Anda di halaman 1dari 69

Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah

dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan
proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.

Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan


Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah.

Unit Usaha Syariah, yang selanjutnya disebut UUS, adalah unit kerja dari kantor
pusat Bank Umum Konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor
atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah, atau unit
kerja di kantor cabang dari suatu Bank yang berkedudukan di luar negeri yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor
induk dari kantor cabang pembantu syariah dan/atau unit syariah.

Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan
fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam
penetapan fatwa di bidang syariah.
Perbankan Syariah dalam melakukan kegiatan usahanya
berasaskan Prinsip Syariah, demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati-
hatian.

Perbankan Syariah bertujuan menunjang pelaksanaan


pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan keadilan,
kebersamaan, dan pemerataan kesejahteraan rakyat.

Bank Umum Syariah hanya dapat didirikan dan/atau dimiliki oleh:


a. warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia
b. warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia
dengan warga negara asing dan/atau badan hukum asing
secara kemitraan
c. pemerintah daerah.
aspek Bank syariah Bank konvensional
Investasi Investasi hanya untuk proyek dan produk Investasi tidak memperdulikan
yang halal atau mempertimbangkan
proyek tsb halal atau tidak
Return (hasil dari Keuntungan dari penggunaan modal Bank konvensional
investasi) dibagi sesuai dengan akad yang telah menerapkan sistem bunga
disepakati di awal. Bank syariah akan tetap atau bungan
tetap memperhatikan kemungkinan untung mengambang pada setiap
atau rugi usaha yang dibiayainya tsb. pinjaman yang diberikan
Return sesuai dengan keuntungan nasabah pada nasabah. Oleh karena
itu, bank konvensional
menganggap bahwa usaha
yang dijalankan oleh
nasabah akan selalu untung
Perjanjian (aqad) Perjanjian dibuat dengan hukum positif Perjanjian hanya
yang berlaku dan mengikuti akad yang menggunakan hukum positif
sesuai dengan syariat islam sebagai dasar perjanjian
Aspek Bank syariah Bank konvensional

Orientasi bisnis Orientasi bisnis dalam Hanya memperoleh


pembiayaan tidak hanya untuk keuntungan semata
keuntungan, namun juga kepada
falah oriented yaitu berorientasi
pada kesejahteraan masyarakat

Hubungan bank dan Sebagai mitra Sebagai kreditur dan debitur


nasabah

Dewan pengawas Bank indonesia, BAPEPAM, Bank indonesia, BAPEPAM,


komisaris dan adanya dewan komisaris
pengawas syariah
Penyelesaian sengketa Mendahulukan musyawarah Pengadilan negeri setempat
antara bank dan nasabah, jika
jalan temu tidak dicapai maka
diselesaikan di pengadilan
agama
1. Mudharabah
2. Musyarakah
3. Wadiah
4. Murabahah
5. Salam
6. Istishna
7. Ijarah
8. Qardh
9. Hawalah/Hiwalah
10. Wakalah
akad kerja sama antara shahibul maal (pemilik modal)
dan mudharib (pengelola dana) yang pembagian keuntungannya berdasarkan
bagi hasil menurut kesepakatan awal. Apabila usaha yang dijalankan
mengalami kerugian, seluruh kerugian ditanggung shahibul maal, kecuali
ditemukan adanya kelalaian atau kesalahan yang diperbuat mudharib, seperti
penyelewengan, kecurangan, dan penyalahgunaan dana.
Prinsip mudharabah dibagi menjadi dua, yakni mudharabah
mutlaqah dan mudharabah muqayyadah.
a. mudharabah mutlaqah
Dalam akad ini, pihak nasabah memberikan kebebasan kepada pihak bank
dalam menentukan pilihan usaha yang akan dijalankan atau tidak ikut campur
dalam penentuan usahanya, namun nasabah diperbolehkan untuk mengawasi

b. Mudharabah Muqayyadah adalah akad mudharabah dengan pembatasan


(restricted investment). Bentuk kerja sama antara shahibul
mal dan mudharib yang cakupannya dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha,
waktu dan daerah bisnis.
Perjanjian kerja sama Mudharabah memiliki beberapa syarat yang harus
dipenuhi, yaitu:
a. Masing-masing pihak harus memenuhi persyaratan kecakapan
wakalah.
b. Modal (ra‟s al-mal) harus diketahui jenisnya dan jumlahnya. Bukan
berupa barang dagang, artinya harus berupa harga tukar (tsaman)
dan penyerahan harus tunai seluruhnya kepada pengusaha.
c. Sebelum adanya pembagian keuntungan milik bersama, persentase
keuntungan dan waktu pembagian harus disepakati bersama dan
dinyatakan dengan jelas.
d. Modal yang sudah diserahkan oleh pemodal akan dikelola pengusaha
dan mempunyai hak tanpa campur dari pihak pemodal.
e. Kerugian ditanggung sepenuhnya oleh pemodal. Pihak pekerja juga
mengalami kerugian meskipun bukan dari modal, tapi dari hasil
kerjanya.
Akad Mudharabah akan terlaksana apabila kerja sama tersebut memenuhi rukun
berikut ini:
1. Pelaku (Pemilik Modal Maupun Pelaksana Usaha)
Akad Mudharabah akan terlaksana jika terdapat 2 pihak. Pihak pertama sebagai
pemilik modal (shahibul maal) dan pihak kedua sebagai pengelola usaha (mudharib
atau amil).

2. Obyek Mudharabah (Modal dan Kerja).


Obyek Mudharabah adalah modal yang diserahkan oleh pihak shahibul maal dan
kerja (keahlian) yang dilakukan dan diserahkan oleh pelaksana usaha. Dalam
akad Mudharabah, modal memiliki persyaratan sebagai berikut:
a. Harus diketahui jumlah dan jenisnya.
b. Dapat berbentuk uang atau barang yang dinilai. Jika modal diberikan dalam
bentuk aset, maka aset tersebut harus dinilai pada waktu akad.
c. Modal tidak dapat berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada
mudharib, baik secara bertahap maupun tidak, sesuai dengan kesepakatan
dalam akad.
3. Persetujuan Kedua Belah Pihak (Ijab-Qabul).
Persetujuan dari kedua pihak adalah konsekuensi prinsip sama sama rela (an-
taroddin minkum). Dalam prinsip ini, kedua pihak harus sepakat untuk bersama
mengikatkan diri dalam akad Mudharabah. Pemilik modal sepakat melakukan
tanggung jawabnya untuk menyediakan dana, dan pelaksana usaha sepakat untuk
menyerahkan keahlian kerjanya. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
pernyataan ijab dan qabul adalah:
a. Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak
(akad).
b. Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.
c. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan
menggunakan cara-cara komunikasi modern.

