Anda di halaman 1dari 8

ABSTRACT

PRAKTIK KREDIT TANPA AGUNAN PADA BANK RAKYAT INDONESIA DI SAMARINDA


SEBERANG

Muhammad Avrianto
1308015115
…………………….@gmail.com

Lembaga perbankan adalah lembaga keuangan yang menjadi perantara antara pihak
yang mempunyai kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan atau keKurangan dana.
Salah satu dari kegiatan usaha bank adalah sektor perkreditan dan pendapatan bank yang
terbesar berasal dari sektor perkreditan. Kredit Usaha Rakyat (KTA) pada Bank Rakyat
Indonesia merupakan fasilitas Kredit yang diberikan kepada usaha produktif dan layak ( fesible)
namun belum bankable, dalam bentuk Kredit Modal Kerja dan/atau Kredit Investasi. Dalam
penyaluran Kredit tanpa Angunan terjadi kredit macet yang merupakan risiko dalam setiap
pemberian kredit oleh bank. Adapun permasalahan yang diangkat skripsi ini adalah bagaimana
syarat dan prosedur pemberian Kredit Bank Rakyat Indonesia faktor-faktor apakah yang
menyebabkan terjadinya kredit macet pada KTA, dan apakah upaya untuk menyelesaikan kredit
macet.
Metode penelitian yang dilakukan dalam pengerjaan skripsi ini adalah yuridis normatif
yaitu mengacu pada norma-norma hukum, dan penelitian ini bersifat deskriptif analitis, karena
menggambarkan masalah dengan cara menjabarkan fakta secara sistematik, faktual dan
aKTAat. Metode pengumpulan data adalah studi kepustakaan ( library research), yakni
melakukan penelitian dengan menggunakan data dari berbagai sumber bacaan, seperti
perundang- undangan, buku-buku, internet yang relevan dengan permasalahan yang dibahas,
serta wawancara dengan pihak terkait untuk mendapatkan fakta di lapangan.
Secara umum syarat dalam perolehan Kredit pada Bank Rakyat Indonesia Cabang
Samarinda Seberang ini adalah nasabah atau debitur harus perorangan, badan usaha, dan
kelompok usaha yang termasuk kategori usaha mikro, kecil, menengah, koperasi, dan lembaga
linkage, mempunyai kegiatan usaha dan tidak sedang menerima kredit pembiayaan modal kerja
dan/atau kredit investasi. Faktor-faktor penyebab terjadinya kredit macet adalah kredit yang
diberikan tidak sesuai dengan peruntukan, faktor kekeliruan bank dalam memberikan kredit,
usaha bukan atas nama sendiri, dan agunan yang tidak dapat dilelang. Upaya dalam
menyelesaikan Kredit macet adalah dengan melakukan penagihan kredit secara langsung, claim
asuransi, dan melaksanakan lelang agunan.
Bank Rakyat Indonesai cabang Samarinda Seberang dalam penyelesaian Kredit tanpa
Agunan bermasalah harus tetap mengusahakan solusi yang akan saling menguntungkan kedua
belah pihak di samping upaya penyelesaian yang secara umum dilakukan oleh pihak Bank
melalui penagihan kredit secara langsung, ataupun reschuledule pinjaman.

Kata Kunci: Bank, Kredit Macet.

