Akhmad Zulhikam1
Laila Nur Atika2
Rika Dwi Ayu Parmitasari3
Surel:
akhmad.zulhikam@uin-alauddin.ac.id1
Laila.nur@uin-alauddin.ac.id2
rparmitasari@uin-alauddin.ac.id3
Copyright: Zulhika, Atika & Parmitasari. (2022). Perusahaan Islam Dan Produk Perbendaharaan. Vol. X
No. X (XX-XX). https://doi.org/10.24252/jiap.v8i1.28881
PENDAHULUAN
1
2 Akuntansi Peradaban: Vol. XX No. Oktober 2023
Page XX-XX
Produk bank syariah secara teoritis mengacu pada mudharabah dan musyarakah
sebagai akad sistem bagi hasil. Pembiayaan modal kerja dalam Bank Syariah konsepnya
menjalin hubungan partnership dengan nasabah, terkait penggunaan dana terbagi
menjadi revolving dan non revolving. Meskipun secara regulasi memakai akad
musyarakah. Apakah dalam pelaksanaan cukup berdasarkan partnership sudah
dikategorikan sesuai dengan syariah sebagaimana disyaratkan nilai-nilai dasar dalam
ekonomi Islam yang terdiri dari adl, khalifah, takaful yang harus melekat dalam
aktifitasnya, tujuannya mengetahui syariah atau tidaknya bahwa aktifitas tersebut sudah
dilaksanakan sesuai ketentuan.
Kemungkinan terjadinya akibat yang merugikan merupakan bagian penting dari
kegiatan bisnis. Ketidakpastian adalah komponen alami dari aktivitas yang melibatkan
masa depan karena melintasi berbagai tingkatan. Adanya ketidakpastian mengenai hasil
di masa depan didefinisikan sebagai risiko (Damodaran, 2007). Risiko sering dikaitkan
dengan kejadian yang tidak diinginkan yang menghasilkan hasil negatif. Holton (2004)
berargumentasi bahwa ketidakpastian mengenai hasil potensial dari sebuah eksperimen
dan bahwa hasil harus menjadi hal yang penting dalam kaitannya dengan penyediaan
utilitas adalah dua komponen penting dari adanya risiko.
Beroperasi dalam lingkungan yang dinamis, setiap entitas bisnis memerlukan
strategi manajemen risiko yang aktif untuk melindungi dirinya dari hasil yang tidak
diharapkan. Manajemen risiko yang baik adalah tanggung jawab utama manajemen dan
harus menjadi bagian tak terpisahkan dari struktur tata kelola perusahaan secara
keseluruhan. Sistem manajemen risiko yang efektif terdiri dari identifikasi, pengukuran,
pemantauan dan pembatasan risiko. Proses-proses ini, pada gilirannya, bergantung pada
prosedur pengendalian dan audit yang tepat. Pada bagian berikut, konsep manajemen
risiko akan dibahas secara singkat. Artikel ini disusun menjelaskan manajemen risiko
baik dari perspektif konvensional maupun Islam, khususnya perspektif tujuan syariah.
Hal ini diikuti oleh bagian pengambilan risiko dan pembagian risiko, yang memberikan
wawasan tentang jenis risiko dari sudut pandang Islam dan penerimaannya. Kesimpulan
singkat ditawarkan di bagian akhir.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif, yaitu
dengan menggunakan pendekatan jenis penelitian kepustakaan (libray research) yaitu
serangkaian kegiatan yang berkaitan dengan metode pengumpulan data pustaka.
Menurut Abdul Rahman Sholeh, penelitian kepustakaan (Library research) ialah
penelitian yang menggunanakan cara untuk mendapatkan data informasi dengan
mendapatkan yang ada di perpustakaan seperti buku, majalah, dokumen, catatan kisah-
kisah sejarah atau penelitian kepustakaan murni yang terkai dengan obyek penelitian.
PEMBAHASAN
a. Perusahaan Islam
1) Pembiayaan Modal Kerja
Pembiayaan modal kerja merupakan bagian penting dalam operasional
Perseroan. Bagi bank syariah, modal kerja merupakan salah satu produk terpenting yang
Jurnal Ilmiah Akuntansi Peradaban 3
ISSN: 2442-3017 (PRINT)
ISSN: 2597-9116 (ONLINE)
Nilai-Nilai Dasar Ekonomi Islam, akhlak Islam sebagai salah satu pilar ekonomi
Islam perlu dijabarkan lebih jauh ke dalam nilai-nilai yang lebih rinci sehingga pada
4 Akuntansi Peradaban: Vol. XX No. Oktober 2023
Page XX-XX
akhirnya dapat menjadi rumusan pedoman perilaku para pelaku ekonomi. Dalam
praktiknya, nilai tauhid diterjemahkan ke dalam banyak nilai dan ada tiga nilai dasar
yang membedakan ekonomi Islam dengan yang lain, yaitu (Karim, 2013):
a. Keadilan (adl) merupakan nilai paling mendasar dalam ajaran Islam. Keadilan
sendiri merupakan pengakuan dan perlakuan yang seimbang terhadap hak dan
kewajiban. Alih-alih:
1. Persamaan Kompensasi
2. Persamaan Hukum
3. Sedang
4. Proporsional
b. Khalifah (khalifah) Makna khalifah dapat diuraikan lebih lanjut menjadi
beberapa pengertian yang terdiri dari :
1. Tanggung jawab terhadap perilaku ekonomi yang benar.
2. Tanggung jawab mewujudkan mashlahah secara maksimal.
3. Tanggung jawab untuk meningkatkan kesejahteraan setiap individu.
c. Takaful Konsep takaful dapat dijabarkan lebih jauh sebagai berikut:
1. Jaminan kepemilikan dan pengelolaan sumber daya oleh individu
2. Jaminan bagi setiap individu untuk menikmati hasil pengembangan atau
keluarannya.
3. Jaminan bagi setiap individu untuk membangun keluarga sakinah.
Hubungan Bank dan Uang dalam dunia usaha memang penting, namun dalam
pelaksanaannya harus menghilangkan ketidakadilan, ketidakjujuran dan eksploitasi dari
satu pihak ke pihak lain. Kedudukan Bank Syariah dalam hubungannya dengan nasabah
adalah sebagai Investor atau Mitra Pedagang, sedangkan di Bank pada umumnya
sebagai Kreditur atau Debitur. Sebagaimana hukum penulis berkaitan dengan fatwa
Dewan Syariah Indonesia No: 08/ DSN-MUI/IV/2000 Tentang Musyarakah.
Bank syariah adalah lembaga perantara dan penyedia jasa keuangan yang
beroperasi sesuai etika dan sistem nilai Islam, terutama yang bebas dari bunga (interest
rate), bebas dari kegiatan spekulatif yang tidak produktif seperti perjudian (maysir), dan
bebas dari halhal yang dapat merugikan. tidak jelas dan patut dipertanyakan (gharar),
adil pada prinsipnya dan hanya membiayai usaha yang sah. Bank syariah sering
disamakan dengan bank bebas bunga. Perbankan bebas bunga adalah konsep yang lebih
sempit dibandingkan perbankan Islam, karena banyak instrumen atau transaksi yang
bebas bunga. Selain menghindari bunga, bank syariah juga berpartisipasi aktif dalam
mewujudkan maksud dan tujuan ekonomi syariah yang berwawasan kesejahteraan
sosial.(Yumanita, 2005).
Bank syariah dapat membantu memenuhi seluruh kebutuhan modal kerja
tersebut, bukan dengan meminjamkan uang, namun dengan membangun hubungan
kerjasama dengan nasabah. Dalam hal ini bank syariah berperan sebagai pemodal
(shahibal-maal), sedangkan nasabah berperan sebagai pengusaha (mudarib). Sistem
pembiayaan yang demikian disebut Mudharabah (pembiayaan yang dapat dipercaya).
Pengaturan ini dapat ditawarkan untuk jangka waktu tertentu, dengan bagi hasil
dibayarkan secara berkala sesuai proporsi yang disepakati. Setelah tanggal jatuh tempo,
nasabah mengembalikan uang dan bagi hasil (yang belum dibayarkan) yang menjadi
bagian bank. (Sumar’in, 2012).
Jurnal Ilmiah Akuntansi Peradaban 5
ISSN: 2442-3017 (PRINT)
ISSN: 2597-9116 (ONLINE)
terdapat perbedaan perlakuan terhadap dana yang diterima oleh Wakeel atau Mudarib
yang akan menimbulkan masalah signifikan jika Wakeel atau Mudarib mengalami
kebangkrutan. Permasalahan lainnya adalah jika Wakeel bukan salah satu dari LK yang
berpartisipasi, Wakeel mungkin tidak mempunyai insentif dalam mengejar kepentingan
sindikat tersebut. Wakeel akan mendapatkan biaya agen terlepas dari kinerja transaksi
dan akibatnya mungkin berkonsentrasi pada penutupan transaksi sebanyak mungkin
daripada memastikan kualitas transaksi. Misalnya, Wakeel mungkin berkompromi
dengan perjanjian yang dikenakan pada peminjam demi menyelesaikan kesepakatan
dengan cepat dan oleh karena itu membuat LK yang berpartisipasi menghadapi risiko
yang lebih besar. Untuk mengatasi masalah ini, prinsip-prinsip Islam cukup fleksibel
bagi sindikat untuk memasukkan biaya insentif hubungan Wakalah atau biaya berbasis
kinerja yang harus dibayarkan kepada Wakeel, seperti dalam kasus kelebihan
keuntungan setelah distribusi keuntungan berkala yang diharapkan kepada peserta. FI
dan pengurangan biaya dan pajak.
Dalam Mudharabah, Mudharabah bekerja berdasarkan kinerja, dan ingin
memastikan bahwa Mudharabah menghasilkan keuntungan sebanyak mungkin,
sehingga menguntungkan sindikat secara keseluruhan. Namun, insentif yang diberikan
kepada Mudharib dapat mengakibatkan Mudharib mengambil risiko yang lebih besar
daripada yang optimal bagi sindikat, karena segala kerugian hanya akan ditanggung
oleh LK yang berpartisipasi dan bukan oleh Mudharib.
Keputusan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Tinggi Inggris tentang Investasi
Dar Co v Blom Development Bank (pada tanggal 11 Desember 2009) telah
menimbulkan kekhawatiran di kalangan pelaku pasar keuangan Islam terhadap
penggunaan pengaturan Wakalah dan transaksi pembiayaan Islam yang lebih luas. Salah
satu dalil pemohon (terdakwa tingkat pertama) yang mendukung pembelaan ultra vires
adalah bahwa akad Wakalah tidak sesuai dengan syariah karena hanya menyamarkan
adanya kepentingan dan menjamin keuntungan bagi prinsipal. Meskipun dalam kasus
ini Pengadilan Tinggi tidak secara spesifik memutuskan bahwa perjanjian Wakalah
yang dipersengketakan, atau perjanjian Wakalah secara umum, tidak sesuai dengan
syariah, Pengadilan Tinggi menyatakan bahwa “jika ditemukan, seperti yang ditemukan
dalam kontrak induk Wakalah ini. , sebuah alat yang memungkinkan apa yang
setidaknya di mata sebagian orang tampak sebagai pembayaran bunga dengan kedok
lain, yang setidaknya merupakan praktik tidak langsung dari aktivitas yang tidak sesuai
dengan syariah.” Hal ini menimbulkan kekhawatiran mengenai apakah pernyataan
dewan syariah mengenai apakah suatu transaksi sesuai dengan syariah merupakan hal
yang penting dan apakah pengadilan sekuler diperbolehkan untuk melakukan
pengamatan sendiri dalam hal ini; namun itu adalah diskusi lain. Meskipun terdapat
ketidakpastian dalam kasus ini, penggunaan Wakalah dalam keuangan sindikasi Islam
terus berlanjut, terutama karena para peserta sedang menunggu keputusan yang lebih
pasti mengenai masalah ini.
Tingkat kedua dari keuangan sindikasi Islam adalah pendanaan kepada
peminjam itu sendiri dan strukturnya bergantung pada tujuan pembiayaan dan aset yang
tersedia. Hampir semua struktur keuangan syariah dapat digunakan, yang paling umum
adalah struktur Murabahah (Tawarruq). Meskipun penggunaannya lazim di pasar
sindikasi Islam, struktur ini mendapat pengawasan ketat baru-baru ini ketika Dewan
8 Akuntansi Peradaban: Vol. XX No. Oktober 2023
Page XX-XX
Internasional Akademi Fiqh memutuskan bahwa Tawarruq atau yang dikenal sebagai
‘Tawarruq terorganisir’, seperti yang dilakukan oleh banyak bank dan lembaga
keuangan, tidak diperbolehkan. Secara khusus mereka memutuskan bahwa hal tersebut
bertentangan dengan tujuan sebenarnya dari syariah. Ada pendapat bahwa meskipun
Tawarruq mempunyai landasan syariah, namun tawarruq hanyalah dokumen kertas yang
menyamarkan unsur-unsur pinjaman berbasis bunga. Ditemukan bahwa dalam
Tawarruq yang diselenggarakan, strukturnya dirancang untuk menghindari larangan
kepentingan dan oleh karena itu niat semua peserta bertentangan dengan tujuan Syariah.
Namun, posisi ini ditentang oleh para ulama terkemuka dengan alasan bahwa demi
kepentingan sosial umat Islam untuk terus menggunakan Tawarruq sebagai sarana
pembiayaan karena kegunaannya, asalkan ada checks and balances yang tepat untuk
mencegah penyalahgunaan. Meskipun ada resolusi seperti itu, pelaku pasar terus
menggunakan Murabahah (Tawarruq) untuk keuangan sindikasi syariah. Kontroversi
seputar penerapan Murabahah (Tawarruq) mendorong pasar menjauh dari struktur
tersebut untuk mencari struktur alternatif. Salah satu struktur yang semakin banyak
digunakan adalah Ijarah.
Contoh yang perlu diperhatikan adalah fasilitas sindikasi Ijarah senilai US$125
juta yang dibuat antara Liquidity Management House, Kuwait Finance House, BNP
Paribas, Gatehouse Bank, Ahli United Bank dan Boubyan Bank (sebagai lead arranger),
pemodal lain dan Burgan Company untuk Perdagangan Pengeboran Sumur. dan
Pemeliharaan (Burgan) untuk akuisisi empat rig minyak baru oleh Burgan, menandai
debut Burgan ke pasar sindikasi Islam. Transaksi ini merupakan sindikasi perusahaan
yang mematuhi syariah pertama di Kuwait dan GCC pada tahun 2009 dan mengalami
kelebihan permintaan, yang menunjukkan kepercayaan terhadap keuangan sindikasi
Islam selama kondisi pasar yang buruk (Ismail, 2020).
menjalankan usahanya (Haron & Wan-Azmi, 2008). Oleh karena itu, tujuan fasilitas
simpanan adalah untuk kemudahan atau untuk membuat komitmen sehari-hari (Haron &
Wan-Azmi, 2008).
Giro-i diatur berdasarkan konsep wadiah atau gabungan antara wadiah dan
mudarabah. Seperti konsep konvensional, giro-i tidak membawa keuntungan. Bank
syariah tidak menjanjikan imbalan apa pun kepada pemegang rekening-i saat ini.
Pasalnya, dana yang diterima bank syariah tidak digunakan untuk tujuan investasi,
maupun upaya/proyek bagi hasil. Dana yang terkumpul pada rekening giro-i digunakan
untuk keperluan likuiditas dan kebutuhan transaksi jangka pendek bank. Bagi bank yang
menawarkan rekening giro-i berdasarkan konsep wadiah atau gabungan antara wadiah
dan mudarabah, dividen akan langsung dikreditkan ke rekening penyimpan, namun
hanya pada saat bank tersebut memperoleh keuntungan. Dalam prakteknya, dividen atau
hiba pada rekening giro-i ini akan dihargai berdasarkan tingkat pengembalian atau
tingkat hiba.
Dalam islam dalam bisnis menyediakan rekening giro membolehkan memilih
untuk membatalkan pernikahan jual beli (bisnis) yang disebut dengan khiar, ada tiga
yaitu; (1) khiar, majelis (2) khiar syarat (3) khiar aib. Hikmah berjualan dalam Islam; (a)
bahwa berjualan (bisnis) dalam Islam dapat bermanfaat secara sosial atau saling
membantu, akan menumbuhkan berbagain pahala, (b) bisnis dalam Islam adalah salah
satu cara untuk menjaga kebersihan dan kehalalan barang yang dimakan untuk dirinya
dan keluarganya, (c) bisnis dalam Islam adalah cara untuk memerangi kemalasan,
pengangguran dan pemerasan terhadap orang lain.
b. Produk Perbendaharaan
1) Likuiditas Manajemen
Pada bank syariah idaman yang menggunakan sistem bagi hasil untung dan rugi
dalam pengelolaannya operasi, harus lebih stabil dan tidak mengalami masalah
likuiditas (Sobol, 2013). Likuiditas pada umumnya didefinisikan sebagai kepemilikian
sumber dana yang memadai untuk memenuhi seluruh kebutuhan kewajiban yang akan
jatuh tempo. Atau dengan kata lain kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban
pada saat ditagih baik yang dapat diduga ataupun yang tidak terduga. Manajemen
likuidits bank Syariah diartikan sebagai suatu program pengendalian alat-alat likuid
yang mudah ditunaikan guna memenuhi semua kewajiban bank yang segera harus di
bayar. Fungsi dari manajemen likuiditas salah satunya adalah untuk memberikan
keyakinan kepada para penyimpan dana bahwa deposan dapat menarik sewaktu-waktu
dananya atau pada saat jatuh tempo dana tersebut dapat ditarik. Oleh karena itu bank
wajib mempertahankan sejumlah dana likuid agar bank dapat memenuhi kewajibannya
tersebut (Ibnudin, 2016).
Pentingnya manajemen likuiditas dalam perbankan syariah menarik perhatian
IFSB untuk menerbitkan makalah dengan judul “Catatan Teknis tentang Isu Penguatan
Manajemen Likuiditas Lembaga yang Menawarkan Jasa Keuangan Islam:
10 Akuntansi Peradaban: Vol. XX No. Oktober 2023
Page XX-XX
Perkembangan Pasar Uang Islam”. Catatan Teknis menyatakan beberapa hal yang perlu
dipertimbangkan sehubungan dengan pengelolaan likuiditas (Hassan, 2011):
1) Belum adanya instrumen pengelolaan likuiditas pada jasa keuangan syariah.
2) Terdapat beberapa perbedaan pendapat syariah mengenai instrumen pasar uang
Islam yang menyebabkan perbedaan dalam cara penataan instrumen di banyak
yurisdiksi.
3) Dalam banyak keadaan menyatakan bahwa instrumen pasar uang syariah dilarang
untuk diperdagangkan. Oleh karena itu instrumen pasar uang syariah masih belum
mendapatkan popularitas dalam pengelolaan likuiditas di lembaga keuangan syariah.
Sekalipun bersifat tradable, namun dari segi jumlah dan jumlah penerbitannya masih
di luar permintaan riil di pasar.
4) Meskipun terdapat beberapa instrumen di pasar modal Islam seperti sukuk, dengan
berbagai penerbitan, penerimaan dan tradabilitas, namun dalam praktik nyata di
banyak yurisdiksi, sekuritas ini tidak dibeli dan ditahan, atau bahkan tidak
diperdagangkan. Minimnya penerbitan menimbulkan kekhawatiran bagi pemegang
efek. Ketika mereka menjual efek tersebut, mereka tidak dapat membeli efek yang
sama dengan return yang sama.
Pada saat yang sama, banyak kontrak Islam yang digunakan di pasar uang Islam
di yurisdiksi saat ini adalah model bay al inah atau tawarruq. Menurut beberapa ulama,
akad ini adalah satu-satunya akad yang dapat menyelesaikan permasalahan instrumen
keuangan Islam saat ini hingga ditemukan akad ideal lainnya yang dapat memenuhi
kekurangan instrumen tersebut. Saat ini Indonesia dan Malaysia telah meluncurkan
produk pengelolaan likuiditas Bank Islam dimana Indonesia, Jakarta Future Exchange
telah meluncurkan 'Komoditi Syariah' dengan model tawarruq, dimana Malaysia,
Bursam Malaysia juga meluncurkan 'Bursa Suq al Sila' yang merupakan tawarruq juga
dengan keistimewaan dan keunikan yang berbeda.
Model tawarruq digunakan untuk mengelola likuiditas di Bank Islam di
Indonesia dan Malaysia. Oleh karena itu kedua negara ini memiliki kerangka peraturan
syariah yang berbeda dimana Indonesia diatur sebagian besar oleh Dewan Syariah
Nasional Majlis Ulama Indonesia (Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama
Indonesia), sedangkan Malaysia diatur oleh Dewan Pertimbangan Syariah Komisi
Sekuritas.
Komite Basel untuk Pengawasan Perbankan mendefinisikan manajemen
likuiditas (BCBS, 2000) sebagai: “kemampuan untuk mendanai peningkatan aset dan
memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo.” Reserve Bank of Australia
mendefinisikan manajemen likuiditas sebagai: “ Aktivitas dalam lembaga keuangan
untuk memastikan bahwa kepemilikan aset likuid (misalnya uang tunai, deposito bank,
dan aset keuangan lainnya) cukup untuk memenuhi kewajibannya pada saat jatuh
tempo, termasuk transaksi yang tidak terduga. Bank of Jamaica telah mendefinisikan
deskripsi yang sama yaitu: “Ketersediaan dana, jaminan bahwa dana akan tersedia,
Jurnal Ilmiah Akuntansi Peradaban 11
ISSN: 2442-3017 (PRINT)
ISSN: 2597-9116 (ONLINE)
untuk memenuhi seluruh komitmen arus kas keluar (baik di dalam maupun di luar
neraca) pada saat jatuh tempo” (Bank of Jamaica, 1996).
Sebenarnya semua definisi tersebut walaupun mempunyai penafsiran yang
berbedabeda, secara umum akan menunjuk pada dua hal mendasar yaitu kemampuan
untuk memenuhi seluruh sisi kewajiban dalam neraca pada saat jatuh tempo dan
kemampuan untuk menyalurkan pembiayaan pada sisi aset. Dalam hal ini, Basel
Committee telah didefinisikan dengan definisi komprehensif yang mencakup dua aspek,
yaitu aset dan liabilitas.
Secara umum pengelolaan likuiditas pada Lembaga Keuangan Syariah
merupakan sesuatu yang penting. Tugas utama lembaga ini adalah menjamin
ketersediaan likuiditas pada saat dibutuhkan dan tidak terlalu likuid pada saat yang sama
untuk memenuhi harapan investor atas pengembalian investasi. Dalam praktiknya, ada
dua alasan di balik terlalu banyaknya likuiditas di lembaga keuangan:
1) Akibat kegagalan bank dalam mencari aset atau proyek yang cocok untuk dibiayai
sehingga terlalu banyak likuiditas yang tersedia.
2) Karena tidak adanya mekanisme yang memungkinkan pencairan likuiditas ke bank
lain atau menerima suntikan likuiditas dari bank lain (atau bank sentral). Kondisi ini
menyebabkan bank terpaksa menyimpan terlalu banyak likuiditas untuk memenuhi
kebutuhan likuiditas di masa depan, atau terpaksa hidup dengan terlalu banyak
likuiditas karena tidak adanya mekanisme untuk menyalurkan likuiditas ke bank
yang defisit.
Beberapa organisasi juga didirikan untuk mendorong stabilitas dan manajemen
likuiditas bank syariah seperti Dewan Layanan Keuangan Islam (IFSB), Pasar
Keuangan Islam Internasional (IIFM), Manajemen Likuiditas Center (LMC), dan
Manajemen Likuiditas Islam Internasional (IILM) (Sole, 2007). IFSB adalah organisasi
internasional yang menetapkan standar kehati-hatian dan prinsip-prinsip panduan untuk
menjamin stabilitas industri jasa keuangan Islam (IFSB, 2017). IFSB mengambil peran
sebagai komite peninjau untuk pelaksanaan Standar Basel III pada Bank Umum
Syariah. IIFM didirikan untuk mendirikan sebuah standardisasi pasar keuangan Islam
internasional, penelitian dan laporan Sukuk, dan mengembangkan pasar sekunder aktif
yang penting bagi likuiditas pengelolaan bank syariah.
2) Manajemen Risiko
Risiko di bidang keuangan didefinisikan dalam bentuk variabilitas imbal hasil
aktual atas investasi terhadap imbal hasil yang diharapkan, bahkan jika imbal hasil
tersebut menunjukkan hasil yang positif (Damodaran, 2007). Risiko di bidang ekonomi
dan keuangan diklasifikasikan dalam berbagai cara. Syed Ehsan Ullah Agha Seiring
dengan pertumbuhan industri keuangan syariah sebesar 15 hingga 20 persen per tahun,
kebutuhan akan alat lindung nilai untuk memitigasi risiko tertentu di pasar yang
bergejolak pun meningkat. Perspektif luas mengenai risiko dan pengelolaannya
diwujudkan dalam tujuan esensial syariah, yaitu: Salah satu caranya adalah dengan
membedakan antara risiko bisnis dan risiko keuangan. Risiko bisnis disebabkan oleh
ketidakpastian yang timbul dari sifat bisnis suatu perusahaan atau individu. Hal ini
12 Akuntansi Peradaban: Vol. XX No. Oktober 2023
Page XX-XX
dengan mengendalikan eksposur terhadap risiko tersebut dengan melakukan uji tuntas
untuk mengurangi kemungkinan gagal bayar.
Metode penghindaran risiko mencakup standarisasi seluruh proses dan aktivitas
terkait bisnis, komposisi portofolio yang terdiversifikasi, dan penerapan skema yang
sesuai dengan insentif serta akuntabilitas tindakan. Risiko-risiko tertentu yang dihadapi
oleh bank dapat dikurangi atau dihilangkan dengan menjual atau memindahkannya ke
pasar yang telah ditentukan dengan baik. Metode pengalihan risiko mencakup
perubahan persyaratan pinjaman, penjualan atau pembelian klaim keuangan,
penggunaan derivatif untuk lindung nilai, dan lain-lain. Terdapat risiko tertentu yang
tidak dapat dialihkan atau dihilangkan dan perlu diserap oleh bank. Risiko-risiko ini
diterima oleh LK karena penting bagi bisnis mereka dan bank mempunyai spesialisasi
dalam menangani risiko-risiko tersebut. Contoh risiko tersebut adalah risiko pasar pada
aktivitas trading book bank dan risiko kredit yang melekat pada aktivitas banking book
(Kolb & Overdahl, 1997).
Terdapat empat jenis risiko yang dihadapi oleh LK:
1) Risiko Kredit: Ini adalah risiko kegagalan perusahaan atau individu untuk
membayar bunga atau pokok kontraktual atas kewajiban utangnya. Jenis risiko ini
menimbulkan kepanikan bagi investor yang memegang obligasi dan sukuk dalam
portofolio investasinya (Duffie & Singleton, 2012)
2) Risiko Likuiditas: merupakan risiko ketika suatu badan usaha tidak mampu
memenuhi kebutuhan keuangan jangka pendek. Hal ini terjadi ketika sekuritas atau
aset keras tidak dapat diubah menjadi uang tunai tanpa kehilangan modal (Pastor &
Stambaugh, 2003).
3) Risiko pasar: Kemungkinan suatu perusahaan atau bank mengalami kerugian yang
timbul akibat pergerakan harga pasar. Disebut juga 'risiko sistematis', risiko jenis ini
tidak dapat dihilangkan melalui diversifikasi (Constantinides, 1978)
4) Risiko operasional: Basel Committee on Banking Supervision (2001)
mendefinisikan risiko operasional sebagai “risiko kerugian akibat tidak memadai
atau gagalnya proses internal, manusia dan sistem, atau dari peristiwa eksternal”.
Perspektif luas mengenai risiko dan pengelolaannya diwujudkan dalam tujuan
syariah yang melindungi kesejahteraan umat manusia. Chapra (2008) mengutip Al-
Ghazali dalam mendefinisikan maqasid al-Shari'ah sebagai “peningkatan kesejahteraan
umat, yang terletak pada menjaga iman (din), diri (nafs), akal ('aql) mereka . , naslnya
(nasl) dan hartanya (mal)”
Islam memberikan petunjuk rinci untuk mengelola berbagai jenis risiko dalam
arti yang lebih luas antara lain risiko penyerangan kriminal, risiko penyakit, risiko
investasi, risiko bisnis dan lain-lain. Menariknya, Islam juga memerintahkan umatnya
untuk mengelola jenis risiko spiritual seperti menghindari zina. , penyembahan berhala,
kemurtadan dan jenis dosa lainnya. Namun pembahasan mengenai manajemen risiko
dalam tulisan ini lebih fokus pada risiko dalam transaksi ekonomi dan keuangan.
Pertanyaan mendasar yang perlu dijawab pada bagian ini adalah 'apa pendekatan Islam
terhadap manajemen risiko dalam transaksi keuangan?'.
Ada banyak ayat Al-Qur'an yang menjadi pedoman umat manusia untuk
memiliki manajemen risiko dalam harta dan urusan keuangan. Ayat-ayat tersebut secara
tepat menunjukkan pentingnya perencanaan strategis untuk mengendalikan dan
memitigasi risiko yang diantisipasi. Tidak adanya pengelolaan risiko yang efisien akan
14 Akuntansi Peradaban: Vol. XX No. Oktober 2023
Page XX-XX
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Al-Sharbasi, A. (1981). Al-Mu'jam Al-Iqtisadi Al-Islami. Beirut: Dar Al-Jail.
Bank of Jamaica. 1996. “Standards of Sound Business Practices: Liquidity
Management”, retrieved from www.boj.org.jm/pdf/Standards-Liquidity
%20Management.pdf. Accessed on 25 Oktober 2023.
Basel Committee on Banking Supervision. 2000. “Sound Practices for Managing
Cumming, C. M., & Hirtle, B. J. (2001). The Challenges of Risk Management in
Diversified Financial Companies. Economic Policy Review, 1-17.
Damodaran, A. (2007). Strategic Risk Taking: A Framework for Risk Management.
New Jersey: Pearson Prentice Hall.
Jurnal Ilmiah Akuntansi Peradaban 15
ISSN: 2442-3017 (PRINT)
ISSN: 2597-9116 (ONLINE)