PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fiqh muamalah merupakan aturan yang membahas tentang hubungan manusia dengan
manusia lainnya dalam sebuah masyarakat, didalamnya termasuk kegiatan
perekonomian masyarakat. Salah satu jenis transaksi ekonomi yang dibahas dalam
fiqh muamalah ialah ijarah.
Ijarah adalah salah satu kegiatan muamalah yang sering kita jumpai dalam kehidupan
sehari-hari, ijarah yang biasa kita kenal sebagai sewa-menyewa, upah-mengupah
sangat sering membantu dalam kehidupan, karena dengan adanya ijarah, seorang
terkadang yang belum bisa membeli benda untuk kebutuhan hidupnya, bisa diperoleh
dengan menyewa, dan orang yang mempunyai kelebihan harta namun tidak
mempunya tenaga, keahlian, waktu untuk melakukan pekerjaan tersebut dapat
memperkejakan orang lain untuk pekerjaan tersebut sehingga terjadi kerja sama antara
kedua belah pihak. Kegiatan ijarah ini tidak dapat dilepaskan dari kehidupan kita
sehari-hari baik dilinkungan keluarga maupun masyarakat kita.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ijarah
Secara etimologi ijarah adalah ( بيع المنفعةmenjual manfaat), sedangkan menurut
terminologi, ijarah dikemukakan oleh beberapa pendapat ulama fiqh,
diantaranya sebagai berikut:
1. Menurut ulama Hanafiyah
Ijarah adalah akad atas sesuatu kemanfaatan dengan pengganti.
2. Menurut ulama AsAsy-Syafi'iyah
Ijarah adalah akad atas sesuatu kemanfaatan yang mengandung
maksud tertentu dan mubah, serta menerima pengganti atau kebolehan
dengan pengganti tertentu.
Jumhur ulama fiqh berpendapat bahwa ijarah adalah menjual manfaat dan yang boleh
disewakan adalah manfaatnya bukan bendanya. Oleh karena itu, mereka melarang
menyewakan pohon untuk diambil buahnya, domba untuk susunya, sumur diambil airnya,
dan lain-lain, sebab semua itu bukan manfaatnya, tetapi bendanya.
B. Dasar Hukum Ijarah
1. Al-Qur'an
Artinya: “salah seorang dari kedua wanita itu berkata, “ya ayahku,
ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena
sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja
(pada kita) adalah orang uang kuat lagi dapat dipercaya.” Berkatalah
dia (Syu'aib), “sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu
dengan salah seorang dan kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu
bekerja denganku delapan tahun, Dan jika kamu cukupkan sepuluh
tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu.” (QS. Al-Qashash:
26-27)
2. As-Sunnah
Artinya: “Berikanlah upah kerja sebelum keringatnya kering.” (HR.
Ibu majah dan Ibn Umar)
Menurut ulama Hanafiyah, rukun ijarah adalah ijab kabul, antara laib
dengan menggunakan kalimat: al-ijarah, al-isti'jar, al-iktira', dan al-
ikra.
Namun dalam pasal 295 mengenai kompilasi hukum syariah disebutkan bahwa rukun
ijarah ada empat yaitu:
a. Pihat yang menyewa.
b. Pihak yang menyewakan.
c. Benda yang diijarahkan.
d. Akad.
Perbedaan pendapat mengenai rukun ini sudag banyak dibicarakan dalam akad-akad yang
lain, seperti jual beli dan lain sebagainya. Oleh karena itu, hal ini tidak perlu di perpanjang
lagi.
2. Syarat ijarah
Syarat ijarah terdiri dari empat macam, sebagaimana syarat dalan jual
beli, yaitu syarat al-inqad (terjadinya akad), syarat an-nafadz (syarat
pelaksanaan akad), syarat sah, dan syarat lazim.
1. Syarat terjadinya akad
Dibolehkan ijarah atas barang mubah, seperti rumah, kamar, dan lain-
lain, tetapi dilarang ijarah terhadap bemda-benda yang yang
diharamkan.
a. Ketetapan hukum akad dalam ijarah
a. Sewa rumah
b. Sewa tanah
b. Ijarah musytarik
Adalah ijarah yang dilakukan secara bersama-sama atau
melalui kerja sama. Hukumnya dibolehkan bekerja dwngan
orang lain.
Para ulama mazhab empat sepakat bahwa ajir khas tidak dibebani ganti
kerugian karena kerusakan barang yang diserahkan kepadanya yang
berkaitan dengan pekerjaannya. Dikarenakan ia sebagai pemegang
amanah seperti wakil dan dharib. Sedangkan untuk ajir musytarak
banyak ulama yang berbeda pendapat mengenai hal ini. Menurut ulama
hanafiah, jafar, hasan ibnu jiyad, dan imam syail “mereka tidak
bertanggung jawab atas kerusakan sebab kerusakan itu bukan
disebabkan oleh mereka, kecuali bila disebabkan oleh permusuhan”,
namun imam ahmad dan dua sahabat imam abu hanifah berpendapat
bahwa ajir bertanggung jawab atas kerusakan jika kerusakan tersebut
disebabkan oleh mereka baik disengaja mauoun tidak disengaja,
kecuali disebabkan oleh hal-hal yang umum terjadi.
3. Gugurnya upah
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA