Anda di halaman 1dari 16

PERLAWANAN BANK SYARIAH MENGHADAPI DISPLACED COMMERCIAL RISK

(DCR) (STUDI KASUS : BANK BRI SYARIAH KANTOR CABANG DIPONEGORO


SURABAYA)

DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS UJIAN AKHIR SEMESTER MATA KULIAH


METODOLOGI PENELITIAN

OLEH :

DELLA SAFIRA RADI PUTRI

NIM : 041611433176

PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan perbankan syariah yang pesat di Indonesia dimulai dari Bank Muamalat
yang merupakan bank syariah pertama yang didirikan pada Tahun 1991. Bank Syariah merupakan
lembaga intermediasi yang dalam menjalankan fungsinya berdasarkan prinsip syariah.
Berdasarkan UU Nomor 21 Tahun 2008 Pasal 4 ayat (1), Bank Syariah dan UUS (Unit Usaha
Syariah) wajib menjalankan fungsinya dalam menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat,
dengan kata lain fungsi lembaga intermediasi melekat dalam perbankan syariah. Bank syariah yang
merupakan lembaga keuangan juga berorientasi pada laba atau keuntungan untuk menjaga
stabilitas kegiatan operasionalnya. Seluruh kegiatan operasionalnya pasti dijaga ketat oleh aturan-
aturan sehingga perbankan syariah haruslah sesuai dengan prinsip syariah dan memperhatikan
prinip kehati-hatian untuk meminimalisir adanya risiko yang dihadapi. Risiko yang dihadapi
perbankan syariah sangat perlu adanya perhatian dan penanganan yang tepat karena perbankan
menyimpan dan menyalurkan dana masyarakat sehingga pengelolaan dananya perlu adanya
manajemen yang tepat agar tidak timbul risiko dan merugikan masyarakat.

Risiko muncul sebagai akibat adanya ketidakpastian suatu keadaan. Risiko dalam
pandangan Islam merupakan sunatullah yang harus dihadapi manusia. Hal tersebut terdapat dalam
Surat Al – Luqman (31) : 34 :

Artinya :

“Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dialah
yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam Rahim. Dan tiada seorangpun yang
dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang
dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal.”
Risiko yang terjadi tidak dapat diketahui secara pasti timbulnya. Namun, dapat diketahui
gejala atau tanda – tandanya. Risiko dapat merupakan bagian dari takdir. Seperti dijelaskan dalam
Surat At – Taghabun (64) : 11 :

Artinya :

“Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan
barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan
Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

Kaidah syariah tentang risiko adalah Al Ghunmu Bil Ghurmi. Artinya, risiko akan selalu
menyertai setiap ekspektasi return atau imbal hasil. Karena tidak suatu keuntungan yang tidak ada
risikonya. Dalam Islam tidak mengenal adanya risk – free. Menurut Ricky W. Griffin dan Ronald
J. Ebert, risiko adalah uncertainty about future events. Ketidakpastian tentang sesuatu di masa
depan. Risiko dapat didefinisikan sebagai potensi terjadinya suatu peristiwa yang dapat
menimbulkan kerugian. Sehingga perlu adanya antisipasi terhadap risiko yang tidak diinginkan.
Posisi bank syariah sebagai mediator menempatkannya pada hal yang dekat dengan potensi
munculnya risiko. Pada umumnya, jenis – jenis risiko yang dihadapi bank konvensional, yaitu
risiko pasar, risiko kredit, risiko operasional, risiko likuiditas, risiko hukum, risiko reputasi, risiko
strategis, dan risiko kepatuhan. Berbeda dengan bank syariah yang memiliki tiga risiko unik lain
yang hanya dihadapi oleh bank syariah selain, delapan risiko tersebut. Jenis risiko tersebut, yaitu
rate of return risk, syariah compliance risk, dan displaced commercial risk (DCR).

Displaced commercial risk (DCR) merupakan risiko yang dihadapi bank karena adanya
perubahan perilaku nasabah, dimana nasabah dana pihak ketiga memindahkan dananya dari bank
syariah ke bank konvensional atau ke bank syariah lain karena imbal hasil yang diterimanya lebih
kecil. Perilaku nasabah yang didasarkan pada religiusitas tidak mempermasalahkan imbal hasil
yang diterima. Lain halnya dengan perilaku nasabah yang masih profit oriented, memberikan
tantangan tersendiri bagi bank syariah untuk menangani risiko yang timbul dari perilaku nasabah
tersebut. Sudardjat (2006) menunjukkan bahwa tingkat bunga pada bank konvensional juga
mempengaruhi deposito bank syariah. Pada dual banking system, displaced commercial risk
(DCR) akan menjadi sebuah ancaman yang nyata bagi bank syariah karena adanya kompetisi dari
sistem bunga yang ditawarkan oleh bank konvensional. Ketika bank syariah menawarkan tingkat
bagi hasil yang lebih rendah ketimbang bunga bank konvensional, nasabah dikhawatirkan
meninggalkan bank syariah dan beralih kembali ke bank konvensional. Displaced commercial risk
dapat terjadi pada semua pembiayaan yang terdapat di bank namun, pembiayaan mudharabah yang
paling rentan terkena displaced commercial risk. Mudharabah merupkan salah satu akad
pembiayaan pada bank syariah. Akad mudharabah adalah kerjasama yang dilakukan oleh pemilik
dana dengan pengelola dana. Kedua belah pihak membagi keuntungannya dengan sistem bagi
hasil. Pihak satu sebagai shahibul maal (pemberi dana/modal) dan pihak lainnya sebagai mudharib
(pengelola usaha). Bagian persen bagi hasil telah disepakati di awal akad/perjanjian. Bagi hasil
yang diterima pada pembiayaan mudharabah lebih fluktuatif disbanding pembiayaan lainnya
sehingga pembiayaan mudharabah lebih rentan terkena displaced commercial risk (DCR). Hal ini
mengharuskan bank syariah untu memperhatikan risiko tersebut. Karena jika risiko tersebut tidak
diantisipasi secara tepat maka, bisa jadi dana pihak ketiga bank syariah dapat berkurang dan
mempengaruhi operasionalnya.

Penanganan yang tepat terhadap risiko – risiko yang dihadapi oleh bank syariah diperlukan
adanya upaya pencegahan dan pengendalian risiko. Upaya trsebut berkaitan dengan mitigasi risiko
yang merupakan tindakan – tindakan untuk mengurangi atau meminimalisir adanya potensi
kerugian atau dampak negative dari suatu peristiwa. Penanganan terhadap displaced commercial
risk yang terjadi di bank syariah telah mendapat perhatian khusus dari para ulama dengan adanya
Fatwa DSN-MUI Nomor 87 Tahun 2012 yaitu dengan adanya dana cadangan atau Profit
Equalization Reserve (PER). Menurut fatwa tersebut, PER (profit equalization reserve) adalah
dana cadangan yang dibentuk oleh Lembaga Keuagan Syariah yang berasal dari penyisihan selisih
laba LKS yang melebihi tingkat imbal/hasil yang diproyeksikan untuk penyesuaian bagi hasil dna
mudharabah. Dalam fatwa tersebut, hal yang diperbolehkan dilakukannya dana cadangan atau PER
adalah mudharabah. Besar kecilnya bagi hasil bergantung pada keuntungan usaha yang dilakukan
oleh pihak mudharib (pengelola usaha). Nasabah tentu tidak ingin mendapatkan bagi hasil lebih
kecil dari proyeksi sehingga dengan penggunaan PER ini dibuatlah cadangan keuntungan yang
berasal dari dana bagi hasil yang melebihi jumlah proyeksi yang nantinya akan dibagikan kepada
nasabah bersamaan dengan dana bagi hasil yang kurang dari nilai proyeksi, sehingga secara tidak
langsung nasabah menerima dana bagi hasil selalu sesuai dengan yang diproyeksikan. Dengan
dibuatkannya cadangan keuntungan dari bagi hasil yang melebihi jumlah proyeksi, terdapat
adanya hak nasabah yang ditahan. Hal ini tetap menjadi pro-kontra sebelum dan sesudah adanya
Fatwa DSN-MUI.

Menurut Sheila Nu Nu Htay dan Syed Ahmed Salman (2013), PER diperlukan oleh bank
syariah untuk menyaingi bank konvensional dimana bank konvensional di Malaysia sudah berdiri
dengan baik sehingga sulit bagi bank syariah untuk meraup investor-investor yang ada. Tanpa
penggunaan PER ditakutkan akan terjadi DCR (Displaced Commercial Risk). Hal ini memudahkan
bank syariah untuk bersaing dengan bank konvensional. Malaysia sebagai negara yang mendahului
Indonesia dalam hal pembetukan bank syariah juga menggukanan PER. Selain itu Malaysia juga
menggunakan profit share bukan profit and loss share. Sheila dan Syed (2013) sebagai peneliti
dari Malaysia mengemukakan bahwa PER perlu digunakan selain sudah dianjurkan oleh AAOIFI,
namun juga untuk menghindarkan bank syariah dari kondisi dimana bagi hasil turun sehingga
nasabah mengambil dananya dan mengakibatkan likuidasi bank karena tidak adanya dana untuk
dikembalikan kepada nasabah. Pendapat lain dikemukakan oleh Wahyu Hidayat (2012), aturan
PER sebenarnya juga masih menyisakan banyak pertanyaan, karena dikhawatirkan adanya PER
menyebabkan hak orang lain tertahan sehingga menimbulkan ketidakadilan. Misalnya, seorang
nasabah yang memutuskan keluar dari bank syariah tidak bisa mendapatkan haknya karena bank
menahan sebagian bagi hasil. Padahal uang si nasabah sudah dipakai untuk menyalurkan
pembiayaan. Akhirnya, hak itu malah diberikan kepada orang lain atau kalaupun PER diambil dari
sebagian profit Bank pun, tetap ada salah satu pihak yang dikalahkan, artinya bisa saja hak
karyawan untuk mendapatkan bonus/insentif dari sebagian laba menjadi semakin kecil porsinya.
Menurut Radziah Abdul Latiff dan Noreha Halid (2012), sudah terlalu banyak kritik atas bank
syariah salah satunya adalah penyelewengan atas penggunaan profit sharing bukan profit and loss
sharing. Terutama akibat depositornya. Padahal inti dari investasi syariah adalah kemitraan
dimana jika salah satu rugi maka yang lain juga menanggung kerugian, jika salah satu untung,
maka pihak yang lain juga untung. Masih adanya pro-kontra di kalangan cendekiawan tentang
penggunaan PER (Profit Equalization Reserve) maka, hal ini pasti mempengaruhi bank syariah
dalam mengambil keputusan jika dihadapkan pada displaced commercial risk. Dengan demikian,
peneliti ingin mengetahui upaya mitigasi Displaced Commercial Risk (DCR) bank syariah di
tengah – tengah pro – kontra adanya Profit Equalization Reserve (PER).

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana upaya mitigasi Displaced Commercial Risk (DCR) pada bank BRI Syariah
Kantor Cabang Diponegoro Surabaya di tengah – tengah pro-kontra adanya Profit Equalization
Reserve (PER) ?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui upaya mitigasi bank syariah terhadap Displaced
Commercial Risk (DCR) dengan mengambil studi kasus pada bank BRI Syariah Kantor Cabang
Diponegoro di tengah-tengah masih adanya pro-kontra Profit Equalization Reserve (PER).

