Anda di halaman 1dari 16

AKAD SALAM

Dosen Pengampu : HARKANERI,S.E.AK,M.S.A

DISUSUN OLEH
NAILA CAHAYA FITRI 12070321792
NAFA ROLENZA 12070320684

FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL


JURUSAN AKUNTANSI
UNIVERSITAS NEGERI ISLAM SYARIF
KASIM RIAU
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Dengan menyebut nama Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Kami panjatkan puji syukur atas Kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan Rahmat dan
Hidayah Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikanmakalah tentang Akad
Salam ini dengan baik. Tak lupa Sholawat serta salamkami panjatkan kepada junjungan kita
Nabi Muhammad SAW. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu
Harkaneri,SE,MSA,AK,CA selaku Dosen mata kuliah Akuntansi Syariah, UIN SUSKA
RIAU yang telah memberikan tugas ini kepada kami.

Makalah ini telah kami buat dengan sebaik-baiknya untuk memenuhi tugas Akuntansi
Syariah. Kami berharap makalah ini dapat berguna dalam rangkamenambah wawasan serta
pengetahuan kita tetang Akad Salam.
Demikian yang dapat kami sampaikan,mohon maaf apabila ada salah kata yang kurang
berkenan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita.

Wasalamu’alaikum Wr.Wb.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah...............................................................................................1
B. Rumusn Masalah..........................................................................................................1
C. Tujuan...........................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian akad salam..................................................................................................2
B. Jenis akad salam...........................................................................................................2
C. Sumber hukum akad salam...........................................................................................4
D. Rukun dan ketentuan akad salam.................................................................................4
E. Berakhirnya akad salam
F. Perlakuan akuntansi untuk akad salam.........................................................................5

BAB III Penutup


A. Kesimpulan……………………………………………………………………………6
B. saran .............................................................................................................................7

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Diantara bukti kesempurnaan agama Islam ialah dibolehkannya jual beli
dengan cara salam, yaitu akad pemesanan suatu barang dengan kriteria yang
telah disepakati dan dengan pembayaran tunai pada saat akad dilaksanakan.
Yang demikian itu, dikarenakan dengan akad ini kedua belah pihak
mendapatkan keuntungan tanpa ada unsur tipu-menipu atau ghoror (untung-
untungan). Pembeli (biasanya) mendapatkan keuntungan berupa jaminan
untuk mendapatkan barang sesuai dengan yang ia butuhkan dan pada waktu
yang ia inginkan.Sebagaimana ia juga mendapatkan  barang dengan harga
yang lebih murah bila dibandingkan dengan pembelian pada saat ia
membutuhkan kepada barang tersebut. Sedangkan penjual juga mendapatkan
keuntungan yang tidak kalah besar dibanding pembeli, diantaranya penjual
mendapatkan modal untuk menjalankan usahanya dengan cara-cara yang
halal, sehingga ia dapat menjalankan dan mengembangkan usahanya tanpa
harus membayar bunga.
Dengan demikian selama belum jatuh tempo, penjual dapat menggunakan
uang pembayaran tersebut untuk menjalankan usahanya dan mencari
keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa ada kewajiban apapun.Penjual
memiliki keleluasaan dalam memenuhi permintaan pembeli, karena biasanya
tenggang waktu antara transaksi dan penyerahan barang pesanan berjarak
cukup lama. Jual-beli dengan cara salam merupakan solusi tepat yang
ditawarkan oleh Islam guna menghindari riba. Dan mungkin ini merupakan
salah satu hikmah disebutkannya syari'at jual-beli salam seusai larangan
memakan riba. 

2. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan Akad Salam?
b. Apa saja jenis-jenis Akad Salam?
c. Bagaimana dasar syariah didalam Akad Salam?
d. Bagaimana perlakuan Akuntansi dalam Akad Salam?

3. Tujuan
a. Untuk mengetauhi yang maksud dengan Akad Salam.
b. Untuk mengetauhi jenis-jenis Akad Salam.
c. Untuk mengetauhi dasar syariah yang digunakan dalam Akad Salam.
d. Untuk mengetauhi bagaimana perlakuan akuntansi dalam Akad Salam.
BAB II
PEMBAHASAN

A. AKAD SALAM

Salam merupakan salah satu jenis akad jual beli, dimana pembeli
membayar terlebih dahulu atas suatu barang yang spesifikasi dan kuantitasnya
jelas sedangkan barangnya baru akan diserahkan pada saat tertentu di
kemudian hari.
Dengan demikian, akad salam dapat membantu produsen dalam
penyediaan modal sehingga ia dapat menyerahkan produk sesuai dengan yang
telah dipesan sebelumnya. Sebaliknya, pembeli mendapat jaminan
memperoleh barang tertentu, pada saat ia membutuhkan dengan harga yang
disepakatinya di awal. Akad salam biasanya digunakan untuk pemesanan
barang pertanian.

