oleh :
Kelompok 2 / 7 AKB3
1. Umi Chabibah 152010300192
2. Edrina Khairun Nisa 142010300073
3. Nisfu Nur Fadilah 162010300175
4. M. Zainul Setiawan 162010300247
5. Nuriyati 162010300257
6. Silviana Rahmawati 162010300259
7. Yona Novia Nur 162010300266
8. Marduqi Badriyanto 162010300272
Bai’ as salam atau biasa disebut dengan salam, merupakan pembelian barang yang
pembayarannya dilunasi di muka sedangkan penyerahan barang dilakukan di
kemudian hari.
Akad salam ini digunakan untuk memfasilitasi pembelian suatu barang (biasanya
barang hasil pertanian) yang memerlukan waktu untuk memproduksinya.
Salam paralel merupakan jual beli barang yang melibatkan dua transaksi salam, dalam
hal ini transaksi salam pertama dilakukan dilakukan antara nasabah dengan bank,
sedang transaksi salam kedua dilakukan antara bank dengan petani atau pemasok.
Penerapan transaksi salam dalam dunia perbankan masih sangat minim, bahkan sebagian
bank syariah tidak menawarkan skema transaksi ini. Hal ini dapat dipahami karena persepsi
masyarakat yang sangat kuat bahwa bank, termasuk bank syariah, merupakan institusi untuk
membantu masyarakat jika mengalami kendala likuiditas. Dengan demikian, ketentuan salam
yang mensyarakatkan pembayaran di muka merupakan suatu hal yang masih sulit untuk di
aplikasikan.
Kendati demikian, skema transaksi ini tetap potensial dikembangkan di Indonesia seiring
dengan meningkatnya perhatian pemerintah untuk mengembangkan sector pertanian. Secara
khusus, jika pemerintah terlibat dalam upaya mengembangkan kemampuan akses pendanaan
petani, penggunaan skema salam relative lebih tepat dan lebih menguntungkan disbanding
skema lainnya. keuntungan skema salam antara lain:
1. Bagi Petani
skema salam dengan pembayaran di muka akan membantu petani dalam membiayai
kebutuhan petani dalam memproduksi barang pertanian. Dengan demikian, petani
memiliki kesempatan dan sorongan yang lebih besar untuk meningkatkan kapasitas
produksinya agar dapat menghasilkan prooduk pertanian.
2. Bagi Pemerintah
Penggunaan skema salam dengan cirri pembayaran di muka akan dapat mempercepat
pencapaian target-target pemerintah dalam mendorong peningkatan cadangan
penggandaan produk pertanian, keuntungan lainnya bagi pemerintah adalah dengan
tercapainya target cadangan penggandaan prodduk dengan dana yang terjangkau, maka
akan mempercepat peran serta pemerintah dalam dalam ekspor produk pertanian ke luar
negeri yang belakangan ini mengalami kenaikan.
3. Bagi Pengusaha
pengusaha, dalam hal ii berperan sebagai penjual produk pertanian baik untuk
konsumsi local maupun ekspor, akan dapat memiliki produk pertanian dari petani dengan
harga relative akan lebih rendah disbanding harga pasar mengingat pembayaran yang
dilakukan di muka. Adanya harga pembelian yang relative murah akan memberikan
keuangan untuk memperoleh margin yang menarik. selain itu juga adanya kepastian
memperoleh barang yang diinginkan.
Ketentuan Syar’i, Rukun Transaksi dan Pengawasan Syariah Transaksi Salam dan
Salam parallel
“Barang siapa yang melakukan salaf (salam) hendaknya ia melakukan dengan takaran yang
jelas dan timbangan yang jelas pula, untuk jangka waktu yang diketahui.”
a. Transaktor
Transaktor terdiri atas pembeli (muslam) dalam hal ini nasabah dan penjual (muslam
ilaih) dalam hal ini bank syariah.
Kedua transakstor disyaratkan memiliki kompetensi berupa akil baligh dan kemampuan
memilih yang optimal seperti tidak gila, tidak sedang dipaksa dan lain yang sejenis.