4. Nisbah (Keuntungan)
Nisbah merupakan ciri khas akad Mudharabah. Keuntungan Mudharabah
didefinisikan sebagai jumlah yang didapat dari kelebihan modal. Keuntungan ini
harus diperuntukkan bagi kedua pihak dan tidak boleh disyaratkan hanya untuk
satu pihak. Nisbah dapat ditentukan dalam bentuk persentase dari keuntungan
dan dalam bentuk perbandingan antara kedua pihak seperti 50:50 atau 60:40.
Bagian keuntungan ini harus dinyatakan pada waktu kesepakatan kontrak dan
perubahannya harus didasarkan pada kesepakatan.
Di bawah ini adalah beberapa ketentuan hukum akad Mudharabah:
1. Mudharabah dapat dibatasi pada periode tertentu.
2. Kontrak tidak boleh dikaitkan (mu’allaq) dengan sebuah
kejadian di masa depan yang belum tentu terjadi.
3. Dalam Mudharabah, tidak ada ganti rugi, karena pada
dasarnya sifat akad ini adalah amanah (yad al-amanah).
Kecuali akibat dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau
pelanggaran kesepakatan.
4. Jika di antara kedua belah pihak terjadi perselisihan atau salah
satu pihak tidak memenuhi kewajibannya, maka
penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah jika
tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Salah satu contoh mudharabah mutlaqah adalah kerjasama
antara nasabah penabung dengan bank, melalui produk
tabungan, giro, dan deposito syariah.
a. Mudharabah Muqayyadah On Balance Sheet. Juga dikenal dengan
nama Mudharabah Muqayyadah dengan investasi terikat.
Pada produk ini adalah pengelolaan dana bersyarat sehingga
mudharib hanya melakukan Mudharabah di bidang, waktu, cara
dan tempat tertentu saja.
Jenis Mudharabah ini termasuk dalam simpanan khusus (restricted
investment) yang mana pemilik dana menentukan syarat yang harus
dipatuhi oleh pihak bank seperti: hanya untuk bisnis tertentu atau
nasabah tertentu.

b. Al Mudharabah Muqayyadah Of Balance Sheet adalah jenis


Mudharabah yang mana pemilik modal langsung menyerahkan
dana Mudharabah langsung kepada pengelola usaha.
Di sini, bank hanya bertugas sebagai perantara yang
mempertemukan antara pemilik dana dengan pelaksana usaha.
jika sebuah perusahaan ingin memberikan bantuan produktif kepada warga binaan, namun membutuhkan
peran lembaga keuangan sebagai penyalur dan pengelola. Maka perusahaan tersebut dapat melakukan
perjanjian mudharabah muqayadah dengan pihak lembaga keuangan syariah. Pada prakteknya, pelaksanaan
akad mudharabah muqayadah oleh LKS (lembaga keuangan syariah) dapat dilakukan dengan dua cara
berbeda, yaitu dengan pola channeling dan executing.
a. Pola executing
1. Debitur adalah lembaga linkage
2. Yang mendapat penjaminan adalah lembaga linkage
3. Yang bertanggungjawab atas pengembalian kredit/pembiayaan adalah lembaga linkage
4. Jumlah kredit/pembiayaan kepada debitur/ lembaga linkage maksimum Rp. 500 juta

b. Pola channeling
1. Debitur adalah UMKM, lembaga linkage hanya meneruskan
2. Yang mendapat penjaminan adalah UMKM
3. Yang bertanggungjawab atas pengembalian kredit/pembiayaan adalah UMKM
4. Jumlah kredit/pembiayaan kepada debitur/UMKM maksimum Rp. 500 juta

Lembaga Linkage adalah lembaga berbadan hukum yang dapat meneruspinjamkan KUR (kredit usaha
rakyat) dari Penyalur KUR kepada Penerima KUR berdasarkan perjanjian kerja sama.
1. Mudharabah bilateral
Bentuk mudharabah ini adalah akad mudharabah antar dua pihak saja.
Yaitu satu pihak sebagai shahibul maal (pemilik modal) dan satu pihak
lainnya bertindak sebagai mudharib (pengelola). Bentuk mudharabah ini
juga merupakan mudharabah klasik, yang sudah dipraktekkan sejak awal-
awal masa Islam, oleh para sahabat dan tabiin.

Contoh mudharabah bilateral adalah shahibul maal yang bermitra


dengan mudharib untuk usaha konveksi selama 6 bulan. Shahibul Maal
memberikan uang untuk modal usaha sebesar Rp. 10 juta. Dan kedua belah
pihak sepakat dengan nisbah bagi hasil 30:70 (40% keuntungan
untuk shahibul maal).

Setelah mudharib menjalankan usaha selama 6 bulan, modal usaha telah


berkembang menjadi Rp. 20 juta, sehingga diperoleh keuntungan sebesar
Rp. 10 Juta (Rp. 20 juta – Rp. 10 Juta). Maka, shahibul maal berhak
mendapatkan keuntungan sebesar Rp. 3 Juta (30% x Rp. 10 juta). Dan
sisanya sebesar Rp. 7 juta menjadi hak mudharib.
2 Mudharabah multilateral
Pada bentuk mudharabah ini, shahibul maal dapat lebih dari 1 pihak,
sedangkan mudharib (pengelola usaha) hanya satu pihak.

Mengunakan contoh kasus pada mudharabah bilateral sebelumnya.


Maka contoh mudharabah multilateral adalah jika shahibul
maal dari mudharib dalam usaha konveksi tadi terdiri dari 2
orang. Shahibul maal pertama menyerahkan dana Rp. 4 Juta dan shahibul
maal kedua sebesar Rp. 6 juta. Sehingga porsi kepemilikan dananya
adalah 40:60.

Perhitungan bagi hasil dilakukan dengan terlebih dahulu menghitung


bagian pendapatan keuntungan shahibul maal. Setelah itu, keuntungan
untuk masing-masing shahibul maal dibagi berdasarkan proporsi modal
yang disetorkan.

Sehingga, jika bagian shahibul maal pada contoh mudharabah sebelumnya


adalah Rp. 10 Juta. Maka keuntungan untuk shahibul maal pertama
adalah Rp. 4 Juta (40% x Rp. 10 juta). Dan bagian shahibul maal kedua
sebesar sisanya.
3. Mudharabah bertingkat
Mudharabah bertingkat atau re-mudharabah adalah bentuk mudharabah antara 3 pihak. Yaitu
satu pihak sebagai shahibul maal, pihak kedua bertindak sebagai mudharib antara dan pihak
terakhir sebagai mudharib akhir.

Contoh mudharabah bertingkat adalah jika pada contoh kasus usaha konveksi pada
mudharabah bertingkat sebelumnya, shahibul maal membutuhkan pihak lain untuk mengetahui
kelayakan dan kemampuan mudharib dalam menjalankan usaha hingga meraih keuntungan.

Untuk itu, Shahibul maal membuat akad mudharabah dengan mudharib antara dengan
kesepakatan nisbah bagi hasil sebesar 50:50 (50% keuntungan untuk mudharib antara). Dan
jangka waktu selama 6 bulan.

Mudharib antara kemudian membuat perjanjian mudharabah dengan mudharib akhir yang akan
mengelola usaha konveksi, dengan jangka waktu selama 6 bulan. Dengan nisbah bagi hasil
sebesar 30:70 (30% untuk mudharib antara).

Pada Akhir masa akad mudharabah, jika keuntungan mudharib akhir adalah Rp. 10 Juta, maka
bagian keuntungan mudharib antara adalah Rp. 3 juta (30% x Rp. 10 juta).

Pendapatan mudharib antara harus dibagi dengan shahibul maal sebesar perjanjian nisbah yang
disepakati. Sehingga shahibul maal memperoleh pendapatan bagi hasil sebesar Rp. 1.5 juta (50%
x Rp. 3 juta)
Musyarakah adalah akad kerja sama di antara
dua atau lebih shahibul maal untuk mendirikan
usaha bersama dan bersama-sama mengelolanya.
Perihal keuntungan dibagi sesuai kesepakatan,
sedangkan kerugiannya ditanggung menurut
kontribusi modal masing-masing. Jenis-jenisnya ada
empat:
a. Syirkah Mufawadhah
b. Syirkah ‘inan
c. Syirkah a’mal
d. Syirkah Wujuh.
Pada prakteknya, syirkah inan, syirkah abdan, syirkah wujuh, dan syirkah
mudharabah, dapat digabungkan dalam satu syirkah, syirkah yang
mengabungkan macam-macam syirkah uqud lainnya dikenal dengan nama
syirkah mufawadah.

Syirkah mufawadah diperbolehkan, karena setiap jenis syirkah yang telah


memenuhi rukun dan syarat syirkah adalah syirkah yang sah, apabila
digabungkan dengan jenis syirkah lainnya. Adapun pembagian keuntungan
dilakukan berdasarkan kesepakatan para pihak, sedangkan pembagian
kerugian berdasarkan ketentuan masing-masing syirkah lainnya.

Contoh syirkah mufawadaah adalah seorang investor melakukan syirkah


mudharabah dengan dua orang ahli teknik sipil untuk usaha properti. Dua
orang ahli teknik sipil ini juga melakukan syirkah abdan, untuk mengerjakan
proyek. Mereka juga melakukan syirkah wujuh dengan dengan pemilik toko
bangunan.
syariah
1. Syirkah inan

Syirkah inan adalah kerjasama usaha antara dua pihak atau lebih, dengan ketentuan setiap pihak
yang bekerja sama memberikan kontribusi kerja (amal) dan modal (maal). Al-Quran surat Shaad
ayat 24, merupakan dalil syirkah inan. Modal uang dan kerja merupakan dua point penting
dalam syirkah inan. Sehingga, apabila salah satu pihak, bergabung dengan membawa modal
barang (‘urudh), maka barang tersebut harus ditaksir harganya senilai uang. Macam-macam
syirkah inilah sering dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Sebab, praktek syirkah inan tidak
mengharuskan adanya kontribusi modal, kerja, dan tanggung jawab dalam jumlah yang sama
antara pihak yang bekerjasama. Selain itu, juga memungkinan dilakukannya pendelegasian
wewenang kerja kepada salah satu pihak.

Contoh syirkah inan dapat ditemukan dalam contoh akad musyarakah dalam kehidupan sehari-
hari:
Misal, Peternak lele mengajak investor untuk kerjasama memproduksi 50 kg lele selama 6 bulan.
Sesuai kesepakatan peternek lele dan investor sama-sama menyetorkan modal Rp. 20 Juta. Dan
pembagian nisbah keuntungan sebesar 30% bagi investor dan 70% bagi peternak lele. Dengan
ketentuan, peternak lele sebagai pengelola usaha, lebih banyak bekerja dibandingkan investor.
Syrikah abdan adalah kerjasama usaha antar para pihak yang hanya
menyertertakan kontribusi kerja (amal), tanpa kontribusi modal (maal). Kontribusi
kerja yang dimasukkan kedalam syirkah dapat berupa kerja fisik, maupun kerja
pikiran. Tidak ada syarat kesamaan profesi pada praktek syirkah abdan.
Sehingga dimungkinkan kerjasama syirkah abdan antara pihak yang
menyumbang kerja pikiran dan satu pihak lagi kerja fisik atau suatu bentuk
kerjasama dua orang atau lebih yang bergerak dalam bidang jasa atau
pelayanan pekerjaan dan keuntungan dibagi menurut kesepakatan.

Contoh syirkah abdan dalam kehidupan sehari-hari adalah dua orang nelayan
yang sama-sama pergi melaut dalam sebuah perahu. Sebelum melaut mereka
menyepakati bagi hasil atas keuntungan pendapatan hasil tanggkapan mereka.
contoh lain syirkah abdan adalah kerjasama usaha antara seorang arsitek dan
tukang bangunan dalam mengerjakan proyek pembangunan rumah.

Contoh : CV, NP, Firma, Koperasi dan lain-lain.


Syirkah wujuh adalah kerjasama usaha antara dua pihak atau lebih
yang sama-sama memberikan kontribusi kerja (amal). Disebut
syirkah wujuh karena para pihak yang melakukan syirkah ini
memiliki reputasi baik dan keahlian dalam berbisnis.

Para pihak ini membeli barang dengan pembayaran tunda kepada


pemilik barang, kemudian menjual kembali secara tunai. Mereka
dapat melakukan hal tersebut, karena memiliki reputasi baik
sehingga dipercaya baik oleh pemilik barang, maupun masyakat
calon pembeli.

