Anda di halaman 1dari 14

PENGAWASAN PEMBIAYAAN DAN PENANGANAN PEMBIAYAAN BERMASALAH

PADA BANK SYARIAH


Makalah
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Bank Syariah
Dosen Pengampu : Sri Mulyani, M.Pd
Disusun Oleh Kelompok 12
Kelas/Semester : C / 4
1.Nabilla Sesartalia Hartawan 1941030192
. 2.Robi Hidayat 1941030154

Program Studi Manajemen


Dakwah

FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
TAHUN AJARAN 1442 H / 2021 M

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmatnya berupa kesehatan, kesempatan serta pengetahuan sehingga makalah tentang
PENGAWASAN PEMBIAYAAN DAN PENANGANAN PEMBIAYAAN BERMASALAH
PADA BANK SYARIAH ini bisa selesai sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Mudah-mudahan makalah ini yang telah berhasil kami susun bisa dengan mudah dipahami oleh
semua yang membacanya. Sebelumnya kami meminta maaf jika terdapat kesalahan kata atau
kalimat yang kurang berkenan di hati . Serta tak lupa kami juga berharap adanya masukan serta
kritikan demi terciptanya makalah yang lebih baik lagi.

Bandar Lampung, 09 Juni 2021

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………...
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan Pembahasan 1
8BAB II PEMBAHASAN……………………………………………..…………………..
A. pengertian pembiayaan
B. Fungsi pembiayaan
C. prinsip prinsip pembiayaan
D. sebab pembiayaan bermasalah
E. factor pembiayaan bermasalah
F penyelamat pembiayaan bermasalah
G penyelesaian pembiayaan bermasalah
BAB III PENUTUP……………………………………………………………………....
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………

PENDAHULUAN
Latar belakang
Pembiayaan atau financing adalah pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak
lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun
lembaga. Jadi, pembiayaan adalah pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi
yang telah direncanakan. Dalam pelaksanaannya, sebagian besar asset dari bank syariah adalah
pembiayaan. Karena itu pembiayaan harus dijaga kualitasnya.
Dalam Undang- undang Perbankan Syariah Pasal 2disebutkan bahwa “perbankan syariah
dalam melakukan kegiatan usahanya berasaskan prinsip syariah, demokrasi ekonomi, dan
prinsip kehatihatian.” Penerapan prinsip kehatihatian dijabarkan dalam bentuk rambu-rambu
kesehatan bank. 3 Undang-Undang Perbankan Syariah, pasal 23 (1) mengatur bahwa “Bank
syariah dan/atau UUS harus mempunyai keyakinan atas kemauan dan kemampuan calon
nasabah penerima fasilitas untuk melunasi seluruh kewajiban pada waktunya, sebelum Bank
Syariah dan/ atau UUS menyalurkan dana kepada nasabah penerima fasilitas”.Untuk
mendapatkan keyakinan maka bank syariah wajib melakukan penilaian yang seksama terhadap
kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari calon nasabah penerima fasilitas
(character, capacity, capital, collateral, condition).” Pada Pasal 36 juga diatur bahwa “Dalam
memberikan pembiayaan dan melakukan kegiatan usaha lainnya, Bank Syariah dan UUS wajib
menempuh cara-cara yang tidak merugikan Bank Syariah dan UUS dan kepentingan nasabah
yang mempercayakan dananya”. Aturan ini berimplikasi pada bank syariah dalam memberikan
pembiayaan wajib mempunyai keyakinan atas kemauan dan kemampuan dari nasabah
penerima fasilitas.
Prinsip kehatihatian bertujuan agar bank-bank selalu dalam keadaan sehat, selalu dalam
keadaan likuid, solvent dan menguntungkan (profitable). Dengan diberlakukannya prinsip
kehatihatian ini diharapkan kadar kepercayaan masyarakat terhadap perbakan selalu tinggi
sehingga masyarakat bersedia dan tidak ragu-ragu menyimpan dananya dibank. Dengan kata
lain dalam pembiayaan bank syariah sebisa mungkin menhindari terjadinya pembiayaan
bermasalah/ kegagalan dalam pembiayaan.
Jika hal itu terjadi, maka sumber pelunasan pembiayaan adalah dari usaha nasabah yang
menghasilkan pendapatan (revenue) yang disebut first way out dan second way out berupa
agunan (collateral). Dalam pembiayaan bermasalah, bank berhak menjual benda agunan yang
dibebani dengan hak jaminan dan mengambil hasil penjualan atas benda tersebut sebagai
sumber pelunasan pembiayaan. Jaminan merupakan hal penting untuk diperhitungkan bagi
bank karena jaminan merupakan sumber pelunasan bilamana nasabah mengalami kegagalan
pembiayaan Syariah

