Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada dasarnya, manusia membutuhkan pedoman hidup dalam menjalani segala


aktivitasnya. Agama merupakan pedoman hidup yang paling utama, dimana dalam agama
terdapat syariat yang mengatur kehidupan manusia. Dengan berpegang teguh kepada agama
maka hidup kita dijamin aman dan tentram . Adapun definisi syariat secara bahasa hukum
agama yang menetapkan peraturan hidup manusia, hubungan manusia dengan Allah Swt
hubungan manusia dengan manusia dan alam sekitar berdasarkan Al-Qur'an dan hadis.

Secara etimologi, syariat memiliki arti mazhab atau metode yang lurus. Seperti yang
kita ketahui, agama Islam merupakan agama penyempurna agama - agama sebelumnya,
karena itulah sebaik - baiknya dan seadil - adilnya syariat adalah syariat Islam yang telah
diciptakan oleh Allah SWT. Maka dari itu, ada baiknya jika syariat Islam tersebut dapat
diaplikasikan pada segala aktivitas manusia, tak terkecuali pada lembaga lembaga keuangan.

Dengan diterapkannya syariat Islam pada lembaga lembaga keuangan, maka lembaga
keuangan tersebut berubah sistemnya yang sebelumnya konvensional menjadi syariah dengan
harapannya yaitu lembaga keuangan tersebut mampu berjalan dengan efektif, efisien, dan
yang terpenting sesuai dengan hukum - hukum Islam. Selain itu juga, dengan menerapkan
syariat Islam, kita tidak hanya mementingkan duniawi, namun akhirat pun turut diperhatikan
sehingga cita - cita bahagia dunia dan akhirat dapat tercapai. Berdasarkan latar belakang
tersebut, kami selaku penyusun makalah menarik untuk mengkaji lebih dalam terhadap
persoalan tersebut dan dituangkan dalam bentuk karya tulis ilmiah yang berjudul "Lembaga
Keuangan Syariah " .
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Lembaga Keuangan Syariah

Lembaga Keuangan Syariah Lembaga keuangan adalah suatu perusahaan yang


usahanya bergerak dibidang jasa keuangan. Artinya, kegiatan yang dilakukan oleh
lembaga ini akan selalu berkaitan dengan bidang keuangan, apakah penghimpunan dana
masyarakat dan jasa-jasa keuangan lainnya. Berdasarkan UU No. 14 Tahun 1967 tentang
pokok-pokok Perbankan, pasal 1.b menyebutkan bahwa Lembaga keuangan adalah semua
badan yang melalui kegiatan-kegiatannya di bidang keuangan menarik uang dari
masyarakat dan menyalurkannya ke dalam masyarakat.

Sedangkan menurut SK. Menkeu RI No. 792 1990, lembaga keuangan adalah semua
badan yang kegiatannya bidang keuangan, melakukan penghimpunan dan penyaluran
dana kepada masyarakat terutama guna membiayai investasi perusahaan. Meski dalam
peraturan tersebut lembaga keuangan diutamakan untuk membiayai investasi persusahaan
namun tidak berarti membatasi kegiatan pembiayaan lembaga keuangan. Dalam
kenyataannya, kegiatan usaha lembaga keuangan bisa diperuntukkan bagi investasi
perusahaan, kegiatan konsumsi, dan kegiatan distribusi barang dan jasa.

Menurut Abdulkadir Muhammad, lembaga keuangan (financial institution) adalah


badan usaha yang mempunyai kekayaan dalam bentuk asset keuangan (financial assets).
Kekayaan berupa asset keuangan ini digunakan untuk menjalankan usaha di bidang jasa
keuangan, baik penyediaan dana untuk membiayai usaha produktif dan kebutuhan
komsumtif, maupun jasa keuangan bukan pembiayaan”. Dengan demikian dapat simpulkan
bahwa lembaga keuangan adalah lembaga yang memiliki kegiatan yang berkaitan dengan
keuangan, baik dalam hal menghimpun ataupun menyalurkan dana bahkan kedua-duanya
yaitu menghimpun dan menyalurkan dana.

