Muhammad Avrianto
1308015115
…………………….@gmail.com
Lembaga perbankan adalah lembaga keuangan yang menjadi perantara antara pihak
yang mempunyai kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan atau keKurangan dana.
Salah satu dari kegiatan usaha bank adalah sektor perkreditan dan pendapatan bank yang
terbesar berasal dari sektor perkreditan. Kredit Usaha Rakyat (KTA) pada Bank Rakyat
Indonesia merupakan fasilitas Kredit yang diberikan kepada usaha produktif dan layak ( fesible)
namun belum bankable, dalam bentuk Kredit Modal Kerja dan/atau Kredit Investasi. Dalam
penyaluran Kredit tanpa Angunan terjadi kredit macet yang merupakan risiko dalam setiap
pemberian kredit oleh bank. Adapun permasalahan yang diangkat skripsi ini adalah bagaimana
syarat dan prosedur pemberian Kredit Bank Rakyat Indonesia faktor-faktor apakah yang
menyebabkan terjadinya kredit macet pada KTA, dan apakah upaya untuk menyelesaikan kredit
macet.
Metode penelitian yang dilakukan dalam pengerjaan skripsi ini adalah yuridis normatif
yaitu mengacu pada norma-norma hukum, dan penelitian ini bersifat deskriptif analitis, karena
menggambarkan masalah dengan cara menjabarkan fakta secara sistematik, faktual dan
aKTAat. Metode pengumpulan data adalah studi kepustakaan ( library research), yakni
melakukan penelitian dengan menggunakan data dari berbagai sumber bacaan, seperti
perundang- undangan, buku-buku, internet yang relevan dengan permasalahan yang dibahas,
serta wawancara dengan pihak terkait untuk mendapatkan fakta di lapangan.
Secara umum syarat dalam perolehan Kredit pada Bank Rakyat Indonesia Cabang
Samarinda Seberang ini adalah nasabah atau debitur harus perorangan, badan usaha, dan
kelompok usaha yang termasuk kategori usaha mikro, kecil, menengah, koperasi, dan lembaga
linkage, mempunyai kegiatan usaha dan tidak sedang menerima kredit pembiayaan modal kerja
dan/atau kredit investasi. Faktor-faktor penyebab terjadinya kredit macet adalah kredit yang
diberikan tidak sesuai dengan peruntukan, faktor kekeliruan bank dalam memberikan kredit,
usaha bukan atas nama sendiri, dan agunan yang tidak dapat dilelang. Upaya dalam
menyelesaikan Kredit macet adalah dengan melakukan penagihan kredit secara langsung, claim
asuransi, dan melaksanakan lelang agunan.
Bank Rakyat Indonesai cabang Samarinda Seberang dalam penyelesaian Kredit tanpa
Agunan bermasalah harus tetap mengusahakan solusi yang akan saling menguntungkan kedua
belah pihak di samping upaya penyelesaian yang secara umum dilakukan oleh pihak Bank
melalui penagihan kredit secara langsung, ataupun reschuledule pinjaman.
Banking institutions are financial institutions that act as intermediaries between parties
with excess funds and those with a need or lack of funds. One of the business activities of the
bank is the lending sector and the largest bank revenues come from the lending sector.
People's Business Credit (KTA) at Bank Rakyat Indonesia is a credit facility provided to
productive and viable (doable) businesses in the form of working capital loans and/or
investment loans, but not yet bankable. Lending without collateral results in credit defaults,
which pose a risk to any bank lending. The issue raised in this work is how the conditions and
procedures of Bank Rakyat Indonesia lending are the factors that cause non-performing loans
to occur in KTA and what efforts are made to resolve non-performing loans.
The research method used in this work is normative-juridical, which refers to legal norms,
and this research is analytical-descriptive because it describes the problem by describing the
facts in a systematic, factual and legal way. The data collection method is library research, i. H.
Conducting research using data from various reading sources such as laws, books, the internet
relevant to the issues discussed and interviews with related parties to obtain facts in the field.
In general, the conditions for obtaining a loan from Bank Rakyat Indonesia Samarinda
Seberang Branch are that the customer or debtor must be an individual, a business entity or a
group of companies that falls into the category of micro, small and medium-sized enterprises.
cooperatives and affiliated institutions, has operations and does not currently receive any credit,
working capital loans and/or investment loans. Causes of bad loan creation include loans that
are not true to name, the bank's error factor in lending, unbranded deals and collateral that
cannot be auctioned. Efforts to resolve bad debts include collecting loans directly, using
insurance, and conducting collateral auctions.
The Samarinda Seberang branch of Bank Rakyat Indonesia must continue to seek
mutually beneficial solutions when settling distressed loans, in addition to settlement efforts,
which the bank generally conducts through direct collections or loan retraining.
Pendahuluan
Dalam rangka memasuki era globalisasi dan menghadapi pertumbuhan perekonomian nasional
yang senantiasa bergerak cepat, sektor perbankan adalah merupakan salah satu sektor yang
harus dikembangkan dan dimanfaatkan secara maksimal dalam pelaksanaan pembangunan
ini demi mewujudkan pemerataan pendapatan masyarakat. Terutama melalui pemberian
fasilitas-fasilitas yang diberikan oleh pihak perbankan bagi masyarakat, seperti pemberian
fasilitas kredit yang dapat dimanfaatkan oleh para pelaku ekonomi untuk mengembangkan dan
memperbesar usaha-usaha mereka, baik yang secara langsung maupun tidak langsung dapat
mengurangi angka pengangguran dan membantu terjadinya pemerataan pendapatan di
masyarakat. Selain untuk mengembangkan usaha fasilitas kredit perbankan dapat pula
dimanfaatkan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sekundernya seperti untuk
pembelian barang-barang elektronik, kendaraan, dan lain-lain.
