Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

RESIKO PEMBIAYAAN

HENGKI ANDREAN
NIM. 802201015

PASCA SARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI


SULTHAN THAHA SAIFUDDIN
JAMBI
0
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Bank Islam atau yang biasa disebut bank syariah merupakan bank

yang beroperasi dengan tidak mengandalkan sistem bunga, akan tetapi

merupakan lembaga keuangan atau perbankan yang operasional dan

produknya dikembangkan berdasarkan al-qur’an dan hadits. 1 Dengan

kata lain bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya

memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas

pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan

dengan prinsip syariat Islam

Bagian terbesar dana operasional setiap bank syariah disalurkan

dalam bentuk pembiayaan. Pembiayaan merupakan sebagian besar aset

dari bank syariah sehingga pembiayaan tersebut harus dijaga kualitasnya,

sebagaimana diamanatkan pada Pasal 2 Undang-undang Perbankan

Syariah bahwa perbankan syariah dalam melakukan kegiatan usahanya

berasaskan prinsip syariah, demokrasi ekonomi dan prinsip kehati-hatian.

Kenyataan ini menggambarkan bahwa pembiayaan adalah sumber

pendapatan bank yang terbesar, namun sekaligus merupakan sumber

risiko operasi bisnis yang terbesar. Pembiayaan bermasalah bahkan

menjadi kategori macet menjadi masalah bagi bank syariah, karena

1 Karnaen Perwataatmadja & H. Muhammad Syafii Antonio, Apa dan Bagaimana


Bank Islam, Yogyakarta: PT Dana Bhakti Prima Yasa, 1992, hlm. 1
1
dengan adanya pembiayaan bermasalah bukan saja menurunkan

pendapatan bagi bank syariah tetapi juga menggerogoti jumlah dana

operasional dan likuiditas keuangan bank syariah, yang akhirnya akan

menggoyahkan kesehatan bank syariah sehingga akan merugikan

nasabah penyimpan/nasabah investor.

Berdasarkan permasalahan tersebut, penulis berkeinginan untuk

membahas tentang resiko pembiayaan untuk menambah pengetahuan

dan wawasan mengenai apa itu resiko pembiayaan serta resiko-resiko

yang harus diperhatikan oleh Bank dalam penyaluran pembiayaan.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam

makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Apa pengertian resiko pembiayaan ?

2. Resiko apa saja yang harus diperhatikan oleh Bank dalam

penyaluran pembiayaan ?

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengertian resiko pembiayaan

2. Untuk mengetahui Resiko apa saja yang harus diperhatikan

oleh Bank dalam penyaluran pembiayaan

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Resiko Pembiayaan

Beberapa definisi dari risiko disebutkan antara lain sebagai : Risk is

the chance of loss. Chance of loss biasanya dipergunakan untuk

menunjukkan suatu keadaan di mana terdapat suatu keterbukaan

(exposure) terhadap kerugian. Dalam ilmu statistik, chance sering

digunakan untuk menunjukkan tingkat probabilitas akan munculnya situasi

tertentu seperti melempar uang logam Rp 500,- maka probabilitas

munculnya gambar bunga adalah 0,5. Risk is the possibility of loss Istilah

possibility berarti bahwa probabilitas suatu peristiwa berada di antara nol

dan satuRisk is uncertainty Uncertainty adalah ketidakpastian. Jadi risiko

berhubungan erat dengan ketidak-pastian.2

Risiko juga didefinisikan sebagai “kemungkinan untuk luka, rusak

atau hilang”.3 Secara umum yang sering dipakai untuk analisis investasi

adalah “kemungkinan hasil yang diperoleh menyimpang dari yang

diharapkan”. Juga didefinisikan risiko sebagai penyimpangan hasil actual

(actual return) bisnis yang tidak jauh dari hasil perkiraan (expected return).