Banking institutions are financial institutions that act as intermediaries between parties
with excess funds and those with a need or lack of funds. One of the business activities of the
bank is the lending sector and the largest bank revenues come from the lending sector.
People's Business Credit (KTA) at Bank Rakyat Indonesia is a credit facility provided to
productive and viable (doable) businesses in the form of working capital loans and/or
investment loans, but not yet bankable. Lending without collateral results in credit defaults,
which pose a risk to any bank lending. The issue raised in this work is how the conditions and
procedures of Bank Rakyat Indonesia lending are the factors that cause non-performing loans
to occur in KTA and what efforts are made to resolve non-performing loans.
The research method used in this work is normative-juridical, which refers to legal norms,
and this research is analytical-descriptive because it describes the problem by describing the
facts in a systematic, factual and legal way. The data collection method is library research, i. H.
Conducting research using data from various reading sources such as laws, books, the internet
relevant to the issues discussed and interviews with related parties to obtain facts in the field.
In general, the conditions for obtaining a loan from Bank Rakyat Indonesia Samarinda
Seberang Branch are that the customer or debtor must be an individual, a business entity or a
group of companies that falls into the category of micro, small and medium-sized enterprises.
cooperatives and affiliated institutions, has operations and does not currently receive any credit,
working capital loans and/or investment loans. Causes of bad loan creation include loans that
are not true to name, the bank's error factor in lending, unbranded deals and collateral that
cannot be auctioned. Efforts to resolve bad debts include collecting loans directly, using
insurance, and conducting collateral auctions.
The Samarinda Seberang branch of Bank Rakyat Indonesia must continue to seek
mutually beneficial solutions when settling distressed loans, in addition to settlement efforts,
which the bank generally conducts through direct collections or loan retraining.

Keywords: bank, bad credit.

Pendahuluan
Dalam rangka memasuki era globalisasi dan menghadapi pertumbuhan perekonomian nasional
yang senantiasa bergerak cepat, sektor perbankan adalah merupakan salah satu sektor yang
harus dikembangkan dan dimanfaatkan secara maksimal dalam pelaksanaan pembangunan
ini demi mewujudkan pemerataan pendapatan masyarakat. Terutama melalui pemberian
fasilitas-fasilitas yang diberikan oleh pihak perbankan bagi masyarakat, seperti pemberian
fasilitas kredit yang dapat dimanfaatkan oleh para pelaku ekonomi untuk mengembangkan dan
memperbesar usaha-usaha mereka, baik yang secara langsung maupun tidak langsung dapat
mengurangi angka pengangguran dan membantu terjadinya pemerataan pendapatan di
masyarakat. Selain untuk mengembangkan usaha fasilitas kredit perbankan dapat pula
dimanfaatkan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sekundernya seperti untuk
pembelian barang-barang elektronik, kendaraan, dan lain-lain.
Pemberian fasilitas kredit oleh bank, idealnya mendasarkan pada factor financial yang tercakup
pada 3 ( tiga ) pilar, yaitu prospek usaha, kinerja dan kemampuan calon debitur. Namun
demikian, dengan mmeperhatikan adanya prudential banking principles, makafactor financial
saja belum cukup untuk memberikan keyakinan bahwa fasilitas kredit tersebut akan kembali
dengan aman dan menguntungkan. Sekalipun pada dasarnya agunan merupakan second way
out, tetapi arah perkembangan kredit perbankan akhir-akhir ini di luar kredit konsumtif telah
mengarah pada faktor agunan sebagai variable dominan yang dapat memberikan keyakinan
kepada bank. Dalam fasilitas pemberian kredit, analisis terhadap fakta dan data yang menyertai
debitur dalam mengajukan permohonannya merupakan bagian dari faktor- faktor yang
mendukung analisis dan kesimpulan bahwa “jaminan” adalah “keyakinan” kreditor bahwa kredit
yang diberikan dapat kembali dengan tepat waktu.
Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan
penilaian yang sama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari
nasabah debitur. Mengingat bahwa agunan sebagai salah satu unsur pemberian kredit, maka
apabila berdasarkan unsur-unsur lain telah dapat diperoleh keyakinan atas kemampuan
nasabah debitur mengembalikan utangnya, agunan hanya dapat berupa barang, proyek, atau
hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan. Bank tidak wajib meminta agunan
berupa barang yang tidak berkaitan langsung dengan proyek yang dibiayai, yang lazim dikenal
dengan agunan tambahan.

Penanganan Kredit Macet


Dalam praktek sehari-hari pinjaman kredit dinyatakan dalam bentuk perjanjian tertulis baik
dibawah tangan maupun secara materiil. Dan sebagai jaminan pengaman, pihak peminjam
akan memenuhi kewajiban dan menyerahkan jaminan baik bersifat kebendaan maupun bukan
kebendaan. Sebenarnya sasaran kredit pokok dalam penyediaan pinjaman tersebut bersifat
penyediaan suatu modal sebagai alat untuk melaksanakan kegiatan usahanya sehingga kredit
( dana bank ) yang diberikan tersebut tidak lebih dari pokok produksi semata.
Berdasakan definisi kredit, disimpulkan terdapat unsur-unsur kredit yang diuraikan sebagai
berikut :
1. Kepercayaan, yaitu adanya keyakinan pihak bank (kreditur) bahwa debitur (peminjam
dana) dapat melunasi pinjaman sesuai yang diperjanjikan.
2. Waktu, adanya jangka waktu tertentu antara pemberian kredit dan pelunasannya
sesuai yang diperjanjikan.
3. Prestasi, adanya obyek tertentu berupa prestasi dan kontraprestasi pada saat
tercapainya kesepakatan perjanjian kredit berupa uang dan bunga atau imbalan.
4. Risiko, adanya risiko yang mungkin terjadi selama jangka waktu pemberian dan
pelunasan kredit, sehingga diperlukan jaminan untuk menutup kemungkinan terjadinya
wanprestasi.
Berdasarkan jangka waktu, kredit dapat digolongkan berdasarkan kriteria sebagai berikut :
1. Kredit Jangka Pendek, jangka waktunya tidak melebihi 1 tahun.
2. Kredit Jangka Menengah, jangka waktunya 1 s.d. 3 tahun.
3. Kredit Jangka Panjang, memiliki jangka waktu di atas 3 tahun.
Berdasarkan jenis penggunaan, kredit dapat dikategorikan :
a. Kredit konsumtif, yang dtujukan untuk keperluan konsumsi seperti kredit profesi, kredit
perumahan, kredit kendaraan, pembelian alat rumah tangga dll.
b. Kredit Investasi, ditujukan untuk membeli barang modal atau barang investasi seperti
tanah atau mesin yang dipergunakan untuk menunjang kegiatan usaha.
c. Kredit Modal Kerja, untuk membiayai modal kerja lancar seperti modal barang dagangan,
bahan baku, overhead produksi, dll.

Kredit sebagai suatu bentuk perjanjian peraturan kredit dalam lingkungan perbankan
Di dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, tidak
mengkonstruksikan hubungan hukum pemberian kredit dan nasabah peminjam dana tersebut.
Hanya saja kita dapat mengetahui, bahwa pemberian kredit itu berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam-meminjam uang antara bank sebagai kreditor dan pihak lain nasabah
peminjam dana sebagai debitor dalam jangka waktu tertentu yang telah disetujui atau
disepakati bersama dan akan melunasi utangnya tersebut dengan sejumlah bunga, imbalan,
atau pembagian hasil keuntungan.