Adapun untuk transaksi dengan anak kecil, dapat dilakukan dengan izin dan pantauan dari
walinya.
Terkait dengan penjual, fatwa DSN no 05/DSN-MUI/IV/2000 mengharuskan agar penjual
menyerahkan barang tepat pada waktunya dengan kualitas dan jumlah yang telah
disepakati.
Penjual diperbolehkan menyerahkan barang lebih cepat dari waktu yang disepakati
dengan syarat kualitas dan jumlah barang sesuai dengan kesepakatan dan ia tidak boleh
menuntut tambahan harga.
b. Objek salam
DSN dalam fatwanya menyatakan bahwa ada beberapa ketentuan yang harus dipenuhi
oleh barang yang diperjualbelikan dalam transaksi salam. Ketentuan tersebut antara lain:
Terkait dengan alat pembayaran, DSN mensyaratkan alat bayar harus diketahui
jumlah dan bentuknya. Alat bayar bisa berupa uang, barang atau manfaat. Pembayaran
harus dilakukan pada saat kontrak disepakati.Pembayaran itu sendiri tidak boleh dalam
bentuk pembebasan utang.
Ijab dan Kabul dalam salam adalah pernyataan dari kedua belah pihak yang
berkontrak, dengan cara penawaran dari penjual (bank syariah) dan penerimaan yang
dinyatakan oleh pembeli (nasabah). pelafalan perjanjian dapat dilakukan dengan lisan,
isyarat, tindakan maupun tulisan, bergantung pada praktik yang lazim di masyarakat dan
menunjukkan keridhaan satu pihak untuk menjual salam dan pihak lain untuk membeli
barang salam. Dalam fatwanya, DSN menyatakan bahwa sepanjang disepakati oleh kedua
belah pihak dan tidak dipandang merugikan kedua belah pihak, kesepakatan salam dapat
dibatalkan. pembatalan ini sangat mungkin terjadi pada saat pihak penjual gagal
menghasilkan barang salam sesuai dengan criteria yang diinginkan.
Berdasarkan fatwa DSN no 5 tahun 2000, disebutkan bahwa akad salam kedua (antara
bank sebagai pembeli dengan petani sebagai penjual) harus dilakukan terpisah dari akad
pertama. Adapun akad kedua baru dilakukan setelah akad pertama sah. Rukun-rukun yang
terdapat pada akad salam pertama juga berlaku pada akad salam kedua.
Pengawasan tersebut berdasarkan pedoman yang diterapkan oleh Bank Indonesia dilakukan
untuk:
Adanya pengawasan syariah yang dilakukan oleh DPS menuntut bank syariah untuk hati-
hati dalam melakukan transaksi jual beli salam dengan para nasabah. Di samping itu, bank
juga dituntut untuk melaksanakan tertib administrasi agar berbagai dokumen yang diperlukan
DPS dapat tersedia setiap saat dilakukan pengawasan terhadap kesyariahan transaksi salam
yang dilakukan.
Akuntansi salam diatur dalam PSAK Nomor 103 tentang Akuntansi Salam. Standar
tersebut berisikan tentang pengakuan dan pengukuran, baik sebagai pembeli maupun sebagai
penjual. Berbagai hal yang perlu diperhatikan dalam ketentuan pengakuan dan pengukuran
salam adalah terkait dengan piutang salam, modal usaha salam, kewajiban salam, penerimaan
barang pesanan salam, denda yang diterima oleh pembeli dari penjual yang mampu, tetapi
sengaja menunda-nunda penyelesaian kewajibannya serta tentang penilaian persediaan
barang pesanan pada periode pelaporan.