 PENGERTIAN AKAD SALAM


Salam berasal dari kata As salaf yang artinya pendahuluan karena
pemesan barang menyerahkan uangnya di muka. Para fuqaha menamainya al
mahawi’ij (barang-barang mendesak) karena ia sejenis jual beli yang dilakukan
mendesak walaupun barang yanng diperjualbelikan tidak ada di tempa
“mendesak”, dilihat dari sisi pembeli karena ia sangat membutuhkan uang tersebut.

Salam dapat didefinisikan sebagai transaksi atau akad jual beli


dimana barang yang diperjualbelikan belum ada ketika transaksi dilakukan,
dan pembeli melakukan pembayaran di muka sedangkan penyerahan barang
baru dilakukan dikemudian hari. PSAK 103 mendefinisikan Salam sebagai
akad jual beli barang pesanan (muslam fiih) dengan pengiriman di kemudian
hari oleh penjual (muslam illaihi) dan pelunasannya dilakukan oleh pembeli
(al muslam) pada saat akad disepakati sesuai dengan syarat-syarat tertentu.

Sekilas, transaksi salam mirip dengan transaksi ijon. Contoh transaksi


ijon, misalnya membeli padi di sawah yang belum siap panen. Seperti
sudah dijelaskan sebelumnya, ada gharar  (ketidakpastian) baik dalam
jumlah maupun kualitas pada transaksi ijon, sehingga syarat saling rela dapat
tidak terpenuhi atau dapat merugikan salah satu pihak, dan oleh karena itu
transaksi ini dilarang oleh syariah.

Salam, tidak sama dengan transaksi ijon, dan karena itu diperbolehkan oleh
syariah karena tidak ada gharar  .  Walaupun barang baru diserahhkan di
kemudian hari, harga, spesifikasi, karakteristik, kualitas, kuantitas dan waktu
penyerahannya sudah ditentukan dan disepakati ketika akad terjadi.
Contoh akad salam, misalnya, pembeli memesan beras tipe IR 64
sebanyak 2 ton dengan harga Rp 5000 per kilogram dan diserahkan 4 bulan
ke depan atau pada waktu panen, dibayar di muka. Di sini, jelas sekali
bahwa pembeli harus menyerahkan uang muka sebesar Rp 10 juta untuk 
pembelian 2 ton beras IR 64 yang akan diserahkan 4 bulan kemudian oleh
penjual.

Contoh transaksi ijon, misalnya, pembeli membeli 1 hektar padi (waktu akad ini
terjadi padi belum siap dipanen) dengan harga Rp 15 juta. Apabila ternyata padi
terserang hama sehingga tidak  dapat dipanen atau menghasilkan lebih sedikit
dari 5 ton gabah, maka pembeli akan rugi (asumsi harga per kg padi gabah Rp
3000); sebaliknya jika hasilnya 8 ton, maka petani yang akan merugi.

Dalam murabahah, kita kenal ada penjualann tangguh yang artinya


barang diserahkan terlebih dahulu sedangkan pembayaran kemudian.
Salam merupakan kebalikannya, di mana pembayaran dilakukan terlebih
dahulu dan penyerahan barang dilakukan kemudian. Untuk menghindari
risiko yang merugikan, pembeli boleh meminta jaminan dari penjual.

Dalam akad salam, harga barang pesanan yang sudah disepakati tidak
dapat berubah selama jangka waktu akad. Apabila barang yang dikirim tidak
sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati sebelumnya, seperti sudah
dibahas sebelumnya, maka pembeli boleh melakukan khiar yaitu memilih
apakah transaksi dilanjutkan atau dibatalkan.

Apabila pembeli menerima, sedangkan kualitasnya lebih rendahnya


maka pembeli akan mengakui adanya kerugian dan tidak boleh meminta
pengurangan harga, karena harga sudah disepakati dalam akad tidak dapat
diubah. Demikian jjuga jika kualitasnya lebih tinggi, penjual tidak  dapat
meminta tambahan harga dan pembeli tidak boleh mengakui adanya
keuntungan, karena kalau diakui sebagai keuntungan dapat dipersamakan
ada unsur riba (kelebihan tidak ada iwadi / faktor pengimbang yang
dibolehkan syariah).

Manfaat transaksi salam bagi pembeli adalah adanya jaminan


memperoleh barang dalam jumlah dan kualitas tertentu pada saat ia
membutuhkan dengan harga yang disepakatinya di awal. Sementara manfaat
bagi penjual adalah diperolehnya dana untuk melakukan aktivitas produksi dan
memenuhi sebagian kebutuhan hidupnya.

Salam dapat dilakukan secara langsung antara pembeli dan penjual,


dan dapat juga dilakukan oleh tiga pihak secara paralel: pembeli-penjual-
pemasok yang disebut sebagai salam paralel. Risiko yang muncul dari kasus
ini adalah apabila pemasok tidak bisa mengirim barang maka ia tidak dapat
memenuhi permintaan pembeli sehingga perusahaan memiliki persediaan
barang tersebut dan harus mencari pembeli lain yang berminat. Sedangkan
ia tetap memiliki kewajiban pada pembeli dan pemasok.

Transaksi salam biasanya digunakan pada industri pertanian.


Bahkan, akad dapat digunakan untuk membantu petani dengan tiga strategi
pendekatan yang dilakukan pemerintah (syafi’i antonio, 1999), antara lain
sebagai berikut.

1. Pemerintah membentuk perusahaan pembiayaan syariah, untuk sektor


pertanian secara khusus dalam bentuk BUMN nonbak. Perusahaan
ini bertanggung jawab untuk menyalurkan pembiayaan pada
petani, dan kemudian menjual hasil pertanian yang didapat kepada
publik  atau pemerintah dengan kata lain memperluas peran bulog,
di mana bulog difungsikan pula sebagai lembaga pembiayaan
petani. Hal yang terpenting lembaga ini haruslah amanah.
2. Pemerintah membentuk bank pertanian syariah. Namun demikian,
yang perlu diperhatikan adalah bagaiman cara bank untuk
menyimpan hasil pertanian, mengingat ia akan menerima dalam
bentuk produk dari petani dan bukan dalam bentuk uang. Untuk itu,
perlu ada modifikasi dari skema salam, di mana bank dapat
menunjuk petani yang bersangkutan untuk  menjualkan hasil
pertaniannya ke pasar, dan kemudian mengembalikan sejumlah
uang kepada bank. Petani dapat diberikan komisi tambahan oleh
bank karena telah bertindak sebagai agensinya.
3. Melalui penerbitan sukuk. Daerah-daerah surplus pangan dapat
menerbitkan sukuk berbasis salam dan daerah-daerah yang
kekurangan pangan dapat menginvestasikan dananya untuk 
membeli sukuk. Daerah surplus pangan akan memiliki modal
tambahan, dan daerah minus pangan akan mendapatkan kepastian
supply pangan.
B. JENIS AKAD SALAM
1. Salam adalah transaksi jual beli di mana barang yang diperjualbelikan belum
ada ketika transaksi dilakukan. Pembeli melakukan pembayaran di muka
sedangkan penyerahan barang baru dilakukan di kemudian hari.

SKEMA SALAM

2. Salam paralel, artinya melaksanakan dua transaksi salam yaitu antara


pemesan dan penjual serta antara penjual dengan pemasok (supplier)  atau
pihak ketiga lainnya. Hal ini terjadi ketika penjual tidak memiliki barang
pesanan dan memesan kepada pihak lain untuk  menyediakan barang
pesanan tersebut.

Salam paralel dibolehkan asalkan akad salam kedua tidak tergantung pada
akad pertama yaitu akad antara penjual dan pemasok tidak tergantung pada
akad antara pembeli dan penjual, jika saling tergantung atau menjadi syarat
tidak diperbolehkan (terjadi ta’alluq). Selain itu, akad antara penjual dan
pemasok terpisah dari akad antara pembeli dan penjual.

Beberapa ulama kontemporer melarang transaksi salam paralel terutama


jika perdagangan dan transaksi semacam itu dilakukan secara terus-menerus,
karena dapat menjurus kepada riba.

SKEMA SALAM PARALEL


C. Sumber Hukum Akad Salam
a. Al-Qur’an
“Hai orang-orang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara
tunai untuk wkatu yang ditentukan, hendaknya kamu
menuliskannya dengan benar...” (QS 2:282) 
b. Al-hadis
“Barang siapa melakukan salam, hendaknya ia melakukannya
dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas pula, untuk jangka
waktu yang diketauhi.” (HR Bukhari Muslim) 

D. Rukun dan Ketentuan Akad Salam


 Rukun Akad Salam
Rukun salam ada tiga, yaitu:
1. Pelaku, terdiri atas penjual (muslam illaihi) dan pembeli (al muslam).
2. Objek akad berupa barang yang akan diserahkan (muslam fiih) dan
modal salam (ra’su maalis salam).
3. Ijab Qobul/serah terima.

 Ketentuan syariah, antara lain sebagai berikut:

a.  Pelaku adalah cakap hukum dan baligh.


 b.  Objek Akad
1)  Ketentuan syariah yang terkait dengan modal salam, yaitu
sebagai berikut:
 Modal salam harus diketauhi jenis dan jumlahnya.
 Modal salam berbentuk uang tunai.
 Modal salam diserahkan ketika akad berlangsung, tidak boleh uang
atau merupakan pelunasan piutang.

2)  Ketentuan syariah barang salam, yaitu sebagai berikut:


 Barang tersebut harus dapat dibedakan/diidentifikasi mempunyai
spesifikasi dan karakteristik yang jelas.
 Barang tersebut harus dapat dikuantifikasikan/ditakar/dihitung.
 Waktu pembayaran harus jelas.
 Barang tidak harus ada ditangan penjual tetapi harus ada pada
waktu yang ditentukan.
 Apabila barang yang dipesan tidak ada pada waktu yang ditentukan,
akad menjadi fasakh/rusak dan pembeli dapat memilih antara
menunggu barang tersebut atau membatalkannya.
 Apabila barang yang dikirim cacat atau rusak pembeli boleh melakukan
khiar atau memilih untuk menerima atau menolak.
 Apabila barang yang dikirim memiliki kualitas yang lebih baik, maka
penjual tidak boleh meminta tambahan pembayaran dan hal ini
dianggap sebagai pelayanan kepada pelanggan.
 Apabila barang yang dikirim kualitasnya lebih rendah, pembeli boleh
menolak atau menerimanya. Apabila pembeli menerima maka
pembeli tidak boleh meninta pengurangan harga.
 Barang boleh dikirim sebelum jatuh tempo asalkan disetujui oleh kedua
belah pihak.
 Penjualan kembali barang yang dipesan sebelum diterima tidak
boleh secara syariah. Kaidah penggantian barang yang dipesan
dengan barang lain. Para ulama melarang penggantian spesifikasi
barang yang tidak sesuai dengan spesifikasi lain, tetapi bila barang
tersebut memiliki spesifikasi yang sama dan kualitas yang sama
walaupun sumbernya berbeda ulama memperbolehkannya.
 Apabila tempat penyerahan barang tidak disebutkan, akad tetap sah.

3)   Ijab Qobul
Adalah pernyataan dan ekspresi saling rida/rela diantara pihak-pihak
pelaku akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui korespondensi atau
menggunakan cara-cara komunikasi modern.

E. Berakhirnya Akad Salam

Dari penjelasan di atas, hal-hal yang dapat membatalkan kontrak adalah:

1. Barang yang dipesan tidak ada pada waktu yang ditentukan


2. Barang yang dikirim cacat atau tidak sesuai dengan yang disepakati dalam
akad
3. Barang yang dikirim kualitasnya lebih rendah, dan pembeli memiih
untuk menolak atau membatalkan akad.

Apabila kondisi di atas terjadi dan pembeli memilih untuk membatalkan


akad, maka pembeli berhak atas pengembalian modal salam yang sudah
diserahkannya. Pembatalan dimungkinkan untuk  keseluruhan barang pesanan,
yang mengakibatkan pengembalian semua mmodal salam yang telah dibayarkan.
Dapat juga berupa pembatalan sebagian penyerahan barang pesanan dengan
pengembalian sebagian modal salam.

F. Perlakuan Akuntansi Untuk Akad Salam

1. Akuntansi Untuk Pembeli


Hal-hal yang harus dicatat oleh pembeli dalam transaksi secara akuntansi:
1.   Pengakuan piutang salam, piutang salam diakui pada saat modal
usaha salam dibayarkan atau dialihkan kepada penjual. Modal usaha
salam disajikan sebagai piutang salam.
2.   Pengukuran modal usaha salam.
Modal salam dalam bentuk kas di ukur sebesar jumlah yang dibayarkan
Jurnal : 
(D) Piutang salam xxx
(K) kas xxx
Modal usaha salam dalam bentuk aset non kas diukur sebesar nilai
wajar, selisih antara nilai wajar dan nilai tercatat modal usaha non kas
yang diserahkan diakui sebagai keuntungan atau kerugian pada saat
penyerahan modal usaha tersebut.
a.   Pencatatan apabila nilai wajar lebih kecil dari nilai tercatat 
Jurnal : 
(D) Piutang Salam xxx
(D) Kerugian xxx
(K) Aset non kas xxx
b.   Pencatatan apabila nilai wajar lebih besar dari nilai
tercatat  Jurnal : 
(D) Piutang Salam xxx
(K) Aset non kas xxx
(K) Keuntungan xxx
3.   Penerimaan barang pesanan 
a.   Jika barang pesanan sesuai dengan akad, maka dinilai sesuai
dengan nilai yang disepakati.
Jurnal : 
(D) Aset salam xxx
(K) Piutang salam xxx
 b.  Jika barang pesanan berbeda kualitasnya.
 Nilai wajar dari barang pesanan yang diterima nilainya sama
atau lebih tinggi dari nilai barang pesanan yang tercantum dalam
akad, maka barang pesanan yang diterima diukur sesuai nilai akad.
Jurnal : 
(D) Aset Salam xxx
(K) Piutang salam xxx