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dan dapat memberikan kontribusi baik secara
teoritis maupun secara praktis dalam pengetahuan tentang upaya mitigasi risiko yang dilakukan
oleh bank syariah terhadap Displaced Commercial Risk dengan masih adanya pro-kontra PER.
Sehingga dapat berguna bagi industry perbankan syariah dan bagi masyarakat pengguna jasa
lembaga keuangan syariah
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Displaced Commercial Risk

Menurut AAOIFI 1999, Displaced Commercial Risk adalah transfer risiko kepada
pemegang ekuitas. Risiko ini dapat muncul ketika bank syariah berada di bawah tekanan untuk
mendapatkan profit, namun bank syariah justru harus memberikan sebagian keuntunganya kepada
deposan. Kasri (2007) melakukan penelitian pada Displaced Commercial Risk (DCR) pada
deposito bank syariah. Penelitian menunjukkan bahwa nasabah memiliki motif yang rasional untuk
membuat keuntungan dalam menghemat uang mereka yang ditunjukkan oleh respons positif
terhadap guncangan terhadap pengembalian imbal hasil, tetapi dampak negatif dari kenaikan suku
bunga pada deposito konvensional tidak signifikan di Indonesia jangka pendek. Dari penelitian
sebelumnya ditemukan DCR menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi profitabilitas bank
syariah dan terjadi di Bank Malaysia saat DCR terjadi dan memaksakan bank syariah untuk
melepaskan sebagian dari keuntugannya untuk pengembalian pada shahibul maal (Ahmad, Roza,
Noraziah, 2015).

2.2 Mitigasi Risiko

Berdasarkan standar IFSB terkait, mitigasi DCR oleh bank syariah dapat dilakukan
melalui 2 (dua) metode yaitu income smoothing dengan mitigasi dan income smoothing tanpa
mitigasi. Metode income smoothing dengan mitigasi yaitu dengan menggunakan model Profit
Equalization Reserve (PER), di mana bank syariah hanya boleh membentuk cadangan (reserve)
secara intern yang diambil dari bagian keuntungan bank syariah yang melebihi tingkat
imbalan yang kompetitif. Sementara metode income smoothing tanpa mitigasi adalah metode
di mana bank syariah dapat mengurangi bagian keuntungannya untuk diberikan kepada
nasabah sebagai hibah/hadiah agar tingkat imbalannya kompetitif. Sementara berdasarkan
kepada Fatwa DSN-MUI Nomor 87 Tahun 2012 terkait income smoothing diperbolehkan dengan
memenuhi beberapa syarat tertentu antara lain : pertama, dilakukan secara terbatas, yaitu
hanya dalam kondisi di mana loyalitas nasabah harus dijaga yang disebabkan rendahnya
daya saing tingkat imbalan yang diperoleh nasabah, kedua, kebijakan income smoothing boleh
dilakukan apabila dalam praktiknya tidak menimbulkan kecenderungan praktik ribawi
terselubung dan tidak menghilangkan karakteristik bagi hasil yang didasarkan pada hasil
nyata dengan memastikan tingkat imbalan tertentu, dan ketiga, kebijakan income smoothing
yang dilakukan tidak boleh mengurangi bagi hasil yang merupakan hak nasabah kecuali
disepakati lain dalam akad.

2.3 Profit Equalization Reserve

Menurut standar The Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial
Institutions (AAOIFI), Profit equalization reserve (PER) adalah sebagian dari pendapatan kotor
dari pendapatan murabahah yang dikeluarkan/disisihkan, sebelum mengalokasikannya ke bagian
Mudharib dengan tujuan untuk memberikan return/hasil yang lebih merata kepada pemilik
rekening dan pemegang saham. Menurut Sheila Nu Nu Htay dan Syed Ahmed Salman (2013),
PER diperlukan oleh bank syariah untuk menyaingi bank konvensional dimana bank konvensional
di Malaysia sudah berdiri dengan baik sehingga sulit bagi bank syariah untuk meraup investor-
investor yang ada. Tanpa penggunaan PER ditakutkan akan terjadi DCR (Displaced Commercial
Risk).
2.4 Kerangka Analisis