Penanganan kredit macet dalam lingkungan perbankan


Kredit macet (Non Performing Loan / NPL) adalah dimana kredit tidak dapat berjalan
sebagaimana telah disepakati pada perjanjian kontrak kredit. Kredit macet atau kegag alan
kredit dapat terjadi karena banyak hal, namun demikian pemberian kredit dengan azas kehati-
hatian yang tertuang dalam prinsip 5C akan sangat mengurangi kemungkinan terjadinya
kredit macet. Prinsip-prinsip tersebut, yaitu :
1. Analisa kapasitas (capacity) akan mengantisipasi kemungkinan terjadinya kredit macet
yang diakibatkan karena tidak ada / hilangnya kemampuan bayar debitur. Kapasitas ini
harus dapat teruKTA secara besaran ataupun kontinuitas sesuai beban kredit (angsuran) yang
akan ditanggungnya. Kapasitas ini adalah kemampuan debitur untuk menghasilkan
pendapatan, yang dapat berupa pendapatan gaji (untuk debitur perorangan seorang
karyawan) atau keuntungan bersih (untuk debitur wirausaha atau perusahaan).
2. Modal (capital) yang dimiliki dan ditanamkan pada suatu usaha, akan dapat
mencerminkan keseriusan debitur dalam menjalankan usahanya. Sehubungan dengan kredit
macet, besarnya modal yang dimiliki (terutama dalam bentuk tunai / dapat berupa kas, saldo
tabungam, deposito) akan dapat menjadi cadangan (back-up) angsuran saat kapasitasnya
mengalami gangguan; makin besar modal yang dimiliki akan semakin panjang cadangan
angsuran yang dapat ditanggulangi.
3. Jaminan (collateral) dibutuhkan dalam rangka mengantisipasi kerugian yang terjadi
akibat kredit macet. Jaminan ini diharapkan memiliki cukup nilai jika di uang-kan, sehingga
kerugian yang terjadi dapat ditutupi. Pada kasus dimana tidak ada jaminan tambahan dalam
proses kredit kecuali barang yang dikredit itu sendiri, besarnya uang muka akan menjadi
pertimbangan penting dalam pengambilan keputusan pemberian kredit.
4. Kondisi (condition) ekonomi, baik secara mikro (seputar usaha) maupun makro
(keseluruhan yang mempengaruhi usaha) harus menjadi perhitungan dalam pengambilan
keputusan pemberian kredit. Keseluruhan kondisi yang ada diupayakan dapat menjamin
berlangsungnya usaha debitur selama masa kredit, jika tidak maka kredit macet akan
menghadang. Kondisi ekonomi yang perlu diperhatikan antara lain masalah daya beli
masyarakat, luas pasar, persaingan, perkembangan teknologi, bahan baku, pasar modal, dan
lain sebagainya.
Hal penting selain factor-faktor tersebut di atas adalah karakter / keperibadian (character) dari
debitur; hal ini tidak lain adalah cerminan itikad baik. Karakter adalah satu hal yang tidak
mudah diketahui dalam jangka waktu yang relatif pendek (sebatas masa proses persetujuan
kredit), terutama jika calon debitur baru kali ini berhubungan dengan kreditur. Kreditur harus
dapat menggali calon debiturnya dari biodata dan lingkungan sekitarnya. Hal lain yang dapat
dilakukan adalah dengan memeriksanya pada daftar orang yang pernah melakukan kesalahan
(fraud) atau mendapatkan data dari Informasi Bank Sentral, meski tidak mudah untuk
mendapatkannya

III. Syarat pengajuan Kredit di bank Rakyar Indonesia


Peraturan dan Persyaratan Kredit PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Samarinda
Seberang
Manajemen kredit yang baik harus melakukan pengelolaan terhadap kreditnya, mulai
dari perencanaan jumlah kredit, suku bunga kredit, proses pemberian kredit, analisis pemberian
kredit, hingga pengawasan kredit tersebut harus secara terinci dan terkendali secara baik. Hal
yang paling mendasar dalam mengelola atau memanajemen kredit terletak pada proses
pemberian kreditnya, ini disebabkan karena pada proses pemberian kredit telah mencakup
semua kegiatan yang ditujukan untuk pengendalian akan terjadinya resiko-resiko yang tidak
diharapkan.
Sebagai awal untuk mengendalikan resiko kredit yang ada, PT. Bank Rakyat Indonesia
(Persero) Tbk Cabang Samarinda Seberang mensyaratkan calon debitur untuk mengajukan
proposal permohonan yang meliputi data dan informasi. Data dan informasi ini disesuaikan
dengan kebutuhan analisa dari PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk cabang Samarinda
Seberang.
Proses Pemberian Kredit
Proses pemberian kredit yang dilakukan oleh perbankan secara umum menurut Kasmir
(2012) terdiri dari proses penyidikan data, proses analisis kredit, proses keputusan kredit,
proses penandatanganan akta kredit atau tahap perjanjian kredit, proses pencairan kredit dan
proses monitoring atas kredit yang telah di berikan. Pada realita yang ada pada PT. Bank
Rakyat Indonesia (Persero) Tbk cabang Samarinda Seberang, proses pemberian kredit ini tidak
seperti apa yang kita bayangkan. Dalam proses pemberian kreditnya meliputi banyak sekali
tahapan-tahapan yang harus dilalui oleh calon debitur . Hal ini dilakukan demi menjalankan
prinsip kehati-hatian yakni besarannya kredit yang di berikan harus analisis yang objektif dan
baik dengan di dasarkan pada asas 5C dari masing-masing calon debitur untuk dapat
meminimalisir resiko kredit yang ada.
Selama ini pemberian kredit selalu diikat dengan akad kredit yang dibuat diantara bank selaku
kreditur dan nasabah selaku debitur. Lazimnya akad kredit tersebut dibuat dalam bentuk
perjanjian baku, dimana bank lebih dahulu menetapkan klausula-klausula.
Proses pemberian kredit meliputi beberapa tahapan-tahapan yang harus dilalui sebelum
kredit di berikan kepada debitur. Semua tahapan yang ada, harus dilalui agar dapat
meminimalisir kredit mengalami kemacetan. Proses pemberian kredit pada PT. Bank Rakyat
Indonesia (Persero) Tbk cabang Samarinda Seberang di mulai dari internal perusahaan
Dalam proses pemberian kredit yang di lakukan oleh PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk
cabang Samarinda Seberang tidak berbeda jauh dengan apa yang dikemukakan oleh Kasmir,
permohonan kredit dan dokumen pendukung yang dilakukan oleh Bank Rakyat Indonesia, yaitu
mengenai data dan informasi debitur
Analisis Kredit
Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/22/PBI/2012 tentang Pemberian Kredit atau
Pembiayaan oleh Bank Umum dan Bantuan Teknis dalam Rangka Pengembangan Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah yang merupakan tindak lanjut dan regulasi dari Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 11/27/DKBU 2009 Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
31/20/UK 1999 perihal Kredit Kepada Penguasa Kecil Dan Pengusaha Mikro Melalui Bank Umum
yang berisikan resiko kredit yang diberikan hingga dilakukannya program relaksasi, yang mana
nasabah haruslah merupakan pelaku UMKM yang mengalami penyusutan pendapatan sebagai
dampak dari pandemi Corona, serta memiliki barang jaminan untuk menunjang kegiatan
usahanya. Akibat persyaratan tersebut, maka kebijakan restrukturisasi hanya dapat dinikmati
oleh nasabah yang menggunakan layanan pendanaan yang berkaitan dengan modal usaha dan
memiliki barang sebagai penjamin pinjamannya. Adapun layanan-layanan yang mengakomodir
kondisi tersebut ada beberapa jenis, dan salah satunya adalah segala jenis variasi produk
Kreasi.
Seperti kita ketahui, bahwa Bank harus menghindari resiko kredit. Untuk itu PT. Bank Rakyat
Indonesia (Persero) Tbk Cabang Samarinda Seberang harus melakukan analisa mendalam
terhadap permohonan dan keadaan (calon) debitur, analisa yang dilakukan oleh PT. Bank
Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Samarinda Seberang.
Kualitas Kredit
Bank Indonesia (BI) telah menetapkan peraturan mengenai kualitas kredit suatu
lembaga keuangan. Maka dari itu untuk menetapkan kualitas kreditnya, PT. Bank Rakyat
Indonesia (Persero) Tbk Cabang Samarinda Seberang harus mengacu pada Peraturan Bank
Indonesia (PBI) Nomor 7/2/PBI/2005 Tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum. Dalam
peraturan ini di jelaskaan mengenai kolektibilitas kredit yang dapat diartikan sebagai suatu
keadaan mengenai pembayaran pokok dan pembayaran kredit oleh nasabah kepada Bank.
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 14/15/PBI/2012 kualitas suatu kredit di
tetapkan berdasarkan analisis terhadap 3 (tiga) faktor penilaian yaitu prospek usaha, kinerja
debitur, dan kemampuan membayar debitur. Dalam hal ini Bank dapat mengkategorikan kredit
yang diberikan kedalam 5 kategori, yaitu Lancar (L), Dalam Perhatian Khusus (DPK), Kurang
LAncar (KL), Diragukan (D), dan Macet (M)
Penyelesaian Kredit Bermasalah PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Samarinda
Seberang
Di dalam perputaran kredit, tidak semua kredit yang di berikan kepada debitur akan
kembali tepat pada waktunya dan bahkan ada pula yang tidak kembali 100% pada Bank. Kredit
yang tidak kembali / Kredit Bermasalah (Non Performing Loan- NPL) tersebut, tentulah harus
dikelola agar tidak menyebabkan kerugian yang besar pada Bank. Non Performing Loan (NPL)
terjadi apabila debitur tidak dapat memenuhi kewajiban yang telah diperjanjikan dan
dipersyaratkan