2. Ciri-Ciri Bank Syariah

Dalam praktiknya terdapat perbedaan yang mencolok antara bank konvensional


dengan bank syariah. Bank syariah dalam prinsip usahanya berpegang teguh pada syariat-
syariat Islam seperti:
a. Bebas bunga dan riba Hal ini karena sebagian besar ulama sepakat bahwa bunga bank
adalah riba, sedangkan riba adalah hal yang diharamkan dalam agama Islam;

b. Bebas dari kegiatan spekulatif yang tidak produktif Dalam bank syariah tidak
diperbolehkan melakukan transaksi yang mengandung ketidakjelasan;

c. Bebas dari hal-hal yang tidak dijelaskan dan meragukan;

d. Bebas dari hal-hal yang rusak, ilegal, atau tidak valid;

e. Hanya mendanai kegiatan bisnis legal dan halal;

f. Menerapkan prinsip bagi hasil Terdapat dua macam pembiayaan yang menerapkan
prinsip bagi hasil, yaitu:

 Musyarakah, yaitu transaksi yang melibatkan dua pihak yang bekerja sama,
keuntungan dan kerugian akan dibagi bedasarkan besarnya modal dari masing-
masing pihak;

 Mudharabah, yaitu transaksi yang melibatkan dua pihak antara pemilik modal
dan pengelola yang saling bekerja sama dengan perjanjian pembagian keuntungan.

3. Asas, Fungsi, dan Tujuan Bank Syariah

a) Asas

Di dalam Pasal 2 Undang-Undang Perbankan Syariah menyebutkan bahwa bank


syariah berasaskan pada tiga prinsip utama, yaitu:

 Prinsip syariah

Kegiatan usaha tidak mengandung unsur:

 Riba, yaitu penambahan pendapatan secara tidak sah (batil) antara lain dalam
transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitas, kuantitas, dan
waktu penyerahan (fadhl), atau dalam transaksi pinjam-meminjam yang
mempersyaratkan Nasabah Penerima Fasilitas mengembalikan dana yang diterima
melebihi pokok pinjaman karena berjalannya waktu (nasi’ah);
 Maisir, yaitu transasksi yang digantungkan pada suatu keadaan yang tidak pasti.
Dapat juga diartikan sebagai mendapat keuntungan tanpa kerja keras, misal praktik
perjudian;

 Gharar, yaitu transaksi yang objeknya tidak jelas seperti pertaruhan;

 Haram, yaitu transaksi yang objeknya dilarang dalam syariat Islam, seperti minuman
keras;

 Prinsip Ekonomi Demokrasi

Merupakan kegiaan ekonomi syariah yang mengandung nilai keadilan kebersamaan


pemerataan, dan kemanfaatan.

 Prinsip Kehati-hatian

Pedoman pengelolaan bank yang wajib dianut guna mewujudkan perbankan yang sehat,
kuat dan efisien sesuai dengan perundang-undangan dan syariat Islam.

4. Kegiatan Bank Syariah

Berdasarkan kegiatannya, bank syariah dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu Bank
Umum Syariah, Unit Usaha Syariah, dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.

a) Bank Umum Syariah

Bank umum syariah merupakan bank syariah yang kegiatannya memberikan jasa
dalam lalu lintas pembayaran. Kegiatan usaha Bank Umum Syariah meliputi:

 Menghimpun dana dalam bentuk simpanan berupa giro, tabungan, atau bentuk
lainnya berdasarkan akad wadi'ah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan
prinsip syariah;

 Menghimpun dana dalam bentuk investasi berupa deposito, tabungan, atau bentuk
lainnya berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan
prinsip syariah;

 Menyalurkan pembiayaan bagi hasil berdasarkan akad mudharabah, akad


musyarakah, atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah;
 Menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad murabahah, akad salam, akad istishna',
atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah;

 Menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad qardh atau akad lain yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah;

