PENDAHULUAN
Secara etimologi, syariat memiliki arti mazhab atau metode yang lurus. Seperti yang
kita ketahui, agama Islam merupakan agama penyempurna agama - agama sebelumnya,
karena itulah sebaik - baiknya dan seadil - adilnya syariat adalah syariat Islam yang telah
diciptakan oleh Allah SWT. Maka dari itu, ada baiknya jika syariat Islam tersebut dapat
diaplikasikan pada segala aktivitas manusia, tak terkecuali pada lembaga lembaga keuangan.
Dengan diterapkannya syariat Islam pada lembaga lembaga keuangan, maka lembaga
keuangan tersebut berubah sistemnya yang sebelumnya konvensional menjadi syariah dengan
harapannya yaitu lembaga keuangan tersebut mampu berjalan dengan efektif, efisien, dan
yang terpenting sesuai dengan hukum - hukum Islam. Selain itu juga, dengan menerapkan
syariat Islam, kita tidak hanya mementingkan duniawi, namun akhirat pun turut diperhatikan
sehingga cita - cita bahagia dunia dan akhirat dapat tercapai. Berdasarkan latar belakang
tersebut, kami selaku penyusun makalah menarik untuk mengkaji lebih dalam terhadap
persoalan tersebut dan dituangkan dalam bentuk karya tulis ilmiah yang berjudul "Lembaga
Keuangan Syariah " .
BAB II
PEMBAHASAN
Sedangkan menurut SK. Menkeu RI No. 792 1990, lembaga keuangan adalah semua
badan yang kegiatannya bidang keuangan, melakukan penghimpunan dan penyaluran
dana kepada masyarakat terutama guna membiayai investasi perusahaan. Meski dalam
peraturan tersebut lembaga keuangan diutamakan untuk membiayai investasi persusahaan
namun tidak berarti membatasi kegiatan pembiayaan lembaga keuangan. Dalam
kenyataannya, kegiatan usaha lembaga keuangan bisa diperuntukkan bagi investasi
perusahaan, kegiatan konsumsi, dan kegiatan distribusi barang dan jasa.
b. Bebas dari kegiatan spekulatif yang tidak produktif Dalam bank syariah tidak
diperbolehkan melakukan transaksi yang mengandung ketidakjelasan;
f. Menerapkan prinsip bagi hasil Terdapat dua macam pembiayaan yang menerapkan
prinsip bagi hasil, yaitu:
Musyarakah, yaitu transaksi yang melibatkan dua pihak yang bekerja sama,
keuntungan dan kerugian akan dibagi bedasarkan besarnya modal dari masing-
masing pihak;
Mudharabah, yaitu transaksi yang melibatkan dua pihak antara pemilik modal
dan pengelola yang saling bekerja sama dengan perjanjian pembagian keuntungan.
a) Asas
Prinsip syariah
Riba, yaitu penambahan pendapatan secara tidak sah (batil) antara lain dalam
transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitas, kuantitas, dan
waktu penyerahan (fadhl), atau dalam transaksi pinjam-meminjam yang
mempersyaratkan Nasabah Penerima Fasilitas mengembalikan dana yang diterima
melebihi pokok pinjaman karena berjalannya waktu (nasi’ah);
Maisir, yaitu transasksi yang digantungkan pada suatu keadaan yang tidak pasti.
Dapat juga diartikan sebagai mendapat keuntungan tanpa kerja keras, misal praktik
perjudian;
Haram, yaitu transaksi yang objeknya dilarang dalam syariat Islam, seperti minuman
keras;
Prinsip Kehati-hatian
Pedoman pengelolaan bank yang wajib dianut guna mewujudkan perbankan yang sehat,
kuat dan efisien sesuai dengan perundang-undangan dan syariat Islam.
Berdasarkan kegiatannya, bank syariah dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu Bank
Umum Syariah, Unit Usaha Syariah, dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
Bank umum syariah merupakan bank syariah yang kegiatannya memberikan jasa
dalam lalu lintas pembayaran. Kegiatan usaha Bank Umum Syariah meliputi:
Menghimpun dana dalam bentuk simpanan berupa giro, tabungan, atau bentuk
lainnya berdasarkan akad wadi'ah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan
prinsip syariah;
Menghimpun dana dalam bentuk investasi berupa deposito, tabungan, atau bentuk
lainnya berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan
prinsip syariah;
Menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad qardh atau akad lain yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah;
Melakukan pengambilalihan utang berdasarkan akad hawalah atau akad lain yang
tidak bertentangan dengan prinsip syariah;
Melakukan usaha kartu debit dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan prinsip syariah;
Membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri surat berharga pihak ketiga
yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan prinsip syariah, antara lain
seperti akad ijarah, musyarakah, mudharabah, murabahah, kafalah, atau hawalah;
Membeli surat berharga berdasarkan prinsip syariah yang diterbitkan oleh pemerintah
dan atau Bank Indonesia;
Meminta fatwa kepada Dewan Syariah Nasional untuk produk baru bank yang belum
ada fatwanya;
Meminta data dan informasi terkait dengan aspek syariah dari satuan kerja bank
dalam rangka pelaksanaan tugasnya.
6. Asuransi Syariah
Asuransi syariah menurut Dewan Syariah Nasional dalam fatwa Nomor 21/DSN-
MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah, asuransi syariah adalah sebuah
usaha untuk saling melindungi dan saling tolong menolong di antara sejumlah orang, di mana
hal ini dilakukan melalui investasi dalam bentuk aset yang memberikan pola pengembalian
untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah. Sistem dalam
asuransi syariah menggunakan prinsip sharing of risk di mana peran dari pihak perusahaan
asuransi hanya sebatas pengelolaan operasional dan investasi dari sejumlah dana yang
diterima karena para pemegang polis (peserta) akan menghibahkan sebagian atau
seluruh kontribusi yang akan digunakan untuk membayar klaim jika ada peserta yang
mengalami musibah atau dalam kata lain risiko dari satu pihak dibebankan kepada
seluruh pihak yang menjadi pemegang polis (peserta).
Asuransi syariah memiliki banyak sekali dasar hukum, baik itu dari ayat Al-Qur’an
maupun hadis. Berikut sedikit dari banyaknya dasar hukum di dalam agama Islam, yaitu:
QS An Nisa (4):9: “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah yang mereka khawatir
terhadap mereka”
HR Muslim dari Abu Hurairah: “Barang siapa melepaskan dari seorang muslim
suatu kesulitan di dunia, Allah akan melepaskan kesulitan darinya pada hari
kiamat.”
Beberapa fatwa MUI yang menyatakan bahwa asuransi syariah adalah halal,
sebagai berikut:
Pemerintah Indonesia pun secara resmi sudah mengakui dan mengatur lembaga
asuransi syariah di Indonesia. Lebih tepat pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor
18/PMK.010/2010 mengenai Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi dan Usaha
Reasuransi dengan prinsip syariah. Adapun pasal-pasal yang mengatur, yaitu:
Pasal 1 Nomor 1: Asuransi berdasarkan prinsip Syariah adalah usaha saling tolong-
menolong (ta’awuni) dan melindungi (takafuli) di antara para nasabah melalui
pembentukan kumpulan dana (tabbaru’) yang dikelola dengan prinsip syariah untuk
menghadapi risiko tertentu;
Pasal 1 Nomor 3: Nasabah adalah orang atau badan yang menjadi nasabah
program asuransi dengan prinsip Syariah atau perusahaan asuransi yang menjadi
nasabah reasuransi dengan prinsip syariah.
Tauhid Inilah poin utama pada sebuah lembaga keuangan syariah, termasuk
asuransi syariah. Dengan demikian, niat dasarnya bukan hanya untuk
kepentingan duniawi saja, namun akhirat pun turut diperhatikan;
Amanah Dalam hal ini, baik nasabah maupun pihak perusahaan harus bersikap
jujur. Nasabah harus jujur ketika mengajukan klaim, begitu pula pihak perusahaan
juga tidak boleh semena-mena dalam mengambil keputusan dan keuntungan;
Keadilan Pihak nasabah dan perusahaan harus bersikap adil terkait dengan hak dan
kewajibannya masing-masing, sehingga tidak ada pihak yang merasa terzalimi
atau dirugikan;
Bebas Riba dalam prinsip syariah tidak diperbolehkan adanya unsur riba karena riba
merupakan hal yang haram. Dengan demikian semua dana yang dibayarkan oleh
nasabah kepada perusahaan asuransi syariah wajib diinvestasikan dengan prinsip
syariah;
Bebas Gharar (ketidakjelasan) Gharar juga suatu hal yang dilarang dalam prinsip
syariah, sehingga gharar ini perlu dihindari termasuk pada asuransi syariah. Maka
dari itu pada asuransi syariah menggunakan konsep risk sharing;
Bebas Maisir (pertaruhan) Maisir juga suatu hal yang dilarang dalam prinsip
syariah, sehingga maisir ini perlu dihindari termasuk pada asuransi syariah.
Untuk
Bank Konvensional dan Bank Syariah dalam beberapa hal memiliki persamaan ,
terutama dalam sisi teknis penerimaan uang , mekanisme transfer, teknologi komputer yang
digunakan , persyaratan umum pembiayaan , dan lain sebagainya. Perbedaan antara Bank
Konvensional dan Bank Syariah menyangkut aspek legal , struktur organisasi , usaha yang
dibiayai , dan lingkungan kerja.