Pemberian fasilitas kredit oleh bank, idealnya mendasarkan pada factor financial yang tercakup
pada 3 ( tiga ) pilar, yaitu prospek usaha, kinerja dan kemampuan calon debitur. Namun
demikian, dengan mmeperhatikan adanya prudential banking principles, makafactor financial
saja belum cukup untuk memberikan keyakinan bahwa fasilitas kredit tersebut akan kembali
dengan aman dan menguntungkan. Sekalipun pada dasarnya agunan merupakan second way
out, tetapi arah perkembangan kredit perbankan akhir-akhir ini di luar kredit konsumtif telah
mengarah pada faktor agunan sebagai variable dominan yang dapat memberikan keyakinan
kepada bank. Dalam fasilitas pemberian kredit, analisis terhadap fakta dan data yang menyertai
debitur dalam mengajukan permohonannya merupakan bagian dari faktor- faktor yang
mendukung analisis dan kesimpulan bahwa “jaminan” adalah “keyakinan” kreditor bahwa kredit
yang diberikan dapat kembali dengan tepat waktu.
Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan
penilaian yang sama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari
nasabah debitur. Mengingat bahwa agunan sebagai salah satu unsur pemberian kredit, maka
apabila berdasarkan unsur-unsur lain telah dapat diperoleh keyakinan atas kemampuan
nasabah debitur mengembalikan utangnya, agunan hanya dapat berupa barang, proyek, atau
hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan. Bank tidak wajib meminta agunan
berupa barang yang tidak berkaitan langsung dengan proyek yang dibiayai, yang lazim dikenal
dengan agunan tambahan.
Kredit sebagai suatu bentuk perjanjian peraturan kredit dalam lingkungan perbankan
Di dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, tidak
mengkonstruksikan hubungan hukum pemberian kredit dan nasabah peminjam dana tersebut.
Hanya saja kita dapat mengetahui, bahwa pemberian kredit itu berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam-meminjam uang antara bank sebagai kreditor dan pihak lain nasabah
peminjam dana sebagai debitor dalam jangka waktu tertentu yang telah disetujui atau
disepakati bersama dan akan melunasi utangnya tersebut dengan sejumlah bunga, imbalan,
atau pembagian hasil keuntungan.
IV. Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah disampaikan dalam bab-bab sebelumnya, maka dapat diajukan
simpulan sebagai berikut :
1. Pengaturan serta kebijakan penilaian kredit yang dipergunakan kreditor sebagai syarat
pemberian Kredit Tanpa Agunan (KTA) di Bank Rakyat Indonesia Cabang Samarinda Seberang
tentunya ada syarat-syarat dan ketentuan yang harus diperhatikan. Sebelum diberikan kredit
tersebut pihak bank terlebih dahulu menilai kredit calon nasabah secara seksama dan teliti
dengan prinsip 5 C’s serta berdasarkan prinsip kepercayaan dan kehati-hatian, karena kredit
tanpa jaminan ini memiliki risiko yang tinggi apabila debitur mengalami permasalahan kredit.
2. Penyelesaian kredit macet Kredit Tanpa Agunan (KTA) di Bank Rakyat Indonesia cabang
Samarinda Seberang yaitu berbagai usaha dalam hal pencegahan penanganan kredit macet
diterapkan pleh BRI Cabang Samarinda Seberang yang salah satunya penerapan prinsip 3R
(Reschedule, Reconditioning, Restructuring). Penrapan prinsip 3R ini dilakukan sebagai upaya
penyelamatan kredit macet dengan memperhatikan resiko yang akan dihadapi oleh bank itu
sendiri. Dalam prinsip 3R tersebut, prinsip yang sering digunakan oleh Bank BRI Cabang
Samarinda Seberang adalah penataan kembali (Restrukturing). Prosedur yang dilakukan dalam
penataan kembali yaitu melakukan penambahan jumlah kredit, hapus buku, pemberian surat
panggilan, pemberian surat peringatan, penyisihan piutang lalu pelelangan aset. Prosedur
penerapan penataan kembali (restructuring) secara bertahap yang dilakukan oleh Bank BRI
Cabang Samarinda Seberang guna memberikan kesempatan kepada debitur untuk
menyelesaikan kredit macetnya sebelum terjadinya Pelelangan Asset.
B. Saran
1. Bagi masyarakat, sebaiknya keinginan untuk ber-kredit sebaiknya seimbang dengan
usaha dan kemampuan masing-masing pribadi untuk menutupi kredit tersebut agar tidak
menimbulkan kredit macet atau kredit bermasalah.
Adapun saran yang dapat diberikan adalah agar Bank Rakyat Indonesia terus menjalankan
restrukturisasi kredit tersebut selama pandemi dan perlu berhati-hati dalam menerapkannya.
Terkait dengan langkah pengamanan, perlu adanya tambahan aspek penilaian kelayakan
pengajuan pinjaman serta sosialisasi menyeluruh agar nasabah memahami alur yang harus
dijalani untuk dapat menikmati relaksasi. Disamping itu, perlu adanya pasal yang membahas
terjadinya kondisi terkait hardship dalam perjanjian kesepakatan, sehingga ketika terjadi
peristiwa serupa di kemudian hari, BRI memiliki dasar hukum yang kuat untuk melakukan
renegosiasi perjanjian tersebut.
B. Undang-Undang