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pembiayaan bermasalah?
2. Bagaimana Fungsi pembiayaan?
3. Bagaimana prinsip pembiayaan?
4. Bagaimana sebab pembiayaan bermasalah?
5. Bagaimana factor pembiayaan bermasalah?
6. Bagaimana penyelamat pembiayaan bermasalah?
7. Bagaimana penyelesaian pembiyaan bermasalah?
C. Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui tentang pembiayaan bermasalah
2. Mengetahui tentang Fungsi pembiayaan
3. Mengetahui tentang prinsip pembiayaan
4. Mengetahui tentang sebab pembiayaan bermasalah
5. Mengetahui tentang factor pembiayaan bermasalah
6. Mengetahui tentang penyelamat pembiayaan bermasalah
7. Mengetahui tentang penyelesaian pembiayaan bermasalah

BAB II PEMBAHASAN
A.PENGERTIAN PEMBIAYAAN BERMASALAH
Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah
Secara umum pengertian pembiayaan bermasalah adalah pembiayaan yang diakibatkan oleh
nasabah yang tidak menempati jadwal pembayaran angsuran dan tidak memenuhi persyaratan
yang tertuang dalam akad. Mahmoeddin mengemukakan pengertian pembiayaan bermasalah
lebih spesifik lagi, yaitu pembiayaan yang kurang lancar, dimana nasabahnya tidak memenuhi
persyaratan yang telah dituangkan dalam akad, pembiayaan yang tidak menempati jadwal
angsuran, sehingga terjadinya penunggakan. Pembiayaan bermasalah adalah pembiayaan yang
tidak menempati janji pembayaran, sehingga memerlukan tindakan hukum untuk menagihnya,
kemudian mahmoedin juga menyimpulkan bahwa pembiayaan bermasalah adalah pembiayaan
yang berpotensi untuk merugikan bank sehingga berpengaruh terhadap kesehatan bank itu
sendiri.
Kualitas pembiayaan pada hakikatnya didasarkan atas risiko terhadap kepatuhan nasabah
dalam memenuhi kewajibannya. Hal ini sebagaimana mengacu pada ketentuan PBI
No.9/9/PBI/2007 dan PBI No.10/24/PBI/2008 tentang penetapan kualitas pembayaran, yang
kualitas pembayaran dinilai berdasarkan aspek prospek usaha, kinerja nasabah dan
kemampuan membayar. Penetapan kualitas tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan
materialitas dan signifikansi dari faktor penilaian komponen serta relevansinya dari faktor
penilaian terhadap karakteristik penetapan pembayaran angsuran nasabah tersebut.
Pembiayaan bermasalah cenderung lebih beresiko terjadi pada produk-produk dengan
presentase alokasi dana yang tinggi seperti pembiayaan murabahah.
Secara spesifik, risiko yang terjadi pada pembiayaan murabahah di antaranya terkait dengan
barang yang timbul karena kehilangan atau kerusakan dari waktu pembelian sampai waktu
pengiriman. Kemudian risiko yang terkait dengan penolakan atau pembatalan pembelian
barang oleh nasabah. Selanjutnya risiko yang terkait dengan pembayarannya yang terjadi
apabila nasabah tidak membayar penuh atau sebagian dari uang muka, sebagaimana yang telah
direncanakan dalam kontrak pembiayaan.Sebab-sebab Pembiayaan BermasalahBerdasarkan
pasal 23 dan penjelasan pasal 37 ayat (1) UU No. 21 Tahun 2008 terkait Perbankan Syariah,
dapat disimpulkan bahwa penyaluran dana oleh bank syariah mengandung risiko kegagalan
atau kemacetan dalam pelunasannya, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus benar-benar
memperhatikan asas-asas penyaluran dana/pembiayaan yang sehat.Secara umum pembiayaan
bermasalah dapat terjadi dikarenakan oleh faktor-faktor internal dan faktor-faktor eksternal.
Faktor intern adalah faktor yang ada di dalam perusahaan sendiri, dan faktor utama yang
paling dominan adalah faktor manajerial. Munculnya kesulitan-kesulitan keuangan perusahaan
yang disebabkan oleh faktor manajerial dapat dilihat dari beberapa hal, seperti kelemahan
dalam kebijakan pembelian dan penjualan, lemahnya pengawasan biaya dan juga pengeluaran,
kebijakan piutang yang kurang tepat, penempatan berlebihan pada aktiva tetap, dan
permodalan yang tidak cukup. Faktor ekstren merupakan faktor-faktor yang berada di luar
kekuasaan manajemen perusahaan.Strategi Penyelesaian Pembiayaan BermasalahSecara garis
besar, usaha penyelesaian pembiayaan bermasalah dapat dibedakan berdasarkan kondisi
hubungannya dengan nasabah debitur, apakah ia bersifat kooperatif atau tidak. Apabila dalam
penyelesaian pembiayaan tersebut pihak debitur masih kooperatif, sehingga usaha
penyelesaian dilakukan secara Kerjasama antara debitur dan bank, dalam hal ini disebut
sebagai penyelesaian secara damai atau penyelesaian secara persuasif. Namun apabila dalam
penyelesaian pembiayaan tersebut pihak debitur tidak kooperatif lagi, sehingga usaha
penyelesaian dilakukan secara pemaksaan dengan melandaskan pada hak-hak yang dimiliki
oleh bank, dalam hal ini disebut penyelesaian secara paksa.Penyelamatan Pembiayaan
BermasalahPenyelamatan pembiayaan adalah istilah teknis yang biasa dipergunakan
dikalangan perbankan terhadap upaya dan langkah-langkah yang dilakukan bank dalam usaha
mengatasi permasalahan pembiayaan yang dihadapi oleh debitur yang masih memiliki prospek
usaha yang baik. Namun mengalami kesulitan pembayaran pokok dan/atau kewajiban-
kewajiban lainnya, agar debitur dapat memenuhi kembali kewajibannya.Idealnya, pembiayaan
yang telah diberikan oleh bank syariah bisa berjalan dengan lancar. Nasabah mematuhi apa
yang telah disepakati dalam akad. Akan tetapi dalam pelaksanaannya nasabah mengalami
kesulitan dalam pembayaran yang berakibat pada
dengan barang yang timbul karena kehilangan atau kerusakan dari waktu pembelian sampai
waktu pengiriman. Kemudian risiko yang terkait dengan penolakan atau pembatalan pembelian
barang oleh nasabah. Selanjutnya risiko yang terkait dengan pembayarannya yang terjadi
apabila nasabah tidak membayar penuh atau sebagian dari uang muka, sebagaimana yang telah
direncanakan dalam kontrak pembiayaan.

B.FUNGSI PEMBIAYAAN
Fungsi pembiayaan di dalam perekonomian, perdagangan, dan keuangan menurut Rivai (2008:
7) dapat dikemukakan sebagai berikut:
a. Pembiayaan dapat Meningkatkan Utility (Daya Guna) dariModal/Uang Dana yang
mengendap (yang diperoleh dari para penyimpan uang) tidaklah idle (diam) dan disalurkan
untuk usaha-usaha yang bermanfaat, baik bagi pengusaha maupun masyarakat.
b. Pembiayaan Meningkatkan Utility (Daya Guna) suatu Barang Produsen dengan bantuan
pembiayaan dapat memproduksi bahan jadi sehingga utility dari bahan tersebut meningkat,
misalnya peningkatan utility kelapa menjadi kopra dan selanjutnya menjadi
minyak kelapa/minyak goreng. Peningkatan utility padi menjadi beras, benang menjadi tekstil
dan sebagainya.
c. Pembiayaan meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang Pembiayaan yang disalurkan
melalui rekening-rekening Koran,pengusaha menciptakan pertambahan peredaran uang giral
dan sejenisnya seperti cheque, giro bilyet, wesel, promes melalui pembiayaan.
d. Pembiayaan menimbulkan gairah usaha masyarakat
Manusia adalah makhluk yang selalu melakukan kegiatan ekonomi yaitu selalu berusaha
memenuhi kebutuhannya. Kegiatan usaha sesuai dengan dinamikanya akan selalu meningkat.
Akan tetapi, peningkatan usaha tidaklah selalu diimbangi dengan peningkatan kemampuan.
e. Pembiayaan sebagai alat stabilisasi ekonomi Dalam keadaan ekonomi yang kurang sehat
langkah-langkah stabilisasi pada dasarnya diarahkan pada usaha-usaha untuk:
1) Pengendalian inflasi
2) Peningkatan ekspor
3) Rehabilitasi sarana
4) Pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok rakyat.
f. Pembiayaan sebagai jembatan untuk peningkatan pendapatan Nasional Pengusaha yang
memperoleh pembiayaan tentu saja berusaha untuk meningkatkan usahanya. Peningkatan
usaha berarti peningkatan profit. Bila keuntungan ini secara kumulatif dikembangkan lagi
dalam arti kata dikembangkan ke dalam struktur permodalan, maka peningkatan akan
berlangsung terus menerus.
g. Pembiayaan sebagai alat hubungan ekonomi Internasional
Lembaga pembiayaan tidak saja bergerak didalam negeri saja,tetapi juga diluar negeri.
Beberapa negara kaya minyak yang telah sedemikian maju organisasi dan sistem
perbankannya telah melebarkan sayap perbankannya ke seluruh pelosok dunia. Lalu lintas
pembayaran internasional pada dasarnya berjalan lancar bila disertai dengan kegiatan
pembiayaan yang sifatnya internasional.

