Anda di halaman 1dari 16

AKAD SALAM

Mata Perkuliahan: Arabiyah Thabiliqiyah

Dosen Pembimbing: Luthfi, M.E

Disusun Oleh :
Kelompok 3

1. Ahmad Bahtiar (20182125)


2. Maulida Ulfa Dusturia (20182121)
3. Sinta Nuriyah (20182101)
4. Aprilia Anesti (20182116)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) JEMBER
2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah dengan segala puja dan puji atas kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan rahmat dan karunianya sehingga kami bisa menyelesaikan
makalah ini dengan baik.

Dalam penyusunan makalah ini, dengan kerja keras dan dukungan


berbagai pihak, kami berusaha untuk dapat memberikan yang terbaik sesuai
dengan harapan, walaupun dalam pembuatan kami menghadapi kesulitan, karena
keterbatasan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang kita miliki.

Oleh Karena itu pada kesempatan ini kami ingin mengucapkan terima
kasih kepada bapak Luthfi, M.E selaku dosen pembimbing Arabiyah Thabliqiyah.
Dan juga kepada teman-teman yang telah memberikan dukungan dan dorongan
kepada kami. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini terdapat
banyak kekurangan oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat kami
butuhkan agar dapat menyempurnakannya dimasa yang akan datang. Semoga apa
yang disajikan dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi teman-teman dan pihak
yang berkepentingan.

Jember, 4 Maret 2019

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diantara bukti kesempurnaan agama islam dibolehkannya jual beli dengan


cara salam, yaitu akad pemesanan suatu barang dengan kriteria yang telah
disepakati dan dengan pembayaran tunai pada saat akad dilaksanakan.
dikarenakan dengan akad ini kedua belah pihak mendapatkan keuntungan tanpa
ada unsur tipu-menipu atau ghoror (untung-untungan). Pembeli biasanya
mendapatkan keuntungan berupa jaminan untuk mendapatkan barang sesuai
dengan yang ia butuhkan dan pada waktu yang ia inginkan.Sebagaimana ia juga
mendapatkan barang dengan harga yang lebih murah bila dibandingkan dengan
pembelian pada saat ia membutuhkan kepada barang tersebut.

Sedangkan penjual juga mendapatkan keuntungan yang tidak kalah besar


dibanding pembeli, diantaranya penjual mendapatkan modal untuk menjalankan
usahanya dengan cara-cara yang halal, sehingga ia dapat menjalankan dan
mengembangkan usahanya tanpa harus membayar bunga. Dengan demikian
selama belum jatuh tempo, penjual dapat menggunakan uang pembayaran tersebut
untuk menjalankan usahanya dan mencari keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa
ada kewajiban apapun.Penjual memiliki keleluasaan dalam memenuhi permintaan
pembeli, karena biasanya tenggang waktu antara transaksi dan penyerahan barang
pesanan berjarak cukup lama.

Jual-beli dengan cara salam merupakan solusi tepat yang ditawarkan oleh
Islam guna menghindari riba. dan mungkin ini merupakan salah satu hikmah
disebutkannya syari'at jual-beli salam seusai larangan memakan riba.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Salam ?
2. Apa rukun dan syarat Salam ?
3. Apa ketentuan-ketentuan umum dalam transaksi salam ?
4. Apa macam-macam, keuntungan dan manfaat salam ?
5. Apa dasar syari’ah dan fatwa tentang jual beli salam ?
6. Apa hikma dari akad salam ?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian salam.
2. Untuk mengetahui rukun dan syarat salam.
3. Untuk mengetahui ketentuan-ketentuan umum dalam transaksi salam.
4. Untuk mengetahui macam-macam,keuntungan dan manfaat salam.
5. Untuk mengetahui dasar syari’ah dan fatwa tentang jual beli salam.
6. Untuk mengetahui hikma dari akad salam
BAB II