 Menyalurkan pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada


nasabah berdasarkan akad ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya
bittamlik atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah;

 Melakukan pengambilalihan utang berdasarkan akad hawalah atau akad lain yang
tidak bertentangan dengan prinsip syariah;

 Melakukan usaha kartu debit dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan prinsip syariah;

 Membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri surat berharga pihak ketiga
yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan prinsip syariah, antara lain
seperti akad ijarah, musyarakah, mudharabah, murabahah, kafalah, atau hawalah;

 Membeli surat berharga berdasarkan prinsip syariah yang diterbitkan oleh pemerintah
dan atau Bank Indonesia;

 Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan


perhitungan dengan pihak ketiga atau antarpihak ketiga berdasarkan prinsip
syariah;

 Memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan prinsip


syariah; dan lain-lain

.5. Dewan Pengawas Syariah (DPS)

Dewan pengawas syariah merupakan lembaga yang mengawasi aktivitas keuangan


syariah pada lembaga-lembaga keuangan syariah agar tetap sesuai dengan prinsip-prinsip
syariah. DPS wajib dibentuk pada bank syariah dan bank umum konvensional yang
memiliki UUS maupun BPRS. Sebenarnya Dewan Pengawas Syariah mirip seperti
dewan komisaris pada perusahaan PT konvensional, dimana Dewan Pengawas Syariah
diangkat melalui Rapat Umum Pemegang Saham atas rekomendasi Majelis Ulama
Indonesia. Dewan Pengawas Syariah pun memiliki tugas yang kurang lebih sama
seperti dewan komisaris, yaitu memberikan nasihat dan saran kepada direksi serta mengawasi
kegiatan bank agar sesuai dengan prinsip syariah.

Adapun tugas dan tanggung jawab DPS meliputi:

 Menilai dan memastikan pemenuhan prinsip syariah atas pedoman operasional


dan produk yang dikeluarkan bank;  Mengawasi proses pengembangan produk baru
bank;

 Meminta fatwa kepada Dewan Syariah Nasional untuk produk baru bank yang belum
ada fatwanya;

 Melakukan review secara berkala atas pemenuhan prinsip syariah terhadap


mekanisme penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa bank;

 Meminta data dan informasi terkait dengan aspek syariah dari satuan kerja bank
dalam rangka pelaksanaan tugasnya.

6. Asuransi Syariah

Asuransi syariah menurut Dewan Syariah Nasional dalam fatwa Nomor 21/DSN-
MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah, asuransi syariah adalah sebuah
usaha untuk saling melindungi dan saling tolong menolong di antara sejumlah orang, di mana
hal ini dilakukan melalui investasi dalam bentuk aset yang memberikan pola pengembalian
untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah. Sistem dalam
asuransi syariah menggunakan prinsip sharing of risk di mana peran dari pihak perusahaan
asuransi hanya sebatas pengelolaan operasional dan investasi dari sejumlah dana yang
diterima karena para pemegang polis (peserta) akan menghibahkan sebagian atau
seluruh kontribusi yang akan digunakan untuk membayar klaim jika ada peserta yang
mengalami musibah atau dalam kata lain risiko dari satu pihak dibebankan kepada
seluruh pihak yang menjadi pemegang polis (peserta).

Akad yang diterapkan pada asuransi syariah menggunakan prinsip tolong-menolong


antar sesama pemegang polis (peserta) dan perwakilan atau kerjasama pemegang polis
(peserta) dengan perusahaan asuransi syariah. Berbeda dengan sistem yang digunakan pada
asuransi konvensional yang menggunakan prinsip transfer risk dimana risiko dari pemegang
polis (peserta) dialihkan kepada perusahaan asuransi dengan kata lain perusahaan asuransi
konvensional bertindak sebagai penanggung risiko. Lalu akad yang digunakan oleh asuransi
konvensional adalah menggunakan prinsip pertukaran (jual-beli).

8. Dasar Hukum Asuransi Syariah

a) Dasar Hukum di Dalam Agama Islam

Asuransi syariah memiliki banyak sekali dasar hukum, baik itu dari ayat Al-Qur’an
maupun hadis. Berikut sedikit dari banyaknya dasar hukum di dalam agama Islam, yaitu:

 QS Al-Maidah (5):2: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)


kebajikan dan takwa, dan janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran.”

 QS An Nisa (4):9: “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah yang mereka khawatir
terhadap mereka”

 HR Muslim dari Abu Hurairah: “Barang siapa melepaskan dari seorang muslim
suatu kesulitan di dunia, Allah akan melepaskan kesulitan darinya pada hari
kiamat.”

b) Dasar Hukum Menurut Fatwa MUI

Beberapa fatwa MUI yang menyatakan bahwa asuransi syariah adalah halal,
sebagai berikut:

 Fatwa No 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah;

 Fatwa No 51/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Mudharabah Musytarakah pada


Asuransi Syariah;

 Fatwa No 52/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Wakalah Bil Ujrah pada Asuransi


Syariah dan Reasuransi Syariah;

 Fatwa No 53/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Tabarru pada Asuransi Syariah.


c) Dasar Hukum dari Peraturan Menteri Keuangan

Pemerintah Indonesia pun secara resmi sudah mengakui dan mengatur lembaga
asuransi syariah di Indonesia. Lebih tepat pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor
18/PMK.010/2010 mengenai Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi dan Usaha
Reasuransi dengan prinsip syariah. Adapun pasal-pasal yang mengatur, yaitu:

 Pasal 1 Nomor 1: Asuransi berdasarkan prinsip Syariah adalah usaha saling tolong-
menolong (ta’awuni) dan melindungi (takafuli) di antara para nasabah melalui
pembentukan kumpulan dana (tabbaru’) yang dikelola dengan prinsip syariah untuk
menghadapi risiko tertentu;

 Pasal 1 Nomor 2: Perusahaan adalah perusahaan asuransi atau perusahaan


reasuransi yang menyelenggarakan seluruh atau sebagian usahanya berdasarkan
prinsip Syariah;

 Pasal 1 Nomor 3: Nasabah adalah orang atau badan yang menjadi nasabah
program asuransi dengan prinsip Syariah atau perusahaan asuransi yang menjadi
nasabah reasuransi dengan prinsip syariah.

9. Prinsip-Prinsip Asuransi Syariah

Dalam operasionalnya, asuransi syariah berpegang teguh pada prinsip-prinsip


yang sesuai dengan syariat Islam dengan tujuan agar tidak menyalahi syariat Islam. Adapun
prinsip-prinsip dalam asuransi syariah, meliputi:

 Tauhid Inilah poin utama pada sebuah lembaga keuangan syariah, termasuk
asuransi syariah. Dengan demikian, niat dasarnya bukan hanya untuk
kepentingan duniawi saja, namun akhirat pun turut diperhatikan;

 Tolong-Menolong sesama peserta/nasabah asuransi syariah, wajib untuk saling


membantu. Hal ini dilakukan ketika salah satu peserta terkena musibah dan
mengalami kerugian, maka pihak perusahaan asuransi syariah hanya berperan
sebagai pengelola dana saja di dalam konsep asuransi syariah;

 Adanya kerja sama antara perusahaan asuransi syariah dengan peserta/nasabah.


Kerja sama ini dilakukan sesuai dengan akad yang telah disepakati oleh kedua pihak.
Sehingga keduanya dapat menjalankan hak dan kewajibannya dengan baik;
 Saling Rida dalam asuransi syariah, nasabah harus rida jika dananya dikelola
perusahaan asuransi syariah dengan sebagaimana mestinya sesuai dengan prinsip
syariah;

 Amanah Dalam hal ini, baik nasabah maupun pihak perusahaan harus bersikap
jujur. Nasabah harus jujur ketika mengajukan klaim, begitu pula pihak perusahaan
juga tidak boleh semena-mena dalam mengambil keputusan dan keuntungan;

 Keadilan Pihak nasabah dan perusahaan harus bersikap adil terkait dengan hak dan
kewajibannya masing-masing, sehingga tidak ada pihak yang merasa terzalimi
atau dirugikan;

 Bebas Riba dalam prinsip syariah tidak diperbolehkan adanya unsur riba karena riba
merupakan hal yang haram. Dengan demikian semua dana yang dibayarkan oleh
nasabah kepada perusahaan asuransi syariah wajib diinvestasikan dengan prinsip
syariah;

 Bebas Gharar (ketidakjelasan) Gharar juga suatu hal yang dilarang dalam prinsip
syariah, sehingga gharar ini perlu dihindari termasuk pada asuransi syariah. Maka
dari itu pada asuransi syariah menggunakan konsep risk sharing;

 Bebas Maisir (pertaruhan) Maisir juga suatu hal yang dilarang dalam prinsip
syariah, sehingga maisir ini perlu dihindari termasuk pada asuransi syariah.
Untuk

10. Perbedaan Bank Syariah dengan Bank Konvensional

Bank Konvensional dan Bank Syariah dalam beberapa hal memiliki persamaan ,
terutama dalam sisi teknis penerimaan uang , mekanisme transfer, teknologi komputer yang
digunakan , persyaratan umum pembiayaan , dan lain sebagainya. Perbedaan antara Bank
Konvensional dan Bank Syariah menyangkut aspek legal , struktur organisasi , usaha yang
dibiayai , dan lingkungan kerja.

 Akad dan Aspek Legal Akad yang dilakukan dalam Bank Syariah memiliki
konsekuensi duniawi dan ukhrawi karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum
Islam . Nasabah seringkali berani melanggar kesepakatan / perjanjian yang telah
dilakukan bila hukum itu hanya berdasarkan hukum positif belaka , tapi tidak
demikian bila perjanjian tersebut memiliki pertanggungjawaban hingga yaumil
qiyamah nanti ( Afzalur Rahman , 2009 : 34 ) . Setiap akad dalam perbankan syariah ,
baik dalam hal barang , pelaku transaksi , maupun ketentuan lainnya harus memenuhi
ketentuan akad

 Struktur Organisasi Bank Syariah dapat memiliki struktur yang sama dengan Bank
Konvensional, misalnya dalam hal komisaris dan direksi , tetapi unsur yang amat
membedakan antara Bank Syariah dan Bank Konvensional adalah keharusan adanya
Dewan Pengawas Syariah yang berfungsi mengawasi operasional bank dan produk -
produknya agar tidak bertentangan dengan syariah. Dewan Pengawas Syariah
biasanya diletakkan pada posisi setingkat Dewan Komisaris pada setiap bank . Hal ini
untuk menjamin efektivitas dari setiap opini yang diberikan oleh Dewan Pengawas
Syariah . Karena itu biasanya penetapan anggota Dewan Pengawas Syariah dilakukan
oleh Rapat Umum Pemegang Saham , setelah para anggota Dewan Pengawas Syariah
itu mendapat rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional

 Bisnis dan Usaha yang Dibiayai Bisnis dan usaha yang dilaksanakan Bank Syariah ,
tidak terlepas dari kriteria syariah . Hal tersebut menyebabkan Bank Syariah tidak
akan mungkin membiayai usaha yang mengandung unsur - unsur yang diharamkan .
Terdapat sejumlah batasan dalam hal pembiayaan . Tidak semua proyek atau objek
pembiayaan dapat didanai melalui dana Bank Syariah , namun harus sesuai dengan
kaidah - kaidah syariah .

 Lingkungan dan Budaya Kerja Sebuah Bank Syariah selayaknya memiliki lingkungan
kerja yang sejalan dengan syariah . Dalam hal etika , misalnya sifat amanah dan
shiddiq , harus melandasi setiap karyawan sehingga tercermin integritas eksekutif
muslim yang baik , selain itu karyawan Bank Syariah harus profesional ( fathanah ) ,
dan mampu melakukan tugas secara team work dimana informasi merata diseluruh
fungsional organisasi ( tabligh ) . Dalam hal reward dan punishment , diperlukan
prinsip keadilan yang sesuai dengan syariah.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Lembaga Keuangan Syariah adalah suatu perusahaan yang bergerak di bidang jasa
keuangan dengan dilandasi prinsip - prinsip syariah. Artinya. seluruh kegiatannya mengacu
kepada syariah Islam yang berpedoman pada Al - Qur'an dan Hadits. Beberapa Lembaga
Keuangan Syariah yang terdapat di Indonesia diantaranya Bank Syariah, Asuransi Syariah,
Pasar Modal Syariah, Pegadaian Syariah, Dana Pensiun Syariah. Lembaga Zakat, dan
Lembaga Wakaf.

Lembaga Keuangan Syariah mempunyai kedudukan yang sangat penting sebagai


lembaga ekonomi yang berbasis syariah terutama di Indonesia yang mayoritas penduduknya
beragama Islam. Di Indonesia sendiri terdapat lembaga keuangan syariah dan lembaga non
syariah atau konvensional.

Perbedaan utama antara Lembaga Keuangan Syariah ( LKS ) dengan lembaga


keuangan non syariah adalah prinsip yang ada dalam kegiatannya. Lembaga Keuangan
Syariah berlandaskan pada prinsip Syariah dan menggunakan sistem bagi hasil yang identik
dengan hubungan kemitraan nya dengan nasabah. Sedangkan lembaga keuangan non syariah
tidak berlandaskan prinsip syariah dan menggunakan sistem bunga.

3.2 Saran

Kami sebagai penulis menyadari bahwa makalah ini banyak sekali kesalahan dan
sangat jauh dari sempurna. Tentunya penulis akan terus memperbaiki makalah dengan
mengacu pada sumber yang dapat dipertanggungjawabkan nantinya. Oleh karena itu, penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran tentang pembahasan makalah di atas.
DAFTAR PUSTAKA

Ilyas, Rahmat. “Peran Dewan Pengawasan dalam Perbankan”, Jurnal Perbankan Syariah 2
No. 1. (2021), 42—53.
Makhfud, Ali. “Prinsip dan Perkebangannya di Indonesia”, Jurnal Madani Syariah 1, No. 1
(2019), 103—118.

Mensari  Dzikira. “Islam dan Lembaga Keuangan Syariah”, Jurnal Al-Intaj 3, No. 1.
(2017),239—255.

Mukhsinun  Fursotun. “Dasar Hukum dan Prinsip Asuransi Syariah di Indonesia”, Jurnal
Ilmu Ekonomi Islam 3, No. 1. (2019), 48—67.
Purwanti, Ari. “Dewan Pengawas Syariahdan Pengungkapan Aspek Lingkungan, Produk dan
Jasa pada Bank Syariah”, Jurnal Akutansi dan keuangan Islam 4, No. 2. (2016), 169—
181.

Santoso  Rahmawati. “Produk Kegiatan Usaha Pebankan UMKM Di Era Masyarakat


Ekonomi ASEAN”, Jurnal penelitian 10, No. 2. (2016), 323—344.
Saputra, Nasyah Agus. “Kegiatan Usaha Perbankan Syariah Di Indonesia”, Jurnal Masharif
Al-Syriah 4, No. 1. (2019), 170—186.
Sobarna, Wanang. “Analisis Perbedaan Perbankan Syariah dengan perbankan Konvensional”,
Jurnal ilmiah Ekonomi dan Keuangan Syariah 3, No. 1. (2021), 51—62.
Subaidi. “Peran dan Fungsi Perbankan Syariah Perspektif Sosio-Kultur”, Istidlal 2 No. 2.
(2018), 110—119.

Thoin, Muhammad  Anik. “Aspek-Aspek Syariah dalam Asuransi Syariah”, Jurnal Ilmiah
Ekonomi Islam 1, No 1. (2015), 1—15.

Anda mungkin juga menyukai