C.PRINSIP PRINSIP PEMBIAYAAN


Lazimnya dalam bisnis prinsip pembiayaan, ada tiga skim dalam
melakukan akad pada bank syariah, yaitu:
a. Bagi Hasil atau Syirkah (Profit Sharing)
1) Mudharabah
Mudharabah adalah sistem kerja sama usaha antara dua pihak atau lebih di mana pihak
pertama (shahib al-mal) menyediakan seluruh (100%) kebutuhan modal (sebagai penyuntik
sejumlah dana sesuai kebutuhan pembiayaan suatu proyek), sedangkan customer sebagai
pengelola (mudharib)
mengajukan permohonan pembiayaan dan untuk ini customer sebagai pengelola (mudharib)
menyediakan keahliannya. Dalam transaksi jenis ini biasanya mensyaratkan adanya wakil
(shahib al-mal) dalam manajemen proyek. Mudharib sebagai pengelola yang dipercaya harus
bertanggung jawab apabila
terjadi kerugian yang diakibatkan karena kelalaian dan wakil shahib al-mal harus mengelola
modal secara profesional untuk mendapatkan laba yang optimal. Keuntungan usaha secara
mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan rugi
ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian pengelola
(customer). Selanjutnya bilamana kerugian tersebut akibat kecurangan atau kelalaian pengelola
(customer), maka pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
Pada dasarnya kedua belah pihak kemudian berbagi hasil atas keuntungan usaha yang
diperoleh. Dalam posisi ini bank sebagai penyedia modal dan customer yang mengajukan
permohonan pembiayaan akan menjadi pengelola dari usaha tersebut (Rivai, 2008: 43).
b. Jual beli atau Bai’ (Sale and Purchase)
Bentuk pembiayaan jual beli menurut Rivai (2008: 49-52) adalah:
Bai’ al-Murabahah atau Beli Angsur (al-bai’ bi tsaman ajil)atau Diartikan Pula dengan
Keuntungan (Deffered Payment Sale)
Merupakan transaksi jual-beli di mana lembaga pembiayaan menyebutkan jumlah keuntungan
tertentu. Di sini bank bertindak sebagai penjual, dan dilain pihak customer sebagai pembeli
sehingga harga beli dari supplier atau produsen atau pemasok ditambah dengan keuntungan
lembaga pembiayaan sebelum dijual kepada costumer.
C.Sewa-Menyewa (Ijarah dan Ijarah Muntahia Bittamlik)
Ijarah adalah akad untuk memanfaatkan jasa, bai jasa atas barang atau jasa atas tenaga kerja.
Bila digunakan untuk mendapatkan manfaat barang, maka disebut sewa-menyewa. Sedangkan
jika digunakan untuk mendapatkan manfaat tenaga kerja, disebut upah-mengupah. Objek ijarah
tetap menjadi milik yang menyewakan. Namun dalam perkembangannya untuk ijarah,
peminjam (customer) dimungkinkan untuk memiliki objek ijarah di akhir periode peminjaman.
Dengan demikian, ijarah membuka peluang kemungkinan perpindahan kepemilikan atas objek
ijarah ini yang disebut Ijarah Muntahia Bittamlik (IMBT) (Rivai, 2008:53).

D.SEBAB SEBAB PEMBIAYAAN BERMASALAH


Berdasarkan pasal 23 dan penjelasan pasal 37 ayat (1) UU No. 21 Tahun 2008 terkait
Perbankan Syariah, dapat disimpulkan bahwa penyaluran dana oleh bank syariah mengandung
risiko kegagalan atau kemacetan dalam pelunasannya, sehingga dalam pelaksanaannya bank
harus benar-benar memperhatikan asas-asas penyaluran dana/pembiayaan yang sehat.
Secara umum pembiayaan bermasalah dapat terjadi dikarenakan oleh faktor-faktor internal dan
faktor-faktor eksternal. Faktor intern adalah faktor yang ada di dalam perusahaan sendiri, dan
faktor utama yang paling dominan adalah faktor manajerial. Munculnya kesulitan-kesulitan
keuangan perusahaan yang disebabkan oleh faktor manajerial dapat dilihat dari beberapa hal,
seperti kelemahan dalam kebijakan pembelian dan penjualan, lemahnya pengawasan biaya dan
juga pengeluaran, kebijakan piutang yang kurang tepat, penempatan berlebihan pada aktiva
tetap, dan permodalan yang tidak cukup. Faktor ekstren merupakan faktor-faktor yang berada
di luar kekuasaan manajemen perusahaan.

E.FAKTOR PENYEBAB PEMBIAYAAN BERMASALAH


Penyebab kredit bermasalah dapat didefinisikan sebagai suatau kondisi yang mengakibatkan
terjdinya tunggakan, kemacetan atau tidak tertagihnya uang bank.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya pembiayaan bermasalah sebagai berikut:
a. Faktor intern (berasal dari pihak bank)
1. Kurang baiknya pemahaman atas bisnis nasabah
2. Kurang dilakukan evaluasi keuangan nasabah
3. Kesalahan setting fasilitas pembiayaan (berpeluang melakukan side streaming).
4. Perhitungan modal kerja tidak didasarkan pada bisnis usaha nasabah
6. Proyeksi penjualan tidak memperhitungkan kebiasaan bisnis dan kurang memperhitungkan
aspek competitor
7. Aspek jaminan tidak diperhitungkan aspek marketable
8. Lemahnya supervise dan monitoring timbal balik antara nasabah dengan pejabat bank
sehingga mengakibatkan proses pemberian pembiayaan tidak didasarkan pada praktik
perbankan yang sehat.
b. Faktor ekstern (berasal dari pihak luar)
1. Karakter nasabah tidak amanah (tidak jujur dalam memberikan informasi dan laporan
tentang kegiatannya)
2. Melakuka sidestreaming penggunaan dana
3. Kemampuan pengelolaan nasabah tidak memadai sehingga kalah dalam persaingan usaha
4. Usaha yang dijalankan relative baru
5. Bidang usaha nasabah telah jenuh
6. Tidak mampu menanggulangi masalah/ kurang menguasai bisnis
7. Meninggalkan key person
8. Perselisihan sesame direks

F.PENYELAMATAN PEMBIAYAAN BERMASALAH


Penyelamatan pembiayaan adalah istilah teknis yang biasa dipergunakan dikalangan perbankan
pembiayaan yang dihadapi oleh debitur yang masih memiliki prospek usaha yang baik. Namun
mengalami kesulitan pembayaran pokok dan/atau kewajiban-kewajiban lainnya, agar debitur
dapat memenuhi kembali kewajibannya.Idealnya, pembiayaan yang telah diberikan oleh bank
syariah bisa berjalan dengan lancar. Nasabah mematuhi apa yang telah disepakati dalam akad.
Akan tetapi dalam pelaksanaannya nasabah mengalami kesulitan dalam pembayaran yang
berakibat pada tidak atau kurang lancarnya pembiayaan, yang bisa berujung pada kerugian
bagi pihak bank syariah dan tidak menutup kemungkinan kerugian pada pihak nasabah jika
terjadi pembiayaan bermasalah maka bank syariah akan melakukan upaya untuk menangani
pembiayaan bermasalah tersebut.Pengelolaan bank yang optimal dalam aktivitas pembiayaan
dapat meminimalisir potensi kerugian yang akan terjadi. Pengelolaan tersebut antara lain
dilakukan melalui restrukturisasi pembiayaan. Pelaksanaan restrukturisasi pada bank, harus
tetap memenuhi prinsip syariah disamping itu mengacu kepada prinsip ketaatan yang bersifat
universal yang berlaku pada industri perbankan. Selain itu, aspek kebutuhan dan kesesuaian
dengan perkembangan industri perbankan syariah menjadi pertimbangan dalam
penyempurnaan ketentuan mengenai restrukturisasi pembiayaan di bank syariah dan unit usaha
syariah.Setiap terjadi pembiayaan bermasalah maka bank syariah akan berupaya untuk
menyelamatkan pembiayaan berdasarkan peraturan bank Indonesia Nomor 13/9/PBI/2011
Tentang perubahan atas peraturan bank Indonesia Nomor 10/BI/2008 tentang restrukturisasi
pembiayaan bagi bank syariah dan unit usaha syariah.
tidak atau kurang lancarnya pembiayaan, yang bisa berujung pada kerugian bagi pihak bank
syariah dan tidak menutup kemungkinan kerugian pada pihak nasabah jika terjadi pembiayaan
bermasalah maka bank syariah akan melakukan upaya untuk menangani pembiayaan
bermasalah tersebut.
Pengelolaan bank yang optimal dalam aktivitas pembiayaan dapat meminimalisir potensi
kerugian yang akan terjadi. Pengelolaan tersebut antara lain dilakukan melalui restrukturisasi
pembiayaan. Pelaksanaan restrukturisasi pada bank, harus tetap memenuhi prinsip syariah
disamping itu mengacu kepada prinsip ketaatan yang bersifat universal yang berlaku pada
industri perbankan. Selain itu, aspek kebutuhan dan kesesuaian dengan perkembangan industri
perbankan syariah menjadi pertimbangan dalam penyempurnaan ketentuan mengenai
restrukturisasi pembiayaan di bank syariah dan unit usaha syariah.
Setiap terjadi pembiayaan bermasalah maka bank syariah akan berupaya untuk menyelamatkan
pembiayaan berdasarkan peraturan bank Indonesia Nomor 13/9/PBI/2011 Tentang perubahan
atas peraturan bank Indonesia Nomor 10/BI/2008 tentang restrukturisasi pembiayaan bagi bank
syariah dan unit usaha syariah. Restrukturisasi pembiayaan adalah upaya yang dilakukan bank
untuk membantu nasabah agar dapat menyelesaikan kewajibannya, antara lain melalui:
1. Penjadwalan kembali (rescheduling), yaitu perubahan jadwal pembayaran kewajiban
nasabah atau jangka waktunya
2. Persyaratan kembali (reconditioning),
yaitu perubahan sebagian atau seluruh persyaratan Pembiayaan tanpa menambah sisa pokok
kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada Bank, antara lain meliputi:
a. perubahan jadwal pembayaran;
b. perubahan jumlah angsuran;
c. perubahan jangka waktu;
d. Perubahan nisbah dalam pembiayaan mudharabah atau musyarakah
e. Perubahan proyeksi bagi hasil dalam pembiayaan mudharabah atau musyarakah;
f. Pemberian potongan.
3. Penataan kembali (restructuring), yaitu perubahan persyaratan Pembiayaan yang antara lain
meliputi:
a. Penambahan dana fasilitas pembiayaan bank;
b. Konversi akad pembiayaan;
c. Konversi pembiayaan menjadi surat berharga syariah berjangka waktu menengah; dan/atau;
d. Konversi pembiayaan menjadi penyertaan modal sementara pada perusahaan nasabah, yang
dapat disertai dengan rescheduling atau reconditioning.

G. PENYELESAIAN PEMBIAYAAN BERMASALAH


Strategi Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah
Secara garis besar, usaha penyelesaian pembiayaan bermasalah dapat dibedakan berdasarkan
kondisi hubungannya dengan nasabah debitur, apakah ia bersifat kooperatif atau tidak. Apabila
dalam penyelesaian pembiayaan tersebut pihak debitur masih kooperatif, sehingga usaha
penyelesaian dilakukan secara Kerjasama antara debitur dan bank, dalam hal ini disebut
sebagai penyelesaian secara damai atau penyelesaian secara persuasif. Namun apabila dalam
penyelesaian pembiayaan tersebut pihak debitur tidak kooperatif lagi, sehingga usaha
penyelesaian dilakukan secara pemaksaan dengan melandaskan pada hak-hak yang dimiliki
oleh bank, dalam hal ini disebut penyelesaian secara paksa.
Pada tahapan penyelesaian pembiayaan bermasalah, kebijakan yang dilakukan terhadap
pembiayaan bermasalah adalah sebagai berikut:
1. Penyelesaian Melalui On The Spot (OTS)
Kebijakan ini dilakukan dengan cara turun ke lapangan untuk melihat langsung jaminan dan
prospek usaha nasabah. Tujuannya adalah untuk melihat jika jaminan tersebut bias terback-up
dengan sisa pembayaran angsuran. Selanjutnya adalah melihat prospek usaha dan keadaan
ekonominasabah untuk menentukan apakah bisa menutupi sisa angsurannya
2. Penyelesaian Melalui Eksekusi
Jaminan Penyelesaian melalui jaminan dilakukan oleh bank syariah bilamana berdasarkan
evaluasi ulang pembiayaan, prospek usaha nasabah tidak ada, dan atau nasabah tidak
kooperatif untuk menyelesaikanm pembiayaan atau upaya penyelamatan dengan upaya
restrukturisasi tidak membawa hasil melancarkan kembali pembiayaan tersebut. Jika hal
tersebut terjadi, maka upaya selanjutnya adalah penyelesaian pembiayaan bermasalah dengan
cara eksekusi jaminan. Eksekusi jaminan disesuaikan dengan lembaga jaminan yang
membebani benda jaminan tersebut, rahn (gadai syariah), jaminan hipotik, jaminan hak
tanggungan, dan jaminan fidusia.

3. Penyelesaian Melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional (NonLitigasi) Berdasarkan klausula


dalam perjanjian pembiayaan, jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau
terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak dan tidak tercapai kesepakatan melalui
musyawarah, maka penyelesainya bisa dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional
(BASYARNAS)

. PENUTUP

KESIMPULAN
Pembiayaan pada lembaga keuangan syariah harus dijaga kualitasnya berdasarkan prinsip
kehati- hatian. Prinsip kehati-hatian adalah pedoman pengelolaan lembaga keuangan Syariah
yang wajib dianut guna mewujudkan lembaga yang sehat, kuat, dan efisien sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Penerapan prinsip ini diwujudkan saat melakukan
analisa pembiayaan. Yaitu menganalisa keyakinan atas kemauan dan kemampuan calon
nasabah untuk melunasi seluruh kewajiban pada waktunya. Keyakinan tersebut diperoleh dari
penilaian dengan seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha
dari calon nasabah penerima fasilitas (character, capacity, capital, collateral, condition).
Idealnya, pembiayaan berjalan dengan lancar, pihak lembaga sudah melakukan analisis dengan
baik dan nasabah mematuhi apa yang telah disepakati dalam perjanjian. Namun, jika terjadi
kesalahan dalam analisis oleh lembaga atau terjadi ketidak berdayaan pada nasabah.
sehingga terjadi masalah. Maka baik pihak lembaga atau nasabah bisa melakukan upaya untuk
menyelesaikannya, yaitu melakukan penyelamatan pembiayaan bermasalah dengan upaya
restrukturisasi apabila nasabah masih mempunyai niat baik untuk menyelesaikannya, atau jika
nasabah sudah tidak ada lagi niat baik dalam (tidak dapat diajak kerjasama) dalam upaya
penyelamatan pembiayaan bermasalah, maka lembaga keuangan Syariah bisa
menyelesaikannya dengan cara non ligitasi dan ligitasi.
Daftar pustaka
https://retizen.republika.co.id/posts/11683/penanganan-pembiayaan-bermasalah-pada-bank-
syariah
file:///C:/Users/USER/Downloads/1208-2493-1-SM.pdf
file:///C:/Users/USER/Downloads/Documents/BAB%20II_2.pdf
file:///C:/Users/USER/Downloads/Documents/ulviyah%20(PDF).pdf

Anda mungkin juga menyukai