PEMBAHASAN

‫سلَ ُم‬
ّ ‫ال‬

ُ‫احدُُ َوش َْرُعاًُ َب ْيع‬


ِ ‫ُو‬ ً ‫سلَفُلغَةًُُ ِب َم ْع‬
َ ‫نى‬ َ ‫سلَ ِم‬
َّ ‫ُوه َُوُ َوال‬ َّ ‫(َفصْلُ)ُفِ ْيُاَحْ ك َِامُال‬
ُ‫ُوقَب ْول‬
َ ‫ُوُالَُ َي ِصحُُّاُِالَُُِّب ِا ْي َجاب‬َ ‫ش َْيءُ ّم ْوص ْوفُ ِفيُال ِذّ َّم ِة‬
ُ‫ُو‬
َ ِ‫ص ّح‬ َّ ‫ُوم َؤ َّجالَ)ُفَا ِْنُا ً ْطلِقَ ُال‬
َ َ‫سلَمُاِ ْن َعقَ ُ َحاالًُفِيُاُْلال‬ َ ً‫سلَمُ َحاال‬ َّ ‫(ويَ ِصحُُّال‬ َ
ُ‫س َلم‬
َّ ‫اِنَّ َماُ َي ِصحُُّال‬
Pasal ini menjelaskan hukum-hukum dalam salam (pesanan). Kata “Salam”
menurut bahasa mempunyai makna satu, yaitu “pesanan”. Sedangkan menurut
pengertian syara’ ialah menjual sesuatu (barang) yang telah di gambarkan sifatnya
yang masih tanggungan (si penjual). Salam (pemesanan) tidak sah, kecuali dengan
adanya ijab dan qabul (serah terima).

Transaksi pesan dianggap sah dengan cara kontan/seketika (dalam


pembayaran/barang pemesanan), maka status pemesanan menjadi kontan/seketika
menurut pendapat yang lebih shahih.

A. Pengertian salam

Salam sinonim dengan salaf. Dikatakan aslama ats-tsauba lilkhiyat,


artinya ia memberikan/menyerahkan pakaian untuk dijahit. Dikatakan salam
karena orang yang memesan menyerahkan harta pokoknya dari majlis. Dikatakan
salam karena ia menyerahkan uangnya terlebih dahulu sebelum menerima barang
dagangannya. Salam termasuk kategori jual beli yang sah jika memenuhi
persyaratan keabsahan jual beli pada umumnya.

Adapun salam secara terminologis adalah transaksi terhadap sesuatu yang


dijelaskan sifatnya dalam tanggungan dalam suatu tempo dengan harga yang
diberikan kontan ditempat transaksi.
Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah, salam adalah jasa
pembiayaannya dilakukan bersamaan dengan pemesanan barang.

B. Rukun dan Syarat Salam

Sebagaimana jual beli, dalam akad salam harus terpenuhi rukun dan syaratnya.
Adapun rukun salam menurut jumhur ulama’ ada tiga yaitu:
1) Shigat
Akad salam bisa menggunakan lafadz salam, salaf atau menggunakan bai’
maushuf fi dzimmah (menjual barang secara tidak tunai dengan
pembayaran tunai).
Aqidani (orang yang melakukan transaksi ) yaitu orang yang memesan dan orang
yang menerima pesanan, dan Objek transaksi yaitu harga dan barang yang dipesan
2) Harga barang ( ra’sul mall )
a. Pertama, harga dalam akad salam bisa berbentuk sebagai berikut:
 Aset (‘ainiyat) baik berupa barang barang sejenis ( mistliyat )
seperti padi dan sejenisnya, atau tidak sejenis ( qimiyat ) seperti
hewan dan sejenisnya
 Kedua bentuk barang di atas harus dibayarkan terlebih dahulu di
dalam akad
 Harga tidak boleh berupa utang atau pembebasan utang.
b. Kedua, pada dasarnya harga (modal) harus diserahkan secara tunai
ditempat akad, tetapi boleh ditunda penyerahannya 2 atau 3 hari
setelahnya. Dengan ketentuan tidak bersamaan dengan penyerahan
barang yang dipesan.
3) Barang ( muslam fiih )

a) Barang yang dipesan harus jelas (ma’lum) diketahui oleh pihak pihak
akad. Di antara hal yang harus diketahui adalah
 Jumlah, timbangan dan lain lain.
 Waktu penyerahan barang harus jelas. Dan barang boleh
diserahkan secara berkala, selama harga barangnya diserahkan
tunai
 Ketentuan barang tersebut merujuk pada tradisi (‘urf ) yang terjadi
di masyarakat.
b) Barang yang dipesan harus jelas spesifikasinya
Di samping itu bisa diserah terimakan (yumkinu an yatsbutu fi
dzimmah) standartnya, barang itu bisa diketahui secara jelas spesifikasinya
sehingga tidak menimbulkan perselisihan. Oleh karena itu, dibolehkan
spesifikasi yang kurang jelas atau perbedaan kecil yang ditolerir.
c) Barang salam tidak boleh berupa
 benda tertentu (muayyan) seperti mobil tertentu dan lain lain.
 Barang yang tidak bisa ditempokkan ( La yatsbutu fi dzimmah )
seperti tanah pepohonan dan lain lain.
C. Ketentuan-ketentuan umum dalam transaksi salam
a. Barang salam boleh diikat (taustiq) dengan rahn dan bentuk-bentuk
tautstiq lain yang dibolehkan syara’.
b. Penjual tidak boleh menjual barang yang dipesan sebelum
memilikinya.
c. Pembeli boleh meminta penjual untuk mengganti barang yang
dipesannya dengan barang yang lain, dengan syarat harga barang
tersebut sama.
d. Kedua belah pihak boleh bersepakat untuk tidak melanjutkan akad
(iqalah)
e. Jika penjual ( muslam ilaih ) menyerahkan barang lebih baik dari
barang yang dipesan maka pembeli harus menerima barang tersebut
dengan syarat penjual tidak boleh meminta tambahan harga barang dan
selama spesifikasi barang dalam akad, tidak dimasukkan oleh
pemesan.
f. Jika penjual ( muslam ilaih ) menyerahkan barang yang lebih jelek
daripada yang dipesan maka pembeli ( pemesan ) boleh menerimanya
atau tidak menerimanya yang menjadi bagian dari husnull qadha (
sebaik baiknya pelunasan ) dan kedua belah pihak boleh ber ishlah
walupun menurunkan harga barang.
g. Penjual tidak boleh menyerahkan jenis barang lain daripada yang
dipesan kecuali dengan istibdal ( mengganti dengan aset lain )
h. Jika penjual terlambat menyerahkan barang pada waktu yang telah
ditentukan karena kesulitan membayar hutang. Maka pembeli harus
memberikan waktu perpanjangan untuk membayarnya. Tidak boleh
ada syart jaza’i ketika penjual terlambat menyerahkan barang.
i. Jika penjual kesulitan memberikan barang karena tidak tersedia di
pasaran maka pemesan boleh menunggu hingga ada barang yang
dipesan atau mem fasakh dan mengambil kembali modalnya.
D. Macam-macam, Keuntungan dan Manfaat Akad Salam

1. SALAM PARAREL

Salam pararel berarti melaksanakan dua transaksi ba’i al-salam antara


bank dan nasabah, dan di antara bank dan pemasok (suplier) atau pihak ketiga
lainnya secara simultan.

Dewan pengawas syari’ah rajhi banking & investment coorporation telah


menetapkan fatwa yang membolehkan praktik salam pararel dengan syarat
pelaksanaan transaksi salam kedua tidak bergantung pada pelaksanaan akad salam
yang pertama.” Umtuk indonesia, salam pararel di atur dalam fatwa DSN MUI
No. 05/DSN-MUI/IV/2000.

 Keuntungan dan Manfaat Akad Salam

Akad salam ini dibolehkan dalam syariah Islam karena punya hikmah dan
manfaat yang besar, dimana kebutuhan manusia dalam bermuamalat seringkali
tidak bisa dipisahkan dari kebutuhan atas akad ini. Kedua belah pihak, yaitu
penjual dan pembeli bisa sama-sama mendapatkankeuntungan dan manfaat
dengan menggunakan akad salam. Pembeli (biasanya) mendapatkan keuntungan
berupa:

1. Jaminan untuk mendapatkan barang sesuai dengan yang ia butuhkan dan


pada waktu yang ia inginkan.
2. Sebagaimana ia juga mendapatkan barang dengan harga yang lebih murah
bila dibandingkan dengan pembelian pada saat ia membutuhkan kepada
barang tersebut.

Sedangkan penjual juga mendapatkan keuntungan yang tidak kalah besar


dibanding pembeli, diantaranya:

a. Penjual mendapatkan modal untuk menjalankan usahanya dengan cara-


cara yang halal, sehingga ia dapat menjalankan dan mengembangkan
usahanya tanpa harus membayar bunga. Dengan demikian selama belum
jatuh tempo, penjual dapat menggunakan uang pembayaran tersebut untuk
menjalankan usahanya dan mencari keuntungan sebanyak-banyaknya
tanpa ada kewajiban apapun.
b. Penjual memiliki keleluasaan dalam memenuhi permintaan pembeli,
karena biasanya tenggang waktu antara transaksi dan penyerahan barang
pesanan berjarak cukup lama.

Dengan adanya Bai’ As-salam, tertolonglah pengusaha-pengusaha,


khususnya pengusaha yang lemah. Mereka tetap berproduksi dan menjaga mutu
barang hasil industrinya. Prinsip tolong menolong yang sangat dianjurkan Islam
dapat terwujud dalam perdagangan dengan adanya salam ini.

E. Dasar syari’ah dan fatwa tentang jual beli salam

Yang menjadi dalil pelaksanaan jual beli salam yaitu :

QS. Al-baqarah/2:282 sebagai berikut:


َ ‫َيَٰٓأَيُّ َها ٱلَّذِينَ َءا َمنُ َٰٓو ۟ا ِإذَا تَدَا َينتُم ِبدَي ٍْن ِإلَ َٰٓى أ َ َج ٍل ُّم‬
.. ‫س ًّمى فَٱ ْكتُب ُْوه‬

Artinya :

“hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara


tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kalian menuliskannya.”

Al-hadis sebagai berikut:

“ibnu abbas berkata, bahwa rasulullah SAW datang ke madinah di mana


penduduknya melakukan salaf (salam) dalam buah-buahan (untuk jaga waktu)
satu, dua, dan tiga tahun. Beliau berkata “barang siapa yang melakukan salaf
(salam), hendaklah ia melakukan dengan takaran yang jelas dan timbangan yang
jelas pula, untuk jangka waktu yang di tentukan.” Dalam Hadis lain: “dari shihab
r.a, bahwa rasulullah SAW bersabda: “tiga hal yang di dalamnya terdapat
keberkahan: jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur
gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk di jual.” (HR,Ibnu
Majah)

 Fatwa DSN MUI tentang Salam


Dewan Syari’ah Nasional, setelah:
a. Bahwa jual beli barang dengan cara pemasanan dan pembayaran harga
lrbih dahulu dengan syarat-syarat tertentu, disebut dengan salam, kini
telah melibatkankan pihak perbankan
b. Bahwa agar cara tersebut dilakukan sesuai dengan ajaran islam, DSN
memandang perlu menetapkan fatwa tentang salam untuk dijadikan
pedoman oleh lembaga keuangan syariah.

1. Firman Allah QS. Al-baqarah (2):282

َ ‫يََٰٓأَيُّ َها ٱلَّذِينَ َءا َمنُ َٰٓو ۟ا ِإذَا تَدَا َينتُم ِبدَي ٍْن ِإلَ َٰٓى أ َ َج ٍل ُّم‬
.. ‫س ًّمى فَٱ ْكتُب ُْوه‬

“hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai
untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kalian menuliskannya.”
2. Firman Allah QS. Al-maa’idah (5):1

ْ ‫يَُأ َيُّ َهاُالَّ ِذ ْي َنُ َءا َمن‬


...ِ‫وأُأوفواُْبِا ْلعق ْود‬

Hai orang beriman Penuhilah akad-akad itu ....

3. Hadits Riwayat Bukhori dari Ibn Abbas, Nabi bersabda:

ُ‫ُو َو ْزنُُ َم ْعل ْومُُإِلَىُأ َ َجلُ َم ْعلوم‬


َ ‫فُفِيُش َْيءُفَ ِف ْيُ َك ْيلُ َم ْعل ْوم‬ ْ َ ‫نُأ‬
َ َ‫سل‬ ُْ ‫َم‬
“Barang siapa melakukan salaf(salam), hendaknya ia melakukan
dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas, untuk jangka
waktu yang diketahui”
4. Hadits Nabi Riwayat Nasa’i, Abu Dawud, Ibu majah, dan Ahmad:

.‫ُوعق ْوُبَتَه‬ ِ ‫لَ ُّيُا ْل َو‬


َ ُ‫احدُِ ِع ْر‬
َ ‫ضه‬
“Menunda-nunda (pembayaran) yang dilakukan oleh orang
mampu menghalalkan harga diri dan pemberian sanksi
kepadanya”

 Menetapkan : FATWA JUAL BELI SAHAM


a. Pertama : ketentuan tentang pembayaran:
1. Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa
uang, barang atau manfaat.
2. Pembayaran harus dilakukan pada saat kontrak disepakati.
3. Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembahasan hutang.
b. Kedua : ketentuan tentang barang:
1. Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai utang.
2. Harus dapat dijelaskan spesifiknya.
3. Penyerahan dilakukan kemudian.
4. Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan
berdasarkan kesepakatan.
5. Pembeli tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya.
6. Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis
kesepakatan.
c. Ketiga : ketentuan tentang salam paralel :
1. Dibolehkan melakukan paralel dengan syarat:
2. Akad kedua terpisah dari akad pertama, dan
3. Akad kedua dilakukan setelah akad pertama sah.
d. Keempat : penyerahan barang sebelum atau pada waktunya :
1. Penjual harus menyerahkan barang tepat pada waktunya
dengan kualitas dan jumlah yang telah disepakati.
2. Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang
lebih tinggi, penjual rela menerimanya, maka ia tidak boleh
menuntut pengurangan harga (diskon)
3. Penjual dapat menyerahkan basrang lebih cepat dari waktu
yang disepakati dengan syarat kualitas dan jumlah barang
sesuai dengan kesepakatan, dan ia tidak boleh menuntut
tambahan harga.
4. Jika semua atau sebagian barang tidak tersedia pada waktu
penyerahan, atau kualitasnya lebih rendah dan pembeli
tidak rela menerimanya, maka ia memiliki dua pilihan:
 Membatalkan kontrak dan meminta kembali uangnya.
 Meununggu sampai barang tersedia.
e. Kelima : Pembatalan kontrak:
Pada dasarnya pembatalan salam boleh dilakukan selama tidak
merugikan kedua belah pihak.
f. Keenam : Perselisihan:
Jika terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak, maka
persoalnnya deselesaikan.

F. Hikma dari akad salam


Manfaat transaksi salam bagi pembeli adalah adanya jaminan memperoleh
barang dalam jumlah dan kualitas tertentu pada saat ia membutuhkan dengan
harga yang disepakatinya di awal. Sementara manfaat bagi penjual adalah
diperolehnya dana untuk melakukan aktivitas produksi dan memenuhi sebagian
kebutuhan hidupnya.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai