Anda di halaman 1dari 14

TUGAS KELOMPOK

HUKUM LEMBAGA ASURANSI SYARI’AH

DOSEN PEMBIMBING: WAHIDIN, S.HI., M.E

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 4

MUHAMMAD HAFIQ MAULANA

NAILATUL AMALI

TAUFIK

HUKUM EKONOMI SYARI’AH


PTI AL-HILAL SIGLI
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-NYA yang telah
memberikan kemampuan, kekuatan, serta keberkahan baik waktu, tenaga, maupun pikiran
kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul” HUKUM LEMBAGA
ASURANSI SYRIAH” Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan
dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun
pikirannya.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca untuk ke depannya agar dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada penulisan makalah ini. Maka
dari itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan dari pembaca sekalian.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.

Sigli, 8 November 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

BAB I...............................................................................................................................................1

PENDAHULUAN...........................................................................................................................1

A. Latar Belakang.......................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah................................................................................................................1

BAB II.............................................................................................................................................2

PEMBAHASAN..............................................................................................................................2

A. Aspek Hukum Kontrak.......................................................................................................2

B. Prinsip-Prinsip Syari’ah Dalam Kontrak..........................................................................3

C. Modifikasi Kontrak Syariah...............................................................................................6

BAB III............................................................................................................................................8

PENUTUP.......................................................................................................................................8

A. Kesimpulan...........................................................................................................................8

B. Saran......................................................................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................9

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Umat Islam pada zaman sekarang ini semakin bersemangat untuk merealisasikan
syari’at di dalam kehidupan mereka sehingga dapat sesuai dengan tuntutan al-Quran dan
al-Sunnah. Pada saat ini umat Islam sangat membutuhkan suatu sistem ekonomi yang
dapat memenuhi kehendak umat Islam untuk melaksanakan aktivitas-aktivitas ekonomi
dan terhindar dari unsur-unsur yang dilarang oleh Islam. Banyak penelitian dan
perbincangan yang telah dilakukan oleh para alim ulama dan cendikiawan muslim dalam
bidang ekonomi Islam sehingga hasilnya pada saat sekarang ini telah bermunculan bank
bank yang berdasarkan kepada syariah di seluruh dunia dalam usaha untuk memenuhi
kebutuhan umat Islam. Dalam masalah asuransi pula telah diwujudkan suatu sistem
asuransi secara Islam. Konsep asuransi yang dapat sesuai dengan hukum Islam telah
beberapa kali diteliti dan dipelajari secara mendalam oleh para pakar ekonomi dan para
ulama yang paham mengenai hal asuransi. Jadi pada makalah ini kami mendapatkan
kesempatan untuk menjelaskan secara mendalam tentang hukum kelembagaan asuransi
syari’ah

B. Rumusan Masalah
1. Aspek hukum kontrak
2. Prinsip-prinsip syari’ah dalam kontrak
3. Modifikasi kontrak syariah

1
BAB II

PEMBAHASAN
A. Aspek Hukum Kontrak
Menurut Subekti, kontrak atau perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang
berjanji kepada orang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan
suatu hal. Ada juga yang memberikan pengertian kepada kontrak sebagai suatu perjanjian
atau serangkaian perjanjian di mana hukum memberikan ganti rugi terhadap wanprestasi
dari kontrak tersebut, dan oleh hukum, pelaksanaan dari kontrak tersebut dianggap
merupakan suatu tugas yang harus dilaksanakan. Menurut Pasal 1313 Kitab Undang
Undang Hukum Perdata disebutkan bahwa pengertian perjanjian adalah suatu perbuatan
di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.1
Istilah hukum perjanjian atau kontrak merupakan terjemahan dari bahasa Inggris
yaitu contract law, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah
overeenscomsrecht.  Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji
kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan
sesuatu hal. Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang
dinamakan perikatan. Dengan demikian perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara
dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian
perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.
Adapun unsur-unsur yang tercantum dalam hukum perjanjian/kontrak dapat
dikemukakan sebagai berikut: 
a) Adanya kaidah hukum 
Kaidah dalam hukum perjanjian dapat terbagi menjadi dua macam, yakni
tertulis dan tidak tertulis. Kaidah hukum perjanjian tertulis adalah kaidah-
kaidah hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan, traktat,
dan yurisprudensi. Sedangkan kaidah hukum perjanjian tidak tertulis adalah
kaidah-kaidah hukum yang timbul, tumbuh, dan hidup dalam masyarakat,
seperti: jual beli lepas, jual beli tahunan, dan lain sebagainya. Konsep-konsep
hukum ini berasal dari hukum adat.

1
Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 1982), h. 122-123.
2
b) Subjek hukum 
Istilah lain dari subjek hukum adalah rechtperson. Rechtperson diartikan
sebagai pendukung hak dan kewajiban. Dalam hal ini yang menjadi subjek
hukum dalam hukum kontrak adalah kreditur dan debitur. Kreditur adalah
orang yang berpiutang, sedangkan debitur adalah orang yang berutang.
c) Adanya Prestasi 
Prestasi adalah apa yang menjadi hak kreditur dan kewajiban
debitur. Suatu prestasi umumnya terdiri dari beberapa hal sebagai berikut:
memberikan sesuatu;berbuat sesuatu;tidak berbuat sesuatu.
d) Kata sepakat 
Di dalam Pasal 1320 KUHPer ditentukan empat syarat sahnya perjanjian
seperti dimaksud diatas, dimana salah satunya adalah kata sepakat
(konsensus). Kesepakatan ialah persesuaian pernyataan kehendak antara para
pihak.
e) Akibat hukum 
Setiap Perjanjian yang dibuat oleh para pihak akan menimbulkan akibat
hukum. Akibat hukum adalah timbulnya hak dan kewajiban.
Pengertian perjanjian sebagai kesepakatan yang dibuat oleh para pihak
mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Adapun pengertian kontrak tidak disebut
secara tegas dalam literatur hukum. Kontrak lebih merupakan istilah yang digunakan
dalam perikatan-perikatan bisnis disamping MoU dan LoI, yang pemakaian istilahnya
bersifat khusus untuk perikatan bisnis. Kontrak yang dibuat dalam hubungan bisnis
memiliki sifat yang tidak berbeda dengan perjanjian, yaitu ikatan yang memiliki akibat
hukum.

B. Prinsip-Prinsip Syari’ah Dalam Kontrak


Akad atau kontrak berasal dari bahasa Arab yang berarti ikatan atau simpulan
baik ikatan yang nampak (hissyy) maupun tidak nampak (ma’nawy). Kamus al-Mawrid,
menterjemahkan al-‘Aqd sebagai contract and agreement atau kontrak dan perjanjian.
Sedangkan akad atau kontrak menurut istilah adalah suatu kesepakatan atau komitmen
3
bersama baik lisan, isyarat, maupun tulisan antara dua pihak atau lebih yang memiliki
implikasi hukum yang mengikat untuk melaksanakannya. Dalam hukum Islam istilah
kontrak tidak dibedakan dengan perjanjian, keduanya identik dan disebut akad. Sehingga
dalam hal ini akad didefinisikan sebagai pertemuan ijab yang dinyatakan oleh salah satu
pihak dengan kabul dari pihak lain secara sah menurut syarak yang tampak akibat
hukumnya pada obyeknya.2
Dari beberapa pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kontrak
merupakan kesepakatan bersama baik lisan, isyarat, maupun tulisan antara dua pihak atau
lebih melalui ijab dan qabul yang memiliki ikatan hukum bagi semua pihak yang terlibat
untuk melaksanakan apa yang menjadi kesepakatan tersebut.
Dalam hukum kontrak syari’ah terdapat asas-asas perjanjian yang melandasi
penegakan dan pelaksanaannya. Secara terminologi asas adalah dasar atau sesuatu yang
menjadi tumpuan berpikir atau berpendapat. Istilah lain yang memiliki arti sama dengan
kata asas adalah prinsip yaitu dasar atau kebenaran yang menjadi pokok dasar berpikir,
bertindak dan sebagainya.
Dalam hukum kontrak syari’ah terdapat asas-asas perjanjian yang melandasi
penegakan dan pelaksanaannya. Asas-asas perjanjian tersebut diklasifikasikan menjadi
asas-asas perjanjian yang tidak berakibat hukum dan sifatnya umum dan asas-asas
perjanjian yang berakibat hukum dan sifatnya khusus. Adapun asas-asas perjanjian yang
tidak berakibat hukum dan sifatnya umum adalah:3
a) Asas Ilahiah atau Asas Tauhid
Setiap tingkah laku dan perbuatan manusia tidak akan luput dari ketentuan
Allah SWT. Kegiatan mu’amalah termasuk perbuatan perjanjian, tidak pernah
akan lepas dari nilai-nilai ketauhidan. Dengan demikian manusia memiliki
tanggung jawab akan hal itu. Tanggung jawab kepada masyarakat, tanggung
jawab kepada pihak kedua, tanggung jawab kepada diri sendiri, dan tanggung
jawab kepada Allah SWT.
b) Asas Kebolehan (Mabda al-Ibahah)

2
Gemala Dewi, dkk., Hukum Perikatan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2005), h. 47.

3
Wahbah al-Zuhayly, al-Fiqh al-Islâmy wa Adillatuh, j.4, h. 2920
4
Terdapat kaidah fiqhiyah yang artinya,”Pada asasnya segala sesuatu itu
dibolehkan sampai terdapat dalil yang melarang” Kaidah fiqih tersebut
bersumber pada dua hadis berikut ini: Hadis riwayat al Bazar dan at-Thabrani
yang artinya: “Apa-apa yang dihalalkan Allah adalah halal, dan apa-apa yang
diharamkan Allah adalah haram, dan apa-apa yang didiamkan adalah
dimaafkan. Maka terimalah dari Allah pemaaf-Nya. Sungguh Allah itu tidak
melupakan sesuatupun”.
Kedua hadis di atas menunjukkan bahwa segala sesuatunya adalah boleh
atau mubah dilakukan. Kebolehan ini dibatasi sampai ada dasar hukum yang
melarangnya. Hal ini berarti bahwa Islam memberi kesempatan luas kepada
yang berkepentingan untuk mengembangkan bentuk dan macam transaksi
baru sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat.
c) Asas Keadilan (Al ‘Adalah)
Dalam asas ini para pihak yang melakukan kontrak dituntut untuk berlaku
benar dalam mengungkapkan kehendak dan keadaan, memenuhi perjanjian
yang telah mereka buat, dan memenuhi semua kewajibannya.
d) Asas Persamaan Atau Kesetaraan
Hubungan mu’amalah dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup
manusia. Seringkali terjadi bahwa seseorang memiliki kelebihan dari yang
lainnya. Oleh karena itu sesama manusia masing-masing memiliki kelebihan
dan kekurangan. Maka antara manusia yang satu dengan yang lain, hendaknya
saling melengkapi atas kekurangan yang lain dari kelebihan yang dimilikinya.
Dalam melakukan kontrak para pihak menentukan hak dan kewajiban
masingmasing didasarkan pada asas persamaan dan kesetaraan.32 Tidak
diperbolehkan terdapat kezaliman yang dilakukan dalam kontrak tersebut.
Sehingga tidak diperbolehkan membeda-bedakan manusia berdasar perbedaan
warna kulit, agama, adat dan ras.
e) Asas Kejujuran dan Kebenaran (Ash Shidiq)
Jika kejujuran ini tidak diterapkan dalam kontrak, maka akan merusak
legalitas kontrak dan menimbulkan perselisihan diantara para pihak
f) Asas Tertulis (Al Kitabah)
5
Suatu perjanjian hendaknya dilakukan secara tertulis agar dapat dijadikan
sebagai alat bukti apabila di kemudian hari terjadi persengketaan.

C. Modifikasi Kontrak Syariah


Dalam merespons kebutuhan transaksi modern, para ahli fikih dan lembaga fatwa
melakukan pengembangan akad dan menetapkan syarat-syarat tambahan. Pengembangan
akad dimaksud sebagai akibat dari upaya penyesuaian fikih (takyîf al-fiqh) yang
dilakukan otoritas fatwa atas produkproduk keuangan modern. Di antara bentuk
pengembangan akad adalah inovasi akad (membuat akad baru) dan modifikasi akad.
Modifikasi akad telah dipraktikkan oleh lembaga keuangan syariah dan disahkan
oleh otoritas keuangan. Kartu kredit (bithâqat al-i’timân) telah disahkan di antara nya
oleh Majma‘ al-Fiqh al-Islamy Internasional, fatwa Negara Yordan, DSN-MUI, MPS
Malaysia, dan Dewan Syariah Kuwait Finance House (DS KFH).4
Contoh modifikasi akad yang lainnya adalah bentuk akad berganda (murakkabah/
mujtami’ah) sebagaimana telah dikaji dalam disertasi Hasanudin. Akad murakkabah
adalah akad yang mengandung beberapa akad yang tidak dapat dipisah-pisahkan.
Modifikasi akad lainnya, menurut al-‘Imrâny, dapat berupa akad berbilang (al-
ta‘addud), yaitu beberapa akad dalam satu transaksi yang masing-masing akadnya berdiri
sendiri/ terpisah. Modifikasi akad tersebut, menurut Abdullah Saeed, hanya sekedar
kombinasi akad-akad yang sudah ada.
Modifikasi dilakukan untuk menghindari bunga dalam pinjam-meminjam yang
merupakan fungsi utama dari bank. Upaya menghindari riba tersebut terkesan sebagai
muslihat (hîlah). Akad tawarruq yang merupakan contoh bentuk kombinasi akad yang
digunakan di LKS, menurut Husayn Hâmid Hasan, ketua dewan syariah Bank Dubai,
terindikasi mengandung riba yang diharamkan.
Para ulama memperselisihkan keabsahan modifikasi akad tersebut. Kalangan
Zhahiriyah berpendapat bahwa akad dan syarat baru di luar ketentuan agama hukumnya

4
Hasanudin, “Konsep dan Standar Multi Akad dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama
Indonesia”, disertasi S3 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2008.
6
tidak sah (batal). Hukum asal dari muamalah adalah haram kecuali yang dibolehkan oleh
agama.38 Namun begitu, menurut Hasanudian kombinasi akad yang dikeluarkan DSN
sebagai solusi untuk menjawab kebutuhan transaksi modern. Modifikasi akad yang
disahkan fatwa sesuai dengan kaidah syariah. Hukum asal dari akad-akad adalah
dibenarkan agama selama tidak bertentangan dengan prinsip agama.

BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Istilah hukum perjanjian atau kontrak merupakan terjemahan dari bahasa Inggris
yaitu contract law, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah
overeenscomsrecht.  Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji
kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan
sesuatu hal. Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang
dinamakan perikatan. Dengan demikian perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara
dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian
perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.
7
Dalam hukum kontrak syari’ah terdapat asas-asas perjanjian yang melandasi
penegakan dan pelaksanaannya. Secara terminologi asas adalah dasar atau sesuatu yang
menjadi tumpuan berpikir atau berpendapat. Istilah lain yang memiliki arti sama dengan
kata asas adalah prinsip yaitu dasar atau kebenaran yang menjadi pokok dasar berpikir,
bertindak dan sebagainya.
Dalam merespons kebutuhan transaksi modern, para ahli fikih dan lembaga fatwa
melakukan pengembangan akad dan menetapkan syarat-syarat tambahan.
Modifikasi dilakukan untuk menghindari bunga dalam pinjam-meminjam yang
merupakan fungsi utama dari bank. Upaya menghindari riba tersebut terkesan sebagai
muslihat (hîlah).

B. Saran
Demikianlah makalah ini kami susun, semoga makalah ini bermanfaat bagi para
pembaca. Dalam penulisan ini kami sadari masih banyak kekurangan, saran dan kritik
yang membangun sangat kami harapkan untuk menyempurnakan makalah kami.

DAFTAR PUSTAKA

Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 1982), h. 122-123.

Gemala Dewi, dkk., Hukum Perikatan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2005), h. 47.

Wahbah al-Zuhayly, al-Fiqh al-Islâmy wa Adillatuh, j.4, h. 2920

Hasanudin, “Konsep dan Standar Multi Akad dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis
Ulama Indonesia”, disertasi S3 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2008.

8
9
10

Anda mungkin juga menyukai