Terkadang para pihak juga memperoleh 100% modal dari shahibul


maal. Sehingga, contoh syirkah wujuh ini sangat mirip dengan
syirkah mudharabah.
Syirkah mudharabah adalah bentuk kerjasama usaha dengan adanya pemisahan
yang jelas antara pemberi kontribusi kerja dan kontribusi amal. Pada syirkah
mudharabah, pengelola bertanggung jawab melakukan 100% pekerjaan mengelola
usaha, agar menguntungkan. Dan investor bertanggung jawab memberikan 100%
modal yang dibutuhkan pengelola usaha untuk menghasilkan usaha.

Salah satu contoh syirkah mudharabah adalah pada praktek akad mudharabah
dalam pembiayaan bank syariah kepada koperasi simpan pinjam. Bank syariah
menyuplai 100% modal yang dibutuhkan untuk keperluan pembiayaan anggota
koperasi. Sedangkan, pengurus koperasi bertanggung jawab, untuk melakukan
verifikasi kesesuaian kebutuhan anggota dengan akad pembiayaan syariah,
melakukan pengecekan kelayakan pinjaman dan melakukan penagihan.

Apabila dalam contoh mudharabah dalam kehidupan sehari-hari di koperasi ini


terdapat keuntungan. Maka bank dan koperasi berbagi keuntungan sesuai
kesepakatan. Sedangkan apabila terjadi kerugian, pemilik modal menanggung
keseluruhan kerugian, sesuai porsi modal yang disetorkannya. Beberapa jenis
mudharabah telah diterapkan pada lembaga keuangan syariah. Seperti, akad
mudharabah mutlaqah pada produk simpanan bank syariah. Dan akad mudharabah
musytarakah pada asuransi syariah.
Mudharabah musytarakah adalah akad mudharabah yang
dicirikan dengan keikutsertaan pengelola usaha (mudharib)
sebagai pemodal (shahibul maal) dalam suatu kerjasama
investasi.

Definisi ini tampak bertentangan dengan pengertian akad


mudharabah. Yaitu sebuah perjanjian kerjasama investasi
dengan modal 100% dari pemilik dana, dan pihak lainnya
hanya sebagai pengelola. Serta lebih tampak menyerupai skema
musyarakah.
Salah satunya adalah pada akad musyarakah hanya terjadi satu tahap pembagian
keuntungan. Sedangkan pada akad mudharabah musytarakah terjadi dua tahap
pembagian keuntungan. Yaitu,
1. Pembagian keuntungan Musyarakah LKS – merupakan pembagian pendapatan
usaha bagi LKS sebagai pemodal (musytarik). Skema pembagian ini dilakukan
berdasarkan rasio porsi modal yang disertakan LKS.
2. pembagian keuntungan Mudharabah – Pembagian bagian keuntungan, setelah
dikurangi pembagian keuntungan musyarakah LKS. Pembagian ini dilakukan antara
LKS sebagai pengelola, dan nasabah sebagai pemilik dana, berdasarkan porsi nisbah
yang disepakati.

Contoh sederhana perpaduan akad musyarakah dan mudharabah ini adalah pihak-A
menyertakan modal 80% dan pihak-B sisanya, sekaligus ditugasi mengelola usaha. sebagai
bentuk kerjasama sistem bagi hasil, pihak-A dan pihak-B membagi keuntungan
berdasarkan nisbah 40% bagi pihak-A dan 60% pihak-B.
Setelah usaha dijalankan, pengelola berhasil mendapatkan keuntungan
sebesar 1000. maka pembagian keuntungan berdasarkan konsep
mudharabah musytarakah adalah sebagai berikut:
1. pertama, Pihak-B, pengelola mendapatkan 20% keuntungan, sebesar
200, dan pihak-A memperoleh 80% keuntungan (800)
2. kedua, keuntungan sebesar 800 dibagi berdasarkan porsi nisbah.
Sehingga pihak-A mendapakan pembagian keuntungan 320 (40% dari
800), dan pihak-B mendapatkan sisanya, sebesar 480.
Adapun contoh kasus mudharabah musytarakah di lembaga keuangan syariah adalah
pengunaan akad ini pada asuransi syariah. Biasanya akad ini diterapkan dalam produk asuransi
syariah yang memiliki unsur tabungan (saving) maupun produk non tabungan.

Perusahaan asuransi menghimpun dana kontribusi (premi) dari peserta asuransi dan mengelola
serta mengembangkannya melalui kegiatan investasi mengunakan akad mudharabah.

Perusahaan asuransi dapat menyertakan modal dan mengabungkan dengan dana kontribusi yang
terhimpun dari para peserta.

Hal ini menjadikan total jumlah dana yang diinvestasikan menjadi lebih besar. Sehingga dapat
memberikan manfaat asuransi syariah yang lebih besar kepada kedua belah pihak dan juga
untuk lebih memudahkan dalam pengelolaan investasinya.
titipan murni dari satu pihak ke pihak lain. Prinsip wadiah digolongkan
menjadi dua macam:
a. Wadiah Yad Amanah
titipan yang berlaku kaidah asal titipan, yakni menjaga amanah.
Pada skema ini, penerima titipan tidak mempergunakan barang
titipan. Inilah skema wadiah yang asli, tidak terjadi pengubahan
esensi akad.

Contoh penerapan wadiah yad amanah adalah pada produk Save


Deposit Box (SDB). Pada skema ini, Nasabah menitipkan barang
kepada Bank Syariah. Sejak awal transaksi disepakati adanya jual
beli manfaat barang (sewa penyimpanan) dan/atau jual beli
manfaat perbuatan (jasa penjagaan atau pemeliharaan) barang
titipan tersebut, sehingga Bank Syariah boleh
mengenakan fee kepada Nasabah
b. Wadiah Yad dhamanah
titipan yang ditanggung oleh penerima titipan karena barang titipan
tersebut dipergunakan dan/atau dihabiskan, sehingga pihak pengguna
titipan harus mengganti titipan seperti semula. Pada wadiah yad
dhamanah ini terjadi tahawwul al aqd (perubahan akad) dari akad titipan
menjadi akad pinjaman oleh karena titipan tersebut dipergunakan oleh
penerima titipan. Dengan demikian, pada skema wadiah yad dhamanah ini
berlaku hukum pinjaman qardh (jika barang titipan dihabiskan) atau
pinjaman ariyah (jika barang titipan tidak dihabiskan).