Al-Quran dan Hadist

Pengumpulan Data

Fatwa DSN – MUI Penelitian Sebelumnya


Nomor 87 Tahun 2012

DCR dan Pro-Kontra PER

Upaya Mitigasi Risiko Bank Syariah

Interpretasi Hasil Temuan


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif.dengan model pendekatan
studi kasus. Menurut Creswell, studi kasus adalah suatu pendekatan penelitian yang mencoba
untuk mengeksplorasi kehidupan nyata melalui pengumpulan data yang detail serta mendalam
dengan melibatkan beragam sumber informasi, baik berupa pengamatan, wawancara, bahan
audiovisual, dokumen ataupun laporan dengan cara mendeskripsikan objek dari kasus penelitian.
Dalam hal ini peneliti menggunakan model pendekatan studi kasus karena metode sudi kasus dapat
dilaksanakan secara praktis di lingkungan sosial dengan langsung terjun ke lapangan untuk
mewawancarai informan. Selain itu, studi kasusu memiliki metode pengumpulan data yang luwes
dan dan mengungkapkan secara intensif dan mendalam tentang apa yang terjadi sebenarnya.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Menurut Prastowo, data merupakan suatu fakta, informasi, atau keterangan. Adapun data
yang dikumpulkan dalam penelitian kualitatif berupa data pengamatan, wawancara, dan
dokumentasi. Ditinjau dari cara pemerolehannya, data diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu
data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh, diolah, dan disajikan oleh
peneliti dari sumber utama. Sedangkan data sekunder ialah data yang diperoleh, diolah, dan
disajikan oleh pihak lain dan biasanya dalam bentuk publikasi atau jurnal.

1. Data Primer
Dalam penelitian ini, data primer yang digunakan oleh peneliti ialah berupa data verbal
dari hasil wawancara dengan para informan yang kemudian peneliti olah dalam bentuk
tulisan. Selain itu, peneliti juga menggunakan data yang diperoleh dari pengamatan
yang kemudian disajikan dalam bentuk catatan lapangan.

2. Data Sekunder
Jenis data sekunder biasanya berbentuk dokumen-dokumen, seperti data keadaan
geografis objek penelitian, data produktivitas suatu lembaga, dan lain sebagainya.
Adapun data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini ialah berupa dokumen-
dokumen di PT Bank BRI Syariah Kantor Cabang Diponegoro Surabaya yang
berkaitan dengan fokus penelitian, seperti dokumen berupa data nasabah pembiayaan
Mudharabah, data volume pembiayaan, data rate of return pembiayaan, dan lain
sebagainya. Selain itu, data sekunder yang digunakan juga berupa jurnal, buku, buletin,
dan karya-karya lain yang dipublikasikan serta sesuai dengan fokus penelitian ini.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : (Prastowo, 2012:204)

1. Wawancara
Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah interview, yaitu
suatu proses yang memperoleh keterangan dari informan untuk tujuan penelitian
dengan cara tanya jawab secara bertatap muka.Dalam melakukan wawancara, peneliti
melakukan langkah – langkah berikut ini :
a. Menetapkan informan
Peneliti menggunakan informan dengan memiliki kriteria tertentu, seperti :
1. Mengetahui proses manajemen risiko pada bank syariah
2. Salah satu jabatan bank yang dapat mengambil keputusan tentang tindakan
bank syariah dalam menghadapi risiko
3. Memiliki pengetahuan pada risiko – risiko yang dihadapi bank syariah

Dari kriteria tersebut, peneliti memilih informan dengan purposive, yaitu informan
yang telah ditetapkan di awal. Namun, tidak menutup kemungkinan adanya
snowball, yaitu penunjukan informan dari informan satu ke yang lain dari banyak
informan, dan biasanya berurutan. Berdasarkan kriteria tersebut, informan peneliti
adalah Kepala Cabang Bank Syariah Diponegoro Surabaya dan Kepala divisi atau
departemen yang menangani manajemen risiko.