Upaya Hukum Yang Dilakukan Untuk Menghindari Kredit Macet


Untuk menentukan apakah suatu kredit dikatakan bermasalah atau macet didasarkan pada
kolektibilitas kreditnya. Kolektibilitas adalah keadaan pembayaran pokok atau angsuran dan
bunga kredit oleh debitur serta tingkat kemungkinan diterimanya kembali dana tersebut.
Suatu kredit digolongkan sebagai kredit bermasalah ialah kredit-kredit yang tergolong sebagai
kredit Kurang lancar, kredit diragukan dan kredit macet. Istilah kredit bermasalah atau macet
telah digunakan oleh dunia perbankan Indonesia sebagai terjemahan problem loan yang
merupakan istilah yang sudah lazim digunakan di dunia internasional. Timbulnya kredit-kredit
masalah dalam dunia perbankan dewasa ini, selain karena indikasi debitur tidak mau
membayar utangnya, juga terlihat dalam prosedur pelaksanaan pemberian kreditnya yang
ternyata juga mengalami penyimpangan.
Pemberian kredit ada yang dilakukan dengan tanpa akad perjanjian kredit. Kredit macet dapat
disebabkan oleh faktor internal ataupun faktor eksternal. Adapun faktor internal penyebab
timbulnya kredit macet yaitu kebijakan perkreditan yang ekspansif, penyimpangan dalam
pelaksanaan prosedur perkreditan, itikad Kurang baik dari pemilik, pengurus atau pegawai
bank, lemahnya sistem administrasi dan pengawasan kredit serta lemahnya sistem informasi
kredit macet. Sedangkan faktor eksternalnya adalah kegagalan usaha debitur, musibah
terhadap debitur atau terhadap kegiatan usaha debitur, pemanfaatan iklim persaingan
perbankan yang tidak sehat oleh debitur, serta menurunnya kegiatan ekonomi dan tingginya
suku bunga kredit.
Sekalipun bank dalam memberikan kredit tidak pernah menginginkan bahwa kredit yang
diberikan akan menjadi kredit yang bermasalah dan untuk keperluan itu pihak bank akan
melakukan segala upaya preventif yang mungkin dilakukan untuk mencegah agar kredit tidak
bermasalah, bahkan keadaan kredit itu bukan saja sekedar tidak lancar atau diragukan
melainkan akhirnya menjadi macet. Selain itu, bank akan melakukan upaya-upaya represif yang
mula-mula akan dilakukan melalui upaya penyelamatan kredit.

IV. Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah disampaikan dalam bab-bab sebelumnya, maka dapat diajukan
simpulan sebagai berikut :
1. Pengaturan serta kebijakan penilaian kredit yang dipergunakan kreditor sebagai syarat
pemberian Kredit Tanpa Agunan (KTA) di Bank Rakyat Indonesia Cabang Samarinda Seberang
tentunya ada syarat-syarat dan ketentuan yang harus diperhatikan. Sebelum diberikan kredit
tersebut pihak bank terlebih dahulu menilai kredit calon nasabah secara seksama dan teliti
dengan prinsip 5 C’s serta berdasarkan prinsip kepercayaan dan kehati-hatian, karena kredit
tanpa jaminan ini memiliki risiko yang tinggi apabila debitur mengalami permasalahan kredit.
2. Penyelesaian kredit macet Kredit Tanpa Agunan (KTA) di Bank Rakyat Indonesia cabang
Samarinda Seberang yaitu berbagai usaha dalam hal pencegahan penanganan kredit macet
diterapkan pleh BRI Cabang Samarinda Seberang yang salah satunya penerapan prinsip 3R
(Reschedule, Reconditioning, Restructuring). Penrapan prinsip 3R ini dilakukan sebagai upaya
penyelamatan kredit macet dengan memperhatikan resiko yang akan dihadapi oleh bank itu
sendiri. Dalam prinsip 3R tersebut, prinsip yang sering digunakan oleh Bank BRI Cabang
Samarinda Seberang adalah penataan kembali (Restrukturing). Prosedur yang dilakukan dalam
penataan kembali yaitu melakukan penambahan jumlah kredit, hapus buku, pemberian surat
panggilan, pemberian surat peringatan, penyisihan piutang lalu pelelangan aset. Prosedur
penerapan penataan kembali (restructuring) secara bertahap yang dilakukan oleh Bank BRI
Cabang Samarinda Seberang guna memberikan kesempatan kepada debitur untuk
menyelesaikan kredit macetnya sebelum terjadinya Pelelangan Asset.
B. Saran
1. Bagi masyarakat, sebaiknya keinginan untuk ber-kredit sebaiknya seimbang dengan
usaha dan kemampuan masing-masing pribadi untuk menutupi kredit tersebut agar tidak
menimbulkan kredit macet atau kredit bermasalah.
Adapun saran yang dapat diberikan adalah agar Bank Rakyat Indonesia terus menjalankan
restrukturisasi kredit tersebut selama pandemi dan perlu berhati-hati dalam menerapkannya.
Terkait dengan langkah pengamanan, perlu adanya tambahan aspek penilaian kelayakan
pengajuan pinjaman serta sosialisasi menyeluruh agar nasabah memahami alur yang harus
dijalani untuk dapat menikmati relaksasi. Disamping itu, perlu adanya pasal yang membahas
terjadinya kondisi terkait hardship dalam perjanjian kesepakatan, sehingga ketika terjadi
peristiwa serupa di kemudian hari, BRI memiliki dasar hukum yang kuat untuk melakukan
renegosiasi perjanjian tersebut.

Badrulzaman, Mariam Darus, 2001, Kompilasi Hukum Perikatan, Bandung: Aditya Bakti.


Beck, Thorsten & Demirguc-Kunt, Asli & Levine, Ross. 2003. Bank Concentration and Crises.
Hall Inc
Fuady, Munir, 2002. Pengantar Hukum Bisnis, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
Ikhsan, Edy., dan Mahmul Siregar, 2009. Metode penelitian dan Penulisan Hukum Sebagai
Bahan Ajar, Medan : Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Kuncoro, Mudrajad dan Suharjono, 2002. Manajemen Perbankan Teori dan Aplikasi,
Yogyakarta : Penerbit BPFE.
M., Sinungan. 1989, Dasar, Dasar dan Teknik Manajemen Kredit, Jakarta : PT.Bina Aksara.
Mulyono, Pudjo, 1996. Bank Budgeting, Yogyakarta : BPFE.
Mulyono, Teguh P. 2001. Manajemen Perkreditan Komersil, Yogyakarta : BPFE.
Sihombing, Jonker. 2009. Tanggung Jawab Yuridis Bankir atas Kredit Macet Nasabah,
Bandung : PT. Alumni.
Sinaga, Syamsudin M. 2012, Hukum Kepailitan Indonesia, Jakarta : PT. Tatanusa.
Soekanto, Soejono. 1986. Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press.
Suyatno, Thomas, 2003, Dasar-dasar Perkreditan, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama ,
2003.
Untung, H. Budi. 2005, Kredit Perbankan di Indonesia, Yogyakarta : Andi Publisher
Usman, Rachman. 2001. Aspek-Aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Wardoyo, Gatot, 1992. Sekitar Klausul-klausul Perjanjian Kredit Bank, Majalah Bank dan
Manajemen, Edisi November-Desember.
Widiyono, Tri. 2009. Agunan Kredit Dalam Financial Engineering, Jakarta : Ghalia Indonesia

B. Undang-Undang

a. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas Undang- Undang


Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan [ yang selanjutnya disebut sebagai Undang-
Undang Perbankan ( UUP ) ].
b. Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/22/PBI/2012 tentang Pemberian Kredit atau
Pembiayaan oleh Bank Umum dan Bantuan Teknis dalam Rangka Pengembangan
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
c. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/27/DKBU 2009 Perubahan Atas Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 31/20/UK 1999 perihal Kredit Kepada Penguasa Kecil Dan
Pengusaha Mikro.

Anda mungkin juga menyukai