Penerima titipan boleh memberi kelebihan – bonus


Pada kedua jenis pinjaman ini berlaku kaidah bahwa pemberi pinjaman
(penitip) tidak boleh mensyaratkan ada kelebihan dalam pengembalian,
namun penerima titipan boleh memberikan kelebihan pengembalian berupa
bonus kepada Nasabah, asalkan bonus tersebut tidak diperjanjikan
sebelumnya.

Contoh penerapan wadiah yad dhamanah dalam esensi qardh adalah pada
produk Tabungan Wadiah dan Giro Wadiah. Pada skema ini, Nasabah
menitipkan dana kepada Bank Syariah (dalam bentuk rekening tabungan
atau giro). Dana titipan Nasabah dipergunakan oleh Bank Syariah (baik
untuk transaksi bisnis maupun transaksi nonbisnis).
Nasabah tidak boleh mensyaratkan adanya manfaat seperti minta
syarat diberi hadiah, syarat ada kelebihan pengembalian dana
titipan dan/atau manfaat lainnya, agar tidak terkena Riba.
Penerapan wadiah yad dhamanah dalam esensi ariyah bisa dilihat
misalnya transaksi titipan kendaraan, tapi kendaraannya
dipergunakan oleh penerima titipan. Kendaraan dipergunakan oleh
penerima titipan, namun tidak dijual atau dihilangkan. Penerima
titipan wajib mengembalikan kendaraan tersebut sesuai kondisi
semula. Pengembalian bukan berupa kendaraan lainnya. Jika
kendaraan tersebut hilang, maka penerima titipan harus mengganti
barang titipan tersebut.

Pemilik barang titipan tidak boleh mensyaratkan adanya manfaat


atas transaksi ariyah ini, namun penerima titipan boleh memberikan
sesuatu kepada pemilik barang (asalkan tidak terjadi konflik
kepentingan).
4. Murabahah
Murabahah berarti akad jual beli yang melibatkan bank dengan
nasabah yang disepakati kedua belah pihak.

Mekanisme yang dilakukan dalam transaksi murabahah yang


dilakukan di sector PerbankanSyariah adalah sebagai berikut:
a. Bank bertindak sebagai penjual sementara nasabah sebagai
pembeli. Harga jual adalahharga beli bank dari produsen
(pabrik/toko) ditambah keuntungan. Harga jual dan jangka!aktu
pembayaran harus disepakati kedua belah pihak.
b. Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika telah
disepakati, tidak dapat berubah selama berlakunya akad.
"alam perbankan, murabahah lainnya dilakukan dengan cara
pembayaran cicilan (bitsaman ajil).
c. Bila sudah ada barang, maka segara akan diserahkan kepada
nasabah, sedangkan pembayaran dilakukan secara tangguh
Mekanisme transaksi Murabahah tersebut tidak hanya bisa
dilakukan hanya pada sectorPerbankan Syariah saja, dapat juga
pada entitas bisnis maupun nirlaba. Misalnya transaksi murabahah
yang dilakukan LKMS (Lembaga Keuangan Mikro Syariah)
melakukan transaksi Murabahah dengan &rganisasi Pengelola
zakat (OPZ) berupa jual beli kendaraan operasional sehingga
pihak LKMS sebagai penjual sedangakan OPZ sebagai pembelinya

Contoh:
Pada 1 februari 2015, PT RET Bank Syariah (Bank) membeli sebuah
mobil senilai Rp. 300 juta
karena adanya perjanjian akad murabahah berdasarkan pesanan
salah satu nasabahnya. pembayaran ke Bank akan dilakukan
dengan cicilan sesuai akad
Persediaan Rp. 300.000.000
bank Rp. 300.000.000
Pada 6 februari 2015, terjadi penurunan nilai atas mobil tersebut
karena adanya penurunan harga atas mobil yang sejenis sebesar Rp.
20 juta, sebelum diserahkan kepada pembeli pada 7 februari 2015.
Beban penurunan nilai persediaan Rp. 20.000.000
persediaan Rp. 20.000.000

Pada 9 februari 2015, PT RET Bank Syariah (Bank) melakukan


penyerahan aset murabahah senilai Rp. 420 juta (sudah termasuk
keuntungan murabahah Rp. 150 juta), sesuai akad kepada nasabah.
Pada tanggal 31 desember 2015, manajemen bank mengestimasi
sebesar 1% dari piutang tidak akan tertagih karena kondisi tertentu
Piutang murabahah Rp. 420.000.000
Persediaan Rp. 300.000.000
Margin murabahah tangguhan Rp. 120.000.000
Metode CKP
Beban penurunan nilai piutang Rp. 4.200.000
cadangan penurunan nilai piutang Rp. 4.200.000
transaksi jual beli suatu barang tertentu antara pihak penjual dan pembeli dengan
harga yang terdiri atas harga pokok barang dan keuntungan yang
ditambahkannya telah disepakati bersama.

Rukun salam::
a. transaktor yakni pembeli (muslam) dan penjual (muslam ilaih);
• Transaktor terdiri atas pembeli (muslam) dalam hal ini nasabah dan penjual (muslam ilaih)
dalam hal ini bank syariah.
• Kedua transakstor disyaratkan memiliki kompetensi berupa akil baligh
dan kemampuan memilih yang optimal seperti tidak gila, tidak
sedang dipaksa dan lain yang sejenis. Adapun untuk transaksi dengan
anak kecil, dapat dilakukan dengan izin dan pantauan dari walinya.
• Terkait dengan penjual, fatwa DSN no 05/DSN-MUI/IV/2000 mengharuskan
agar penjual menyerahkan barang tepat pada waktunya dengan kualitas dan
jumlah yang telah disepakati.
• Penjual diperbolehkan menyerahkan barang lebih cepat dari waktu
yang disepakati dengan syarat kualitas dan jumlah barang sesuai
dengan kesepakatan dan ia tidak boleh menuntut tambahan harga.
b. objek akad salam berupa barang dan harga yang
diperjualbelikan dalam transaksi salam.
DSN dalam fatwanya menyatakan bahwa ada beberapa
ketentuan yang harus dipenuhi oleh barang yang
diperjualbelikan dalam transaksi salam. Ketentuan tersebut
antara lain:
• harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai utang
• harus dapat dijelaskan spesifikasinya
• penyerahannya dilakukan kemudian
• waktu dan tempat penyerahan barang harus
ditetapkan berdasarkan kesepakatan
• pembeli tidak boleh menjual barang sebelum
menerimanya.
• Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang
sejenis sesuai kesepakatan
c. ijab dan kabul yang menunjukkan pernyataan kehendak jual
beli secara salam, baik berupa ucapan atau perbuatan.
Bisa diartikan sebagai transaksi jual beli yang hampir sama
dengan prinsip salam, yakni jual beli dan penyerahan yang
dilakukan kemudian, sedangkan penyerahan uangnya bisa dicicil
atau ditangguhkan.
skema akad istishna

