Disusun oleh :
KELOMPOK 09
Ricky 1112000738
Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa kami dapat
menyelesaikan tugas pembuatan makalah yang berjudul “Akad Salam” dengan lancar.
Dalam penulisan makalah ini kami menyampaikan ucapan terima kasih yang tak
terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan penelitian ini, khususnya
kepada :
1. Ibu Suci Kurniawati selaku dosen mata kuliah Akuntansi Syariah yang telah meluangkan
waktu, tenaga dan pikiran dalam pemberian materi perkuliahan, pengarahan, dorongan
dalam rangka penyelesaian penyusunan makalah ini
2. Rekan-rekan yang tergabung dalam kelompok 09 yang telah bekerjasama dengan baik
3. Rekan-rekan semua di kelas di ruang A 504
4. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan
dalam penulisan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan,
untuk itu diperlukan sumbangan pemikiran baik saran maupun kritik yang berguna untuk
kebaikan tulisan ini. Semoga tulisan ini berguna bagi kita semua.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar Isi
PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN DAN PENGGUNAAN AKAD SALAM..............................................1
2. JENIS AKAD SALAM ...................................................................................................2
Salam Langsung.........................................................................................................2
Salam Pararel.............................................................................................................3
3. SUMBER HUKUM AKAD SALAM.............................................................................4
4. RUKUN DAN KETENTUAN AKAD SALAM ............................................................5
5. BERAKHIRNYA AKAD SALAM.................................................................................7
6. KEUNTUNGAN DAN MANFAAT AKAD SALAM....................................................8
7. PENGAWASAN SYARIAH TRANSAKSI SALAM DAN SALAM PARAREL........8
8. CAKUPAN STANDAR AKUNTANSI SALAM DAN SALAM PARAREL...............9
9. CONTOH AKAD SALAM.............................................................................................10
10. PERBEDAAN AKAD SALAM DENGAN IJON..........................................................11
11. PERBEDAAN AKAD SALAM DENGAN ISTISHNA.................................................11
Daftar Pustaka............................................................................................................12
2
PEMBAHASAN
Salam berasal dari kata As salaf yang artinya pendahuluan karena pemesan barang
menyerahkan uangnya di muka. Para ahli fiktif menamainya al mahawi’ij ( barang-barang
mendesak ) karena ia sejenis jual beli yang dilakukan mendesak walaupun barang yang
diperjualbelikan tidak ada di tempat.
Salam dapat di definisikan sebagai transaksi atau akad jual beli di mana barang yang
diperjualbelikan belum ada ketika transaksi dilakukan dan pembeli melakukan pembayaran di
muka sedangkan penyerahan barang dilakukan di kemudian hari. PSAK 103 mendefinisikan
akad salam sebagai akad jual beli barang pesanan ( muslam fiih ) dengan pengiriman di
kemudian hari oleh penjual ( muslam illahi ) dan pelunasannya dilakukan oleh pembeli ( al
muslam ) pada saat akad disepakati sesuai dengan syarat-syarat tertentu. Untuk menghindari
risiko yang merugikan, pembeli boleh meminta jaminan dari penjual.
Manfaat transaksi salam bagi pembeli adalah adanya jaminan memperoleh barang
dalam jumalh dan kualitas tertentu pada saat ia membutuhkan dengan harga yang
disepakatinya di awal. Sementara manfaat bagi penjual adalah diperolehnya dana untuk
melakukan aktivitas produksi dan memenuhi sebagian kebutuhan hidupnya. Dalam akad
salam, barang pesanan yang sudah disepakati tidak dapat berubah selama jangka waktu akad.
Apabila barang yang dikirim tidak sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati
sebelumnya, maka pembeli boleh melakukan khiar yaitu memilih apakah transaksi
dilanjutkan atau dibatalkan.
Apabila pembeli menerima, sedangkan kualitasnya lebih rendah maka pembeli akan
mengakui adanya kerugian dan tidak boleh meminta pengurangan harga, karena harga sudah
disepakati dalam akad dan tidak dapat diubah. Demikian juga jika kualitasnya lebih tinggi,
penjual tidak dapat meminta tambahan harga dan pembeli tidak boleh mengakui adanya
keuntungan, karena kalau diakui sebagai keuntungan dapat dipersamakan ada unsure riba
( kelebihan yang tidak ada iwad/faktro pengimbang yang diperbolehkan syariah ). Transaksi
salam biasanya digunakan pada industri pertanian. Dalam industri pertanian keuntungan
menggunakan skema salam antara lain adalah :
a. Bagi Petani
1
Skema salam dengan pembayaran dimuka akan sangan membantu petani dalam
membiayai kebutuhan petani dalam memproduksi barang pertanian, sehingga ada
dorongan yang lebih besar untuk meningkatkan kapasitas produksinya agar
menghasilkan produk yang lebih banyak.
b. Bagi Pemerintah
Penggunaan skema salam dengan cirri pembayaran dimuka akan dapat mempercepat
pencapaian target-target pemerintah dalam mendorong peningkatan cadangan
pengadaan produk pertanian, sehinggan akan mempercepat peran serta pemerintah
dalam ekspor produk pertanian ke luar negeri yang belakangan ini mengalami kenaikan
harga.
c. Bagi Pengusaha
Penggunaan skema salam bagi pengusaha berpotensi meningkatkan efisiensi dan nilai
penjualan pengusaha produk pertanian. Adanya harga pembelian yang relatiff lebih
murah tersebut akan memberikan keuntungan bagi pengusaha untuk memperoleh
margin yang menarik. Keuntungan lain bagi pengusaha adalah adanya kepastian
memperoleh barang yang diinginkan, sehingga tidak perlu khawatir atas persaingan
mendapatkan barang pada saat panen dengan pengusaha lain.
d. Bagi Bank Syariah
Skema salam pada dasarnya sangat menguntungkan bagi bank syariah mengingat
pembeli sudah menyerahkan uangnya terlebih dahulu di muka. Dengan demikian, risiko
kegagalan membayar utang tidak ada sama sekali.
2
Salam paralel artinya melaksanakan dua transaksi salam yaitu antara pemesan pembeli
dan penjual serta antara penjual dengan pemasok (supplier) atau pihak ketiga lainnya.
Hal ini terjadi ketika penjual tidak memiliki barang pesanan dan memesan kepada pihak
lain untuk menyediakan barang pesanan tersebut. Salam paralel dibolehkan asalkan
akad salam kedua tidak tergantung pada akad yang pertama yaitu akad antara penjual
dan pemasok tidak tergantung pada akad antar pembeli dan penjual, jika saling
tergantung atau menjadi syarat tidak diperbolehkan. Beberapa ulama kontemporer tidak
membolehkan transasksi salam parallel terutama jika perdagangan dan transaksi
semacam itu dilakukan secara terus-menerus, karena dapat menjurus kepada riba. Alur
akad salam pararel prosudernya sama dengan akad salam hanya saja melibatkan pihak
ke-3.