PT. Thariq Agro Mandiri , membutuhkan 100 ton biji jagung hibryda untuk keperluan ekspor
6 bulan yang akan datang. Pada tanggal 1 Juni 20XA, PT. Thariq Agro Mandiri melakukan
pembelian jagung dengan skema salam kepada Bank Syariah Sejahtera. Adapun informasi
tentang pembelian tersebut adalah sebagai berikut:
Untuk pengadaan produk salam sebagaimana diinginkan oleh PT. Thariq Agro Mandiri, bank
syariah selanjutnya pada tanggal 2 Juni 20XA mengadakan transaksi salam dengan petani
yang bergabung dalam KUD. Tunas Mulia dengan kesepakatan sebagai berikut:
Denda kegagalan penyerahan karena kelalaian atau kesengajaan: 2% dari nilai produk yang
belum diserahkan.
Pada saat akad disepakati, pembeli disyaratkan untuk sudah membayar produk salam
secara lunas. Berdasarkan PSAK no 103 paragraf 17 disebutkan bahwa kewajiban salam
diakui pada saat penjual menerima modal usaha sebesar modal usaha salam yang diterima.
Berdasarkan kasus 10.1, pada saat bank syariah melakukan akad salam dengan PT.
Thariq Agro Mandiri (PT. TAM) dan menerima dana salam, maka jurnal transaksi tersebut
adalah sebagai berikut:
b. Penyerahan modal salam dari bank syariah kepada pemasok atau petani
Berdasarkan PSAK no 103 paragraf 11 disebutkan bahwa piutang salam diakui pada
saat modal usaha salam dibayarkan atau dialihkan kepada penjual. Modal usaha salam dalam
bentuk kas diukur sebesar jumlah yang dibayarkan (PSAK no 103 paragraf 12).
Misalkan pada tanggal 1 Juni, bank syariah menyerahkan modal berupa uang
tunai sebesar Rp 650.000.000,- ke rekening KUD di bank maka jurnal saat penyerahan
modal salam oleh bank syariah kepada KUD adalah sebagai berikut:
Pada saat penerimaan produk salam, sangat mungkin terjadi perbedaan antara kualitas
dan nilai wajar barang dengan kualitas dan nilai kontrak. Perbedaan tersebut antara lain
berupa;
a. Kualitas barang dan nilai wajar barang, sama dengan nilai kontrak;
b. Kualitas barang lebih rendah dan nilai wajar barang lebih rendah dari nilai kontrak;
c. Kualitas barang dan nilai wajar barang, lebih tinggi dari nilai kontrak;
Berdasarkan PSAK no 103 paragraf 13a, disebutkan bahwa jika barang pesanan
sesuai dengan akad, maka dinilai sesuai dengan nilai yang disepakati.
1.1. Nilai wajar aset salam nonkas sama dengan dari nilai tercatatnya
Misalkan pada kasus di atas, bank syariah menyerahkan modal berupa uang tunai ke
rekening KUD di bank dan berupa mesin pertanian. Misalkan mesin pertanian yang
diserahkan memiliki nilai buku sebesar Rp 25.000.000, (harga perolehan Rp 30.000.000.000
dan akumulasi penyusutan Rp 5.000.000). Peralatan tersebut selanjutnya diserahkan kepada
KUD TM sebagai pembiayaan berwujud nonkas dan dihargai dengan nilai Rp 25.000.000.