 Jika nilai wajar dari barang pesanan yang diterima lebih rendah dari nilai
barang pesanan yang tercantum dalam akad,maka barang pesanan yang
diterima diukur sesuai dengan nilai wajar pada saat diterima dan selisihnya
diakui sebagai kerugian.
Jurnal : 
(D) Persediaan-Aset Salam xxx
(diukur pada nilai wajar)
(D) Kerugian Salam xxx
(K) Piutang Salam xxx

c.  Jika pembeli tidak menerima sebagian atau seluruh barang pesanan
pada tanggal jatuh tempo pengiriman,maka:
 Jika tanggal pengiriman diperpanjang, maka nilai tercatat
piutang salam sebesar bagian yang belum dipenuhi sesuai dengan
nilai yang tercantum dalam akad, dan jurnal atas bagian barang
pesanann yang diterima ;
Jurnal : 
(D) Aset Salam (sebesar jumlah yang diterima) xxx
(K) Piutang Salam xxx
 Jika akad salam dibatalkan sebagian atau seluruhnya, maka piutang
salam berubah menjadi piutang yang harus dilunasi oleh penjual
sebesar bagian yang tidak dapat dipenuhi.
Jurnal : 
(D) Aset lain-lain-Piutang xxx
(K)PiutangSalam xxx
 Jika akad salam dibatalkan sebagian atau seluruhnya dan
pembeli mempunyai jaminan atas barang pesanan serta hasil
penjualan jaminan tersebut lebih kecil dari nilai piutang salam, maka
selisih antara nilai tercatat piutang salam dan hasil penjualan
jaminan tersebut diakui sebagai piutang kepada penjual.
Jurnal : 
(D) Kas xxx
(D) Aset lainnya-Piutang pada penjual xxx
(K) Piutang Salam xxx
 Jika hasil penjualan jaminan tersebut lebih besar dari nilai tercatat
piutang salam maka selisihnya menjadi hak penjual.
Jurnal : 
(D) Kas xxx
(K) Utang Penjual xxx
(K) Piutang Salam xxx
BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan
Akad salam merupakan akad jual beli dengan uang muka dan pengirimandi
belakang.Walaupun barang baru diserahkan dikemudian hari namun
harga,spesifikasi,karakteristik,kualitas,kuantitas dan waktu penyerahannya sudahditentukan
ketika akad terjadi,sehingga tidak ada gharar.Hal inilah yangmembedakan salam dengan
transaksi ijon.Salam merupakan transaksi yang diizinkan oleh syariah Islam sesuai dengan
tuntunan Al Qur’an dan As Sunnah serta harus mengikuti rukun dan ketentuan yang
digariskan.Selain akad salam yang biasa,juga dikenal salam paralel.Salam paralelmerupakan
akad salam di mana barang tidak dimiliki oleh penjual dan penjualmemesannya kepada
pemasok lainnya.Akad ini juga diizinkan syariah asalkanantara ke dua akad tersebut tidak
saling tergantung atau menjadi syarat,selain ituakad antara penjual dan pemasok terpisah dari
akad antara pembeli dan penjual
B.     Saran
Demikianlah makalah yang dapat kami sajikan dan kami sampaikan. Kami yakin
dalam penulisan maupun penyampaiannya masih terdapat kesalahan serta kekurangan,
untuk itu kami mohon ma’af yang sebesar-besarnya. Dan saran yang membangun dari
pembaca sangat kami harapkan untuk perbaikan kami selanjutnya. Dan semoga makalah ini
bermanfa’at bagi pembaca semua.
DAFTAR PUSTAKA
https://wikipedia.org/wiki/agama
http://hetty9295.blogspot.com/2016/01/aspek-aspek-ajaran-islam.html?=1
https://www.seputarpengetahuan.co.id/2016/10/pengertian-agama-islam-secara-
umum.html
Nata,Abuddin.1998..Jakarta:PT Raja Grafindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai