Anda di halaman 1dari 7

Drama pendek :

Sifat sombong karena harta, awal kesengsaraan

Nama kelompok :
 Musfira – Narator, polwan
 Nur Faizah – ibu
 A.Mona Ratu Bau – sipembangkang karna harta
 A.Putri Adiba Safira Maghfirani – sahabat mona
 Batari – adik mona
 Siti Noer Haleeza – sahabat mona
 Arifah Fitriani Indra R – sahabat ibu
 A.Miftahul Fatirah – seseorang yang diperkenalkan oleh adiba, dokter

Hidup adalah cobaan, hidup dalam keadaan bahagia ataupun sengsara adalah sebuah ujian.
Tergantung bagaimana sikap kita menghadapi hidup ini, kadang kalah kita harus dihadapi
dengan sebuah situasi yang tidak disangka-sangka sehingga harus mengambil dan menentukan
pilihan kita. Tergantung bagaimana sikap kita memilih, mendengar kata hati dan orang yang
sangat mengerti kita seperti orang tua atau mendengar pendapat orang orang luar yang kadang
kalanya seperti orang yang sangat mengenal kita (sok tahu akan kita).
Seperti halnya yang dialami oleh mona, gadis yang menjadi tulang punggung keluarga
yang sangat menyayangi adik dan ibunya yang menjadi orang t ua satu-satunya sejak sang ayah
wafat saat ia berumur 12 tahun.
Mona bekerja sebagai seorang marketing yang biasa-biasa saja, mempunyai penghasilan
yang belum cukup memenuhi kebutuhan keluarga, seperti makan sehari-hari, kebutuhan
pribadi, dan biaya sekolah adiknya. Karena keadaan tersebut ia harus di menghadapi sebuah
cobaan, harus memilih harta yang dapat memenuhi kebutuhannya atau tetap hidup sederhana
dengan cinta orang-orang sekitarnya. Dan seperti kehidupan pada umumnya, setiap pilihan ada
hal yang harus dipertanggung jawabkan.
- Mona : Buu mona. Berangkat kerja dulu yah bu. (sambil mwncium tangan ibunya)
- Faizah : iya nak, kamu hati-hati yah nak, tunggu adikmu
- Mona : dek ayo cepaat nanti kakak telat
- Tary : iyaa kak, ayo .
Mona mengendarai motor maticnya yang ia cicil dengan gajinya yang tidak besar. Setelah
mengantar sang adik ke sekolah, ia berlanjut mengendarai motornya ke kantornya. Setelah
sampai dikantornya, Ia disambut dengan kedua sahabatnya sejak ia kerja di kantornya. Mona
menghampiri sang sahabat denagn muka menlamun, seperti sedang memikirkan sesuatu .
- Adiba : mona, kau sedang memikirkan sesuatu
- Leeza : yah, nampaknya kamu sedang memikirkan sesuatu. Jika kau punya masalah,
jangan di pendam sendiri. Kami sahabatmu, jangan sungkan dengan kami
- Mona : iyah, aku sedang pusing memikirkan keluarga. Aku merasa banyak beban, kau tau
kan aku bukan orang kaya seperti kalian.
- Adiba : beban apa yang kau maksud ?
- Mona : huft, masalah keuangan keluarga.ini sangat sulit, menjadi tulang punggung
keluarga dengan pekerjaan yang tidak menghasilkan uang yang banyak
- Leeza : kau hanya perlu sabar, hidup itu seperti roda berputar. Kau hanya perlu menunggu,
kau harus bersyukur dengan sekarang yang kamu miliki. Kan yang penting yang kamu
lakukan itu halal
- Adiba : kau berkata seperti itu, karena kau tidak merasakannya leez, tenang saja mona, aku
akan mencari cara untuk membantu mu, kurasa aku punya rekan yang bisa membantu mu
- Leeza : terserah kau saja, aku hanya berpendapat. Aku akan kembali ke mejaku. Aku punya
banyak pekerjaan yang sedang menungguku.

Setelah leeza pergi, dan sedari tadi mona memikirkan perkataan adiba bahwa ia memiliki
rekan yang bisa membantunya, ia langsung memegang pundak adiba dengan mata berbinar,
- Mona : adiba, kau serius akan membantuku bukan ?
- Adiba : iya, aku akan membantu mu. Tapi, aku peringatkan, mungkin pekerjaan yang akan
membantumu memperbaiki keuangan mu ini akan sedikit beresiko. Tapi jika kau benar-
benar ingin, kirimkan aku pesan, dan aku akan menelfon rekan ku itu yang akan
membantumu. Dan untuk bertemu dengan mu nanti sore. Oke? Aku akan kembali ke meja
ku. Sabarlah (mengelus pundak mona )

Monapun juga kembali ke mejanya, ia melamun dan memikirkan keputusan yang harus ia
ambil, ia memikirkan hal sedikit beresiko apa yang adiba maksud, namun ia memikirkan
kembali beban keuangan yang ia tanggung. Ia tersenyum, dan segera mengirim pesan pada
adiba bahwa ia setuju.
Hingga sore harinya, setelah jam kantor selesai, mona dan adiba pergi menemui rekan
adiba yang bisa membantu keuangan keluarga mona.
- Adiba : mona, ini mifta yang aku katakan bisa membantu mu.
Merekapun berjabat tangan dan memperkenalkan diri.
- Mifta : saya sudah mendengar tentang mu dari adiba, aku bisa membantumu, namun kurasa
adiba telah memberi tahu bahwa ini sedikit beresiko.
- Mona : yah dia sudah mengatakan itu padaku, tapi saya belum tahu, mengapa beresiko ?
- Adiba : aku tidak memberi tahu apa yang ia akan lakukan
- Mifta :baik, pekerjaan ini tidak susah, kau hanya perlu berhati-hati dan melakukannya
secara perlahan, baik ( sambil mengambil sesuatu dari tasnya ) kau hanya perlu menjual
obat-obat ini. Terserah dimana. Mungkin kau bisa menjualnya di teman kantor mu yang
memiliki banyak uang.

Mona merasa hal ini tidak benar, ia tahu bahwa obat-obat yang diperlihatka itu adalah obat-
obat terlarang. Dan dengan lantang ia menjawab
- Mona : maaf, aku tidak bisa. Ini salah adiba, mengapa tidak kau katakan dari awal ?
- Adiba : aku hanya igin membantumu, maaf kalau aku tidak memberitahu mu tentang ini
dari awal. Tapi, sekali lagi pikirkan nasib ibu dan adimu mona
- Mona : aku tidak bisa, sampai jumpa, aku harus pergi

Mona pergi meninggalkan mifta dan adiba. Adiba dan mifta menatap kepergian mona
dengan ekspresi yang berbeda-beda
Mifta :kalau di dengar dari kisah kehidupannya yang kau katakan padaku, aku yakin cepat atau
lambat ia akan tetap ingin pekerjaan ini (kata mifta sebelum pergi).

Setelah sampai dirumahnya, ia disugukan dengan pemandangan adiknya yang sedang


berbicara dengan ibunya.
- Mona : assalamu alaikum
- Faizah : walaikum salam.
- Mona : ada apa tari ? mengapa kau terlihat sedih ?
- Tari : aku sedih kak, uang spp-ku sudah menunggak 3 semester dan aku harus segera
membayrnya, dan aku tahu ini sedang tanggal tua. Kakak masih belum memiliki uang
karena beberapa bulan ini kakak punya pengeluaran yang cukup besar.
- Faizah : ibu janji, akan meminjamkan uang kepada teman ibu. Ibu yakin ia bisa membantu
ibu.

Mona termenung dan berjalan menuju kamarnya, ia mengingat mifta, rekan adiba yang
siap membantunya. Setelah cukup lama memikirkan keputusunnya, ia memutuskan akan
menerima pekerjaan dari mifat tersebut. Keesokan harinya ia kembai menemui mifta dan
adiba. Dan menerima pekerjaan yang mifta tawarkan

- Mifta : baik, jikakau telah setuju. Ambi barang ini dan jual secra sembunyi-sembunyi.

Mona mengambi barang tersebut, dan mulai memperdagangkannya pada saah satu
atasannya dikantor yang cukup berduit. Dan pekerjaan yang ia akukan benar-benar
membuatnya menjadi kaya mendadak. Bahkan pada penjualan pertamanya, ia meneraktir
leeza dan adiba di caffe yang terbiang cukup mahal. Ia menjadi sombong dan serakah
karena uang yang ia miliki melebihi dari cukup dari yang ia inginkan.

- Leeza : dalam rangka apa ini mona, kau mentraktir kami ?


- Mona : tidak, hanya ingin.

Setelah leeza pulang karen ada urusan mendadak, tertinggal mona dan adiba
- Mona : kau benar adiba. Ini benar-benar mudah dan lihat aku benar-benar berubah dan aku
merasa bahagia.

Setelah pulang kerumah, ia memberikan uang kepada ibu dan adiknya, serta
pakaian yang sempat ia belikan untuk adik dan ibunya.

- Mona : ini, ambil


- Ibu : dari mana kau mengambil nya nak, ini tidakmurah, sedangkan pekerjaan yang kau
lakukan tidak sberapa. Dan uang ini juga, dimana kau menghasilkan ini ?
- Tari :iyakak, uang jajan dan spp ku juga sudah sangat lebih dengan uang ini .
- Mona : sudahlah,terima saja.
- Ibu : mona, ibu harap au tidak melakukan kesalahan nak, jika kau merasa ini salah,
tinggakan nak, ibu tidak mau kau jatuh pada lobang kesalahan.

Mona menghiraukan perkataan ibunya. Itu karena ia merasa yang ia lakukan adalah benar,
dan apa yang ia lakukan sudah membuatnya sangat merasa senang.
Semakin hari, monatambah menjad-jadi dengan uang yang bertambah banyak, ia sangat
berubah dan sangat suka berfoya-foya.
Sore harinya, ibu mona termenung di teras rumah bersama dengan sahabatnya , ia merasa
sangat aneh dengan sang puti suungnya.
- Arifah : kau sedang memikirkan apa ?
- Faizah : aku sedang memilirkan anakku mona, aku takut ia melakukan sebuah kesalahan
- Arifah : memang ada apa ? kesaahan apa yang kau maksud ?
- Faizah : ia sangat berubah, sperti yang kau lihat, seama ini dia anak yang tenang dan sopan,
juga sederhana, namun beberapa buan terkahir ia sangat berubah, ia seperti mempunyai
segaanya, seperti handphone barunya, pakaian dan asesori barunya, dimana ia
mendapatkan uang uang untuk mendapatkannya ?
- Arifah : kau tidak bertanya padanya ? jangan berburuk sangka, siapa tahu ia naik jabatan
dan menerima banyak gaji.

Tiba-tiba seorang polwan datang menghampiri mereka, dan dengan tegas memberikan
hormat

- Polwan : apakah benar ini kediaman ibu mona ?


- Faizah : ia, benar. Saya ibunya. Ada apa yah bu ?
- Polwan : bisa kami bertemu dengannya ?
- Faizah : ia, bisa pak. Sebentar saya panggilkan.

Ibu mona kembai dengan mona juga dengan tari yang ikut dengannya.
- Mona : ya, ada apa yah pak ?
- Polwan : ibu harus saya bawa ke kantor polisi atas laporan pengedaran obat-obatan
terlarang, beserta dengan bukti yang pelapor tunjukkan, dan pelapor juga hanya mengirim
bukti tersebut ke kantor kami, sehingga kami tidak tau siapa pelapor dari kasus ibu, ibu
juga bisa memberi pembelaan di kantor.

Setelah mona dan ibu polwan pergi, meninggalkan suasana yang hening di sekitar arifa,
ibu mona, dan tari. Tiba-tiba ibu mona jatuh pingsan,

- Tari : ibuu… ibuu kenapa ? bangun buu.


- Arifah : astagfirullah, tari ayo cepat kita bawa kerumah sakit.
- Tari : iya ayo bu, cepat.

Setelah sampai dirumah sakit, dan diperiksa. Dokter keluar dari ruangan rawat
- Dokter : keluarga pasien …
- Tari : saya anaknya dok.
- Dokter : maaf dek, ibu anda mengalami jantungan berat. Sehingga kami tidak bisa
menyelamatkan pasien, sekali lagi, kami mohon maaf.

Tari dan arifah sangat sedih mendengar perkataan dokter tersebut. Setelah pemakaman
ibunya. Tari dengan berat hati mengunjungi sang kakak di tempat kakakknya menerima
ganjarannya dan bermaksud memberitahu mengenai bahwa sang ibu tercinta telah wafat

- Mona : tari. Kamu datang dek ?


- Tari : iya kak.
- Mona : bagaimana kabar ibu ? dia sehatkan, maafkan kakak, sampaikan maaf kakak pada
ibu. Kakak sudah sangat berdosa padanya, sedari awal kakak tidak mendengar nasehatnya,
kakak salah.

Namun tari hanya diam, ia bingung harus memulainya dari mana.


- Mona : tari, mengapa kau hanya diam ? katakan sesuatu pada kakak.
- Tari : kak, setelah kau dibawa pergi oleh polwan itu. Ibu pingsan, aku membawanya
kerumah sakit, dan dan dan
- Mona : dan apa tari ? cepat katakan
- Tari : ibu terkena serangan jantung berat kak, dan ia tak tertolong

Mona sangat terkejut dan merasa sangat berdosa pada ibunya.

- Mona : sekarang kau tinggal sendiri, kakak akan disini dalam jangka waktu yang lama.
Jangan melakukan kesalahan seperti kakak, ini berat, biar aku saja.

Anda mungkin juga menyukai