuma tanpa ada bayaran”
10. Aqdul Qismati yaitu “Mengasingkan (menetukan) bagian-
bagian yang berkembang (yang dimiliki bersama) dalam harta
milik dan menetukan bagi masing-masing pemilik dari bagian
itu, bagian tertentu.”
11. Akad Syirkah yaitu “Akad yang berlaku antar dua orang atau
lebihuntuk bekerja sama dalam suatu usaha dan membagi
keuntungannya.”
12. Mudlarabah yaitu “Semacam syarikat akad, kesepakatan dua
orang dengan ketentuan modal dari satu pihak sedang usaha
menghasilkan oleh pihak yang lain, dan keuntungannya dibagi
diantara mereka”
13. Muzara’ah yaitu “Semacam syarikat pertanian untuk
memperoleh hasil bumi, dua belah pihak mengikat diri dengan
ketentuan bahwa yang salah satu pihak memberikan tanah
sedang yang pihak lain menggarapnya”
14. Musaqah yaitu Syarikat pertanian untuk memperoleh hasil dari
pepohonan”
15. Wakalah yaitu “Akad pemberian kuasa yang pada akad itu
seseorang menunjuk orang lain sebagai wakilnya dalam
bertindak (bertasharruf)”.
16. Shulh yaitu “Kesepakatan dari dua orang yang berselisih
mengenai suatu hak untuk melaksanakan sesuatu dengan
menghilangkan perselisihan”
17. Tahkim yaitu “Akad Antara dua orang yang berselisih yang
keduanya dengan kerelaan masing-masing mengangkat orang
lain menjadi hakim untuk menyelesaikan perselisihan mereka”

5
18. Mukharajah atau takharuj yaitu “Suatu akad yang dimana salah
satu seorang waris menjual bagiannya dari harta peninggalan
dari yang telah meninggal”
19. Qardlu yaitu “Suatu akad yang objeknya adalah salah seorang
dari dua orang yang berakad mengambil pada seorang lagi,
benda yang ada padanya, yang dihabiskan, seperti minyak dan
gandum untuk dikembalikan sepertinya dikemudian hari”
20. Aqad Al ‘Umri yaitu “Seseorang mengatakan kepada orang
lain: saya berikan kepada anda hak mendiami rumahku
sepanjang umur anda. Apabila anda meninggal rumah kembali
padaku”
21. Aqlul Muqalah yaitu “Suatu akad Antara dua orang yang salah
seorang tidak mempunyai waris. Salah satunya berkata; engkau
waliku dan kalau aku berbuat sesuatu tindakan pidana
engkaulah yang membayar diyatku ini dan nanti kalau aku
meninggal engkau pulalah yang memiliki hartaku”
22. Aqad Al Iqalah yaitu “Suatu akad dimana pihak bermufakat
untuk mencabut akad yang telah dilakukan Antara keduanya,
jelasnya untuk membatalkannya, menghilangkan hukumnya
dan implikasinya”.
23. Zawaj atau nikah yaitu “Suatu akad Antara laki-laki dan
perempuan yang tujuannya menghalalkan hubungan kelamin
untuk memperoleh keturunan, membentuk keluarga dengan
jalan yang disayri’atkan dan untuk tolong menolong dalam
kehidupan bersama”.
24. Aqad Washiyat yaitu “Suatu akad dimana seseorang manusia
mengharuskan dimasa hidupnya mendermakan untuk orang
lain yang diberikan sesudah wafatnya”.
25. Aqlul isha’ atau washaya yaitu “Suatu akad yang dimasa
hidupnya menunjuk orang lain sebagai pengganti sesudah

6
wafatnya untuk melaksanakan wasiat orang yang meninggal itu
dan mengurus hak anak-anaknya yang masih kecil”.3

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Para ahli hukum islam (Jumhur ulama) memberi definisi akad
sebagai pertalian antara ijab dan qabul yang dibenarkan oleh syara’ yang
menimbulkan akibat hukum terhadap obyeknya.
Akad dilihat dari segi ditentukannya namanya, akad terbagi
menjadi dua macam yaitu akad bernama (al-uqud al-musamma) dan akad
tidak bernama (al-uqud ghair al-musamma).

3
Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Amzah, 2013), hlm. 110
7
Akad bernama (al-uqud al-musamma) adalah akad yang sudah
ditentukan namanya oleh pembuat hukum (syara’) dan ditentukan pula
ketentuan-ketentuan khusus yang berlaku terhadapnya dan tidak berlaku
terhadap akad lain. Seperti jual beli (al-buyu’), sewa menyewa (al-ijarah),
perkongsian (asy-syirkah), bagi hasil (al mudharabah), gadai (ar-rahn), dan
sebagainya.

B. Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna,
kedepannya penulis akan lebih fokus lagi dalam menjelaskan tentang isi
makalah diatas dengan sumber-sumber yang lebih banyak, tentunya dapat
di pertanggung jawabkan. Untuk saran bisa berisi kritik atau saran
terhadap penulisan juga bisa untuk menanggapi terhadap kesimpulan dari
bahasan makalah yang telah dijelaskan.

DAFTAR PUSTAKA

Imron Rosyadi, Jaminan Kebendaan Berdasarkan Akad Syariah,

(Depok:Kencana, 2017), hlm.1

Harun, Fiqh Muamalah, (Surakarta:Muhammadiyah University Press, 2003), hlm.


32
Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Amzah, 2013), hlm. 110

Anda mungkin juga menyukai