dimana bank syariah diposisikan sebagai penjual. Dalam hal ini nasabah
memesan barang yang sesuai spesifikasi kepada bank. Ketika sepakat, bank
memesan barang tersebut kepada produsen pembuat. Sembari barang
tersebut dibuat, Nasabah membayar uang kepada bank bisa dengan cara
bayar diawal, dicicil ataupun diakhir. Ketika barang tersebut jadi maka
barang dikirimkan langsung kepada nasabah pemesan.
Mekanisme Akad Istishna pada KPR Syariah
• Skema Pertama
Nasabah bisa membayar rumah dengan skema pembayaran per bagian rumah.
Jadi setiap ada bagian rumah yang jadi nasabah membayar atas bagian rumah
yang sudah jadi tersebut. Ilustrasi sederhananya, misal si Fauzan ingin membeli
rumah. Ia membeli rumah melalui BPRS Sejahtera. BPRS menawarkan skema
akad istishna untuk pembelian rumah. Fauzan setuju, lalu ia menjabarkan spesifikasi
rumah yang diinginkan. Kemudian, BPRS Sejahtera menghitung biaya-biaya yang
dibutuhkan untuk membuat rumah sesuai sepesifikasi yang disampaikan.

• kema Kedua
Nasabah bisa membayar rumah dengan skema cicilan tanpa perlu menunggu setiap
bagian rumah tersebut jadi. Misal si Haruman ingin membeli rumah dengan cara
cicil. Ia memesan rumah tersebut kepada BPRS Sentosa. BPRS menawarkan skema
akad istishna. Kemudian Haruman menyampaikan spesifikasi rumah yang diinginkan.
Kemudian, BPRS akan menghitung biaya-biaya yang diperlukan ditambah biaya
jasa. Setelah terhitung, disampaikan hitungan tersebut kepada Haruman. Ia
menyepakati termasuk jumlah cicilan yang harus dibayarkan per bulan. Katakanlah
total harga rumah yang dipesan adalah 250 juta. Kemudian BPRS memberikan
tambahan margin sebanyak 30 juta sebagai biaya jasa sehingga total menjadi 280
juta. Durasi pembayaran adalah selama 28 bulan sehingga setiap bulan Haruman
harus mencicil sebanyak 10 juta per bulan.
a. harus jelas spesifikasinya
b. penyerahanya dilakukan kemudian
c. waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan
berdasarkankesepakatan
d. pembeli ( mustashni’ ) tidak boleh menjual barang sebelum
menerimanya
e. tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis
sesuaikesepakatan
f. memerlukan proses pembuatan setelah akad disepakati;
g. barang yang diserahkan harus sesuai dengan spesifikasi pemesan,
bukan barang masal
Transaksi Istishna Pertama

Untuk mengembangkan klinik ibu dan anak yang dikelolanya,dr. Ursila berencana
menambah satu unit bangunan seluas 100 m2 khusus untuk rawat inap di sebelah barat
bangunan utamaklinik. Untuk kebutuhan itu, dr. Ursila menghubungi BankBerkah Syariah
untuk menyediakan bangunan baru sesuaidengan spesifikasi yang diinginkannya. Setelah
serangkaiannegosiasi beserta kegiatan survey untuk menghasilkan desainbangunan yang
akan dijadikan acuan spesifikasi barang, padatanggal 10 Februari 20XA
ditandatanganilah akad transaksi
istishna’ pengadaan bangunan untuk rawat inap. Adapun
kesepakatan antara dr. Ursila dengan Bank Berkah Syariahadalah sebagai berikut:

Harga Bangunan : Rp 150.000.000

Lama penyelesaian : 5 bulan (paling lambat tanggal 10 Juli)

Mekanisme panagihan : 5 termin sebesar Rp 30.000.0000 pertermin mulai tanggal


10 Agustus

Mekanisme pembayaran : setiap 3 hari setelah tanggal penagihan


Transaksi Istishna Kedua
Untuk membuat bangunan sesuai dengan keinginan dr. Ursila,
padatanggal 12 Februari 20XA, Bank Berkah Syariah memesan
kepadakontraktor PT. Thariq Konstruksi dengan kesepakatan
sebagaiberikut:

Harga Bangunan : Rp 130.000.000


Lama penyelesaian : 4 bulan 15 hari (paling lambat tgl 25 Juni)
Mekanisme penagihan kontraktor: tiga termin
pada saatpenyelesaian 20%, 50% dan 100%.
Mekanisme pembayaran oleh Bank : dibayar tunai sebesar
tagihandari kontraktor.
Transaksi biaya prakad ( Bank sebagai penjual ) misalkan :
pada tanggal 5 2 20XA, untuk keperluan survey dan pembuatan
desain bangunan yang akan dijadikan acuan spesifkasi barang,
bank Berkah syariah telah mengeluarkan kas hingga
Rp2.000.000. jurnal untuk mengakui transaksi ini adalah sbb :

Tanggal 5/2/XA
Beban praakad yang ditangguhkan Rp. 2.000.000
Kas Rp. 2.000.000
Penandatanganan akad dengan pembeli ( Bank sebagai Penjual)
Misalkan kasus dr.susila dengan bank berkah syariah diatas,
transaksi istishna jadi disepakati pada tanggal 10 februari, maka
jurnal pengakuan beban prakaad menjadi biaya istishna’ adalah
sebagai berikut:

10/2/XA
Biaya istishna Rp. 2.000.000
Beban praakad yg ditangguhkan Rp. 2.000.000
Dalam kasus kedua, disebutkan bahwa mekanisme pembayaran
dilakukan dalamtiga termin yaitu pada saat penyelesaian 20%,
50% dan 100%. Misalkan
dalam perjalanannya, realisasi tagihan ketiga termin tersebut ditunju
kkan dalam tabel berikut:
Misalkan pada tanggal 1 April, PT. Thariq Konstruksi menyelesaikan
20% pembangunan dan menagih pembayaran termin pertama sebes
ar Rp 26.000.000(20% x Rp 130.000.000) kepada Bank Berkah
Syariah. Jurnal pengakuan penagihan pembayaran oleh pembuat
barang adalah sebagai berikut:

