Di Susun Oleh :
Intan Ayu S. M
F12418169
Dosen Pengampu :
Prof. Dr. H. Djoko Subagyo, MM
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Non Performing Financing (NPF) ?
2. Apa faktor penyebab Non Performing Financing (NPF)?
3. Bagaimana penyelesaian Non Performing Financing (NPF) ?
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui Non Performing Financing (NPF).
2. Mengetahui faktor penyebab Non Performing Financing (NPF).
3. Mengetahui solusi penyelesaian Non Performing Financing (NPF).
1
BAB II
Dalam berbagai peraturan yang diterbitkan oleh Bank Indonesia tidak dijumpai
definisi atau pengertian dari “pembiayaan bermasalah” yang diterjemahkan sebagai
Non Perfoming Financing (NPF) atau Amwal Mustamirah Ghairu Najihah. Istilah
“pembiayaan bermasalah” dalam perbankan syariah adalah padanan istilah “kredit
bermasalah” di perbankan konvensional. Istilah kredit bermasalah elah lazim
digunakan oleh dunia perbankan Indonesia sebagai terjemahan problem loan atau
Non Performing Loan (NPL) yang merupakan isitilah yang juga lazim digunakan
dalam perbankan internasional. Namun dalam Statistik Perbankan Syariah yang
diterbitkan oleh Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia dijumpai istilah Non
Performing Financing (NPF) atau dalam Kamus Perbankan Syariah disebut duyunun
ma’dumah yang diartikan sebagai “Pembiayaan non-lancar mulai dari kurang lancar
sampai dengan macet”.2
1
Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah (Jakarta: PT Gramedia Pustaka, 2012), 89
2
Tabel 26 Statistik Perbankan Syariah (Islamic Banking Statistics), Oktober 2011.
2
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembiayaan bermasalah adalah
pembiayaan yang kualitasnya berada dalam golongan kurang lancar (golongan III),
diragukan (golongan IV), dan macet (golongan V). Pembiayaan bermasalah tersebut
dari segi produktivitasnya (performance-nya) yaitu dalam kaitannya dengan
kemampuan menghasilkan pendapatan bagi bank, sudah berkurang atau menurun
bahkan sudah tidak ada lagi.
Pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah wajib dikembalikan oleh nasabah
penerima fasilitas setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan, ujrah, tanpa
imbalan, atau bagi hasil.3 Fasilitas pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah
merupakan aktiva produktif syariah untuk memperoleh penghasilan.4 Artinya apabila
fasilitas pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah kuaitasnya lancar, maka bank
syariah akan mendapatkan kembali dana yang disalurkan kepada nasabah berikut
pendapatan berupa bagi imbalan. Selanjutnya dana tersebut dapat digulirkan kembali
kepada masyarakat yang membutuhkan dana dalam bentuk pembiayaan, dan
seterusnya bank akan mendapat imbalan. Karena itu, kualitas pembiayaan yang lancar
merupakan sumber dana bagi bank dalam meghasilkan pendapatan sumber dana
untuk ekspansi usaha bagi masyarakat.5
Dalam penyaluran kredit, tidak selamanya kredit yang diberikan bank kepada
debitur akan berjalan sesuai dengan yang diharapkan di dalam perjanjian kredit.
Gagalnya pengembalian sebagian kredit yang diberikan dan menjadi kredit
bermasalah sehingga mempengaruhi pendapatan bank. Kondisi lingkungan eksternal
dan internal (dari sisi nasabah atau debitur dan dari sisi bank) dapat mempengaruhi
kelancaran kewajiban debitur kepada bank sehingga kredit yang telah disalurkan
kepada debitur berpotensi atau menyebabkan kegagalan.
3
Pasal 1 angka 25 UU Perbankan Syariah.
4
Pasal 1 angka 2, Peraturan Bank Indonesia No. 13/13/PBI/2011 tentang Penilaian Kualitas Aktiva
Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
5
Wangsawidjaja., 92
3
Adapun kondisi lingkungan eksternal yang dapat mempengaruhi kegagalan
dalam pemberian kredit antara lain: 6
6
Ikatan Bankir Indonesia, Bisnis Kredit Perbankan (Jakarta: PT Gramedia Pustaka, 2015), 92-93.
7
Opcit., 92-94.
4
h. Bank tidak mempunyai perencanaan kredit yang baik.
i. Pejabat bank, baik yang melakukan analis kredit maupun yang terlibat
dalam pemutusan kredit, mempunyai kepentingan pribadi terhadap usaha
atau proyek yang dimintakan kredit oleh calon nasabah.
j. Bank tidak mempunyai informasi yang cukup mengenai watak calon
debitur.
2) Faktor Intern Nasabah
a. Penyalahgunaan kredit oleh nasabah yang tidak sesuai dengan tujuan
perolehannya.
b. Perpecahan di antara para pemilik atau pemegang saham.
c. Key person dari perusahaan sakit atau meninggal dunia yang tidak dapat
digantikan oleh orang lain dengan segera.
d. Tenaga ahli yang menjadi tumpuan proyek atau perusahaan meninggalkan
perusahaan.
e. Perusahaan tidak efesien, yang terlihat dari overhead cost yang tinggi
sebagai akibat pemborosan.
3) Faktor Ekstern Bank dan Nasabah
a. Feasibility study yang dibuat konsultan, yang menjadi dasar bank untuk
mempertimbangkan pemberian kredit, telah dibuat tidak benar.
b. Laporan yang dibuat oleh akuntan publik yang menjdi dasar bank untuk
mempertimbangkan pemberian kredit, tidak benar.
c. Kondisi ekonomi atau bisnis yang menjadi asumsi pada waktu kredit
diberikan berubah.
d. Terjadi perubahan atas peraturan perundang-undangan yang berlaku
menyangkut proyek atau sektor ekonomi nasabah.
e. Terjadi perubahan politik di dalam negeri.
f. Terjadi perubahan di negara tujuan ekspor dari nasabah.
g. Perubahan teknologi dari poyek yang dibiayai dan nasabah tidak menyadari
terjadinya perubahan tersebut atau nasabah tidak segera melakukan
penyesuaian.
5
h. Munculnya produk pengganti yang dihasilkan oleh perusahaan lain yang
lebih baik dan murah.
i. Terjadinya musibah terhadap proyek nasabah karena keadaan kahar (force
majeure).
j. Kurang kooperatifnya pihak perusahaan asuransi, yang tidak cepat
memenuhi tuntutan ganti rugi nasabah yang mengalami musibah.
Adapun dalam buku lain disebutkan NPL disebabkan oleh adanya risiko kredit
yang antara lain: 8
1) Risiko Usaha
2) Risiko Geografis
3) Risiko Keramaian/Keamanan/Tawuran/Perkelahian
4) Risiko Politik/Kebijakan Pemerintah
5) Risiko Ketidakpastian (Uncertainty)
6) Risiko Inflasi
7) Risiko Persaingan
C. Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah
8
Achmat Firdaus dan Maya Ariyanti, Manajemen Perkreditan Bank Umum (Bandung; ALFABETA,
2011), 35-36.
9
Ikatan Bankir Indonesia,.94-95
6
1) Melakukan pendampingan kepada debitur bermasalah. Pendampingan ini
bertujuan untuk mengetahui apakah permasalahan kredit yang terjadi murni
karena aktivitas usaha (risiko bisnis) atau karena kecurangan yang dilakukan
debitur terhadap fasilitas kredit yang telah diterimanya (tidak sesuai dengan
tujuan diberikannya kredit). Sebagai contoh, jika berdasarkan hasil analisis
bank permasalahan yang dihadapi debitur adalah karena ketidakefisienan
dalam proses produksi, bank dapat memberikan masukan untuk melakukan
efisiensi dalam proses produksi, seperti efisiensi dalam pos persediaan dengan
melakukan strategi just in time, dan sebagainya.
2) Aktivitas pembinaan juga termasuk dalam hal melakukan aktivitas penagihan
secara intensif terhadap debitur bermasalah.
10
Wangsawidjaja, 447-448.
7
Syariah, sebagaimana telah diubah dengan SEBI No. 13/18/DPbS tanggal 30
Mei 2011.
8
Dari kedua tindakan di atas yaitu pembinaan kredit bermasalah dan
penyelamatan pembiayaan bermasalah (NPF), kadangkala tidak cukup membantu
nasabah untuk pulih dalam menjalankan aktivitas bisnisnya maupun mencegah
kemungkinan timbulnya kerugian lebih lanjut bagi bank terkait dengan fasilitas
kredit yang diberikan kepada debitur. Bank harus dapat mengambil keputusan
untuk mengakhiri hubungannya dengan debitur melalui penyelesaian kredit.
Penyelesaian kredit atau dalam istilah perbankan syariah adalah penyelesaian
pembiayaan bermasalah (NPF) yang dilakukan antara lain :
11
katan Bankir Indonesia, 97-101
9
PENUTUP
KESIMPULAN
10
DAFTAR PUSTAKA
Achmat Firdaus dan Maya Ariyanti, Manajemen Perkreditan Bank Umum. Bandung;
ALFABETA, 2011.
Ikatan Bankir Indonesia, Bisnis Kredit Perbankan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka,
2015.
Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka, 2012.
Peraturan Bank Indonesia No. 13/13/PBI/2011 tentang Penilaian Kualitas Aktiva
Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
11