Anda di halaman 1dari 43

WADIAH DAN MUDARABAH

2.1 Pengertian Akun Wadiah


Wadiah dapat dirtikan sebagai titipan dari satu pihak ke pihak yang lain,baik individu
maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penyimpan
menghendakinya.tujuan dari perjanjian tersebut adalah untuk menjaga keselamatan barng itu
dari kehilangan,kemusnahan, kecurian, dan sebagainya.yang dimaksud dengan barang disini
adalah suatu yang beharga seperti uang,barang, dokumen, surat berharga, barang lain yang
berharga disisi islam.
Bank sebagai penerima titipan tidak ada kewajiban untuk memberikan imbalan dan bank
syariah dapat mengenakan biayapenitipan barang tersebut. Atas kebijakannya bank syariah
dapat memberikan bonus kepada penitip dengan syarat:
1. Bonus merupakan kebijakan (hak prerogatif) dari bank sebagai penerima titipan
2. Bonus tidak diisyaratkan sebelumnya dan jumlah yang diberikan, baik dalam presentase
maupun nominal, tidak ditetapkan dimuka.
Adapun rukun yang dipenuhi dalam prinsip wadiah adalah
a. Barang yang dititipkan
b. Orang yang menitipkan/penitip
c. Orang yang menerima tititpan/penerima titipan
d. Ijab qobul
Wadiah terdiri dari dua jenis:
1. Wadiah yad al amanah yaitu merupakan tititpan murni, berang yang dititipkan tidak boleh
digunakan oleh penitip,jika selama dalam penitipan terjadi kerusakan maka pihak yang
menerima titipan tidak dibebani tanggung jawab, sebagai kompensasi atas tanggung jawab
pemeliharaan dapat dikenakan biaya titipan.
2. Wadiah yad ad dhamanah yaitu penerima titipan diberi izin untuk menggunakan dan
mengambil manfaat dari titipan tersebut. Penyimpanan mempuyai kewajiban untuk
bertanggung jawab terhadap kehilangan/kerusakan barang tersebut.
Aplikasi prinsip wadiah dalam perbankan adalah
1. Giro wadiah
Giro wadiah adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan
menggunakan cek, bilyet giro, sarana pemerintah pembayaran lainnya atau dengan cara
pemindahan bukuan.
2. Tabungan wadiah
Tabungan wadiah adalah penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang
disepakati, tetapi tidak dapat ditarik denga cek atau alat yang dapat dipersamakan dengan
itu.1[1]

2.2 Pengertian Akun Mudharabah


Mudharabah adalah suatu akad kerja sama kemitraan antara penyedia dana usaha dengan
pengelola dana usaha untuk memperoleh hasil usaha dengan pembagian hasil usaha sesuai
porsi (nisbah) yang disepakati bersama pada awal perjanjian.
Rukun Mudharabah adalah
1. Orang yang berakad:
- Pemilik modal / shohibul maal atau rabbul maal
- Pelaksana atau usahawan / mudharib
2. Modal / maal
3. Kerja atau usaha / dharabah
4. Keuntungan / ribh
5. Shighat / ijab qabul
Aturan tentang pembiayaan mudharabah yang telah ditetapkan oleh Dewan Syariah
Nasional:
Pertama : ketentuan pembiayaan
1. Pembiayaan mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh LKS kepada pihak lain
untuk suatu usaha yang produktif.
2. Dalam pembiayaan ini LKS sebagai shahibul maal membiayai 100 % kebutuhan suatu
usaha, sedangkan pengusaha bertindak sebagai pengelola usaha / mudharib.
3. Jangka waktu usaha, tata cara pengembalian dana dan pembagian keuntungan ditentukan
berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak (LKS dengan pengusaha).
4. Mudharib boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah disepakati bersama dan sesuai
dengan syariah; dan LKS tidak ikut serta dalam manajemen perusahaan atau proyek tetapi
mempunyai hak untuk melakukan pembinaan dan pengawasan.
5. Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam bentuk tunai dan bukan
piutang.
6. LKS sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah kecuali
jika mudharib melakukan kesalahan yang disengaja, lalai atau menyalahi perjanjian.

1
7. Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan, namun agar mudharib
tidak melakukan penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan dari mudharib atau pihak
ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila mudharib terbukti melakukan pelanggaran
terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad.
8. Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan, dan mekanisme pembagian keuntungan diatur
oleh LKS dengan memperhatikan fatwa DSN.
9. Biaya operasional dibebankan kepada mudharib.
10. Dalam hal penyandang dana (LKS) tidak melakukan kewajiban atau melakukan pelanggaran
terhadap kesepakatan, mudharib berhak mendapat ganti rugi atau biaya yang telah
dikeluarkan.
Kedua: rukun dan syarat pembiayaan
1. Penyedia dana (shahibul maal) dan pengelola (mudharib) harus cakap hukum.
2. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak
mereka dalam mengadakan kontrak (akad) dengan memperhatikan hal hal berikut :
a. Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak (akad).
b. Penerimaan dan penawaran dilakukan pada saat kontrak.
c. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi atau dengan menggunakan cara-cara
komunikasi modern.
3. Modal ialah sejumlah uang dan atau asset yang diberikan oleh penyedia dana kepada
mudharib untuk tujuan usaha dengan syarat sebagai berikut:
a. Modal harus diketahui jumlah dan jenisnya
b. Modal dapat berbentuk uang atau barang yang dinilai. Jika modal diberikan dalam bentuk
asset, maka asset tersebut harus dinilai pada waktu akad.
c. Modal tidak dapat berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada mudharib, baik secara
bertahap maupun tidak, sesuai dengan kesepakatan dalam akad.
4. Keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal. Syarat
keuntungan berikut ini harus dipenuhi :
a. Harus diperuntukkan bagi kedua belah pihak dan tidak boleh diisyaratkan untuk satu pihak.
b. Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan pada
waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk prosentasi (nisbah) dari keuntungan sesuai
kesepakatan. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan.
c. Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah, dan pengelola tidak
boleh menanggung kerugian apapun kecuali diakibatkan dari kesalahan disengaja, kelalaian,
dan pelanggaran kesepakatan.
5. Kegiatan usaha oleh pengelola, sebagai perimbangan modal yang disediakan oleh penyedia
dana, harus memperhatikan hal-hal berikut
a. Kegiatan usaha adalah hak ekslusif mudharib, tanpa campur tangan penyedia dana, tetapi ia
mempunyai hak untuk melakukan pengawasan.
b. Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola sedemikian rupa yang dapat
menghalangi tercapainya tujuan mudharabah yaitu keuntungan.
c. Pengelola tidak boleh menyalahi hukum syariah islam dalam tindakannya yang
berhubungan dengan mudharabah, dan harus mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam
aktifitas itu.
Ketiga: ketentuan hukum pembiayaan:
1. Mudhorobah boleh dibatasi pada periode tertentu.
2. Kontrak tidak boleh dikaitkan (muallaq) dengan sebuah kejadian di masa depan yang
belum tentu terjadi.
3. Pada dasarnya, dalam mudhorobah tidak ada ganti rugi, karena pada dasarnya akad ini
bersifat amanah (yad al amanah), kecuali akibat dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau
pelanggaran kesepakatan.
4. Jika salah satu pihak tidak melakukan kewajibannnya atau terjadi perselisihan di antara
kedua belah pihak, maka peyelesaiannya dilakukakan melalui badan arbitrasi syariah setelah
tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

Salah satu prinsip penyaluran dana bank syariah adalah mempergunakan prinsip bagi hasil
yaitu pembiayaan mudhorobah dan pembiayaan mustarakah. Mudhorobah adalah kerjasama
kemitraan antara pemilik dana dengan pengelola dana untuk memperoleh hasil dengan
pembagian hasil usaha sesuai nisbah yang disepakati pada awal akad. Dalam pembiayaan
mudharabah yang dilakukan oleh bank syariah, modal yang diserahkan tidak hanya dapat
bentuk uang tunai tetapi dapat diberikan dalam bentuk modal non-kas. Dalam pembiayaan
mudharabah modal usaha atau proyek sepenuhnya berasal dari pemilik modal (shohibul
mal). Kerugian mudhorobah ditanggung oleh pemilik dana kecuali kerugian tersebut sebagai
akibat kesalahan pengelola dana (mudhorib). Pembiayaan mudhorobah dapat diaplikasikan
apabila nasabah memerlukan modal kerja.

http://akuntanssyariahh.blogspot.co.id/2016/04/pengertian-wadiah-dan-mudharabah.html
AKUNTANSI TRANSAKSI MUDHARABAH
1. Konsep Dasar Transaksi Mudharabah

Secara teknis Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama
(Shahibul Mal) menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya (Mudharib) sebagai
pengelola. Keuntungan usaha ini dibagi sesuai dengan kesepakatan dalam kontrak, bila rugi
maka akan ditanggung oleh pemilik modal selama bukan kelalaian dari pengelola. Bila kerugian
disebabkan kecurangan pengelola maka sepenuhnya akan ditanggung oleh pengelola.

Mekanisme transaksi Mudharabah yang dilakukan oleh oleh bank syariah bila diasumsikan
sebagai shahibul mal dan nasabah sebagai mudharib adalah :

A. Jumlah modal yang diserahkan kepada nasabah selaku pengelola usaha harus secara tunai,
dapat berupa uang atau barang yang nilainya dinyatakan dengan satuan uang.

B. Hasil pengelolaan modal pembiayaan Mudharabah dapat dihitung dengan cara :

Pendapatan usaha.

Keuntungan usaha.
C. Hasil usaha dibagi sesuai dengan kesepakatan akad, tiap bulan atau waktu yang telah
disepakati. Bank akan menanggung semua kerugian kecuali kelalaian atau kecurangan dari
pengelola.

D. Bank berhak melakukan pengawasan pada usaha namun tidak berhak mencampuri urusan
usaha.

E. Jika nasabah melakukan cidera janji seperti tidak mau membayar kewajiban maka dapat
dikenakan sanksi administrasi.

2. Landasan Fiqh dan Fatwa DSN tentang Transaksi Mudharabah

Landasan dasar syariah mudharabah mencerminkan anjuran melakukan usaha, tampak pada ayat-
ayat dan hadist berikut:

1. Landasan Al-quran dan Al-hadist

1. Al-quran

.. dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah SWT..(Al
Muzzammil: 20)

Apabila telah ditunaikan sholat maka bertebaranlah di muka bumi dan carilah karunia Allah
SWT ..(Al-Jumuah: 10)

Tidak ada dosa (halangan) bagi kamu untuk mencari karunia Tuhanmu..(Al Baqarah: 198)

1. Al Hadist

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Sayyidina Abbas bin Abdul Muthalib jika memberikan
dana ke mitra usahanya secara nudharabah ia mensyaratkan agar dananya tidak dibawa
mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya, atau membeli ternak. Jika menyalahi
peraturan tersebut, yang bersangkutan bertanggungjawab atas dana tersebut. Disampaikanlah
syarat-syarat tersebut kepada Rasulullah SAW dan Rasulullah pun memperbolehkannya.(HR
Thabrani).

1. Fatwa DSN tentang transaksi Mudharabah

1. Fatwa DSN no: 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang MUDHARABAH (Qiradh)

Ketentuan yang diatur :

Pertama : Ketentuan Pembiayaan

1. Pembiayaan Mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh LKS kepada pihak
lain untuk usaha yang produktif.
2. Dalam pembiayaan ini LKS sebagai shahibul mal (pemilik dana) membiayai 100%
kebutuhan usaha, sedangkan pengusaha (nasabah) sebagai mudharib.

3. Jangka waktu usaha, tata cara pengembalian dana, dan pembagian keuntungan ditentukan
berdasarkan kesepakatan kedua pihak.

4. Mudharib boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah disepakati bersama dan
sesuai dengan syariah, dan LKS tidak ikut serta dalam manajemen usaha tapi memiliki
hak untuk melakukan pembinaan dan pengawasan.

5. Jumlah pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam bentuk tunai dan bukan
piutang.

6. LKS sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian akibat mudharabah kecuali jika
mudharib melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau menyalahi perjanjian.

7. Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan, namun agar
mudharib tidak melakukan penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan dari mudharib
atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan bila mudharib terbukti melakukan
pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati dalamj akad.

8. Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan, dan mekanisme pembagian keuntungan diatur


oleh LKS dengan memperhatikan fatwa DSN.

9. Biaya operasional dibebankan kepada mudharib.

10. Dalam hal penyandang dana (LKS) tidak melakukan kewajiban atau pelanggaran
terhadap kesepakatan, mudharib berhak memperoleh ganti rugi atas biaya yang telah
dikeluarkan.

Kedua : Rukun dan Syarat Pembiayaan

1. Penyedia dana (shahibul mal) dan pengelola (mudharib) harus cakap hukum.

2. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan
kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memprhatikan hal-hal
berikut :

1. Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak.

2. Penerimaan dan penawaran pada saat kontrak.

3. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan


menggunakan cara-cara komunikasi modern.
4. Modal ialah sejumlah uang dan/atau aset yang diberikan oleh penyedia dana
kepada mudharib untuk tujuan usaha dengan syarat sebagai berikut :

1. Modal harus diketahui jumlah dan jenisnya.

2. Modal dapat berbentuk uang atau barang yang dinilai. Jika barang
diberikan dalam bentuk aset, maka aset tersebut harus dinilai pada waktu
akad.

3. Modal tidak dapat berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada


mudharib baik secara bertahap maupun tunai sesuai dengan kesepakatan
saat akad.

4. Keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan


dari modal. Syarat keuntungan berikut ini harus dipenuhi :

1. Harus diperuntukkan bagi kedua pihak dan tidak boleh disyaratkan


hanya untuk satu pihak.

2. Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui


dan dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam
bentuk presentasi (nisbah) dari keuntungan sesuai kesepakatan.

3. Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari


mudharabah, dan pengelola tidak boleh menanggung kerugian
apapun kecuali diakibatkan dari kesalahan disengaja, kelalaian,
atau pelanggaran kesepakatan.

4. Kegiatan usaha oleh pengelola (mudharib) sebagai perimbangan


(muqabil) modal yang disediakan oleh penyedia dana, harus
memperhatikan hal-hal berikut :

1. Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mudharib tanpa


campur tangan penyedia dana, tetapi ia mempunyai hak
untuk melakukan pengawasan.

2. Penyedia dan tidak boleh mempersempit tindakan


pengelola sedemikian rupa yang dapat menghalangi
tercapainya tujuan mudharabah, yaitu keuntungan.

3. Pengelola tidak boleh menyalahi hukum syariah islam


dalam tindakannya yang berhubungan dengan mudharabah,
dan harus mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam aktifitas
ini.

Ketiga : Beberapa Ketentuan Hukum Pembiayaan


1. Mudharabah boleh dibatasi pada periode tertentu.

2. Kontrak tidak boleh dikaitkan (muallaq) dengan kejadian dimasa depan yang belum
tentu terjadi.

3. Pada dasarnya dalam mudharabah tidak ada ganti rugi karena akad ini bersifat amanah,
kecuali akibat dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.

4. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau terjadi perselisihan diantara
kedua pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah
tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

1. Fatwa DSN MUI No 33/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah Mudharabah

Ketentuan yang diatur :

Pertama : Ketentuan Umum

1. Obligasi Syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah
yang dikeluarkan Emiten kepada pemegang Obligasi Syariah yang mewajibkan Emiten
untuk membayar pendapatan kepada pemegang Obligasi Syariah berupa bagi
hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.

2. Obligasi Syariah Mudharabah adalah Obligasi Syariah yang berdasarkan akad


Mudharabah dengan memperhatikan substansi Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No.
7/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah.

3. Emiten dalam Obligasi Syariah Mudharabah adalah Mudharib sedangkan pemegang


Obligasi Syariah Mudharabah adalah Shahibul Mal.

Kedua : Ketentuan Khusus

1. Akad yang digunakan dalam Obligasi Syariah Mudharabah adalah akad Mudharabah;

2. Jenis usaha yang dilakukan Emiten (Mudharib) tidak boleh bertentangan dengan syariah
dengan memperhatikan substansi Fatwa DSN-MUI Nomor 20/DSN- MUI/IV/2001
tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk Reksa Dana Syariah;

3. Pendapatan (hasil) investasi yang dibagikan Emiten (Mudharib) kepada pemegang


Obligasi Syariah Mudha-rabah (Shahibul Mal) harus bersih dari unsur non halal;

4. Nisbah keuntungan dalam Obligasi Syariah Mudharabah ditentukan sesuai kesepakatan,


sebelum emisi (penerbitan) Obligasi Syariah Mudharabah;

5. Pembagian pendapatan (hasil) dapat dilakukan secara periodik sesuai kesepakatan,


dengan ketentuan pada saat jatuh tempo diperhitungkan secara keseluruhan;
6. Pengawasan aspek syariah dilakukan oleh Dewan Pengawas Syariah atau Tim Ahli
Syariah yang ditunjuk oleh Dewan Syariah Nasional MUI, sejak proses emisi Obligasi
Syariah Mudharabah dimulai;

7. Apabila Emiten (Mudharib) lalai dan/atau melanggar syarat perjanjian dan/atau


melampaui batas, Mudharib berkewajiban menjamin pengembalian dana Mudharabah,
dan Shahibul Mal dapat meminta Mudharib untuk membuat surat pengakuan hutang;

8. Apabila Emiten (Mudharib) diketahui lalai dan/atau melanggar syarat perjanjian dan/atau
melampaui batas kepada pihak lain, pemegang Obligasi Syariah Mudharabah (Shahibul
Mal) dapat menarik dana Obligasi Syariah Mudharabah;

9. Kepemilikan Obligasi Syariah Mudharabah dapat dialihkan kepada pihak lain, selama
disepakati dalam akad.

Ketiga : Penyelessaian Perselisihan

Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau terjadi perselisihan antara pihak yang
terkait, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai
kesepakatan melalui musyawarah.

III. Fatwa DSN 38/DSN-MUI/X/2002: Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank (IMA)

Pertama: Ketentuan Umum

1. Sertifikat investasi antarbank yang berdasarkan bunga, tidak dibenarkan menurut syariah.

2. Sertifikat investasi yang berdasarkan pada akad Mudharabah, yang disebut dengan
Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank (IMA), dibenarkan menurut syariah.

3. Sertifikat IMA dapat dipindahtangankan hanya satu kali setelah dibeli pertama kali.

4. Pelaku transaksi Sertifikat IMA adalah:

bank syariah sebagai pemilik atau penerima dana.

bank konvensional hanya sebagai pemilik danan.

Kedua: Ketentuan Khusus

Implementasi dari fatwa ini secara rinci diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah pada bank
syariah dan oleh Bank Indonesia.

Ketiga: Penyelesaian Perselisihan


Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para
pihak, maka penyelesaiannya dapat dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syariah yang
berkedudukan di Indonesia setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

IV. Fatwa DSN 50/DSN-MUI/III/2006: Akad Mudharabah Musytarakah

Pertama: Ketentuan Umum

Mudharabah Musytarakah adalah bentuk akad Mudharabah di mana pengelola (mudharib)


menyertakan modal atau dananya dalam kerjasama investasi.

Kedua: Ketentuan Hukum

Mudharabah Musytarakah boleh dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah (LKS), karena
merupakan bagian dari hukum Mudharabah.

Ketiga: Ketentuan Akad

1. Akad yang digunakan adalah akad Mudharabah Musytarakah, yaitu perpaduan dari akad
Mudharabah dan akad Musyarakah.

2. LKS sebagai mudharib menyertakan modal atau dananya dalam investasi bersama
nasabah.

3. LKS sebagai pihak yang menyertakan dananya (musytarik) memperoleh bagian


keuntungan berdasarkan porsi modal atau yang disertakan.

4. Bagian keuntungan sesudah diambil oleh LKS sebagai musytarik dibagi antara LKS
sebagai mudharib dengan nasabah dana sesuai dengan nisbah yang disepakati.

5. Apabila terjadi kerugian maka LKS sebagai musytarik menanggung kerugian sesuai
dengan porsi modal atau dana yang disertakan.

Keempat: Ketentuan Penutup

1. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di
antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah
setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata
terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

5) Fatwa DSN No: 51/DSN MUI/III/2006 tentang MUDHARABAH MUSYTARAKAH PADA


ASURANSI SYARIAH

Pertama : Ketentuan Umum


Dalam Fatwa ini, yang dimaksud dengan :

1. Asuransi adalah asuransi jiwa, asuransi kerugian, dan reasuransi syariah;

2. Peserta adalah peserta asuransi atau perusahaan asuransi dalam reasuransi.

Kedua : Ketentuan Hukum

1. Mudharabah. Musytarakah boleh dilakukan oleh perusahaan asuransi, karena merupakan


bagian dari hokum Mudharabah.

2. Mudharabah. Musyarakah dapat diterapkan pada produk asuransi syariah yang


mengandung unsur tabungan (saving) maupun non tabungan.

Ketiga : Ketentuan Akad

1. Akad yang digunakan adalah akad Mudharabah Musytarakah, yaitu perpaduan dari akad
Mudharabah dan akad Musytarakah.

2. Perusahaan asuransi sebagai mudharib menyertakan modal atau dananya dalam investasi
bersama dana peserta.

3. Modal atau dana perusahaan asuransi dan dana peserta diinvestasikan secara bersama-
sama dalam portofolio.

4. Perusahaan asuransi sebagai mudharib mengelola investasi dana tersebut.

5. Dalam akad, harus disebutkan sekurang-kurangnya :

1. Hak dan kewajiban pesertadan perusahaan asuransi;

2. Besaran nisbah, cara dan waktu pembagian hasil investasi;

3. Syarat-syarat lain yang disepakati, sesuai dengan produk asuransi yang


diakadkan.

4. Hasil investasi :

Pembagian hasil investasi dapat dilakukan dengan salah stu alternative sebagai berikut.

Alternative I :

1. Hasil investasi dibagi antara perusahaan asuransi (sebagai mudharib) dengan peserta
(sebagai shahibul maal) sesuai dengan nisbah yang disepakati.
2. Bagian hasil investasi sesudah disisihkan untuk perusahaan asuransi (sebagai mudharib)
dibagi antara perusahaan asuransi (sebagai musytarik) dengan para peserta sesuai dengan
porsi modal atau dana masing-masing.

Alternatif II :

1. Hasil investasi dibagi secara professional antara perusahaan asuransi (sebagai musytarik)
dengan peserta berdasarkan porsi modal atau dana masing-masing.

2. Bagian hasil investasi sesudah disisihkan untuk perusahaan asuransi (sebagai musytarik)
dibagi antara perusahaan asuransi sebagai mudharib dengan peserta sesuai dengan nisbah
yang disepakati.

3. Apabila terjadi kerugian maka perusahaan asuransi sebagai musytarik menanggung


kerugian sesuai dengan porsi modal atau dana yang disertakan.

Keempat : Kedudukan Para Pihak dalam Akad Mudharabah Musytarakah

1. Dalam akad ini, perusahaan asuransi bertindak sebagai mudharib (pengelola) dan sebagai
musytarik (investor).

2. Peserta (pemegang polis) dalam produk saving, bertindak sebagai shahibul maal
(investor).

3. Para peserta (pemegang polis) secara kolekif dalam produk non saving, bertindak sebagai
shahibul maal (investor).

Kelima : Investasi

1. Perusahaan asuransi selaku pemegang amanah wajib melakukan investasi dari dana yang
terkumpul.

2. Investasi wajib dilakukan sesuai dengan prinsip syariah.

Keenam : Ketetentuan Penutup

1. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di
antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah
setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari
ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

3. Standar Akuntansi Keuangan Transaksi Mudharabah

Penyempurnaan Akuntansi Mudharabah pada PSAK 105


PSK 105 : Akuntansi mudharabah merupakan penyempurnaan dari PSAK 59: Akuntansi
Perbankan Syariah (2002) yang mengatur mengenai Mudharabah. Bentuk penyempurnaan dan
penambahan pengaturannya adalah sebagai berikut :

1. PSAK 105 berlaku untuk entitas yang melakukan transaksi Mudharabah baik sebagai
pemilik dana (shahibul maal) maupun pengelola dana (mudharib). Namun, PSAK ini
tidak berlaku untuk obligasi syariah (sukuk) yang menggunakan akad Mudharabah.

2. Sistematika penulisan secara garis besar disusun dengan memisahkan akuntansi untuk
pemilik dana (shahibul maal) dan akuntansi untuk pengelola dana (mudharib) dalam
transaksi Mudharabah.

3. Mudharabah yang dimaksud dalam PSAK ini terdiri dari Mudharabah mutlaqah,
Mudharabah muqayyadah, dan Mudharabah musytarakah.

4. Pada bagian pengakuan dan pengukuran untuk entitas sebagai pemilik dana
penyempurnaan dilakukan untuk :

1. Pengakuan investasi Mudharabah pada saat penyaluran daana syrkah


temporer; dan

2. Pengakuan keuntungan / kerugian atas penyerahan asset nonkas dalam


investasi Mudharabah.

5. Pada bagian pengakuan dan pengukuran untuk akuntansi pembeli, penyempurnaan


dilakukan untuk :

1. Pengakuan dana syirkah temporer kelolaan;

2. Pengakuan modal mudharib bersama-sama dengan modal pemilik dana


(shahibul maal) dalam Mudharabah musytarakah.

Karakteristik

1) Entitas dapat bertindak baik sebagai pemilik dana atau pengelola dana.

2) Mudharabah terdiri dari mudharabah muthlaqah, mudharabah muqayyadah, dan Mudharabah


musytarakah. Jika entitas bertindak sebagai pengelola dana, dana yang diterima disajikan sebagai
dana syirkah temporer.

3) Dalam Mudharabah muqayyadah, contoh batasan antara lain :

1. Tidak mencampurkan dana pemilik dana dengan dana lainnya;


2. Tidak menginvestasikan dananya pada transaksi penjualan cicilan, tanpa penjamin, atau
tanpa jaminan; atau

3. Mengharuskan pengelola dana untuk melakukan investasi sendiri tanpa melalui pihak
ketiga.

4) Pada prinsipnya dalam penyaluran Mudharabah tidak ada jaminan, namun agar pengelola
dana tidak melakukan penyimpangan maka pemilik dana dapat meminta jaminan dari pengelola
dana atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila pengelola dana terbukti
melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad.

5) Pengembalian dana syirkah temporer dapat dilakukan secara parsial bersamaan dengan
distribusi bagi hasil atau secara total pada saat akad Mudharabah diakhiri.

6) Jika dari pengelolaan dana syirkah temporer menghasilkan keuntungan maka porsi jumlah
bagi hasil untuk pemilik dana dan pengelola dana ditentukan berdasarkan nisbah yang disepakati
dari hasil usaha yang diperoleh selama periode akad. Jika dari pengelolaan dana syirkah
temporer menimbulkan kerugian maka kerugian financial menjadi tanggungan pemilik dana.

Prinsip Pembagian Hasil Usaha

Pembagian hasil usaha Mudharabah dapat dilakukan berdasarkan prinsip bagi hasil atau bagi
laba. Dalam prinsip bagi hasil usaha berdasarkan bagi hasil, dasar pembagian hasil usaha adalah
laba bruto (gross profit) bukan total pendapatan usaha (omset). Sedangkan dalam prinsip bagi
laba, dasar pembagian adalah laba bersih yaitu laba bruto dikurangi beban yang berkaitan dengan
pengelolaan modal Mudharabah.

PENGAKUAN DAN PENGUKURAN ENTITAS SEBAGAI PEMILIK DANA

1) Dalam syirkah temporer yang disalurkan oleh pemilik dana diakui sebagai investasi
Mudharabah pada saat pembayaran kas atau penyerahan asset nonkas kepada pengelola dana.

2) Pengukuran investasi Mudharabah adalah sebagai berikut :

(a) Investasi Mudharabah dalam bentuuk kas diukur sebesar jumlah dioberikan pada saat
pembayaran;

(b) Investasi Mudharabah dalam bentuk asset nonkas diukur sebesar nilai wajar asset nonkas
pada saat penyerahan :

1. i. Jika nilai wajar lebih rendah daripada nilai tercatatnya, diakui


sebagai kerugian;
2. ii. Jika niali wajar lebih tinggi daripada nilai tercatatnya diakui
sebagai keuntungan tangguhan dan diamortisasi sesuai jangka waktu akad Mudharabah.

3) Jika nilai investasi Mudharabah turun sebelum usaha dimulai karena rusak, hilang, atau
factor lain yang bukan kelalaian pihak pengelola dana, maka penurunan nilai tersebut diakui
sebagai kerugian dan mengurangi saldo investasi Mudharabah.

4) Jika sebagian investasi Mudharabah hilang setelah dimulainya usaha tanpa adanya kelalaian
atau kesalahan pengelola dana, maka kerugian terbut diperhitungkan pada saat bagi hasil.

5) Usaha Mudharabah dianggap mulai berjalan sejak dana atau modal usaha Mudharabah
diterima oleh pengelola dana.

6) Dalam investasi Mudharabah yang diberikan dalam bentuk barang (nonkas) dan barang
tersebut mengalami penurunan nilai pada saat atau setelah barang dipergunakan secara efektif
dalam kegiatan kegiatan Mudharabah, maka kerugian tersebut tidak langsung mengurangi
jumlah investasi, namun diperhitungkan pada saat pembagian bagi hasil.

7) Kelalaian atas kesalahan pengelola dana, antara lain, ditunjukkan oleh :

1. Persyaratan yang ditentukan di dalam akad tidak dipenuhi;

2. Tidak terdapat kondisi di luar kemampuan yang lazim dan / atau yang telah ditentukan
dalam akad; atau

3. Hasil keputusan dari institusi yang berwenang.

8) Jika akad Mudharabah berakhir sebelum atau saat akad jatuh tempo dan belum dibayar oleh
pengelola dana, maka investasi Mudharabah diakui sebagai piutang jatuh tempo.

Penghasilan usaha

1) Jika investasi Mudharabah melebihi satu periode pelaporan, penghasilan usaha diakui dalam
periode terjadinya hak bagi hasil sesuai nisbah yang disepakati.

2) Kerugian yang terjadi dalam suatu periode sebelum akad Mudharabah berakhir diakui
sebagai kerugian dan dibentuk penyisihan kerugian investasi. Pada saat akad Mudharabah
berakhir, selisih antara :

1. Investasi Mudharabah setelah dikurangi penysihan kerugian investasi;

2. Dan pembelian investasi Mudharabah, diakui sebagai keuntungan atau kerugian.

3) Kerugian akibat kelalaian atau kesalahan pengelola dana dibebankan pada pengelola dana
dan tidak mengurangi investasi Mudharabah.
4) Bagian hasil usaha yang belum dibayar oleh pengelola dana diakui sebagai piutang jatuh
tempo dari pengelola dana.

ENTITAS SEBAGAI PENGELOLA DANA

1) Dana yang diterima dari pemilik dana dalam akada Mudharabah diakui sebagai dana syirkah
temporer sebesar jumlah kas atau nilai wajar asset nonkas yang diterima. Pada akhir periode
akuntansi, dana syirkah temporer diukur sebesar nilai tercatat.

2) Jika entitas menyalurkan dana syirkah temporer mutlaqah yang diterima maka entitas
mengakui sebagai asset sesuai ketentuan pada paragraph 12-13.

3) Jika menyalurkan dana syirkah temporer muqayyadah yang diterima maka entitas tidak
mengakui sebagai asset karena entitas tidak memiliki hak untuk menggunakan atau melepas asset
tersebut kecuali sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh pemilik dana. Bagi hasil
Mudharabah dapat dilakukan dengan menggunakan dua prinsip yaitu bagi laba atau bagi hasil
seperti yang dijelaskan pada paragraph 11.

4) Hak ihak ketiga atas bagi hasil dana syirkah temporer yang sudah diumumkan dan belum
dibagikan kepada pemilik dana diakui sebagai kewajiban sebesar bagi hasil yang menjadi porsi
hak pemilik dana.

5) Kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan atau kelalaian pengelola dana diakui sebagai
beban pengelola dana.

Mudharabah Musytarakah

Jika entitas juaga menyertakan modal dalam Mudharabah musytarakah maka penyaluran modal
milik entitas diakui sebagai investasi Mudharabah.Akad Mudharabah musytarakah merupakan
perpaduan antara akad mudharabah dan akad musyarakah. Dalam Mudharabah musytarakah
pengelola dana (berdasarkan akad Mudharabah) menyertakan juga modalnya dalam investasi
bersama (berdasarkan akad musyarakah) pemilik modal musyarakah (musytarik) memperoleh
bagian hasil usaha sesuai porsi modal yang disetorkan. Pembagian hasil usaha antara peneglola
dana dan pemilik dana dalam Mudharabah adalah sebesar hasil usaha musyarakah setelah
dikurangi porsi pemilik dana sebagai pemilik modal musyarakah.

Penyajian

1. Pemilik dana menyajikan investasi mudharabah dalam laporan keuangan sebesar nilai
tercatat

2. Pengelola dana menyajikan transaksi mudharabah laporan keunangan, tetapi tidak


terbatas, pada:

1. Dana syirkah temporer dari pemilik dana yang disajikan sebesaar jmlah
nominalnya untuk setiapa jenis mudharabah.
2. Bagi hasil dana syirkah temporer yang sudah diperhitungkan dan telah jatuh
tempo tetapi belum diserahkan kepada pemilik dana disajikan sebagai kewajiban.

3. Bagi hasil dana syirkah temporer yang sudah diperhitungkan tetapi beum jatuh
tempo disajikan dalam pos bagi hasil yang belum dibagikan.

Pengungkapan

1. Pemilik dana mengunggkapkan hal-hal terkait transakasi mudharabah, tetapi tidak


terbatas pada:

1. Rincian jumlah investasi mudharabah berdasarkan jenisnya,

2. Penyisihan kerugian investasi mudharabah selama periode berjalan, dan


pengungkapan diperlukan sesuai dengan PSAK nomor 101 tentang penyajian
laporan keuangan syariah.

3. Pengelola dan amengungkapkan hal-hal terkait mudharabah, tetapi tidak terbatas,


pada:

1. Dana syirkah temporer yang disesuai berdasarkan jennisnya, dan

2. Penyaluran dana yang berasal dari mudharabah muqayadah.

Pedoman pencatatan dan pelaporan akuntansi transaksi mudharabah

Mudharabah menurut PSAK 59 adalah akad kerjasama usaha antara bank sebagai
shahibul maal dan nasabah sebagai mudharib dengan nisbah pembagian hasil menurut
kesepakatan dimuka.

Rukun mudharabah :

o Ada pemilik modal(shahibul maal) dan pegelola/pengusaha (mudharib)

o Adanya modal(maal)

o Kerja attau objek usaha (proyek) dan keuntungan serta sigot atau ijab dan qabul.

o Mudaharabah terbagi menjadi mudharabah mutlaqah( mudharabah dimana


pemilik dana memberikan kebebasan kepada pengeoa dana dalam mengelola
investasinya) dan mudharabah muqayyadah ( mudharabah dimana pemilik dana
memberikan batsan kepada pengelola mengenai tempat, cara dan objek investasi.

Jurnal

1. Pada saat bank membayar uang tunai kepada mudharib


(Dr) pembiayaan mudharabah xx

(Cr) kas xx

1. Pada saat bank menyerahkan aktiva non kas kepada mudharib

1. Jika nilai wajar aktiva yang diserahkan lebih rendah atas nilai buku.

(dr) pembiayaan mudharabah 9sebesar nilai wajar) xx

(dr) kerugian penyerahan aktiva xx

(cr) aktiva non kas xx

1. Jika nilai wajar aktiva yang diserahkan lebih tinggi atas nilai buku.

(dr) pembiayaan mudharabah (sebesar nilai wajar) xx

(cr) aktiva non-kas (sebesar nilai buku) xx

(cr) keuntungan penyerahan aktiva xx

1. Pengakuan biaya akad mudharabah

1. Saat terjadi biaya akad

(dr) beban akad mudharabah xx

(cr) kas xx

1. Jika biaya akad diakui sebagai beban

Tidak ada jurnal

1. Jika berdasarkan kesepakatan dapat diakui sebagai pembiayaan

(dr) pembiayaan mudharabah xx

(cr) beban akad mudharabah xx

1. Apabila sebagian pembiayaan mudharabah dalam bentuk aktiva nonkas hilang sebelum
dimulainya pekerjaan kaarena adanya kerusakan atau sebab lainnya tanpa adnaya
kelalaian mudharib.

(dr) kerugian pembiayaan mudahrabah xx


(cr) pembiayaan mudharabah xx

1. Apabila sebagian pembiayaan mudharabah hilang setelah dimulainya pekerjaan karena


adanya kerusakan atau sebab lainnya tanpa adanya kelalaian mudaharib

Tidak ada jurnal

1. Penerimaan keuntunag mudharabah

(dr) kerugian bagi hasi mudharabah xx

(cr) pembiayaan mudaharabah xx

1. Pencatatan kerugian yang timbul bukan akibat kelalaian atau kesalahan mudharib

(dr) kerugian bagi hasil mudaharabah xx

(cr) pembiayaan mudharabah xx

1. Pencatatan kerugian yang timbul akibat kelalaian atau kesalahan mudharib

(Dr) piutang kepada mudharib xx

(cr) pembiayaan mudharabah xx

1. Pelunasan pembiayaan mudharabah sebelum atau saat akad jatuh tempo

(dr) kas xx

(cr) pembiayaan mudharabah xx

1. Pengambilan modal mudharabah non kas dngan niai wajar lebih rendah dari nilai historis

(dr) aktiva non kas xx

(dr) kerugian penyelesaian pembiayaan mudharabah xx

(cr)pembiayaan mudharabah xx

1. Pengembalian modal mudharbah non kas dengan nilai wajar lebih tinngi dari nilai historis

(dr) aktiva non kas xx

(cr) Keuntungan penyelesaian pembiayaan mudhrabah xx

(cr) pembiayaan mudharabah xx


1. Pada saat akad mudharabah diakhiri sebelum jatuh tempo dan kerugian bukan karena
kesalahan mudharabah maka kerugian tersebut mengurangi pembiayaan mudharbah.

(dr) kerugian bagi hasil mudharabah xx

(cr) pembiayaan mudharabah xx

Kerugian Penurunan Asset Mudharabah

Jika mengikuti alur pembiayaan pada ilustrasi 2, maka terdapat perbedaan perlakuan akuntansi
antara modal kas dan nonkas. Berkaitan dengan penyediaan modal nonkas, jika terjadi penerunan
modal aktiva sebelum diserahakan misalkan computer server yang rencananya dikirim kepada
PT.JIT ternyata 30 unit diantaranya mengalami kerusakan akibat peristiwa kebakaran di gudang
milik bank syariah IQTISADUNA sebelum diserahkan kepada PT.JIT. hal ini terjadi karena
kelalaian bank syariah IQTISADUNA dalam melakukan pengamanan terhadap aktiva tersebut.
Kerugian yang ditanggung bank syariah adalah sebesar Rp 60.000.00,-. Jurnal-jurnal yang dibuat
bank syariah IQTISADUNA untuk transaksi tersebut antara lain :

1. Pada saat pembentukan cadangan kerugian piutang (sebagai contoh cadangan kerugian
piutang yang dibentuk sebesar Rp 75.000.000)

(Dr) beban penyisihan kerugian Rp 5.000.000


piutang pembiayaan
mudharabah
(kr) penyisihan kerugian piutang Rp 5.000.000
pembiayaan mudharabah

1. Pada saaat penghapusbukuan cadangan kerugian piutang sebagai akibat


hilangnya/rusaknya asset mudharabah

(Dr) penyisihan kerugian Rp 60.000.000


piutang pembiayaan
mudharabah
(Kr) pembiayaan mudharabah Rp 60.000.000

Apabila sebagian pembiayaan mudharabah hilang setelah dimulai usaha tanpa adanya
kelalaian/kesalahan pengelola dana (mudharib) maka rugi tersebut diperhitungkan pada saat bagi
hasil. Apabila pembiayaan diberikan dalam bentuk modal nonkas dan barang tersebut mengalami
penurunan nilai pada saat atau setelah barang dipergunakan secara efektif untuk kegiaatan usaha,
maka rugi tersebut tidak langsung mengurangi jumlah pembiayaan namun diperhitungkan pada
saat pembagian hasil usaha.

Sebaliknya, apabila kecelakaan tersbut terjadi setelah usaha tersebut berjalan dan berdasarkan
hasil investigasi ternyata terbukti bahwa kerugian terjadi akibat kelalain mudharib, maka
kerugian menjadi tanggungan mudharib. Pada akhir masa akad, kerugian akan dikompensasi
dengan bagi hasil untuk shohibul maal.

Pembayaran Angsuran Pembiayaan Mudharabah (Pokok Pembiayaan)

Pengembalian modal pembiayaan mudharabah oleh mudharib dapat dilakukan sesuai


kesepakatan, secara sekaligus pada masa akhir akad atau dilakukan secara bertahap sesuai
kemampuan mudharib. Setiap pembayaran kembali atas pembiayaan mudharabah akan
mengurangi saldo pembiayaan mudharabah.

Khusus untuk pembayaran modal pembiayaan mudharabah dengan system cicilan perlu
memperhatikan penurunan proporsi modal milik shohibul maal karena penurunan modal akan
membawa konsekuensi penurunan nisbah bagi hasil yang sejalan dengan penurunan modalnya.
Sebagai contoh PT. JIT sepakat melakukan pembayaran modal pembiayaan mudharabah secara
bertahap sebanyak tiga kali dengan komposisi :

1. Akhir tahun pertama akan dikembalikan modal mudharabah sebesar Rp 250.000.000

2. Akhir tahun kedua akan dikembalikan modal mudharabah sebesar Rp 250.000.000

3. Akhir athun ketiga akan dikembalikan modal mudharabah sebesar Rp 500.00.000

Pembayaran modal Saldo pembiayaan mudharabah Nisbah


Bank Nasabah
Awal tahun Rp 0 Rp 1.000.000.000 40 60
Akhir tahun Rp 250.000.000 Rp 750.000.000 30 70
pertama
Akhir tahun Rp 250.000.000 Rp 500.000.000 20 80
kedua
Akhir tahun Rp 500.000.000 Rp 0 0 100
ketiga

Prinsip yang digunakan pada perhitungan adalah prinsip keadilan dimana modal yang
dikembalikan kepada shohibul maal pada dasarnya merupakan pengurang investasinya sehingga
nisbah yang menjadi hak shohibul maal juga menurun sejalan dengan penurunan modalnya.
Misalnya pada tahun ke-2 sebelum pengembalian modal yang kedua, PT. JIT mendapatkan laba
sebesar Rp 100.000.000,- maka bagian hak shohibul maal adalah 30% saja yaitu Rp 30.000.000,-
karena pada akhir tahun pertama PT. JIT telah mengembalikan modal sejumlah Rp 250.000.000.

Sedangkan untuk pencatatan dalam jurnal dalam pembayaran angsuran pembiayaan mudharabah
(pokok pembiayaan) bisa dalam bentuk uang kas/tunai atau modal non kas. Dalam kasus diatas
diilustrasikan bahwa PT. JIT mengembalikan modal kas sebesar Rp 250.000.000,- maka
jurnalnya menjadi :
(Dr) kas rekening PT.JIT Rp 250.000.000
(Kr) pembiayaan mudharabah Rp 250.000.000

Jika PT. JIT mengembalikan 20 buah computer server senilai Rp 40.000.000,- maka jurnalnya
menjadi:

(Dr) persediaan aktiva mudharabah Rp 40.000.000


(Dr) kerugian penyerahan aktiva Rp 10.000.000
(Kr) pembiayaan mudharabah Rp 50.000.000

Catatan : kerugian penyerahan aktiva dimaksudkan untuk mengeliminasi keuntungan yang sudah
diakui pada saat penyerahan awal aktiva mudharabah non kas.

Pengakuan Bagi Hasil (Profit Loss Sharing) Mudharabah

Dewan Syariah Nasional (DSN) mengeluarkan fatwa nomor 15/DSN-MUI/IX/2000 tentang


prinsip distribusi hasil usaha dimana lembaga keuangan syariah boleh menggunakan prinsip
revenue sharing (bagi pendapatan) maupun profit loss sharing (bagi untung/rugi).Menurut fatwa
tersebut dilihat dari sisi kemaslahatan, pembagian hasil usaha sebaiknya menggunakan prinsip
revenue sharing.Penentuan penggunaan prinsip yang dipilih harus disepakati pada awal akad.

Dalam pembagian hasil usaha mempergunakan prinsip revenue sharing, shohibul maal tidak
pernah mengalami kerugian kecuali usaha mudharib dililuidasi dimana jumlah aktiva lebih kecil
dari kewajibannya.Dengan prinsip ini belum pernah terjadi pendapatan yang negative karena
sekecil-kecilnya pendapatan adalah nol (tidak ada pendapatan), sehingga apabila hal tersebut
terjadi maka modal yang dikembalikan sejumlah modal awal yang diberikan (tidak ada
penambahan modal).

Sedangkan prinsip profit/loss sharing dilakukan dengan menggunakan perhitungan kinerja secara
berkala untuk memperhitungkan pendapatan yang dikurangi biaya-biaya sehingga menghasilkan
keuntungan atau kerugian tergantung mana yang lebih besar. Untuk mendukung hal ini,
mudharib perlu menyusun laporan pengelolaan dana mudharabah jika ternyata modal yang
digunakan oleh mudharib tidak berasal dari satu unsur saja sehingga perlu memisahkan porsi
alokasi penggunaan dana mudharabah. Dalam praktiknya tidak mudah bagi mudharib menyusun
laporan ini secara berkala karena melibatkan beberapa variable dan tidak mudah juga bagi
shohibul maal untuk melakukan pengawasan untuk memastikan beban-beban yang dialokasikan
untuk pengelolaan dana mudharabah. Prinsip profit/loss sharing memerlukan kejujuran diantara
kedua belah pihak., lebih khusus bagi mudharib selaku pengelola dana sehingga tidak banyak
perbankan syariah yang menggunakan prinsip ini untuk mengadakan pembiayaan mudharabah.

Dalam pembiayaan mudharabah melewati satu periode pelaporan.Laba pembiayaan mudharabah


diakui dalam periode terjadinya hak bagi hasil sesuai dengan nisbah sesuai yang disepakati; dan
rugi yang terjadi diakui dalam periode terjadinya rugi tersebut dan mengurangi saldo pembiayaan
mudharabah. Pengakuan laba/rugi mudharabah dalam praktinya dapat diketahui berdasarkan
laporan bagi hasil dari pengelola dana yang diterima shohibul maal.
Hal mendasar yang perlu diketahui tentang pembagian laba atau rugi mudharabah, sesuai dengan
prinsip mudharabah adalah pembagian laba yang dilakukan antara shohibul maal dan mudharib
sesuai dengan nisbah yang disepakati sedangkan kerugian yang bukan kelalaian mudharib
merupakan tanggungan shohibul maal.Sebaliknya jika kerugian akibat kelalaian mudharib
merupakan tanggungan shohibul maal.Sebaliknya jika kerugian akibat kelalaian mudharib, maka
kerugian dibebankan kepada mudharib tanpa mengurangi modal mudharabah milik shohibul
maal.

Sebagaimana telah dijelaskan di atas, namun dalam pelaksanaannya tidak mudah memutuskan
bahwa mudharib lalai atau tidak dalam kasus kerugian pengelolaan mudharabah. Paling tidak,
untuk menentukan derajat kesalahan maupun kelalaiaan mudharib perlu diperkuat dengan fakta-
fakta sebagai berikut :

1. Tidak terpenuhinya persyaratan yang ditentukan dalam akad

2. Tidak terdapat kondisi diluar kemapuan (force major) yang lazim dan/atau telah
ditentukan dalam akad; atau

3. Hasil keputusan dari badan arbitrase syariah atau pengadilan agama setempat

1). Kasus Pengakuan Laba

Kasus ini menggunakan informasi yang terdapat dalam ilustrasi 1 akad mudharabah antara bank
syariah IQTISADUNA dan PT. jogja information technology (JIT) dengan pembiayaan sebesar
Rp 10.000.000,- dan nisbah 40:60. Atas pengelolaan dana mudharabah tersebut PT. JIT mencatat
laba bersih sebesar Rp 10.000.000,- pada tahun pertama dan segera dibagihasilkan kepada bank
syariah IQTISADUNA pada awal tahun kedua akad. Adapun pembagian porsi untuk masing-
masing pihak adalah sebagai berikut :

Shohibul maal (bank) = 40%xRp100.000.000 Rp 40.000.000


Mudharib (PT. JIT) = 60%xRp 100.000.000 Rp 60.000.000

Jumlah yang dibuat oleh bank sayriah IQTISADUNA pada saat menerima bagi hasil tersebut
adalah sebagai berikut :

(Dr) kas/rekening PT JIT Rp 40.000.000


(Cr) pendapatan bagi hasil mudharabah Rp 40.000.000

2). Kasus Pengakuan Rugi

Jika PT. JIT mengalami kerugian pada tahun pertama sebesar Rp 100.000.000,- dan berdasarkan
fakta yang disepakati antara kedua belah pihak terungkap bahwa kerugian terjadi karena bencana
alam sehingga mengakibatkan rusaknya sebagian aktiva mudharabah dan diluar kemampuan
mudharib untuk menghindarinya, maka jurnal yang dibuat bank syariah IQTISADUNA atas
kejadian tersebut adalah :
1. Pada saat pembentukan cadangan kerugian pembiayaan mudharabah

(Dr) beban penyisihan kerugian Rp 100.000.000


pembiayaan mudharabah
(Cr) penyisihan kerugian mudharabah Rp 100.000.000

1. Pada saat penghapusbukuan pembiayaan mudharabah

(Dr) penyisihan pembukuan mudharabah Rp 100.000.000


(Cr) pembiayaan mudharabah Rp 100.000.000

1. Pada saat kerugian diakibatkan kesalahan/kelalaian dari PT. JIT

Bank syariah IQTISADUNA tidak mencatat kejadian ini dalam jurnal karena kerugian yang
diakibatkan oleh pengelola dana (mudharib ) menjadi beban dari pengelola dana tanpa
mengurangi investasi mudharabah bank syariah IQTISADUNA.

Kerugian yang diakibatkan penghentian pembiayaan mudharabah yang terjadi sebelum masa
akad berakhir, maka kerugian tersebut diakui sebagai pengurang pembiayaan mudharabah.
Sedangkan kerugian pengelolaan yang timbul akibat kelalaian/kesalahan mudharib akan
dibebankan kepada pengelola dana (mudharib). Pengurang pembiayaan mudharabah dapat
dilakukan dengan metode langsung yaitu mengurangi saldo perkiraan pembiayaan mudharabah
atau dapat juga dilakukan secara tidak langsung yaitu dengan cara pembentukan cadangan
penghapusan pembiayaan mudharabah yang merupakan perkiraan pengurang (contra account)
dari pembiayaan tersebut.

3). Kasus Bagi Hasil Belum Direalisasikan

Jika PT. JIT mengakui adanya keuntungan dalam pengelolaan pembiayaan mudharabah sebesar
Rp 100.000.000,- dan sampai saat yang ditentukan ternyata PT. JIT belum membayarkan bagian
bagi hasil yang menjadi hak bank syariah IQTISADUNA sebesar Rp 40.000.000,- maka bank
syariah IQTISADUNA akan mengakui kejadian tersebut dalam jurnal sebagai berikut :

(Dr) piutang kepada mudharib Rp 40.000.000


(Cr) pendapatan mudharabah Rp 40.000.000

Penyelesaian Akad Mudharabah Sebelum Jatuh Tempo

Mudharabah akan diakhiri baik dengan perjanjian diantara kedua belah pihak, karena keinginan
kedua belah pihak atau dengan alas an force majour seperti kerugian karena bencana alam atau
kematian salah satu pihak. Beberapa hal yang diatur dalam hal ini adalah sebagai berikut :
1) Mudharib harus mengembaliakn modal kepada pemilik dana dan apabila mudharib tidak
melaksanakannya maka mudharib tersebut dianggap melanggar akad. Jumlah dana yang menjadi
saldo pembiayaan mudharabah akan berubah menjadi piutang jatuh tempo mudharib.

2) Jiak akad mudharabah berakhir dan masih terdapat beberapa modal non kas berupa barang
yang memiliki nilai jual tertentu, maka kedua belah pihak berhak untuk menjual dan membagi
hasil penjualan menurut proporsi yang disepakati bersama dengan tetap menghitung saldo
pembiayaan serta keuntungan atau kerugian yang ditanggung dari pelaksanaan akad mudharabah
tersebut.

3) Apabila salah satu pihak meminta berhenti dari akad mudharabah dan digantikan dengan
pihak lain yang disepakati kedua belah pihak, maka perlu dilakukan perhitungan terhadap status
saldo pembiayaan, hak shohibul maal dan mudharib, maupun keuntungan dan kerugian untuk
menghasilkan suatu proporsi baru antara kedua belah yang akan memperbaharui akad.

4) Daalm hal kedua belah pihak sepakat untuk melakukan pengembalian modal, maka
proporsi keuntungan atau kerugian harus dihitung secara pasti pada setiap pembayaran.

Jika terdapat pertimbangan tertentu misalnya mudharib sudah tidak dapat dipercaya lagi atau
mudharib banyak melakukan pelanggaran akad, maka shohibul maal dapat menghentikan
pembiayaan mudharabah baik pada saat akad sudah jatuh tempo. Status saldo pembiayaan
mudharabah akan diakui sebagai piutang jatuh tempo kepada mudharib.

Contoh kasus misalnya terjadi perubahan peraturan pemerintah yang berakibat pada penghentian
kegiatan PT. JIT apdahal akad mudharabah belum jatuh tempo, maka bank syariah
IQTISADUNA segera menghitung saldo pembiayaan dan meminta laporan keuangan terakhir
dari PT. JIT. Saldo pembiayaan mudharabah yang dicatat oleh bank adalah sebesar Rp
300.000.000,- sedangkan PT. JIT melaporkan kerugian untuk periode berjalan sebesar Rp
50.000.000,-. Sisa pembiayaan tidak dapat diselesaikan oleh PT. JIT sehingga bank syariah
IQTISADUNA mencatatnya dalam jurnal sebagai berikut :

(Dr) piutang mudharib Rp 250.000.000


(Dr) penyisihan kerugian pembiayaan Rp 50.000.000
mudharabah
(Cr) pembiayaan mudharabah Rp 300.000.000

Pada saat pembentukan penyisihan pembiayaan mudharabah

(Dr) beban pembiayaan


penyisihan pembiayaan
mudharabah
(Cr) akumulasi penyisihan
pembiayaan mudharabah

Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP)


PSAK 59 paragraf 150 menyatakan bahwa penyisihan kerugian aktiva produktif dan piutang
yang timbul dari transaksi aktiva produktif dibentuk sebesar estimasi kerugian aktiva produktif
dan piutang yang tidak dapat ditagih sesuai dengan denominasi mata uang aktiva produktif dan
piutang yang diberikan. Standar ini adalah merujuk pada peraturan bank Indonesia yaitu tentang
kualitas aktiva produktif (KAP) bagi bank syariah (PBI No. 5/7/PBI/2003 tanggal 19 mei 2003)
dan penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP) bagi bank syariah (PBI o. 5/7/PBI/2003
tanggal 19 Mei 2003).

Setelah dianalisis oleh perusahaan appraisal, ditentukan bahwa porsi yang harus disisihkan untuk
penyisihan mudharabah PT. JIT adalah Rp. 240.000.000,- setiap tahunnya. Jurnal yang dibuat
oleh bank syariah IQTISADUNA adalah sebagai berikut :

(Dr) beban penyisihan kerugian mudharabah Rp 240.000.000


(Cr) penyisihan kerugian mudharabah Rp 240.000.000

Pada saat piutang dianggap non-performing

(Dr) penyisihan kerugian mudharabah Rp 230.000.000


(Cr) piutang mudharabah Rp 230.000.000

Pada saat penghapusan sisa penyisihan penyisihan :

(Dr) penyisihan kerugian mudharabah Rp 10.000.000


(Cr) beban penyisihan kerugian Rp 10.000.000
mudharabah

AKUNTANSI PENGELOLA DANA (MUDHARIB)

Lembaga Keuangan Syariah (LKS) merupakan pihak pengelola dana (mudharib) yang
berkewajiban untuk mengemban amanah nasabah deposan (shohibul maal) dengan selalu
memegang prinsip kehati hatian dan mempertanggungjawabkan pengelolaan dana tersebut.
Paragraf 25 PSAK 105 menjelaskan bahwa:

Dana yang diterima dalam akad Mudharabah diakui sebagai dana syirkah temporer sebesar
jumlah kas atau nilai wajar asset non kas yang diterima. Pada akhir periode akuntansi, dana
syirkah temporer diukur sebesar nilai tercatat.

Dana syirkah temporer, sebagai pengganti Investasi Tidak Terikat (PSAK 59 tentang Akuntansi
Perbankan Syariah) mengakomodasi danamudharabah mutlaqah. LKS (Perbankan Syariah,
BMT dan Koperasi Syariah) memiliki keleluasaan untuk menyalurkan dana ke sektor sektor
yang dinilai menguntungkan dimana masing masing memiliki produk tabungan dan deposito
dengan nisbah yang bervariasi menurut jangka waktu pengendapannya. Namun hal ini tidak
bersifat kaku karena nisbah dapat dinegosiasikan dengan nasabah, LKS harus menjelaskan
prinsip dan perhitungan bagi hasil yang digunakan pada awal akad.
Model Perhitungan Distribusi Bagi Hasil Usaha LKS

Perhitungan distribusi bagi hasil usaha oleh LKS mengacu pada ketentuan dasar Fatwa Dewan
Syariah Nasional (DSN) sebagai otoritas yang memiliki kewenangan untuk menetapkan fatwa
fatwa yang berkaitan dengan akad transaksi syariah. Dalam Fatwa No.15/DSN-MUI/XI/2000
terdapat beberapa ketentuan, antara lain;

1) Lembaga Keuangan Syariah (LKS) boleh menggunakan prinsip bagi hasil (revenue
sharing) maupun bagi untung (profit sharing) dalam pembagian hasil usaha dengan mitra
/nasabahnya

2) Dari segi kemaslahatannya (al-ishlah), pembagian hasil usaha sebaiknya menggunakan


prinsip bagi hasil (revenue sharing)

3) Penetapan prinsip pembagian hasil usaha yang dipilih harus disepakati dalam akad.

Penggunaan revenue sharing lebih mudah karena LKS hanya menghitung pendapatan yang
diterima kemudian hasilnya dibagikan kepada nasabah sesuai kontribusi masing masing
daripada profit sharing yang masih memperhitungkan pendapatan dan biaya biaya yang
digunakan.

SISTEM BAGI HASIL

Lembaga keuangan syariah di Indonesia, khususnya perbankan syariah, belum menerapkan


prinsip profit sharing, mengingat kesulitan menghitung beban beban dalam pengelolaan
danamudharabah (Wiroso, 2005:123). Pada bank bank syariah di dunia, terdapat dua instrumen
yang digunakan dalam distribusi bagi hasil, yaitu nasabah dan bobot. Namun hingga saat ini
belum ada keseragaman satu sama lain, mengingat terdapat beberapa faktor perhitungan yang
dipertimbangkan, antara lain:

1) Besaran kontribusi investasi (pembobotan sumber dana)

Adalah jumlah atau prosentase yang diputuskan oleh bank sebagai landasan besaran dana yang
dapat diinvestasikan.

2) Penentuan jenis sumber dana yang diikutsertakan dalam perhitungan distribusi hasil usaha
(profit distribution); merupakan unsur yang penting karena jumlah sumber dana ini yang akan
berdampak terhadap penyaluran dan pendapatan yang akan diperoleh dengan pola;

1. Dana prinsip mudharabah mutlaqah saja; pendapatan yang dibagihasilkan adalah


pendapatan yang berasal dari pengelolaan dana mudharabah mutlaqah

2. Total sumber dana pihak ketiga (prinsip wadiah dan mudharabah mutlaqah)

3. Total sumber dana (prinsip wadiah di mudharabah dan modal)


3) Jenis penyaluran dana dan pendapatan yang terkait

1. Prioritas penyaluran (penyaluran utama dan penyaluran lainnya)

Bank syariah menetapkan penyaluran utama meliputi penyaluran dengan prinsip bagi hasil dan
penyaluran lain seperti Sertifikat Investasi Bank Indonesia (SIMA) atau Sertifikat Wadiah Bank
Indonesia (SWBI)

1. Total penyaluran dana

Bank syariah tidak menetapkan prioritas dalam penyaluran dananya.

4) Penentuan pendapatan dibagihasilkan

Konsep dan Mekanisme Perhitungan Bagi Hasil Usaha LKS

Berbeda dengan konsep bunga pada lembaga keuangan konvensional, konsep bagi hasil yang
diterapkan pada lembaga syariah adalah sebagai berikut:

1) Pemilik dana menginvestasikan dananya yang melalui Lembaga Keuangan Syariah (LKS)
yang bertindak sebagai pengelola dana.

2) Pengelola (LKS) mengelola dana tersebut dengan menggabungkan dana dengan sumber
lain (modal dan dana titipan (wadiah) untuk selanjutnya diinvestasikan ke beberapa proyek,
usaha, atau pembiayaan yang layak dan ber-aspek syariah.

3) Kedua belah pihak menandatangani akad yang berisi ruang lingkup kerja sama, nominal,
nisbah dan jangka waktu berlakunya kesepakatan tersebut.

4) Pembiayaan yang diberikan LKS akan menghasilkan pendapatan berupa

Tata Cara Perhitungan Bagi Hasil LKS

a) Menghitung saldo rata rata harian (SRRH) sumber dana sesuai klasifikasi dana yang
dimiliki

b) Menghitung saldo rata rata tertimbang sumber dana yang telah diinvestasikan

c) Menghitung total pendapatan yang diterima dalam periode berjalan dari dana operasi dan
pembiayaan lain yang menggunakan dana mudharabah
d) Membandingkan antara jumlah sumber dana dengan total pembiayaan yang telah
tersalurkan untuk mnghitung porsi pendapatan yang akan dibagihasilkan

e) Mengalokasikan total pendapatan yang dibagihasilkan ke masing masing klasifikasi dana


yang dimiliki sesuai data saldo rata rata tertimbang

f) Mengalokasikan pendapatan yang sudah dihitung untuk setiap sumber dana sesuai dengan
nisbah yang disepakati

g) Mendistribusikan bagi hasil sesuai dengan nisbah masing masing pemilik dana sesuai
jenis sumber dana yang dimiliki

h) Menjurnal distribusi bagi hasil usaha sebagai bagian dalam penyusunan laporan keuangan

Laporan Rekonsiliasi Pendapatan dan Bagi Hasil

Laporan Rekonsiliasi Pendapatan dan Bagi Hasil merupakan rekonsiliasi pendapatan LKS yang
menggunakan accrual basis dan pendapatan yang dibagihasilkan kepada pemilik dana yang
menggunakan cash basis. Jumlah dana yang dibagihasilkan harus menggunakan perhitungan
basis kas. Laporan rekonsiliasi ini menyajikan bebrapa hal, antara lain:

1. Pendapatan usaha utama, seperti jual beli, syirkah, sewa/sewa beli yang menggunakan
dana dari pemegang rekening mudharabah mutlaqah

2. Penyesuaian atas:

1. Pendapatan usaha utama periode berjalan yang kas atau setara kas nya belum
diterima

2. Pendapatan usaha utama periode sebelumnya yang kas atau setara kas nya
diterima di periode berjalan

3. Pendapatan yang tersedia untuk bagi hasil

4. Bagian LKS atas pendapatan yang tersedia untuk bagi hasil

5. Bagian pemilik dana atas pendapatan yang tersedia untuk bagi hasil:

1. Bagi hasil yang sudah didistribusikan ke pemilik dana

2. Bagi hasil yang belum didistribusikan ke pemilik dana

https://senyummu13.wordpress.com/2012/04/13/akuntansi-transaksi-mudharabah/
AKUNTANSI PENGIMPUNAN DANA
2.1. Penghimpunan Dana Pada Perbankan Syariah
Pengertian penghimpunan dana adalah suatu kegiatan usaha yang
dilakukan bank untuk mencari dana kepada pihak deposan yang
nantinya akan disalurkan kepada pihak kreditur dalam rangka
menjalankan fungsinya sebagai intermediasi antara pihak deposn
dengan pihak kreditur. Penghimpunan dana masyarakat di perbankan
syariah menggunakan instrumen yang sama dengan instrumen
penghimpunan dana pada perbankan konvensional, yaitu:
1. Giro, adalah simpanan masyarakat pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap
saat selama saldo simpanan masih ada dengan menggunakan cek, surat perintah
pembayaran lainnya dan bilyet giro atau surat perintah pemindahbukuan
2. Tabungan, adalah simpanan pihak ketiga kepada bank yang penarikannya dapat dilakukan
setiap saat sesuai dengan syarat-syarat tertentu
3. Deposito, adalah salah satu jenis tabungan yang dibuka oleh bank untuk para nasabah atau
masyarakat, yang jangka waktu penarikannya mempunyai periode tertentu (1 bulan, 3
bulan, 12 bulan dan seterusnya)
Ketiga instrumen ini biasa disebut dengan istilah Dana Pihak Ketiga
(DPK). Meskipun menggunakan instrumen yang sama, mekanisme kerja
pada masing-masing instrumen penghimpunan pada bank syariah
berbeda dengan instrumen penghimpunan pada bank konvensional.
Perbedaan mendasar mekanisme kerja instrumen penghimpunan
syariah terletak pada tidak adanya bunga yang lazim digunakan di bank
konvensional. Pada bank syariah, klasifikasi penghimpunan dana tidak
didasarkan pada nama instrumen, melainkan berdasaran prinsip yang
digunakan. Berdasarkan fatwa Dewa Syariah Nasional prinsip
penghimpunan dana yang digunakan dalam bank syariah ada dua, yaitu
prinsip wadiah dan prinsip mudharabah. Prinsip wadiah tidak
menggunakan bagi hasil tapi menggunakan sistem bonus dengan
Produknya giro dan tabungan, sedangkan prinsip mudharabah
menggunakan sistem bagi hasil dengan produknya tabungandan
deposito. Penghimpunan dana pada perbankan syariah dapat dilihat dari
skema dibawah ini,

Gambar 1. skema penghimpunan dana pada perbankan syariah

Dari skema diatas dapat diketahui bahwa mekanisme penghimpunan


dana baik giro, tabungan ataupun deposito pada bank syariah hanya
mengenal dua jenis, yaitu mekanisme wadiah (titipan) dan mekanisme
mudharabah (bagi hasil).

