KEUANGAN ISLAM OLEH : KELOMPOK 1 ANGGOTA : 1. SRI WAHYUNI ( 183150161 ) 2. NURUL HIKMAH ( 183150055 ) 3. SASGIA WARDANI ( 1831500 ) 4. ASTIKA DWI MEIRISKA (183150061) 5. ELSA (183150048) 6. FAZRIN AZWAR(183150039)
P E R B A N K A N S YA R I A H 2 SEMESTER VII Pengertian Lembaga Keuangan Syariah (LKS)
Lembaga keuangan adalah Badan usaha yang kekayaan
utama berbentuk aset keuangan atau tagihan (claims); yang fungsinya sebagai lembaga intermediasi keuangan antara unit defisit dengan unit surplus dan menawarkan secara luas berbagai jasa keuangan (misal: simpanan, kredit, proteksi asuransi, penyediaan mekanisme pembayaran & transfer dana) dan merupakan bagian dari sistem keuangan dalam ekonomi modern dalam melayani masyarakat. LKS adalah lembaga, baik bank maupun non-bank, yang memiliki spirit Islam, baik dalam pelayanan maupun produk-produknya, dalam pelaksanaannya diawasi oleh Dewan Pengawasan Syariah. Dari pengertian ini dapat disimpulkan bahwa lembaga keuangan syariah mencakup semua aspek keuangan baik persoalan perbankan maupun kerjasama pembiayaan, keamanan dan asuransi perusahaan, dan lain sebagainya yang berlangsung di luar konteks perbankan. (Mis: Asuransi, Pegadaian, Reksa Dana, Pasar Modal, Koperasi Syariah, BPRS, dan BMT). Karakter dan Prinsip Lembaga Keuangan Syariah
Beberapa prinsip operasional dalam LKS adalah :
1. Keadilan, yakni berbagi keuntungan atas dasar penjualan riil sesuai kontribusi dan resiko masing-masing pihak. 2. Kemitraan, yang berarti posisi nasabah investor (penyimpan dana), dan pengguna dana, serta lembaga keuangan itu sendiri, sejajar sebagai mitra usaha yang saling bersinergi untuk memperoleh keuntungan. 3. Transparansi, lembaga keuangan Syariah akan memberikan laporan keuangan secara terbuka dan berkesinambungan agar nasabah investor dapat mengetahui kondisi dananya. 4. Universal, yang artinya tidak membedakan suku, agama, ras, dan golongan dalam masyarakat sesuai dengan prinsip Islam sebagai rahmatan lil alamin. Prinsip-prinsip Lembaga Keuangan Syariah 1. Larangan menerapkan bunga pada semua bentuk dan jenis transaksi. 2.Menjalankan aktivitas bisnis dan perdagangan berdasarkan pada kewajaran dan keuntungan yang halal. 3. Mengeluarkan zakat dari hasil kegiatannya. 4. Larangan menjalankan monopoli. 5. Bekerja sama dalam membangun masyarakat, melalui aktivitas bisnis dan perdagangan yang tidak dilarang oleh Islam. Jenis-jenis Pembiayaan pada Lembaga Keuangan Syariah
Dalam praktiknya, ada beberapa jenis pembiayaan syariah
yang sering kita jumpai. Dari sisi pihak penyedia jasa pembiayaan, pembiayaan dibagi dua, yakni pembiayaan dari perbankan dan pembiayaan dari lembaga keuangan non bank. 1. Pembiayaan Syariah dari Perbankan Beberapa jenis pembiayaan sesuai syariat Islam dari perbankan sudah diatur secara rinci dalam POJK Nomor 31/POJK.05/2014 Jenis-jenis pembiayaan diperbankan syariah yaitu:
Pembiayaan Modal Kerja Syariah.
Pembiayaan Investasi Syariah Pembiayaan Konsumtif Syariah Pembiayaan Sindikasi Pembiayaan Take Over Pembiayaan Letter of Credit 2. Pembiayaan dari Lembaga Keuangan Non Perbankan Berikut ini beberapa jenis lembaga keuangan non perbankan yang menyediakan pembiayaan sesuai syariat Islam:
a. BMT (Baitul Maal wa Tamwil) atau Balai Usaha Mandiri Terpadu
merupakan salah satu lembaga keuangan mikro yang dalam menyediakan berbagai jenis pembiayaan menggunakan sistem dan prinsip syariah. Pembiayaan di BMT berasal dari modal yang dihimpun dari anggota BMT, untuk kemudian dikelola sesuai dengan kesepakatan bersama. Umumnya bentuk pembiayaan yang diberikan berupa pembiayaan gadai, modal usaha, agunan tunai dan sebagainya. b.Koperasi syariah, merupakan sebuah badan usaha yang dalam pelaksanaannya berdasarkan pada hukum-hukum islam, baik itu yang terdapat pada Alquran maupun hadist. Beberapa jenis pembiayaan di koperasi syariah hampir sama dengan perbankan, meliputi pembiayaan jual beli, sewa, konsumtif dan sebagianya. Prinsip-Prinsip Pembiayaan Syariah
a. Prinsip bagi hasil
Prinsip bagi hasil ini terdapat dalam produk- produk: 1. Mudaharabah 2. Musyarakah 3. Muzara’ah b. Prinsip jual beli
Prinsip jual beli terdiri dari:
a. Bai‘ al-Murabahah, yaitu akad jual beli barang tertentu. b. Bai‘ al-muqayyadah, yaitu jual beli di mana pertukaran terjadi antara barang dengan barang (barter). c. Bai‘ al-mutlaqah, , yaitu pertukaran antara barang atau jasa dengan uang. Uang berperan sebagai alat tukar. d. Bai‘ as-salam, yaitu akad jual beli di mana pembeli membayar uang (sebesar harga) atas barang yang telah disebutkan spesifikasinya, sedangkan barang yang diperjualbelikan itu akan diserahkan kemudian, yaitu pada tanggal yang disepakati. e. Bai‘ al-istisna, yaitu kontrak jual beli di mana harga atas barang tersebut dibayar lebih dulu, tetapi dapat diangsur sesuai dengan jadwal dan syarat-syarat yang disepakati bersama, sedangkan barang yang dibeli diproduksi dan diserahkan kemudian. 3. Prinsip sewa-menyewa
Prinsip ini terdiri atas dua jenis akad, yaitu:
a. Akad ijarah, yaitu akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui pembayaran upah sewa tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership/milkiyah) atas barang itu sendiri. b. Akad ijarah muntahiya bi at-tamlik, yaitu sejenis perpaduan antara kontrak jual beli dan sewa atau lebih tepatnya akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang di tangan si penyewa. Terimakasih
WA S S A L A M U ’ A L A I K U M WA R O H M AT U L L A H I WA B A R O K AT U H
Pendekatan sederhana untuk investasi ekuitas: Panduan pengantar investasi ekuitas untuk memahami apa itu investasi ekuitas, bagaimana cara kerjanya, dan apa strategi utamanya