dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan
proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
Unit Usaha Syariah, yang selanjutnya disebut UUS, adalah unit kerja dari kantor
pusat Bank Umum Konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor
atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah, atau unit
kerja di kantor cabang dari suatu Bank yang berkedudukan di luar negeri yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor
induk dari kantor cabang pembantu syariah dan/atau unit syariah.
Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan
fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam
penetapan fatwa di bidang syariah.
Perbankan Syariah dalam melakukan kegiatan usahanya
berasaskan Prinsip Syariah, demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati-
hatian.
4. Nisbah (Keuntungan)
Nisbah merupakan ciri khas akad Mudharabah. Keuntungan Mudharabah
didefinisikan sebagai jumlah yang didapat dari kelebihan modal. Keuntungan ini
harus diperuntukkan bagi kedua pihak dan tidak boleh disyaratkan hanya untuk
satu pihak. Nisbah dapat ditentukan dalam bentuk persentase dari keuntungan
dan dalam bentuk perbandingan antara kedua pihak seperti 50:50 atau 60:40.
Bagian keuntungan ini harus dinyatakan pada waktu kesepakatan kontrak dan
perubahannya harus didasarkan pada kesepakatan.
Di bawah ini adalah beberapa ketentuan hukum akad Mudharabah:
1. Mudharabah dapat dibatasi pada periode tertentu.
2. Kontrak tidak boleh dikaitkan (mu’allaq) dengan sebuah
kejadian di masa depan yang belum tentu terjadi.
3. Dalam Mudharabah, tidak ada ganti rugi, karena pada
dasarnya sifat akad ini adalah amanah (yad al-amanah).
Kecuali akibat dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau
pelanggaran kesepakatan.
4. Jika di antara kedua belah pihak terjadi perselisihan atau salah
satu pihak tidak memenuhi kewajibannya, maka
penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah jika
tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Salah satu contoh mudharabah mutlaqah adalah kerjasama
antara nasabah penabung dengan bank, melalui produk
tabungan, giro, dan deposito syariah.
a. Mudharabah Muqayyadah On Balance Sheet. Juga dikenal dengan
nama Mudharabah Muqayyadah dengan investasi terikat.
Pada produk ini adalah pengelolaan dana bersyarat sehingga
mudharib hanya melakukan Mudharabah di bidang, waktu, cara
dan tempat tertentu saja.
Jenis Mudharabah ini termasuk dalam simpanan khusus (restricted
investment) yang mana pemilik dana menentukan syarat yang harus
dipatuhi oleh pihak bank seperti: hanya untuk bisnis tertentu atau
nasabah tertentu.
b. Pola channeling
1. Debitur adalah UMKM, lembaga linkage hanya meneruskan
2. Yang mendapat penjaminan adalah UMKM
3. Yang bertanggungjawab atas pengembalian kredit/pembiayaan adalah UMKM
4. Jumlah kredit/pembiayaan kepada debitur/UMKM maksimum Rp. 500 juta
Lembaga Linkage adalah lembaga berbadan hukum yang dapat meneruspinjamkan KUR (kredit usaha
rakyat) dari Penyalur KUR kepada Penerima KUR berdasarkan perjanjian kerja sama.
1. Mudharabah bilateral
Bentuk mudharabah ini adalah akad mudharabah antar dua pihak saja.
Yaitu satu pihak sebagai shahibul maal (pemilik modal) dan satu pihak
lainnya bertindak sebagai mudharib (pengelola). Bentuk mudharabah ini
juga merupakan mudharabah klasik, yang sudah dipraktekkan sejak awal-
awal masa Islam, oleh para sahabat dan tabiin.
Contoh mudharabah bertingkat adalah jika pada contoh kasus usaha konveksi pada
mudharabah bertingkat sebelumnya, shahibul maal membutuhkan pihak lain untuk mengetahui
kelayakan dan kemampuan mudharib dalam menjalankan usaha hingga meraih keuntungan.
Untuk itu, Shahibul maal membuat akad mudharabah dengan mudharib antara dengan
kesepakatan nisbah bagi hasil sebesar 50:50 (50% keuntungan untuk mudharib antara). Dan
jangka waktu selama 6 bulan.
Mudharib antara kemudian membuat perjanjian mudharabah dengan mudharib akhir yang akan
mengelola usaha konveksi, dengan jangka waktu selama 6 bulan. Dengan nisbah bagi hasil
sebesar 30:70 (30% untuk mudharib antara).
Pada Akhir masa akad mudharabah, jika keuntungan mudharib akhir adalah Rp. 10 Juta, maka
bagian keuntungan mudharib antara adalah Rp. 3 juta (30% x Rp. 10 juta).
Pendapatan mudharib antara harus dibagi dengan shahibul maal sebesar perjanjian nisbah yang
disepakati. Sehingga shahibul maal memperoleh pendapatan bagi hasil sebesar Rp. 1.5 juta (50%
x Rp. 3 juta)
Musyarakah adalah akad kerja sama di antara
dua atau lebih shahibul maal untuk mendirikan
usaha bersama dan bersama-sama mengelolanya.
Perihal keuntungan dibagi sesuai kesepakatan,
sedangkan kerugiannya ditanggung menurut
kontribusi modal masing-masing. Jenis-jenisnya ada
empat:
a. Syirkah Mufawadhah
b. Syirkah ‘inan
c. Syirkah a’mal
d. Syirkah Wujuh.
Pada prakteknya, syirkah inan, syirkah abdan, syirkah wujuh, dan syirkah
mudharabah, dapat digabungkan dalam satu syirkah, syirkah yang
mengabungkan macam-macam syirkah uqud lainnya dikenal dengan nama
syirkah mufawadah.
Syirkah inan adalah kerjasama usaha antara dua pihak atau lebih, dengan ketentuan setiap pihak
yang bekerja sama memberikan kontribusi kerja (amal) dan modal (maal). Al-Quran surat Shaad
ayat 24, merupakan dalil syirkah inan. Modal uang dan kerja merupakan dua point penting
dalam syirkah inan. Sehingga, apabila salah satu pihak, bergabung dengan membawa modal
barang (‘urudh), maka barang tersebut harus ditaksir harganya senilai uang. Macam-macam
syirkah inilah sering dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Sebab, praktek syirkah inan tidak
mengharuskan adanya kontribusi modal, kerja, dan tanggung jawab dalam jumlah yang sama
antara pihak yang bekerjasama. Selain itu, juga memungkinan dilakukannya pendelegasian
wewenang kerja kepada salah satu pihak.
Contoh syirkah inan dapat ditemukan dalam contoh akad musyarakah dalam kehidupan sehari-
hari:
Misal, Peternak lele mengajak investor untuk kerjasama memproduksi 50 kg lele selama 6 bulan.
Sesuai kesepakatan peternek lele dan investor sama-sama menyetorkan modal Rp. 20 Juta. Dan
pembagian nisbah keuntungan sebesar 30% bagi investor dan 70% bagi peternak lele. Dengan
ketentuan, peternak lele sebagai pengelola usaha, lebih banyak bekerja dibandingkan investor.
Syrikah abdan adalah kerjasama usaha antar para pihak yang hanya
menyertertakan kontribusi kerja (amal), tanpa kontribusi modal (maal). Kontribusi
kerja yang dimasukkan kedalam syirkah dapat berupa kerja fisik, maupun kerja
pikiran. Tidak ada syarat kesamaan profesi pada praktek syirkah abdan.
Sehingga dimungkinkan kerjasama syirkah abdan antara pihak yang
menyumbang kerja pikiran dan satu pihak lagi kerja fisik atau suatu bentuk
kerjasama dua orang atau lebih yang bergerak dalam bidang jasa atau
pelayanan pekerjaan dan keuntungan dibagi menurut kesepakatan.
Contoh syirkah abdan dalam kehidupan sehari-hari adalah dua orang nelayan
yang sama-sama pergi melaut dalam sebuah perahu. Sebelum melaut mereka
menyepakati bagi hasil atas keuntungan pendapatan hasil tanggkapan mereka.
contoh lain syirkah abdan adalah kerjasama usaha antara seorang arsitek dan
tukang bangunan dalam mengerjakan proyek pembangunan rumah.
Salah satu contoh syirkah mudharabah adalah pada praktek akad mudharabah
dalam pembiayaan bank syariah kepada koperasi simpan pinjam. Bank syariah
menyuplai 100% modal yang dibutuhkan untuk keperluan pembiayaan anggota
koperasi. Sedangkan, pengurus koperasi bertanggung jawab, untuk melakukan
verifikasi kesesuaian kebutuhan anggota dengan akad pembiayaan syariah,
melakukan pengecekan kelayakan pinjaman dan melakukan penagihan.
Contoh sederhana perpaduan akad musyarakah dan mudharabah ini adalah pihak-A
menyertakan modal 80% dan pihak-B sisanya, sekaligus ditugasi mengelola usaha. sebagai
bentuk kerjasama sistem bagi hasil, pihak-A dan pihak-B membagi keuntungan
berdasarkan nisbah 40% bagi pihak-A dan 60% pihak-B.
Setelah usaha dijalankan, pengelola berhasil mendapatkan keuntungan
sebesar 1000. maka pembagian keuntungan berdasarkan konsep
mudharabah musytarakah adalah sebagai berikut:
1. pertama, Pihak-B, pengelola mendapatkan 20% keuntungan, sebesar
200, dan pihak-A memperoleh 80% keuntungan (800)
2. kedua, keuntungan sebesar 800 dibagi berdasarkan porsi nisbah.
Sehingga pihak-A mendapakan pembagian keuntungan 320 (40% dari
800), dan pihak-B mendapatkan sisanya, sebesar 480.
Adapun contoh kasus mudharabah musytarakah di lembaga keuangan syariah adalah
pengunaan akad ini pada asuransi syariah. Biasanya akad ini diterapkan dalam produk asuransi
syariah yang memiliki unsur tabungan (saving) maupun produk non tabungan.
Perusahaan asuransi menghimpun dana kontribusi (premi) dari peserta asuransi dan mengelola
serta mengembangkannya melalui kegiatan investasi mengunakan akad mudharabah.
Perusahaan asuransi dapat menyertakan modal dan mengabungkan dengan dana kontribusi yang
terhimpun dari para peserta.
Hal ini menjadikan total jumlah dana yang diinvestasikan menjadi lebih besar. Sehingga dapat
memberikan manfaat asuransi syariah yang lebih besar kepada kedua belah pihak dan juga
untuk lebih memudahkan dalam pengelolaan investasinya.
titipan murni dari satu pihak ke pihak lain. Prinsip wadiah digolongkan
menjadi dua macam:
a. Wadiah Yad Amanah
titipan yang berlaku kaidah asal titipan, yakni menjaga amanah.
Pada skema ini, penerima titipan tidak mempergunakan barang
titipan. Inilah skema wadiah yang asli, tidak terjadi pengubahan
esensi akad.
Contoh penerapan wadiah yad dhamanah dalam esensi qardh adalah pada
produk Tabungan Wadiah dan Giro Wadiah. Pada skema ini, Nasabah
menitipkan dana kepada Bank Syariah (dalam bentuk rekening tabungan
atau giro). Dana titipan Nasabah dipergunakan oleh Bank Syariah (baik
untuk transaksi bisnis maupun transaksi nonbisnis).
Nasabah tidak boleh mensyaratkan adanya manfaat seperti minta
syarat diberi hadiah, syarat ada kelebihan pengembalian dana
titipan dan/atau manfaat lainnya, agar tidak terkena Riba.
Penerapan wadiah yad dhamanah dalam esensi ariyah bisa dilihat
misalnya transaksi titipan kendaraan, tapi kendaraannya
dipergunakan oleh penerima titipan. Kendaraan dipergunakan oleh
penerima titipan, namun tidak dijual atau dihilangkan. Penerima
titipan wajib mengembalikan kendaraan tersebut sesuai kondisi
semula. Pengembalian bukan berupa kendaraan lainnya. Jika
kendaraan tersebut hilang, maka penerima titipan harus mengganti
barang titipan tersebut.
Contoh:
Pada 1 februari 2015, PT RET Bank Syariah (Bank) membeli sebuah
mobil senilai Rp. 300 juta
karena adanya perjanjian akad murabahah berdasarkan pesanan
salah satu nasabahnya. pembayaran ke Bank akan dilakukan
dengan cicilan sesuai akad
Persediaan Rp. 300.000.000
bank Rp. 300.000.000
Pada 6 februari 2015, terjadi penurunan nilai atas mobil tersebut
karena adanya penurunan harga atas mobil yang sejenis sebesar Rp.
20 juta, sebelum diserahkan kepada pembeli pada 7 februari 2015.
Beban penurunan nilai persediaan Rp. 20.000.000
persediaan Rp. 20.000.000
Rukun salam::
a. transaktor yakni pembeli (muslam) dan penjual (muslam ilaih);
• Transaktor terdiri atas pembeli (muslam) dalam hal ini nasabah dan penjual (muslam ilaih)
dalam hal ini bank syariah.
• Kedua transakstor disyaratkan memiliki kompetensi berupa akil baligh
dan kemampuan memilih yang optimal seperti tidak gila, tidak
sedang dipaksa dan lain yang sejenis. Adapun untuk transaksi dengan
anak kecil, dapat dilakukan dengan izin dan pantauan dari walinya.
• Terkait dengan penjual, fatwa DSN no 05/DSN-MUI/IV/2000 mengharuskan
agar penjual menyerahkan barang tepat pada waktunya dengan kualitas dan
jumlah yang telah disepakati.
• Penjual diperbolehkan menyerahkan barang lebih cepat dari waktu
yang disepakati dengan syarat kualitas dan jumlah barang sesuai
dengan kesepakatan dan ia tidak boleh menuntut tambahan harga.
b. objek akad salam berupa barang dan harga yang
diperjualbelikan dalam transaksi salam.
DSN dalam fatwanya menyatakan bahwa ada beberapa
ketentuan yang harus dipenuhi oleh barang yang
diperjualbelikan dalam transaksi salam. Ketentuan tersebut
antara lain:
• harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai utang
• harus dapat dijelaskan spesifikasinya
• penyerahannya dilakukan kemudian
• waktu dan tempat penyerahan barang harus
ditetapkan berdasarkan kesepakatan
• pembeli tidak boleh menjual barang sebelum
menerimanya.
• Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang
sejenis sesuai kesepakatan
c. ijab dan kabul yang menunjukkan pernyataan kehendak jual
beli secara salam, baik berupa ucapan atau perbuatan.
Bisa diartikan sebagai transaksi jual beli yang hampir sama
dengan prinsip salam, yakni jual beli dan penyerahan yang
dilakukan kemudian, sedangkan penyerahan uangnya bisa dicicil
atau ditangguhkan.
skema akad istishna
dimana bank syariah diposisikan sebagai penjual. Dalam hal ini nasabah
memesan barang yang sesuai spesifikasi kepada bank. Ketika sepakat, bank
memesan barang tersebut kepada produsen pembuat. Sembari barang
tersebut dibuat, Nasabah membayar uang kepada bank bisa dengan cara
bayar diawal, dicicil ataupun diakhir. Ketika barang tersebut jadi maka
barang dikirimkan langsung kepada nasabah pemesan.
Mekanisme Akad Istishna pada KPR Syariah
• Skema Pertama
Nasabah bisa membayar rumah dengan skema pembayaran per bagian rumah.
Jadi setiap ada bagian rumah yang jadi nasabah membayar atas bagian rumah
yang sudah jadi tersebut. Ilustrasi sederhananya, misal si Fauzan ingin membeli
rumah. Ia membeli rumah melalui BPRS Sejahtera. BPRS menawarkan skema
akad istishna untuk pembelian rumah. Fauzan setuju, lalu ia menjabarkan spesifikasi
rumah yang diinginkan. Kemudian, BPRS Sejahtera menghitung biaya-biaya yang
dibutuhkan untuk membuat rumah sesuai sepesifikasi yang disampaikan.
• kema Kedua
Nasabah bisa membayar rumah dengan skema cicilan tanpa perlu menunggu setiap
bagian rumah tersebut jadi. Misal si Haruman ingin membeli rumah dengan cara
cicil. Ia memesan rumah tersebut kepada BPRS Sentosa. BPRS menawarkan skema
akad istishna. Kemudian Haruman menyampaikan spesifikasi rumah yang diinginkan.
Kemudian, BPRS akan menghitung biaya-biaya yang diperlukan ditambah biaya
jasa. Setelah terhitung, disampaikan hitungan tersebut kepada Haruman. Ia
menyepakati termasuk jumlah cicilan yang harus dibayarkan per bulan. Katakanlah
total harga rumah yang dipesan adalah 250 juta. Kemudian BPRS memberikan
tambahan margin sebanyak 30 juta sebagai biaya jasa sehingga total menjadi 280
juta. Durasi pembayaran adalah selama 28 bulan sehingga setiap bulan Haruman
harus mencicil sebanyak 10 juta per bulan.
a. harus jelas spesifikasinya
b. penyerahanya dilakukan kemudian
c. waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan
berdasarkankesepakatan
d. pembeli ( mustashni’ ) tidak boleh menjual barang sebelum
menerimanya
e. tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis
sesuaikesepakatan
f. memerlukan proses pembuatan setelah akad disepakati;
g. barang yang diserahkan harus sesuai dengan spesifikasi pemesan,
bukan barang masal
Transaksi Istishna Pertama
Untuk mengembangkan klinik ibu dan anak yang dikelolanya,dr. Ursila berencana
menambah satu unit bangunan seluas 100 m2 khusus untuk rawat inap di sebelah barat
bangunan utamaklinik. Untuk kebutuhan itu, dr. Ursila menghubungi BankBerkah Syariah
untuk menyediakan bangunan baru sesuaidengan spesifikasi yang diinginkannya. Setelah
serangkaiannegosiasi beserta kegiatan survey untuk menghasilkan desainbangunan yang
akan dijadikan acuan spesifikasi barang, padatanggal 10 Februari 20XA
ditandatanganilah akad transaksi
istishna’ pengadaan bangunan untuk rawat inap. Adapun
kesepakatan antara dr. Ursila dengan Bank Berkah Syariahadalah sebagai berikut:
Tanggal 5/2/XA
Beban praakad yang ditangguhkan Rp. 2.000.000
Kas Rp. 2.000.000
Penandatanganan akad dengan pembeli ( Bank sebagai Penjual)
Misalkan kasus dr.susila dengan bank berkah syariah diatas,
transaksi istishna jadi disepakati pada tanggal 10 februari, maka
jurnal pengakuan beban prakaad menjadi biaya istishna’ adalah
sebagai berikut:
10/2/XA
Biaya istishna Rp. 2.000.000
Beban praakad yg ditangguhkan Rp. 2.000.000
Dalam kasus kedua, disebutkan bahwa mekanisme pembayaran
dilakukan dalamtiga termin yaitu pada saat penyelesaian 20%,
50% dan 100%. Misalkan
dalam perjalanannya, realisasi tagihan ketiga termin tersebut ditunju
kkan dalam tabel berikut:
Misalkan pada tanggal 1 April, PT. Thariq Konstruksi menyelesaikan
20% pembangunan dan menagih pembayaran termin pertama sebes
ar Rp 26.000.000(20% x Rp 130.000.000) kepada Bank Berkah
Syariah. Jurnal pengakuan penagihan pembayaran oleh pembuat
barang adalah sebagai berikut:
1/4/XA
aset istishna dalam penyelesaian Rp. 26.000.000
Hutang istishna Rp. 26.000.000
Misalkan tagihan kedua diterima pada tanggal 15 Mei dan diikuti
dengan pembayaran oleh bank pada tanggal 22 Mei 20XA. Jurnal
untuk transaksitersebut adalah:
15/5/XA
Aset istishna dalam penyelesaian Rp. 39.000.000
Hutang istishna Rp.39.000.000
(50%-20%) x Rp130.000.000 = Rp. 39.000.000
22/5/XA
Hutang istishna-pembuat barang Rp. 39.000.000
Kas/rekening nasabah pemasok Rp. 39.000.000
Misalkan tagihan ketiga diterima tanggal 25 Juni 20XA dan
dibayarkan padatanggal 2 Juli 20XA. Jurnal untuk transaksi
tersebut adalah:
25/6/XA
Aset istishna dalam penyelesaian Rp. 65.000.000
Hutang istishna Rp. 65.000.000
(100%-50%) x Rp130.000.000 = Rp 65.000.000
2/7/XA
Hutang istishna-pembuat barang Rp. 65.000.000
Kas/rekening nasabah pemasok Rp. 65.000.000
Misalkan dalam kasus di atas, penagihan oleh bank kepada
pembeliakhir dilakukan dalam 5 termin dalam jumlah yang sama
yaitu Rp30.000.000, setiap tanggal 10 mulai bulan Agustus. Maka
jurnaluntuk mengakui 5 kali penagihan piutang istishna
kepadapembeli dan penerimaan pembayaran dari pembeli
tersebutadalah sebagai berikut.
10/8/XA
Piutang istishna Rp. 30.000.000
Termin Istishna Rp. 30.000.000
Rp 150.000.000/ 5 termin = Rp30.000.000 per termin
Pembayaran piutang istishna’ oleh nasabah dilakukan setelah menerima tagihani
stishna dari bank. Oleh karena termin istishna’ merupakan pos lawan dari piutang
istishna’, maka pada waktu pembayaran piutang, bank sebagai penjual
perlumenutup termin istishna. Misalkan dalam kasus di atas, pembayaran oleh
nasabah pembeli dilakukan 3 hari setelah menerima tagihan dari bank sebagai
penjual. Maka jurnal untuk mengakui setiap penerimaan pembayaran dari
pembeli tersebut adalah sebagai berikut:
13/8/XA
Kas/rekening nasabah pembeli istishna Rp. 30.000.000
Piutang Istishna Rp. 30.000.000
Sehingga, jika sebelumnya hunian yang akad dibeli nasabah harus siap
terlebih dahulu, baru kemudian dilakukan pembiayaan mengunakan
akad ijarah mutahiyyah bittamlik dan musyarakah mutanaqisah.
Maka, sewa atas rumah yang belum siap atau masih akan dibangun,
dapat dilakukan mengunakan akad ijarah maushufah fi al-dzimmah ini.
Dengan syarat memenuhi syarat ketentuan berlakunya.
Rukun ijjarah:
a. Musta’jir (penyewa)
b. Mu’ajjir (pemilik barang)
c. Ma’jur (barang atau objek sewaan)
d. Ujroh (harga sewa/manfaat sewa)
e. Ijab qabul
Syarat-syarat ijjarah:
a. Pihak yang terlibat harus saling ridha
b. Ma’jur (barang/objek sewa) ada manfaatnya:
1. Manfaat tersebut dibenarkan agama/ halal
2. Manfaat tersebut dapat dinilai dan diukur atau
diperhitungkan
3. Manfaatnya dapat diberikan kepada pihak yang menyewa
4. Ma’jur tidak wajib dibeli oleh musta’jir
Dewan Syariah Nasional menetapkan aturan tentang Ijarah
sebagaimana tercantum dalam fatwa Dewan Syariah Nasional
nomor 09/DSN-MUI/IV/2000 tanggal 13 April 2000 (Fatwa
2006) sebagai berikut:
a. Rukun & syarat Ijarah
b. Ketentuan Objek Ijarah
c. Kewajiban LKS dan nasabah
Rukun dan syarat ijjarah:
a. Pernyataan ijab dan Qabul
b. Pihak-pihak yang berakad; pemberi sewa dan penyewa
c. Objek kontrak; pembayaran (sewa) dan manfaat dari
penggunaan aset
d. Manfaat dari penggunaan aset dalam ijarah adalah objek
kontrak yang harus dijamin, karena ia rukun yang harus
dipenuhi sebagai ganti dari sewa dan bukan aset itu sendiri.
e. Sighat ijarah adalah berupa pernyataan dari kedua belah
pihak yang berkontrak.
Ketentuan objek ijjarah:
a. Objek ijarah adalah manfaat dari penggunaan suatu barang
ataupun jasa.
b. Manfaat barang harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam
kontrak.
c. Pemenuhan manfaat harus yang bersifat diperbolehkan
d. Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan
syariah.
e. Manfaat harus dikenali dengan spesifik
f. Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas
g. Sewa adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah
kepada LKS sebagai pembayaran manfaat.
h. Pembayaran sewa boleh dalam bentuk jasa (manfaat lain)dari jenis
yang sama dengan objek kontrak.
i. Kelenturan dalam mennetukan sewa dapat diwujudkkan dalam
ukuran waktu , tempat dan jarak
Kewajiban LKS sebagai pemberi sewa:
a. Menyediakan aset yang disewakan
b. Menanggung biaya pemeliharaan aset
c. Menjamin bila terdapat cacat pada aset yang disewakan
d. Membayar sewa dan bertanggung jawab untuk menjaga
keutuhan aset yang disewa serta menggunakannya sesuai
kontrak.
e. Menanggung biaya pemeliharaan yang sifatnya ringan (tidak
materiil)
f. Jika aset yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran dan
penggunaan yang dibolehkan, juga bukan karena kelalaian
pihak penyewa dala menjaganya, maka ia tidak
bertanggung jawab atas kerusakan tersebut.
Link soal ijjarah
https://www.slideshare.net/phujimaisaroh/akuntansi-ijarah-pada-
bank-syariah
Prinsip yang satu ini merupakan perjanjian pinjam-meminjam
uang atau barang yang dilakukan tanpa ada orientasi
keuntungan. Namun, pihak bank sebagai pemberi pinjaman boleh
meminta ganti biaya yang diperlukan dalam kontrak Qardh.
Prinsip hawalah diartikan sebagai pengalihan utang dari orang
yang berutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya.
Prinsip wakalah timbul karena salah satu pihak memberikan suatu
objek perikatan yang berbentuk jasa atau dapat juga disebut
sebagai meminjamkan dirinya untuk melakukan sesuatu atas nama
diri pihak lain