Akad dan Aspek Legal Akad yang dilakukan dalam Bank Syariah memiliki
konsekuensi duniawi dan ukhrawi karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum
Islam . Nasabah seringkali berani melanggar kesepakatan / perjanjian yang telah
dilakukan bila hukum itu hanya berdasarkan hukum positif belaka , tapi tidak
demikian bila perjanjian tersebut memiliki pertanggungjawaban hingga yaumil
qiyamah nanti ( Afzalur Rahman , 2009 : 34 ) . Setiap akad dalam perbankan syariah ,
baik dalam hal barang , pelaku transaksi , maupun ketentuan lainnya harus memenuhi
ketentuan akad
Struktur Organisasi Bank Syariah dapat memiliki struktur yang sama dengan Bank
Konvensional, misalnya dalam hal komisaris dan direksi , tetapi unsur yang amat
membedakan antara Bank Syariah dan Bank Konvensional adalah keharusan adanya
Dewan Pengawas Syariah yang berfungsi mengawasi operasional bank dan produk -
produknya agar tidak bertentangan dengan syariah. Dewan Pengawas Syariah
biasanya diletakkan pada posisi setingkat Dewan Komisaris pada setiap bank . Hal ini
untuk menjamin efektivitas dari setiap opini yang diberikan oleh Dewan Pengawas
Syariah . Karena itu biasanya penetapan anggota Dewan Pengawas Syariah dilakukan
oleh Rapat Umum Pemegang Saham , setelah para anggota Dewan Pengawas Syariah
itu mendapat rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional
Bisnis dan Usaha yang Dibiayai Bisnis dan usaha yang dilaksanakan Bank Syariah ,
tidak terlepas dari kriteria syariah . Hal tersebut menyebabkan Bank Syariah tidak
akan mungkin membiayai usaha yang mengandung unsur - unsur yang diharamkan .
Terdapat sejumlah batasan dalam hal pembiayaan . Tidak semua proyek atau objek
pembiayaan dapat didanai melalui dana Bank Syariah , namun harus sesuai dengan
kaidah - kaidah syariah .
Lingkungan dan Budaya Kerja Sebuah Bank Syariah selayaknya memiliki lingkungan
kerja yang sejalan dengan syariah . Dalam hal etika , misalnya sifat amanah dan
shiddiq , harus melandasi setiap karyawan sehingga tercermin integritas eksekutif
muslim yang baik , selain itu karyawan Bank Syariah harus profesional ( fathanah ) ,
dan mampu melakukan tugas secara team work dimana informasi merata diseluruh
fungsional organisasi ( tabligh ) . Dalam hal reward dan punishment , diperlukan
prinsip keadilan yang sesuai dengan syariah.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Lembaga Keuangan Syariah adalah suatu perusahaan yang bergerak di bidang jasa
keuangan dengan dilandasi prinsip - prinsip syariah. Artinya. seluruh kegiatannya mengacu
kepada syariah Islam yang berpedoman pada Al - Qur'an dan Hadits. Beberapa Lembaga
Keuangan Syariah yang terdapat di Indonesia diantaranya Bank Syariah, Asuransi Syariah,
Pasar Modal Syariah, Pegadaian Syariah, Dana Pensiun Syariah. Lembaga Zakat, dan
Lembaga Wakaf.
3.2 Saran
Kami sebagai penulis menyadari bahwa makalah ini banyak sekali kesalahan dan
sangat jauh dari sempurna. Tentunya penulis akan terus memperbaiki makalah dengan
mengacu pada sumber yang dapat dipertanggungjawabkan nantinya. Oleh karena itu, penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran tentang pembahasan makalah di atas.
DAFTAR PUSTAKA
Ilyas, Rahmat. “Peran Dewan Pengawasan dalam Perbankan”, Jurnal Perbankan Syariah 2
No. 1. (2021), 42—53.
Makhfud, Ali. “Prinsip dan Perkebangannya di Indonesia”, Jurnal Madani Syariah 1, No. 1
(2019), 103—118.
Mensari Dzikira. “Islam dan Lembaga Keuangan Syariah”, Jurnal Al-Intaj 3, No. 1.
(2017),239—255.
Mukhsinun Fursotun. “Dasar Hukum dan Prinsip Asuransi Syariah di Indonesia”, Jurnal
Ilmu Ekonomi Islam 3, No. 1. (2019), 48—67.
Purwanti, Ari. “Dewan Pengawas Syariahdan Pengungkapan Aspek Lingkungan, Produk dan
Jasa pada Bank Syariah”, Jurnal Akutansi dan keuangan Islam 4, No. 2. (2016), 169—
181.
Thoin, Muhammad Anik. “Aspek-Aspek Syariah dalam Asuransi Syariah”, Jurnal Ilmiah
Ekonomi Islam 1, No 1. (2015), 1—15.