3
3. SUMBER HUKUM AKAD SALAM
Al-Qur’an
Allah Ta’ala berfirman: َيا َأُّيَها اَّلِذ يَن آَم ُنوْا ِإَذ ا َتَداَينُتم ِبَدْيٍن ِإَلى َأَج ٍل ُّمَس ًّمى َفاْكُتُبوُه
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk
waktu yang ditentukan, hendaknya kamu menulisknnya dengan benar...” (QS 2:282)
Al-Hadits
(من َأْس َلَف في َش ْي ٍء َفِفي َكْيٍل َم ْع ُلوٍم َو َو ْز ٍن: فقال. َقِد َم النبي اْلَم ِد يَنَة َو ُهْم ُيْس ِلُفوَن ِبالَّتْم ِر الَّسَنَتْي ِن َو الَّثاَل َث:ابن َعَّباٍس رضي هللا عنهما قال
متفق عليه. َم ْع ُلوٍم إلى َأَج ٍل َم ْع ُلوٍم
“Dari sahabat Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, ia berkata: “Ketika Nabi tiba di kota
Madinah, sedangkan penduduk Madinah telah biasa memesan buah kurma dalam
tempo waktu dua tahun dan tiga tahun, maka beliau bersabda: “Barang siapa yang
memesan sesuatu, maka hendaknya ia memesan dalam jumlah takaran yang telah
diketahui (oleh kedua belah pihak), dan dalam timbangan yang telah diketahui (oleh
kedua belah pihak), dan hingga tempo yang telah diketahui (oleh kedua belah pihak)
pula.” (Muttafaqun ‘alaih)
Berdasarkan dalil di atas dan juga lainnya, para ulama telah menyepakati akan
disyari’atkanya jual-beli salam. Walau demikian, sebagaimana dapat dipahami dari hadits di
atas, jual-beli salam memiliki beberapa ketentuan (persyaratan) yang harus diindahkan. Dan
persyaratan-persyaratan tersebut bertujuan untuk mewujudkan maksud dan hikmah
disyari’atkannya salam, serta menjauhkan akad salam dari unsur riba dan ghoror (untung-
untungan).
1. Pembayaran Dilakukan di Muka (kontan)
Sebagaimana dapat dipahami dari namanya, yaitu as-Salam yang berarti penyerahan,
atau as-Salaf, yang artinya mendahulukan, maka para ulama’ telah menyepakati bahwa
pembayaran pada akad as salam harus dilakukan di muka atau kontan, tanpa ada
sedikitpun yang terhutang atau ditunda. Adapun bila pembayaran ditunda (dihutang)
sebagaimana yang sering terjadi, yaitu dengan memesan barang dengan tempo satu tahun,
kemudian ketika pembayaran, pemesan membayar dengan menggunakan cek atau bank
garansi yang hanya dapat dicairkan setelah beberapa bulan ayang akan datang, maka akad
seperti ini terlarang dan haram hukumnya
2. Dilakukan Pada Barang-barang yang Dapat Ditentukan Kriterianya
4
Sebagaimana yang telah diketahui bahwa akad salam ialah akad pemesanan barang
dengan pembayaran dimuka, maka menjadi suatu keharusan apabila barang yang dipesan
adalah barang yang dapat ditentukan melalui penyebutan kriteria. Penyebutan kriteria ini
bertujuan untuk menentukan barang yang diinginkan oleh kedua belah pihak, seakan-akan
barang yang dimaksud ada dihadapan mereka berdua. Dengan demikian, ketika jatuh
tempo, kedua belah pihak –diharapkan- tidak terjadi percekcokan tentang barang yang
dimaksud. Adapun barang-barang yang tidak dapat ditentukan kriterianya, misalnya: kulit
binatang,(3) sayur mayur dan yang lainnya, maka tidak boleh diperjual-belikan dengan
cara salam, karena itu termasuk jual-beli ghoror (untung-untungan) yang nyata-nyata
dilarang dalam hadits
3. Penyebutan Kriteria Barang Pada Saat Akad Dilangsungkan
Dari penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa pada akad salam, penjual dan pembeli
berkewajiban untuk menyepakati kriteria barang yang dipesan. Kriteria yang dimaksud di
sini ialah segala hal yang bersangkutan dengan jenis, macam, warna, ukuran, jumlah
barang serta setiap kriteria yang diinginkan dan mempengaruhi harga barang. Sebagai
contoh: Bila A hendak memesan beras kepada B, maka A berkewajiban untuk
menyebutkan, jenis beras yang dimaksud, tahun panen, mutu beras, daerah asal serta
jumlah barang.
1. Pelaku (Transaktor), terdiri atas penjual (muslam illahi) dan pembeli (al muslam). harus
cakap hukum dan baligh
2. Objek akad berupa barang yang akan diserahkan (muslam fih) dan modal salam (ras’u
maalis salam).