Risiko adalah potensi kerugian akibat terjadinya suatu peristiwa (events)

tertentu.4 Risiko merupakan konsekwensi dari masalah agency yang

2 Darmawi, Herman, Manajemen Risiko, Edisi Pertama, Cetakan ke-7, Jakarta:

Bumi Aksara, 2002, hlm.


3 Mamduh M. Hanafi, Manajemen Risiko, Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2006,

hal.246.
4 Peraturan bank IndonesiaNomor 13/23/pbi/2011 Tentang Penerapan
manajemen risikobagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, hal. 3.
3
berdampak pada kerugian 5 atau sesuatu yang tidak diharapkan muncul 6.

Namun menurut Bessis dalam Bacruddin, risiko dapat diartikan sebagai

kondisi ketidakpastian yang diakibatkan oleh adanya variasi dari

pendapatan atau kerugian yang dihadapi perbankan7. Sementara Bank

Indonesia mendefinisikan risiko sebagai potensi kerugian akibat terjadinya

suatu peristiwa (events) tertentu.8

Istilah kredit atau pembiayaan lebih banyak digunakan oleh

masyarakat pada transaksi perbankan dan pembelian yang tidak dibayar

secara tunai. Secara esensial, antara utang dan kredit atau pembiyaan

tidak jauh beda dalam pemaknaannya di masyarakat. Pembiayaan atau

financing ialah pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak

lain untuk mendukung untuk investasi yang telah direncanakan, baik

dilakukan sendiri maupun lembaga. dengan kata lain, pembiayaan adalah

pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah

direncanakan.9

5 Muhammad, Permasalahan Agency Dalam pembiayaan Mudharabah Pada


Bank, hlm.17 syariah di Indonesia, (Disertasi, Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia,
2006), hal.23, 66.

6Michel Crouhy, Galai Robert Mark, The Essential of Risk Management, New
York Chocago San Francisco lisbon London Madrid Maxico City milan New Delhi San
Juan Seoul Singapore Sydney Toronto, hal. 5.
7 Bacruddin, Pengaruh Pembiayaan Musyarakah, Pembiayaan Mudharabah dan

Komponen CAMEL terhadap Risiko pada Bank Syariah di Indonesia, Desertasi pada UII
Yogyakarta, 2008, hal. 75.

8Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/23/DPNP tanggal 25 Oktober


2011, atau Peraturan bank IndonesiaNomor 13/23/pbi/2011TentangPenerapan
manajemen risiko bagi BankUmum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
9 Muhammad, Manajemen Bank Syariah, Yogyakarta: AMP YKPN, 2005.

4
Istilah pembiayaan pada intinya berarti I believe, I Trust, ‘saya

percaya’ atau ‘saya menaruh kepercayaan’. Perkataan pembiayaan yang

berarti (trust), berarti lembaga pembiayaan selaku shahibul mal menaruh

kepercayaan kepada seseorang untuk melaksanakan amanah yang

diberikan. Dana tersebut harus digunakan dengan benar, adil, dan harus

disertai dengan ikatan dan syarat-syarat yang jelas dan saling

menguntungkan bagi kedua belah pihak.10

Pembiyaan dalam bank syariah di wujudkan dalam bentuk

pembiayaan aktiva produktif dan aktiva tidak produktif. Adapun jenis

pembiayaan yang dimaksud yaitu sebagai berikut:

1 Pembiayaan yang bersifat aktiva produktif yaitu Pembiayaan dengan

prinsip bagi hasil. Untuk jenis pembiayaan dengan prinsip bagi hasil

meliputi:

a. Pembiayaan Mudharabah

Ada dua tipe pembiyaan Mudharabah, yakni:

1) Mudharabah mutlaqah : pemilik dana memberikan keleluasaan

penuh kepada pengelola untuk menggunakan dana tersebut

dalam usaha yang dianggapnya baik dan menguntungkan.

Pengelola bertanggungjawab untuk mengelola usaha sesuai

dengan praktekkebiasaan usaha normal yang sehat (uruf).

2) Mudharabah muqayyadah: pemilik dana menentukan syarat dan

pembatasan kepada penegelola dalam penggunaan dana

10Veithzal Rivai & Andria Permata Veithzal, (2008). Islamic Financial


Management, Jakarta: PT. RagaGrafindo Persada, hlm. 3
5
tersebut dengan jangka waktu, tempat, jenis usaha dan

sebagainya. Pengelola menggunakan modal tersebut dengan

tujuan yang dinyatakan secara khusus, yaitu untuk

menghasilkan keuntungan.

b. Pembiayaan Musyarakah

c. Pembiayaan dengan prinsip jual beli

d. Pembiayaan dengan prinsip sewa

2. Pembiyaan yang bersifat aktiva tidak produktif

Jenis aktiva produktif yang berkaitan dengan aktivitas pembiayaan

adalah berbentuk pinjaman, yaitu pinjaman Qardh. Pinjaman qardh atau

talangan adalah penyediaan dana atau tagihan antara bank Islam

dengan pihak peminjam yang mewajibkan pihak peminjam melakukan

pembayaran sekaligus atau secara cicilan dalam jangka waktu tertentu.

Aplikasi qardh dalam perbankan biasanya dalam empat hal, yaitu:

a. Sebagai pinjaman talangan haji,

b. Sebagai pinjaman tunai dari produk kartu kredit syariah

c. Sebagai pinjaman kepada pengusaha

d. Sebagai pinjaman kepada pengurus bank

Risiko kredit atau risiko pembiayaan adalah risiko yang muncul

akibat kegagalan debitur dan/atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban

kepada perusahaan pembiayaan.11 Dalam Islam, pinjaman dan bentuk

11 Otoritas Jasa Keuangan, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan, Nomor


1/POJK.05/ 2015 Tentang Penerapan Manejemen Risiko bagi
Lembaga Jasa Keunagan Non Bank, BAB I, Pasal 1.
6
lain dari pembayaran ditangguhkan dianggap sebagai kewajiban yang

harus dipenuhi oleh peminjam tersebut.12 Kegagalan bayar (default) dari

peminjam dibedakan dalam dua jenis, yaitu sebagai berikut:

a. Yang mampu bayar (gagal bayar sengaja)

b. Gagal bayar karena bangkrut, yaitu tidak mampu membayar kembali

utangnya karena alasan-alasan yang diakui syariah.13

Risiko pembiayaan atau kredit merupakan risiko yang paling besar

dampak dan potensi terjadinya, maka risiko pembiayaan pada perbankan

memiliki perhatian paling spesial diantara jenis-jenis resiko lainnya. Dari

risiko pembiayaan ini bisa berdampak pada risiko lain secara beruntun

dan berkesinambungan, maka keberhasilan bank mengelola risiko

pembiayaan akan berdampak positif pada keberlangsungan hidup sebuah

bank.14

B. Resiko-resiko yang Diperhatikan oleh Bank dalam Penyaluran

Pembiayaan

Pembiayaan bermasalah banyak disebabkan karena analisis

pembiayaan yang keliru dan buruknya karakter nasabah. Selain itu,

pembiayaan yang macet juga disebabkan oleh faktor internal bank dan

nasabah. Penyebab lain muncul dari faktor eksternal, yaitu kegagalan

12 Siti Khadijah Ab Manan and Muhammad Hakimi Bin Mohd Shafiai, Risk

Management of Islamic Microfinance (IMF) Product by Financial Institutions in Malaysia,


hlm. 84.
13 Bambang Rianto Rustam, Manajemen Risiko Perbankan Syariah di Indonesia,

hlm. 55.
14 Edi Susilo, Analisis Pembiayan dan Risiko Perbankan Syariah, Yogyakarta,

Pustaka Pelajar, 2017, hlm. 76


7
bisnis dan ketidakmampuan manajemen. Kegagalan strategi perbankan

syariah dalam pembiayaan korporasi semakin meningkatkan NPF. 15

Penyebab pembiayaan bermasalah dari aspek risiko operasional

adalah sebagai berikut:

Tabel. 2.1 Penyebab Pembiayaan Bermasalah dari Aspek Risiko


Operasional

No Tahapan Proses Salah

1 Aplikasi Pembiayaan Kurangnya verifikasi keaslian dan sah

tidaknya permohonan pembiayaan

2 Analisis Pembiayaan a. Analisis awal kurang tajam

b. Kebenaran informasi dan data

kurang terverifikasi

c. Asumsi dasar yang digunakan jauh

meleset

d. Analisis kuantitatif dan kuantitatif

tidak tepat

e. Analisis dangkal dan alat analisis

tidak cukup

3 Pencairan Pembiayaan a. Dokumentasi pembiayaan cacat

hukum

b. Pencairan tanpa persetujuan otoritas

4 Pemantauan a. Covenant pembiayaan tidak dipantau

15
Ibid, hlm 58
8
Pembiayaan baik

b. Jaminan belum diasuransikan

c. Kunjungan rutin tidak dilakukan

Terdapat beberapa faktor penyebab terjadinya kredit gagal, yaitu :

1 Faktor Internal

a. Adanya self dealing atau tindak kecurangan dari aparat pengelola

kredit.

b. Minimnya pengetahuan/keterampilan para pengelola kredit.

c. Kurang baiknya manajemen sistem informasi yang dibangun.

d. Lemahnya organisasi dan manajemen.

e. Tidak adanya kebijakan prekreditan yang baik.

f. Adanya sikap yang ceroboh, lalai, dan mengampangkan dari

pengelola perkreditan.

2 Faktor Eksternal

a. Kegiatan prekonomian makro/kegiatan/politik/

b. kebijaksanaan pemerintah yang diluar jangkauan perusahaan

untuk diperkirakan.

c. Adanya bencana alam dan kejadian lain diluar dugaan.

d. Adanya persaingan bisnis kredit sehingga perusahaan tidak mampu

melakukan seleksi risiko usahanya.16

16 Teguh Pudjo Muljono, Manajemen Perkreditan bagi Bank Komersial,


Yogyakarta, BPFE, 2001
9
Dalam menyalurkan pembiayaan kepada nasabah, bank selalu

melakukan analisis terhadap risiko yang akan muncul dari pembiayaan

yang disalurkannya. Produk-produk pembiayaan yang disalurkan oleh

bank syariah dapat dikelompokkan pada dua jenis, yaitu pembiayaan

berbasis Natural Certainty Contracts dan pembiayaan berbasis Natural

Uncertainty Contracts.17 Karena karakteristik kedua kelompok akad

tersebut berbeda, maka dalam menganalisis risiko pembiayaan kedua

kelompok tersebut juga akan berbeda.

Pembiayaan Berbasis Natural Certainty Contracts (NCC) adalah

suatu jenis kontrak transaksi dalam bisnis yang memiliki kepastian

keuntungan dan pendapatan, baik dari segi jumlah maupun waktu

penyerahannya. Yang dimaksud dengan memiliki kepastian adalah

masing-masing pihak yang terlibat dapat melakukan prediksi terhadap

pembayaran maupun waktu pembayarannya. Dengan demikian sifat

transaksinya fixed dan predetermined (tetap dan dapat ditentukan

besarannya) 18

Analisis Risiko Pembiayaan Berbasis Natural Certainty Contracts

adalah mengidentifikasi dan menganalisis dampak dari seluruh risiko

nasabah sehingga keputusan pembiayaan yang diambil sudah memper-

hitungkan risiko yang ada dari pembiayaan berbasis Natural Certainty

17 M. Sholahuddin, Risiko pembiayaan dalam perbankan syariah, Benefit, Vol. 8,


No. 2, Desember 2004, hlm. 133
18 Zulkifli, Sunarto, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, Jakarta:

Penerbit Zikrul Hakim, 2003


10
Contracts, seperti murabahah, ijarah, ijarah muntahiabit tamlik, salam dan

istishna’.

1. Risiko Pembiayaan Murabahah

Pembiayaan murabahah merupakan pembiayaan dengan cara bank

membeli barang atau komoditi khusus, kemudian dijual kembali kepada

nasabah dengan harga pokok ditambah dengan margin yang telah

disepakati bersama dengan model pembayaran baik dalam bentuk

angsuran atau maupun dalam bentuk tangguh. Khusus untuk transaksi

murabahah dengan pesanan yang sifatnya mengikat, resiko yang dihadapi

bank syariah hampir sama dengan resiko pada bank konvensional.

Sedangkan dalam transaksi murabahah tanpa pesanan atau dengan

pesanan yang sifatnya tidak mengikat nasabah untuk membeli,

menyebabkan bank menghadapi dua resiko. Pertama, tidak ada jaminan

bagi bank syariah seandainya pembeli membatalkan transaksi. Kedua

bank syariah akan mengalami resiko kerugian, dikarenakan menurunnya

nilai barang tersebut akibat cacat atau rusak selama masa penyimpanan.

Resiko-resiko dalam murabahah19 dan antisipasi resiko pihak bank

syariah terlihat di dalam tabel di bawah ini.

19
Arifin, Zainul, Dasar-dasar Manaje-men Bank Syariah, Jakarta, Alvabet 2003
11
Resiko Antisipasi Resiko

Default; atau kelalaian, nasabah Penetapan uang muka atau

sengaja tidak membayar menurut bank dapat menetapkan

angsuran. jangka waktu maksimal untuk

pembiayaan Murabahah dengan

mempertimbangkan tingkat (marjin)

keuntungan saat ini dan prediksi

perubahannya di masa mendatang,

suku bunga kredit saat ini dan

prediksi perubahannya di masa

mendatang, ekspektasi Bagi Hasil

kepada Dana Pihak Ketiga yang

kompetitif di pasar perbankan

syariah

Fluktuasi harga komparatif. Ini Penjelasan kepada nasabah,

terjadi bila harga suatu barang di bahwa harga yang ditetapkan

pasar naik setelah bank konstan terma-suk cicilan, atau

membelikannya untuk nasabah. tidak berfluktuasi

Bank tidak bisa mengubah harga

jual beli tersebut

Penolakan nasabah; barang yang Spesifikasi barang harus bebas dari

dikirim bisa saja ditolak oleh ketidakpastian baik dari waktu

12
nasabah karena berbagai sebab penye-rahan, jenis, warna,

bentuk/model, merek, dan lain-lain.

Barang tersebut dijual oleh Perjanjian ditandatangani oleh

nasabah; Karena ba’i kedua pihak bahwa barang yang

almurabahah bersifat jual beli cicilannya belum lunas tidak boleh

dengan utang, maka ketika dijual kembali

kontrak ditandatangani, barang

itu menjadi milik nasabah. Jika

terjadi demikian, maka risiko

default akan lebih besar terjadi.

2. Risiko Pembiayaan Ijarah

Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa

melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan

kepemilikan atas barang tersebut. Kontrak ijarah (leasing) dalam

perbankan syariah adalah kontrak antara bank sebagai lessor dan

nasabah sebagai lesee, di mana bank sebagai lessor mempe-roleh

imbalan barang atas aktiva yang disewakan. Dalam hal ijarah yang diiringi

kontrak pembelian (mumtahiyah bittamlik), nasabah (lessee) dapat

memiliki obyek ijarah dengan cara hadiah/hibah oleh bank (lessor) atau

janji menjual (promise to sell). Pembelian oleh Nasabah dilakukan

13
sebelum akad berakhir, atau pada akhir masa sewa, atau pembelian

bertahap.

Risiko yang terkait dengan pembiayaan ijarah mencakup beberapa hal

berikut:

a. Dalam hal barang yang disewakan adalah milik bank, timbul risiko tidak

produktifnya asset ijarah karena tidak adanya nasabah. Hal ini

merupakan business risk yang tidak dapat dihindari.

b. Dalam hal barang yang disewakan bukan milik bank, timbul risiko

rusaknya barang oleh nasabah di luar pemakaian normal. Oleh karena

itu, bank dapat menetapkan biaya ganti rugi kerusakan barang yang

tidak disebabkan oleh pemakaian normal.

c. Dalam hal jasa tenaga kerja yang disewa bank kemudian disewakan

kepada nasabah, timbul risiko kualitas pemberi jasa tidak sesuai

dengan harapan. Oleh karena itu, bank dapat menetapkan bahwa risiko

tersebut merupakan tanggung jawab nasabah karena pemberi jasa

dipilih sendiri oleh nasabah.

3. Risiko Pembiayaan IMBT

Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT) merupakan transaksi sewa

menyewa (ijarah) yang diikuti dengan proses perpindahan kepemlikan

baik dengan jual beli maupun dengan hibah di akhir masa sewa. Proses

perpindahan kepemilikan barang dalam transaksi IMBT dapat dilakukan

dengan cara:

14
a. Hibah, yaitu transaksi ijarah yang diakhiri dengan perpindahan kepemi-

likan barang dengan cara hibah dari pemilik obyek sewa kepada

penyewa.

b. Promise to sell (janji menjual), yaitu transaksi ijarah yang diikuti dengan

janji menjual barang obyek sewa dari pemilik obyek sewa kepada

penyewa dengan harga tertentu.

Risiko yang terkait dengan pembiayaan IMBT terjadi ketika

pembayaran dilakukan dengan metode balloon payment, yakni

pembayaran angsuran dalam jumlah besar di akhir periode. Dalam hal ini,

timbul risiko ketidakmampuan nasabah untuk membayarnya. Risiko

tersebut dapat diatasi dengan memperpanjang jangka waktu sewa

(ijarah).

4. Risiko Pembiayaan Salam dan Istishna’

Salam adalah akad pembelian suatu barang yang penghantarannya

ditangguhkan dengan pembayaran segera menurut syarat. Sedangkan

Istisna’ adalah akad jual beli dimana produsen ditugaskan untuk membuat

suatu barang pesanan sesuai permintaan pemesan. Pembiayaan salam

dan istishna’ merupakan pembiayaan yang dicirikan dengan pembayaran

di muka dan penyerahan barang secara tangguh. Dalam wujudnya barang

yang menjadi obyek pembiayaan menimbulkan dua risiko, yakni:

a. Risiko gagal-serah barang (non-deliver-able risk)

15
Risiko gagal-serah dapat diantisipasi bank dengan menetapkan rasio

kolateral 220%, yaitu 100% lebih tinggi daripada rasio standar 120%.

b. Risiko jatuhnya harga barang (price-drop risk)

Risiko jatuhnya harga barang diantisi-pasi dengan menetapkan bahwa

jenis pembiayaan ini hanya dilakukan atas dasar kontrak/pesanan yang

telah ditentukan harganya.

Pembiayaan Berbasis Natural Uncer-tainty Contracts (NUC) adalah

suatu kontrak transaksi dalam bisnis yang tidak memiliki kepastian atas

keuntungan dan pendapatan, baik dari segi jumlah maupun waktu

penyerahannya. Hal ini disebabkan karena transaksi ini sangat terkait

dengan kondisi di masa yang akan datang, yang tidak dapat ditentukan.

Dengan kata lain,transaksi ini tidak bersifat fixed dan predetermined .

Analisis Risiko Pembiayaan Berbasis Natural Uncertainty Contracts

adalah mengindentifikasi dan menganalisa dampak dari seluruh risiko

nasabah sehingga keputusan pembiayaan yang diambil sudah

memperhitungkan risiko yang ada dari pembiayaan berbasis Natural

Uncertainty Contracts, seperti mudharabah dan musyarakah.

1. Risiko Pembiayaan Mudharabah (Profit Sharing Agreement)

Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara kedua pihak, di

mana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh pembiayaan,

sedangkan pihak lain menjadi mudharib (pengelola). Keuntungan usaha

secara mudharabah dibagi sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam

16
kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung shahibul maal (pemilik

modal), selama hal itu bukan akibat kelalaian mudharib. Seandainya

kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si mudharib,

maka si mudharib harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut

Resiko yang terdapat dalam mudharabah relatif tinggi yaitu sebagai

berikut : 20

a. Side streaming; nasabah menggunakan dana tersebut bukan seperti

disebut dalam kontrak.

b. Lalai dan kesalahan yang disengaja

c. Penyembunyian keuntungan oleh nasabah, bila nasabahnya tidak jujur

(moral hazard)

d. Ketika dana dikelola oleh mudharabi, akses informasi bank terhadap

usaha mudharib terbatas, sehingga mudharib mengetahui informasi

yang tidak diketahui oleh bank. Inilah yang disebut dengan asymmetric

information.

Dengan demikian, mudharib dalam hal ini nasabah sebagai pengelola

dana, tidak mempunyai kewajiban untuk menanggung resiko kerugian

yang timbul. Kerugian yang dapat dibebankan kepada mudharib, adalah

apabila kerugian tersebut dikarenakan kelalaian dan kecurangan yang

dilakukannya.

20
Samsudin, dkk, Paper Manajemen Risiko, Universitas Indonesia, 2003
17
Sebagai langkah preventif dari risiko di atas, bank syariah

menerapkan sejumlah batasan tertentu ketika menyalurkan pembiayaan

kepada mudharib. Batasan-batasan tersebut adalah:

1) Porsi modal dari pihak mudharib lebih besar dan/ atau adanya

jaminan.

2) Obyek bisnis memiliki risiko operasi lebih rendah.

3) Arus kas mudharib harus transparan.

4) Biaya tidak terkontrolnya rendah.

Agar tercapai hal tersebut, dibuatlah batasan-batasan sebagai berikut:

a. Revenue Sharing

Nilai usaha yang dibagihasilkan antara mudharib (pengusaha/pengelola

dana) dengan shahibul mal (bank) bukan keuntungan bersih, namun

total pendapatan (revenue). Dalam hal ini biaya-biaya yang tidak

terduga sepenuhnya menjadi tanggung jawab mudharib.

b. Penetapan Minimal profit margin.

Jika dengan pembiayaan mudharabah pihak mudharib lebih

mementingkan volume penjualan yang besar dengan mengorbankan

tingkat profit margin-nya, misalkan dengan membuka cabang baru

maka usaha mudharib tersebut berpotensi sehat dan maju. Namun

keuntungan bisnis tersebut tentu sangat kecil, sehingga bagi hasil yang

dibayarkan kepada pemilik dana juga sangat kecil.

18
Untuk menghindari hal tersebut, pemilik dana menetapkan minimal

profit margin dari setiap obyek usaha yang dibiayai dengan prinsip

mudha-rabah tersebut.

2. Musyarakah (Equity Participation)

Musyarakah adalah akad kerjasama usaha patungan anara dua

pihak atau lebih pemilik modal untuk membiayai suatu jenis usaha yang

halal dan produktif. Pengusaha dan investor masing-masing menyerahan

modal untuk melaksanakan usaha dan sepakat untuk membagi

keuntungan dan kerugian (resiko) sesuai nisbah yang disepakati dalam

perjanjian.

Resiko yang dihadapi dalam pembiayaan musyarakah adalah

kemungkinan kerugian dari hasil usaha/proyek yang dibiayai, dan

ketidakjujuran dari mitra usaha Resiko pembiayaan musyarakah masih

relatif lebih kecil daripada pembiayaan mudharabah. Hal ini dikarena-kan

bank sebagai mitra dapat ikut mengelola usaha, di samping melakukan

pengawasan secara lebih ketat. Namun, biasanya kendala yang dihadapi

adalah keterbatasan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia (SDM)

yang melakukan pengawasan tersebut.

19
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Risiko kredit atau risiko pembiayaan adalah risiko yang muncul

akibat kegagalan debitur dan/atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban

kepada perusahaan pembiayaan.

Pembiayaan bermasalah banyak disebabkan karena analisis

pembiayaan yang keliru dan buruknya karakter nasabah. Selain itu,

pembiayaan yang macet juga disebabkan oleh faktor internal bank dan

nasabah. Penyebab lain muncul dari faktor eksternal, yaitu kegagalan

bisnis dan ketidakmampuan manajemen.

3.2 Saran

Perlu dilakukan kajian pustaka lebih dalam lagi terkait resiko

pembiayaan, untuk memperoleh informasi penting lainnya mengenai hal

ini.

20
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zainul, 2003, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah, Jakarta,


Alvabet

Bacruddin, 2008, Pengaruh Pembiayaan Musyarakah, Pembiayaan


Mudharabah dan Komponen CAMEL terhadap Risiko pada Bank
Syariah di Indonesia, Desertasi pada UII Yogyakarta

Bambang Rianto Rustam, Manajemen Risiko Perbankan Syariah di


Indonesia

Darmawi, Herman. 2002, Manajemen Risiko, Edisi Pertama,


Cetakan ke-7, Jakarta: Bumi Aksara

Edi Susilo, 2017 Analisis Pembiayan dan Risiko Perbankan


Syariah, Yogyakarta, Pustaka Pelajar

Karnaen Perwataatmadja & H. Muhammad Syafii Antonio, 1992


Apa dan Bagaimana Bank Islam, Yogyakarta: PT Dana Bhakti Prima Yasa

Mamduh M. Hanafi, 2006 Manajemen Risiko, Yogyakarta: UPP STIM


YKPN,

Michel Crouhy, Galai Robert Mark, The Essential of Risk Management,


New York Chocago San Francisco lisbon London Madrid Maxico
City milan New Delhi San Juan Seoul Singapore Sydney Toronto

M. Sholahuddin,2004Risiko pembiayaan dalam perbankan syariah,


Benefit, Vol. 8, No. 2, Desember

M, uhammad, 2005. Manajemen Bank Syariah, Yogyakarta: AMP YKPN

Muhammad, 2006 Permasalahan Agency Dalam pembiayaan


Mudharabah Pada Bank, syariah di Indonesia, Disertasi,
Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia

Otoritas Jasa Keuangan, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan, Nomor


1/POJK.05/ 2015 Tentang Penerapan Manejemen Risiko bagi
Lembaga Jasa Keunagan Non Bank, BAB I, Pasal 1.

Peraturan bank IndonesiaNomor 13/23/pbi/2011 Tentang Penerapan


manajemen risikobagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah

Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/23/DPNP tanggal 25


Oktober 2011, atau Peraturan bank IndonesiaNomor
21
13/23/pbi/2011TentangPenerapan manajemen risiko bagi
BankUmum Syariah dan Unit Usaha Syariah.

Veithzal Rivai & Andria Permata Veithzal, (2008). Islamic Financial


Management, Jakarta: PT. RagaGrafindo Persada,

Samsudin, dkk, , 2003, Paper Manajemen Risiko, Universitas Indonesia

Siti Khadijah Ab Manan and Muhammad Hakimi Bin Mohd Shafiai, Risk
Management of Islamic Microfinance (IMF) Product by Financial
Institutions in Malaysia

Teguh Pudjo Muljono, Manajemen Perkreditan bagi Bank Komersial,


Yogyakarta, BPFE, 2001

Zulkifli, Sunarto, 2003, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah,


Jakarta: Penerbit Zikrul Hakim.

22

Anda mungkin juga menyukai