1/4/XA
aset istishna dalam penyelesaian Rp. 26.000.000
Hutang istishna Rp. 26.000.000
Misalkan tagihan kedua diterima pada tanggal 15 Mei dan diikuti
dengan pembayaran oleh bank pada tanggal 22 Mei 20XA. Jurnal
untuk transaksitersebut adalah:

15/5/XA
Aset istishna dalam penyelesaian Rp. 39.000.000
Hutang istishna Rp.39.000.000
(50%-20%) x Rp130.000.000 = Rp. 39.000.000

22/5/XA
Hutang istishna-pembuat barang Rp. 39.000.000
Kas/rekening nasabah pemasok Rp. 39.000.000
Misalkan tagihan ketiga diterima tanggal 25 Juni 20XA dan
dibayarkan padatanggal 2 Juli 20XA. Jurnal untuk transaksi
tersebut adalah:

25/6/XA
Aset istishna dalam penyelesaian Rp. 65.000.000
Hutang istishna Rp. 65.000.000
(100%-50%) x Rp130.000.000 = Rp 65.000.000

2/7/XA
Hutang istishna-pembuat barang Rp. 65.000.000
Kas/rekening nasabah pemasok Rp. 65.000.000
Misalkan dalam kasus di atas, penagihan oleh bank kepada
pembeliakhir dilakukan dalam 5 termin dalam jumlah yang sama
yaitu Rp30.000.000, setiap tanggal 10 mulai bulan Agustus. Maka
jurnaluntuk mengakui 5 kali penagihan piutang istishna
kepadapembeli dan penerimaan pembayaran dari pembeli
tersebutadalah sebagai berikut.

10/8/XA
Piutang istishna Rp. 30.000.000
Termin Istishna Rp. 30.000.000
Rp 150.000.000/ 5 termin = Rp30.000.000 per termin
Pembayaran piutang istishna’ oleh nasabah dilakukan setelah menerima tagihani
stishna dari bank. Oleh karena termin istishna’ merupakan pos lawan dari piutang
istishna’, maka pada waktu pembayaran piutang, bank sebagai penjual
perlumenutup termin istishna. Misalkan dalam kasus di atas, pembayaran oleh
nasabah pembeli dilakukan 3 hari setelah menerima tagihan dari bank sebagai
penjual. Maka jurnal untuk mengakui setiap penerimaan pembayaran dari
pembeli tersebut adalah sebagai berikut:

13/8/XA
Kas/rekening nasabah pembeli istishna Rp. 30.000.000
Piutang Istishna Rp. 30.000.000

Termin Istishna’ Rp. 30.000.000


Aset Istishna dalam penyelesaian Rp. 30.000.000
Hal- hal yang diungkap dalam catatan atas laporan keungan
tentang transaksi istishna dan istishna paralel antara lain :
1. Rincian piutang istishna’ dan hutang istishna’ berdasarkan
jumlah,jangka waktu, jenis valuta, kualitas piutang dan
penyisihankerugian piutang Istishna’,
2. Piutang istishna’ dan hutang istishna’ kepada penjual ( pemasok
) yang memiliki
3. hubungan istimewa
4. Besarnya modal usaha istishna’, baik yang dibiayai sendiri oleh
bank maupun yang
5. dibiayai secara bersama-sama dengan bank atau pihak lain4.
Jenis dan kuantitas barang pesanan.
Prinsip ijarah merupakan akad pemindahan hak guna barang atau jasa
dengan pembayaran upah sewa tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan.

4 produk ijarah yang sering digunakan dalam produk perbankan syariah:


a. Ijarah Multimanfaat
Akad ijarah multimanfaat ini digunakan dalam produk pembiayaan
multiguna bank syariah. Contohnya adalah pembiayaan multiguna bank
muamalat atau pembiayaan multiguna bank mandiri syariah. Sesuai
arahan fatwa DSN-MUI no. 09 tahun 2000, akad ijarah ini dapat
digunakan untuk pembelian manfaat barang, seperti sewa mobil, ruko
ataupun peralatan. Dan juga manfaat jasa, berupa upah. Seperti biaya
pendidikan dan pengobatan.
Contoh perhitungan ijarah multijasa pada pembiayaan multiguna adalah pada
kasus pembiayaan untuk keperluan belajar di Universitas.
Pada contoh akad ijarah ini, bank bertindak sebagai pemberi manfaat. Sehingga
perlu menyediakan jasa pendidikan yang akan disewakannya. Hal ini dapat
dilakukan melalui perjanjian kerjasama antara bank dengan lembaga pendidikan.
Misal, biaya kuliah per semester sebesar Rp. 5 Juta, sehingga total biaya kuliah
selama 8 semester atau 4 tahuan adalah sebesar Rp. 40 Juta.
Maka, total jasa yang digunakan nasabah adalah sebesar Rp. 40 Juta, dan bank
menetapkan ujroh atau upah yang mereka inginkan. Misal, Rp. 8 juta.
Sehingga, nasabah wajib membayar sewa setiap bulannya, sebesar Rp. 1 juta per
bulannya, selama 48 tahun.

2. Akad Ijarah Mutahiyyah Bittamlik (IMBT)


Contoh kasus ijarah muntahiya bittamlik adalah pembiayaan yang digunakan
untuk pembelian kendaraan bermotor pada leasing syariah dan bank syariah.
Akad yang dikenal juga dengan nama akad ijarah wa iqtina, merupakan
perjanjian sesuai syariah, untuk mengantikan praktek sewa-beli ribawi. Seperti
yang sering dipraktekkan pada lembaga leasing dan perbankan konvensional.
Adapun, pengertian akad ijarah muntahiyah bittamlik (IMBT) adalah
perjanjian sewa-menyewa yang disertai dengan opsi pemindahan
hak milik atas benda yang disewakan kepada penyewa, setelah
selesai masa sewa. Pada skema IMBT, para pihak yang melakukan
akad IMBT harus melakukan dua perjannjian di awal perjanjian
pembiayaan.
Pertama, adalah melakukan perjanjian ijarah terlebih yang
memenuhi ketentuan rukun dan syarat akad ijarah sesuai fatwa DSN
no. 09 tahun 2000.