Ketentuan akad salam sebagai berikut :
Ketentuan syariah yang terkait dengan modal salam, yaitu sebagai berikut :
1. Modal salam harus diketahui jenis dan jumlahnya .
2. Modal salam berbentuk uang tunai. Para ulama berbeda pendapat masalah
bolehnya pembayaran dalam bentuk aset perdagangan. Beberapa ulama
menganggapnya boleh.
5
3. Modal salam diserahkan ketika akad berlangsung, tidak boleh utang atau
merupakan pelunasan piutang. Hal ini adalah untuk mencegah praktik riba
melalui mekanisme salam.
Ketentuan syariah barang salam, yaitu sebagai beikut :
1. Barang tersebut harus dapat dibedakan /diidentifikasi mempunyai spesifikasi
dan karakteristik yang jelas seperti kualitas, jenis, ukuran, dan lain sebagainya
sehingga tidak ada gharar.
2. Barang tersebut harus dapat dikuantifikasi/ditakar/ditimbang.
3. Waktu penyerahan barang harus jelas, tidak harus tanggal tertentu boleh juga
dalam kurun waktu tertentu.
4. Barag tidak harus ada ditangan penjual tetapi harus ada pada waktu yang
ditentukan.
5. Apabila barang yang dipesan tidak ada pada waktu yang ditentukan, akad
menjadi fasakh/rusak dan pembeli dapat memilih apakah menunggu sampai
dengan barang yang dipesan tersedia atau membbatalkan akad seehingga
penjual harus mengembalikan dana yang elah diterima.
6. Apabila barang yang dikirim cacat atau tidak sesuai dengan yang disepakati
dalam akad, maka pembeli boleh melakukan khiar atau memilih untuk
menerima atau menolak. Kalau pilihannya menolak maka sipenjual memilki
utang yang dapat diselesaikan dengan penegmbalian dana atu menyerahkan
produk yang sesuai dengan akad.
7. Apabila barang yang dikirim memiliki kuaitas yang lebih baik, maka penjual
tidak boleh meminta tambahan pembayaran dan hal ini dianggap sebagai
pelayanan kepuasan pelanggan.
8. Apabila barang yang dikirim kualitasnya lebih rendah, pembeli boleh memilih
menolak atau menerimanya. Apabila pembeli menerima maka pembeli tidak
boleh meminta pengurangan harga.
9. Barang boleh dikirim sebelum jatuh tempo asalkan disetujui oleh kedua pihak
dan dengan syarat kualitas dan jumlah barang sesuai dengan kesepakatan, dan
tidak boleh menuntut penambahan harga.
10. Penjualan kembali barang yang dipesan sebelum diterima tidak dibolehkan
secara syariah.
Hakim bin Hazim berkata :
6
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku membeli barang dagangan, apakah
yang halah dan apa pula yang haram daripadanya untukku?” Rasulullah
bersabda : “Jika kamu telah membeli sesuatu, maka janganlah kau jual
debelum ada ditanganmu”.
11. Kaidah penggantian barang yang dipesan dengan barang lain. Para ulama
melarang penggantian spesifikasi barang yang tidak sesuai dengan spesifikasi
yang dipesan dengan barang lainnnya. Bila barang tersebut diganti dengan
barang yang memiliki spesifikasi dan kualitas yang sama, tetapi sumbernya
berbeda, para ulama membolehkannya.
12. Apabila tempat penyerahan barang tidak disebutkan, akad tetap sah. Namun
sebaliknya dijelaskan dalam akad, apabila tidak disebutkan maka harus dikirim
ketempat yang menjadi kebiasaan, misalnya gudang pembeli.
3. Ijab kabul/Serah terima adalah pernyataan dan ekspresi saling ridho diantara pelaku-
pelaku akad baik secara verbal, tertulis, melalui korespondensi atau menggunakan cara-
cara kmunikasi modern. Dalam fatwanya, DSN menyatakan bahwa sepanjang
disepakati oleh kedua belah pihak dan tidak dipandang merugikan kedua belah pihak,
kesepakatan salam dapat dibatalkan. Pembatalan ini sangat mungkin terjadi pada saat
pihak penjual gagal menghasilkan barang salam sesuai criteria yang diinginkan oleh
pembeli.
Dari penjelasan diatas,hal-hal yang dapat membatalkan kontrak adalah sebagai berikut :
7
pembatalan sebagian penyerahan barang pesanan dengan pengembalian sebagian modal
salam.
Sedangkan penjual juga mendapatkan keuntungan yang tidak kalah besar dibanding
pembeli, diantaranya:
3. Penjual mendapatkan modal untuk menjalankan usahanya dengan cara-cara yang halal,
sehingga ia dapat menjalankan dan mengembangkan usahanya tanpa harus membayar
bunga. Dengan demikian selama belum jatuh tempo, penjual dapat menggunakan uang
pembayaran tersebut untuk menjalankan usahanya dan mencari keuntungan sebanyak-
banyaknya tanpa ada kewajiban apapun.
4. Penjual memiliki keleluasaan dalam memenuhi permintaan pembeli, karena biasanya
tenggang waktu antara transaksi dan penyerahan barang pesanan berjarak cukup lama.
8
4. Memastikan bahwa pembayaran atas barang salam kepada pemasok telah dilakukan di
awal kontrak secara tunai sebesar akad salam;
5. Meneliti bahwa akad salam telah sesuai dengan fatwa DSN-MUI tentang salam dan
peraturan Bank Indonesia yang berlaku;
6. Meneliti kejelasan akad salam yang dilakukan dalam format salam pararel atau akad
salah biasa;
7. Meneliti bahwa keuntungan bank syariah atas praktik salam pararel diperoleh dari
selisih anatar harga beli dari pemasok dengan harga jual kepada nasabah/pembeli akhir.
9
Pengukuran kewajiban salam
Dr. Kas xxx
Cr. Utang Salam xxx
Penyerahan barang kepada pembeli
Dr. Utang Salam xxx
Cr. Penjualan xxx
Jika penjual melakukan transaksi salam pararel selisih antara jumlah yang dibayar
oleh pembeli akhir dan biaya perolehan barang pesanan diakui sebagai keuntungan
atau kerugian pada saat penyerahan barang pesanan oleh penjual kepada pembeli
akhir. Jurnal ketika membeli persediaan :
Dr. Aset Salam xxx
Cr. Kas xxx
10
Beda antara sistem ijon dengan akad salam ada pada beberapa poin berikut:
1. Penjual memiliki kebebasan dalam pengadaan barang, dapat dari hasil ladangnya dan
bisa pula dengan membeli dari hasil ladang orang lain, sedangkan sistem ijon, penjual
hanya dibatasi agar mengadakan buah dari ladangnya sendiri.
2. Pada akad salam, penjual bisa saja mendapatkan hasil panen yang melebihi jumlah
pesanan, sebagaimana dimungkinkan pula hasil panen ladangnya tidak mencukupi
jumlah pesanan. Akan tetapi itu tidak menjadi masalah yang berarti, sebab ia dapat
menutup kekurangannya dengan membeli dari orang lain. Sedangkan pada sistem ijon,
maka semua hasil panen ladang penjual menjadi milik pembeli, tanpa peduli sedikit
banyaknya hasil panen. Dengan demikian, bila hasil panennya melimpah, maka penjual
merugi besar, sebaliknya bila hasil panen kurang bagus, karena suatu hal, maka pembeli
merugi besar pula.
3. Pada akad salam, buah yang diperjual-belikan telah ditentukan mutu dan kriterianya,
tanpa peduli ladang asalnya. Sehingga bila pada saat jatuh tempo, jika penjual tidak bisa
mendatangkan barang dengan mutu dan kriteria yang disepakati maka pembeli berhak
untuk membatalkan pesanannya. Adapun pada sistem ijon, pembeli tidak memiliki hak
pilih pada saat jatuh tempo, apa yang dihasilkan oleh ladang penjual, maka itulah yang
harus ia terima.
11
DAFTAR PUSTAKA
www.academia.edu/5367148/Akuntansi_Syariah_PSAK_103_Akad_Salam
12