Maka jurnal untuk transaksi penyerahan aset nonkas adalah sebagai berikut:
Pada saat penerimaan produk salam, sangat mungkin terjadi perbedaan antara kualitas dan
nilai wajar barang dengan kualitas dan nilai kontrak. Variasi tersebut antara lain; (1) Kualitas
barang dan nilai wajar barang, sama dengan nilai kontrak; (2) Kualitas barang lebih rendah
dan nilai wajar barang lebih rendah dari nilai kontrak; (3) Kualitas barang dan nilai wajar
barang, lebih tinggi dari nilai kontrak;
2.1. kualitas barang lebih rendah dan nilai wajar barang lebih rendah dari nilai
kontrak
Misalkan pada tanggal 1 September 20XA, KUD TM hanya bisa menyerahkan 50 ton
biji jagung manis hybrida kualitas no 3. Adapun nilai wajar produk tersebut adalah Rp
300.000.000 (50 ton x Rp 6.000.000). Jurnal untuk saat penyerahan produk salam dari KUD
ke bank syariah adalah sebagai berikut:
2.2. kualitas barang dan nilai wajar barang, lebih tinggi dari nilai kontrak
Misalkan pada tanggal 1 September 20XA, KUD TM menyerahkan 50 ton biji jagung
manis hybrida kualitas no 1. Adapun nilai wajar produk tersebut adalah Rp 350.000.000 (50
ton x Rp 6.500.000). Jurnal saat penyerahan produk salam dari KUD ke bank syariah adalah
sebagai berikut:
Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)
Berdasarkan PSAK no 103 paragraf 13c(i) dinyatakan bahwa jika tanggal pengiriman
diperpanjang, maka nilai tercatat piutang salam sebesar bagian yang belum dipenuhi sesuai
dengan nilai yang tercantum dalam akad. Dengan demikian, jika bank sebagai pembeli
memilih alternatif memperpanjang masa pengiriman, maka bank hanya melakukan revisi
terhadap kesepakatan jual beli salam dalam hal waktu penyerahan barang. Dalam hal ini tidak
ada transaksi yang harus dijurnal oleh bank.
Berdasarkan PSAK no 103 paragraf 13c(ii), disebutkan bahwa jika akad salam
dibatalkan sebagian atau seluruhnya, maka piutang salam berubah menjadi piutang yang
harus dilunasi oleh penjual sebesar bagian yang tidak dapat dipenuhi. Dengan demikian, jika
pembeli membatalkan pembelian barang yang belum dikirim, maka diperlukan jurnal untuk
mengakui pembatalan tersebut
Jika pada kasus 10.1 di atas, KUD TM gagal menyerahkan sisa produk salam yang
disepakati dan bank memilih untuk membatalkan pembelian barang yang belum dikirim,
maka jurnal untuk mengakui pembatalan tersebut adalah sebagai berikut:
Selanjutnya untuk melunasi piutang KUD TM, terdapat beberapa alternatif yaitu
(1)dilunasi dengan dana kas KUD TM, (2)dilunasi dengan penjualan jaminan. Adapun
jurnalnya adalah sebagai berikut:
Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)
4. Pengenaan denda kepada penjual yang gagal menyerahkan produk salam bukan
karena force majeur
Misalkan pada kasus 10.1, KUD TM gagal menyerahkan produk salam kepada bank
syariah senilai Rp 325.000.000 pada waktu jatuh tempo. Sesuai dengan kesepakatan KUD
dikenakan denda 2% dari nilai produk yang belum direalisir atau sebesar Rp 6.500.000.
Adapun jurnal penerimaan denda adalah sebagai berikut:
Penyajian
Berdasarkan PSAK no 103 paragraf 20 s/d 22, penyajian rekening yang terkait transaksi
salam dan salam paralel antara lain:
1. Piutang salam, yang timbul karena pemberian modal usaha salam oleh bank syariah.
2. Piutang, yang timbul karena penjual tidak dapat memenuhi kewajibannya dalam transaksi
salam. Rekening ini disajikan terpisah dari piutang salam.
3. Hutang salam, timbul karena bank menjadi penjual produk salam yang dipesan oleh
nasabah pembeli.
Pengungkapan
Hal-hal yang harus diungkap dalam catatan atas laporan keuangan tentang transaksi salam
dan salam paralel antara lain:
1. Rincian piutang salam (kepada pemasok) dan hutang salam (kepada pembeli) berdasarkan
jumlah, jangka waktu, jenis valuta, kualitas piutang dan penyisihan kerugian piutang
salam.
2. Piutang salam dan hutang salam yang memiliki hubungan istimewa
3. Besarnya modal usaha salam, baik yang dibiayai sendiri oleh bank maupun yang dibiayai
secara bersama-sama dengan bank atau pihak lain
4. Jenis dan kuantitas barang pesanan.