Kedua, para pihak melakukan perjanjian wa’ad (janji) pemindahan


kepemilikan yang hukumnya tidak mengikat.
Sehingga, ketika bank hendak mengalihkan kepemilikan ke nasabah
pada akhir periode sewa. Kedua belah pihak harus melakukan
akad pemindahan kepemilikan. Barulah aset yang ditransaksikan
sah menjadi milik nasabah.
3. Skema Ijarah dalam MMQ
Contoh akad ijarah dalam transaksi lain di perbankan adalah perjanjian
sewa yang terdapat dalam skema pembiayaan mengunakan akad
musyarakah mutanaqisah (MMQ).
Sederhananya akad MMQ adalah kebalikan dari akad IMBT. jika pada
akad akad IMBT kepemilikan oleh nasabah baru terjadi pada akhir masa
sewa, setelah nasabah melunasi uang sewanya.

Maka pada akad KPR Syariah mengunakan skema MMQ, Kepemilikan


nasabah terjadi sejak awal pembiayaan. Namun, kepemilikan tersebut
masih merupakan kepemilikan bersama dengan bank. Sehingga produk KPR
syariah mengunakan akad MMQ, sering juga disebut sebagai KPR syariah
kongsi. Adapun transaksi ijarah terjadi ketika aset yang dibeli dengan akad
MMQ tersebut, disewakan oleh bank kepada nasabah selama jangka waktu
pembiayaan. Contoh transaksi ijarah mengunakan akad musyarakah
mutanaqisah ini biasa digunakan untuk pembelian aset yang sudah ada
wujudnya. Misal, untuk produk KPR tanpa riba hunian yang sudah siap
dibangun.
4. Akad Ijarah Maushufah Fi Al-Dzimmah
Transaksi ijarah berikut terjadi karena praktik sewa menyewa yang
mengunakan pola pemesanan barang atau jasa berdasarkan
spesifikasi yang disepakati, sering disebut juga sewa-inden.
Oleh karena itu, MUI melalui fatwa Dewan Syariah Nasional no 102
tahun 2016 menerbitkan fatwa mengenai sewa-inden untuk produk KPR
inden bank syariah.

Sehingga, jika sebelumnya hunian yang akad dibeli nasabah harus siap
terlebih dahulu, baru kemudian dilakukan pembiayaan mengunakan
akad ijarah mutahiyyah bittamlik dan musyarakah mutanaqisah.
Maka, sewa atas rumah yang belum siap atau masih akan dibangun,
dapat dilakukan mengunakan akad ijarah maushufah fi al-dzimmah ini.
Dengan syarat memenuhi syarat ketentuan berlakunya.
Rukun ijjarah:
a. Musta’jir (penyewa)
b. Mu’ajjir (pemilik barang)
c. Ma’jur (barang atau objek sewaan)
d. Ujroh (harga sewa/manfaat sewa)
e. Ijab qabul

Syarat-syarat ijjarah:
a. Pihak yang terlibat harus saling ridha
b. Ma’jur (barang/objek sewa) ada manfaatnya:
1. Manfaat tersebut dibenarkan agama/ halal
2. Manfaat tersebut dapat dinilai dan diukur atau
diperhitungkan
3. Manfaatnya dapat diberikan kepada pihak yang menyewa
4. Ma’jur tidak wajib dibeli oleh musta’jir
Dewan Syariah Nasional menetapkan aturan tentang Ijarah
sebagaimana tercantum dalam fatwa Dewan Syariah Nasional
nomor 09/DSN-MUI/IV/2000 tanggal 13 April 2000 (Fatwa
2006) sebagai berikut:
a. Rukun & syarat Ijarah
b. Ketentuan Objek Ijarah
c. Kewajiban LKS dan nasabah
Rukun dan syarat ijjarah:
a. Pernyataan ijab dan Qabul
b. Pihak-pihak yang berakad; pemberi sewa dan penyewa
c. Objek kontrak; pembayaran (sewa) dan manfaat dari
penggunaan aset
d. Manfaat dari penggunaan aset dalam ijarah adalah objek
kontrak yang harus dijamin, karena ia rukun yang harus
dipenuhi sebagai ganti dari sewa dan bukan aset itu sendiri.
e. Sighat ijarah adalah berupa pernyataan dari kedua belah
pihak yang berkontrak.
Ketentuan objek ijjarah:
a. Objek ijarah adalah manfaat dari penggunaan suatu barang
ataupun jasa.
b. Manfaat barang harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam
kontrak.
c. Pemenuhan manfaat harus yang bersifat diperbolehkan
d. Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan
syariah.
e. Manfaat harus dikenali dengan spesifik
f. Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas
g. Sewa adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah
kepada LKS sebagai pembayaran manfaat.
h. Pembayaran sewa boleh dalam bentuk jasa (manfaat lain)dari jenis
yang sama dengan objek kontrak.
i. Kelenturan dalam mennetukan sewa dapat diwujudkkan dalam
ukuran waktu , tempat dan jarak
Kewajiban LKS sebagai pemberi sewa:
a. Menyediakan aset yang disewakan
b. Menanggung biaya pemeliharaan aset
c. Menjamin bila terdapat cacat pada aset yang disewakan
d. Membayar sewa dan bertanggung jawab untuk menjaga
keutuhan aset yang disewa serta menggunakannya sesuai
kontrak.
e. Menanggung biaya pemeliharaan yang sifatnya ringan (tidak
materiil)
f. Jika aset yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran dan
penggunaan yang dibolehkan, juga bukan karena kelalaian
pihak penyewa dala menjaganya, maka ia tidak
bertanggung jawab atas kerusakan tersebut.
Link soal ijjarah
https://www.slideshare.net/phujimaisaroh/akuntansi-ijarah-pada-
bank-syariah
Prinsip yang satu ini merupakan perjanjian pinjam-meminjam
uang atau barang yang dilakukan tanpa ada orientasi
keuntungan. Namun, pihak bank sebagai pemberi pinjaman boleh
meminta ganti biaya yang diperlukan dalam kontrak Qardh.
Prinsip hawalah diartikan sebagai pengalihan utang dari orang
yang berutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya.
Prinsip wakalah timbul karena salah satu pihak memberikan suatu
objek perikatan yang berbentuk jasa atau dapat juga disebut
sebagai meminjamkan dirinya untuk melakukan sesuatu atas nama
diri pihak lain

Anda mungkin juga menyukai