2.2. Penghimpun Dana Prinsip Wadiah


Wadiah dapat diartikan sebagai titipan dari satu pihak ke pihak lain, baik
individu maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan
kapan sja spenyimpan menghendakinya. Tujuan dari perjanjian tersebut
adalah untukmenjaga keselamatan barang itu dari kehilangan,
kemusnahan, kecurian dan sebagainya. Yang dimaksud dengan
barang disini adalah suatu yang berharga seperti uang, dokumen,
surat berharga dan barang lain yangberhara disisi islam.

Rukun yang harus dipenuhi dalam transaksi dengan prinsip wadiah:


a. Barang yang dititipkan
b. Orang yang menitipkan/ penitip
c. Orang yang menrima titipan/ penerima titipan, dan
d. Ijab Qabul

2.2.1. Jenis Penghimpunan Dana Prinsip Wadiah


Wadiah terdiri dari dua jenis, yaitu:
1. Wadiah Yad Al Amanah, merupakan titipan murni, barang yang dititipkan tidak boleh
digunakan (diambil manfaatnya) oleh penitip, sewaktu titipan dikembalikan harus dalam
keadaan utuh baik nilai maupun fisik barangnya, jika selama dalam penitipan terjadi
kerusakan maka pihak yang menerima titipan tidak dibebani tanggung jawab, sebagai
kompensasi atas tanggung jawab pemeliharaan dapat dikenakan biaya penitipan.

Karateristik wadiah yad al amanah, adalah;


barang titipan murni
tidak boleh digunakan oleh penerima titipan.
titipan dikembalikan harus dalam keadaan utuh baik nilai maupun fisiknya.
penerima titipan tidak bertanggung jawab atas kerusakan yang terjadi
dikenakan biaya titipan
dalam perbankan diaplikasikan sebagai safe deposit box

2. Wadiah Yad Ad Dhamanah, merupakan pengembangan dari Wadiah Yad Al Amanah yang
disesuaikan dengan aktifitas perekonomian. Penerima titipan diberi izin untuk
menggunakan dan mengambil manfaat dari titipan tersebut. Penyimpan mempunyai
kewajiban untuk bertanggung jawab terhadap kehilangan/ kerusakan barang tersebut.
Semua keuntungan yang diperoleh dari titipan tersebut menjadi hak penerima titipan.
Sebagai imbalan kepada pemilik barang/ dana dapat diberikan semacam insentif berupa
bonus, yang tidak disyaratkan sebelumnya.
Karateristik Wadiah Yad Ad Dhamanah adalah;
pengembangan dari wadiah Yad Al Amanah
penerima titipan diizinkan menggunakan dan mengambil manfaatnya.
kehilangan/kerusakan merupakan tanggung jawab dari penyimpan
semua keuntungan dari titipan hak penerima titipan
penitip dapat menerima bonus yang tidak diisyaratkan sebelumnya.
Dalam perbankan dapat diaplikasikan pada Rekening giro (current account) dan Rekening
tabungan (saving account).

2.2.2. Tabungan Wadiah


Tabungan wadiah adalah titipan pihak ketiga pada bank syariah yang
penarikannya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati
dengan kuitansi, kartu ATM, sarana perintah pembayaran lainnya atau
dengan cara pemindah bukuan.
Simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat
tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek atau alat
yang dapat dipersamakan dengan itu. Dalam fatwa Dewan Syariah
Nasional ditetapkan,
ketentuan Tabungan Wadiah sebagai berikut:
1. Bersifat simpanan
2. Simpanan bisa diambil kapan saja (on call) atau berdasarkan kesepakatan.
3. Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian yang bersifat
sukarela dari pihak bank.
Fasilitas Yang diperoleh dari Tabungan Wadiah
1. Menggunakan buku atau kartu ATM
2. Minimum setoran saldo pertama dan saldo minimum yang harus
dipertahankan
3. Tabungan tidak terbatas dapat ditarik sewaktu-waktu
4. Tipe rekening :
Rekening perorangan
Rekening bersama atau beberapa individu
Perkumpulan/kelompok yang tidak berbadan hukum
Rekening perwalian, yang dioprasikan oleh orang tua wali atau wali atas nama pemegang
rekening (yang belum dewasa)
5. Pembayaran bonus dilakukan denga mengkredit rekening tabungan

2.2.3. Giro Wadiah


Giro wadiah adalah titipan pihak ketiga pada bank syariah yang
penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek,
bilyet giro, kartu ATM, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan
cara pemindah bukuan. Termasuk di dalamnya giro wadiah yang diblokir
untuk tujuan tertentu misalnya dalam rangka escrow account, giro yang
diblokir oleh yang berwajib karena suatu perkara. Dalam Fatwa Dewan
Syariah Nasional ditetapkan,

ketentuan tentang Giro Wadiah sebagai berikut:


1. Bersifat titipan
2. Titipan bisa diambil kapan saja (on call)
3. Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian (athaya) yang
bersifat sukarela dari pihak bank.

Karakteristik dari giro wadiah antara lain:


1. Harus dikembalikan utuh seperti semula sehingga tidak boleh overdarft
2. Dapat dikenakan biaya titipan
3. Dapat diberikan syarat tertentu untuk keselamatan barang titipan misalnya menetapkan
saldo minimum
4. Penarikan giro wadiah dilakukan dengan cek dan bilyet giro sesuai ketentuan yang
berlaku.
5. Jenis dan kelompok rekening sesuai dengan ketentuan yang berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan syariah
6. Dana wadiah hanya dapat digunakan seijin penitip

Fasilitas Yang Diperoleh Dari Giro Wadiah


1. Kepada pemegang rekening diberikan buku cek untuk mengoperasikan rekening
2. Ada minimum setoran awal, dan diperlukan referensi bagi pemegang rekening
3. Calon pemegang rekening tidak terdaftar dalam daftar hitam dari BI
4. Penarikan dana dapat dilakukan sewaktu-waktu dengan menggunakan cek atau instruksi
tertulis lainnya
Tipe rekening :
Rekening perorangan
Rekening bersama atau rekening kelompok/perkumpulan
Rekening perusahaan (Badan hukum)
Servis lainnya :
Cek khusus
Instruksi siaga (standing instruction)
Transfer dana secara otomatis
5. Pemegang rekening menerima salinan rekening (account statement) setiap bulan dengan
rincian transaksi selama bulan yang bersangkutan
6. Bank dapat mengirim konfirmasi saldo kepada pemegang rekening setiap akhir tahun atau
setiap periode tertentu (yang lebih pendek) bila dianggap perlu oleh bank atau atas
permintaan pemegang rekening

2.2.4. Transaksi Tabungan dan Giro Wadiah


a. Transaksi terkait tabungan wadiah
Transaksi tabungan wadiah dibagi menjadi dua, yaitu transaksi penambahan
tabungan wadiah dah transaksi pengurangan tabungan wadiah.

1. Transaksi penambahan tabungan wadiah


Bank menerima setoran tunai dari nasabah untuk pembukaan tabungan wadiah sebesar Rp
xx
Kas Rp xx
Tabungan wadiah Rp xx

Nasabah menerima transer dari nasabah lain dari bank cabang kota A (bank yang sama)
sebesar Rp xx
RAK cabang kota A Rp xx
Tabungan wadiah Rp xx

Nasabah menerima transer dari nasabah dari bank lain (bank yang berbeda) sebesar Rp xx
Giro pada bank Indonesia Rp xx
Tabungan wadiah Rp xx

Nasabah menerima bonus wadiah sebesar Rp xx


Beban bonus tabungan wadiah Rp xx
Tabungan wadiah Rp xx

2. Transaksi pengurangan tabungan wadiah


Nasabah menarik tabungan wadiah nya sebesar Rp xx
Tabungan wadiah Rp xx
Kas Rp xx

Nasabah mentransfer dari rekeningnya ke rekening tabungan nasabah bank cabang kota A
(bank yang sama) sebesar Rp xx
Tabungan wadiah Rp xx
RAK cabang kota A Rp xx

Nasabah mentransfer dari rekeningnya ke rekening nasabah dari bank lain (bank yang
berbeda) sebesar Rp xx
Tabungan wadiah Rp xx
Giro pada bank Indonesia Rp xx
b. Transaksi terkait giro wadiah
Transaksi tabungan wadiah dibagi menjadi dua, yaitu transaksi penambahan
tabungan wadiah dah transaksi pengurangan tabungan wadiah.

1. Transaksi penambahan giro wadiah


Bank menerima setoran tunai dari nasabah untuk pembukaan giro wadiah sebesar Rp xx
Kas Rp xx
Tabungan giro Rp xx

Nasabah menerima transer dari nasabah lain dari bank cabang kota A (bank yang sama)
sebesar Rp xx
RAK cabang kota A Rp xx
Giro wadiah Rp xx

Nasabah menerima bilyet giro senilai Rp xx dari nasabah bank lain. Bilyet tersebut
kemudian dicairkan untuk dimasukkan ke rekening giro nasabah
Giro pada bank Indonesia Rp xx
Giro wadiah Rp xx

Nasabah menerima bonus giro wadiah sebesar Rp xx


Beban bonus giro wadiah Rp xx
Giro wadiah Rp xx

2. Transaksi pengurangan giro wadiah


Nasabah menggunakan cek untuk mencairkan dana di rekening giro wadiah nya sebesar
Rp xx
Giro wadiah Rp xx
Kas Rp xx

Nasabah menggunakan bilyet giro untuk menstranser dana kepada nasabah giro wadiah
bank cabang kota A (bank yang sama) sebesar Rp xx
Giro wadiah Rp xx
RAK cabang kota A Rp xx

Nasabah menggunakan bilyet giro untuk menstranser dana kepada nasabah giro dari bank
lain (bank yang berbeda) sebesar Rp xx
Giro wadiah Rp xx
Giro pada bank Indonesia Rp xx

Dipotong giro wadiah nasabah untuk untuk administrasi sebesar Rp xx dan untuk pajak
sebesar Rp yy (20% dari bonus yang diterima nasabah)
Giro wadiah Rp xx
Pendapatan administrasi giro wadiah Rp xx
Giro wadiah Rp yy
Titipan kas negara Rp yy

2.3. Penghimpunan Dana Prinsip Mudharabah


Dalam mengaplikasikan prinsip mudharabah, penyimpan atau deposan
betindak
sebagai shahibul maal (pemilik modal) dan bank sebagai mudharib
(pengelola).
Dana tersebut digunakan bank untuk melakukan murabahah atau ijarah
dapat pula
dna tersebut digunakan bank unuk melakukan mudharabah ke dua. Hasil
usaha ini
akan dibagi hasilkan berdasarkn nisbah yang disepakati.
Dalam hal bank menggunakan nya untuk melakukan mydharabah
kedua, maka bank bertanggung jawab penuh atas kerugian yang terjadi.

Rukun mudharabah terpenuhi sempurna bila ada yaitu :


1. Ada mudharib
2. Ada pemilik dana
3. Ada usaha yang akan dibagi hasilkan
4. Ada nisbah
5. Ada ijab qabul

Karakteristik transaksi Mudharabah, adalah:


1. Dana Mudharabah
Dana yang dhimpun harus dalam bentuk uang tunai dan bukan piutang serta dinyatakan
dengan jelas jumlahnya dan harus diserahkan kepada mudharib, untuk memungkinkannya
melakukan usaha.
2. Keuntungan
pembagian keuntungan harus berdasarkan nisbah yang disepakati pada awal dan
dituangkan dalam akad.

2.3.1. Jenis Penghimpunan Dana Prinsip Mudharabah


Berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh pihak penyimpan dana,
prinsip mudharabah terbagi menjadi dua yaitu :
1. Mudharabah Mutlaqah ( investasi tidak terikat )
Mudharabah Mutlaqah merupakan salah satu produk dari Musyarakah, dimana dana
merupakan 100 % milik bank. dana ini dapat digunakan untuk kegiatan usaha nasabah
sesuai kehendak nasabah. Bank yang memiliki produk seperti ini harus betul-betul selektif
dalam memilik calon debitur/nasabah, karena resiko yang ditanggung bank adalah 100%
dari dana yang disalurkan. Oleh karena itu biasanya Produk Mudharabah terkait dengan
Projek-projek singkat yang berasalah dari pemerintah atau perusahaan yang kredible dan
nasabah yang kompeten dan terpercaya dalam mengerjakannya.

2. Mudharabah Muqayadah (Investasi Terikat)


Perbedaan Mudharabah Muqayadah dengan Mutlaqah adalah disisi penggunaan dana yang
diterima nasabah. penggunaannya terikat syarat-syarat dari pemilik dana. Waktu dan jenis
usaha sudah ditentukan sebelumnya. Bank mempertemukan pemilik dana dan calon
debitur/nasabah dan memfasilitasi pencairan dana dan penerimaan angsuran modal dan
bagi hasil dari nasabah. Bank akan mendapatkan jasa/fee dari kegiatan ini.

2.3.2. Tabungan Mudharabah


Tabungan adalah simpanan yang penrikannya hanya dapat dilakukan
menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik
dengan cek atau alat yang dipersamakan dengan itu.
Akuntansi untuk tabungan mudharabah dan penghimpunan dana
bentuk lainnya menggunakan akad mudharabah pada dasarnya
mengacu pada PSAK 105 tentang Akuntansi Mudharabah, khususnya
yang terkait dengan akuntansi untuk pengelola dana. Berdasarkan PSAK
105 paragraf 25, dinyatakan bahwa dana yang diterima dari pemilik
dana (nasabah penabung) dalam akad mudharabah diakui sebagai dana
syirkah temporer sebesar jumlah kas atau nilai wajar aset non-kas yang
diterima. Pada akhir periode akuntansi, dana syirkah temporer diukur
sebesar nilai tercatatnya.
Ketentuan Tabungan Mudharabah sesuai Fatwa Dewan Syariah Nasional
adalah:
1) Dalam transaksi nasabah bertindak sebagai shahibul mal/pemilik dana dan bank bertindak
sebagai mudharib atau pengelola dana.
2) Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai macam usaha yang
tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan mengembangkannya, termasuk mudharabah
dengan pihak lain.
3) Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai bukan piutang.
4) Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam akad
pembukaan rekening.
5) Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional tabungan dengan menggunakan nisbah
keuntungan yang menjadi haknya.
6) Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan yang
bersangkutan.
Fasiltas yang diperoleh untuk tabungan mudharabah:
1. Menggunakan buku tabungan

2. Setoran awal minimum berdasarkan kebijakan bank

3. Setoran berikutnya tidak dibatasi dan waktu penarikan sesuai dengan


akad

4. Bagi hasil dikreditkan pada rekening tabungan setiap akhir bulan

5. Tipe tabungan :

Rekening perorangan
Rekening bersama (dua atau lebih)
Rekening organisasi yang tidak berbadan hukum
Rekening perwalian yang dioperasikan orang tua/wali
Rekening dijadikan jaminan pembiayaan

6. Pengakhiran perjanjian tabungan terjadi bila tabungan ditutup

2.3.3. Deposito Mudharabah


depisito adalah investasi dana berdasarkan akad mudharabah yang
tidak bertentangan dengan prinsip syariah yang penarikannya hanya
dapat dilakukan hanya pada waktu tertentu berdasarkan akad antara
nasabah (penyimpan) dengan bank syariah (Unit Usaha Syariah).
Perbedaannya dengan deposito konvensional adalah terlihat pada akad
dan sistem bagi hasil yang ditawarkan.
Jenis deposito berjangka:
1. Deposito berjangka biasa, adalah eposito yang berakhir pada jangka waktu yang
dijanjikan, perpanjangan hanya dapat dilakukan setelah ada permohonan
baru/pemberitahuan dari penyimpan.
2. Deposito berjangka otomatis, pada saat jatuh tempo secara otomatis akan diperpanjang
untuk jangka waktu yang sama tanpa pemberitahuan dari penyimpan.
Dalam fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 3 Tahun 2000, tentang
deposito mudharabah yaitu :
1. Di sini nasabah disebut sebagai pemilik dana atau shahibul maal dan bank disebut sebagai
pengelola dana atau mudharib.
2. Modal deposito yang diberikan shahibul maal harus dalam bentuk tunai.
3. Bank sebagai mudharib berhak lakukan berbagai usaha asalkan tidak melenceng pada
prinsip syariah dan mnembangkannya, rmasuk didalamnya mudharabah dengan pihak lain.
4. Bank menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya untuk menutupi biaya
operasional deposito.
5. Bank tidak boleh mengurangi nisbah keuntungan tanpa persetujuan nasabah.
6. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam akad
pembukaan rekening

Ketentuan Deposito Mudharabah sesuai Fatwa Dewan Syariah Nasional


adalah:

1. Dalam transaksi ini nasabah beritndak sebagai shahibul maal atau


pemilik dana dan bank bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana

2. Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan


berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah
dan mengembangkannya termasuk didalamnya mudharabah dengan
pihak lain

3. Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya dalam bentuk tunai bukan


piutang

4. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan


dituangkan dalam akad pembukaan rekening

5. Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional tabungan dan


deposito dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi
haknya

6. Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah


tanpa persetujuan yang bersangkutan

Fasilitas yang diperoleh untuk Deposito:

1. Menggunakan sertifikat deposito atau bilyet deposito

2. Minimum jumlah investasi ditentukan oleh bank

3. Mempunyai jangka waktu (1, 3,6,12, 24 bulan dst)

4. Kontrak berakhir pada saat jatuh tempo, tetapi dapat diperpanjang


(ARO)

5. Bagi hasil diberikan pada saat jatuh tempo, interim bagi hasil dapat
diberikan setiap periode yang diperjanjikan
6. Nisbah bagi hasil ditetapkan dimuka. Bank dapat memberikan bagi
hasil melebihi tetapi tidak boleh kurang dari nisbah yang diperjanjikan.
Kelebihan bagi hasil atas nisbah dianggap bonus.

7. Jumlah investasi tergantung pada proyek biasanya dalam jumlah besar

2.3.4. Transaksi Tabungan dan Deposito Mudarabah


a. Transaksi terkait tabungan mudharabah
Transaksi tabungan mudarabah dibagi menadi dua, yaitu transaksi
penambahan tabungan mudharabah dah transaksi pengurangan tabungan mudharabah.

Transaksi penambahan tabungan mudharabah


Bank menerima setoran tunai dari nasabah untuk pembukaan tabungan mudharabah
sebesar Rp xx
Kas Rp xx
Tabungan mudharabah Rp xx

Nasabah menerima transer dari nasabah lain dari bank cabang kota A (bank yang sama)
sebesar Rp xx
RAK cabang kota A Rp xx
Tabungan mudharabah Rp xx

Nasabah menerima transer dari nasabah dari bank lain (bank yang berbeda) sebesar Rp xx
Giro pada bank Indonesia Rp xx
Tabungan mudharabah Rp xx

Nasabah menerima bagi hasil atas tabungan mudharabah sebesar Rp xx


Hak pihak ketiga atas bagi hasil Rp xx
Tabungan mudharabah Rp xx

Transaksi pengurangan tabungan mudharabah


Nasabah menarik tabungan mudharabahnya sebesar Rp xx
Tabungan mudharabah Rp xx
Kas Rp xx

Nasabah mentransfer dari rekeningnya ke rekening tabungan nasabah bank cabang kota A
(bank yang sama) sebesar Rp xx
Tabungan mudharabah Rp xx
RAK cabang kota A Rp xx

Nasabah mentransfer dari rekeningnya ke rekening nasabah dari bank lain (bank yang
berbeda) sebesar Rp xx
Tabungan mudharabah Rp xx
Giro pada bank Indonesia Rp xx
Potongan tabungan mudharabah nasabah untuk untuk administrasi sebesar Rp xx dan pajak
sebesar Rp yy (20% dari bagi hasil yang diterima nasabah)
Tabungan mudharabah Rp xx
Pendapatan administrasi tabungan mudharabah Rp xx
Tabungan mudharabah Rp yy
Titipan kas negara Rp yy

b. Transaksi terait deposito mudharabah


Bank menerima setoran tunai dari nasabah sebagai investasi deposito mudharabah sebesar
Rp xx untuk jangka watu 1bulan dengan nisba bagi hasi 60% untuk nasabah 40% untuk
bank
Kas Rp xx
Deposito mudharabah Rp xx

Berdasarkan pengitungan distribusi pendapatan, bagi hasil yang akan dibayar untuk
kelompok deposito mudharabah adalah sebesar Rp xx
Hak pihak ketiga atas bagi hasil Rp xx
Bagi hasil belum dibagikan Rp xx

Dibayarkan bagi hasi deposito mudharabah kepada nasabah sebesar Rp xx dan atas
pembayaran tersebut dikenakan dipotong pajak sebesar Rpyy (20% dari bagi hasil yang
diterima nasabah) pebagian bagi hasil dilakukan ke rekenimg tabungan mudharabah atas
namam pemiik yang sama. Atau bagi hasi deposito mudharabah dabat dibayaran
keberbagai rekening sesuai permintaan pemilik deposito.
Bagi hasil belum dibagikan Rp xx
tabungan mudharabah Rp xx Rp yy
Titipan kas negara Rp yy

Nasabah mencairkan deposito mudharabah secara tunai sebesar Rp xx


Deposito mudharabah Rp xx
Kas Rp xx

http://devidema.blogspot.co.id/2016/03/makalah-akuntansi-penghimpunan-
dana.html

Anda mungkin juga menyukai