b. Menyiapkan pokok – pokok masalah sebagai bahan wawancara


Bahan – bahan wawancara yang dilakukan sesuai dengan permasalahkan yang
diangkat oleh peneliti yang berkaitan dengan operasional pembiayaan mudharabah,
risiko yang dihadapi kantor cabang bank BRI Syariah, Displaced Commercial Risk,
dan upaya mitigasi risiko apa yang dilakukan selain PER, sehingga dapat dibentuk
pertanyaan seperti berikut ini :
1. Bagaimana operasional pembiayaan mudharabah pada kantor cabang BRI
Syariah ?
2. Bagaimana prosedur manajemen risiko yang telah dijalankan Kantor Cabang
bank BRI Syariah ?
3. Risiko – risiko apa saja yang sering dihadapi di Kantor Cabang ?
4. Bagaimana upaya mitigasi risikonya ?
5. Sejauh mana anda mengetahui risiko unik bank syariah seperti Displaced
Commercial Risk ?
6. Upaya mitigasi apa yang anda ketahui untuk menanggulangi adanya PER ?
7. Bagaimana tindakan atau upaya Kantor Cabang BRI Syariah Diponegoro
Surabaya ditengah-tengah masih adanya pro-kontra penggunaan PER meskipun
telah dikeluarkan fatwa DSN-MUI ?
c. Melakukan wawancara
Wawancara dilakukan dengan mendatangi langsung kantor cabang BRI
Syariah dengan melakukan ijn untuk dapt diwawancarai. Dalam proses wawancara
ini, peneliti berusaha menggali informasi sebanyak mungkin untuk mendapakan
hasil temuan informasi yang dpat menjawab masalah yang diangkat dalam
penelitian ini.
d. Menulis hasil wawancara
Hasil wawancara yang didapat kemudian dinarasikan dan kemudian melalui proses
teknik analisis data.
e. Mengidentifikasi tindak lanjut hasil wawancara
Tindak lanjut hasil wawancara terakhir akan mendapat interpretasi dan kesimpulan
tentang hasil temuan yang didapat sehingga peneliti mendapatkan jawaban dari
rumusan masalah yang diangkat oleh peneliti.
2. Observasi
Peneliti menggunakan teknik pengumpulan data observasi untuk mendpatkan data
yang mendukung dari hasil wawancara. Menurut Purhantara, terdapat dua model
observasi, yaitu :
a. Observasi Langsung
Observasi langsung (direct observation) ialah suatu model observasi yang
dilakukan untuk menelaah subjek ataupun objek penelitian yang sulit diprediksi.
b. Observasi Mekanik
Observasi mekanik (mechanical observation) yaitu suatu model observasi yang
dilakukan dengan menggunakan alat bantu berupa mekanik, seperti kalkulator,
video, kamera foto, dan lain-lain.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan observasi langsung dan mekanik


dengan mengamati manajemen risiko dalam mitigasi displaced commercial risk (DCR)
pada Bank BRI Syariah Kantor Cabang Diponegoro Surabaya.

3. Dokumentasi
Menurut Arikunto, mengartikan metode dokumentasi dengan proses
mengumpulkan data-data yang terkait dengan fokus penelitian yang berasal dari
sumber utamanya atau objek penelitian. Penggunaan dokumen merupakan teknik
pengumpulan data yang bersumber dari selain manusia atau benda mati yang sudah
ada, sehingga peneliti tinggal memanfaatkannya untuk melengkapi data yang diperoleh
dari hasil wawancara dan observasi. Adapun jenis – jenis dokumen yang peneliti
butuhkan yaitu doumen – dokumen pembiyaan, khuusuya mudharabah, foto – foto
kegiatan pembiayaan. Dokumen rate of return, dan dokumen yang berkaitan dengan
penelitian.

3.4 Teknik Analisis Data

Menurut Sugiyono, proses analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan dalam tiga
tahap, yaitu sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan.
Namun dalam prakteknya, analisis data lebih sering dilakukan saat pengumpulan data. Aktivitas
dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus
sampai tuntas. Peneliti menggunakan teknik analisis yang meliputi :

1. Data Reduction (Reduksi Data)


Reduksi data adalah proses dalam tekknik analisis data dengan memilah – milah
indormasi yang dibutuhkan peneliti dari data yang telah didapatkan pada hasil
wawancara. Peneliti mengkategorikan informasi dengan memilih yang penting – pnting
saja dan membuang atau mengesampingkan informasi yang dibutuhkan.
2. Data Coding
Coding data adalah proses teknik analisis data dengan pemberian kode pada reduksi
data dengan tujuan untuk mempermudah adanya kesamaan atau tedapat informasi
dengan membahas sesuatu hal yang sama. Proses ini mempermudah peneliti dalam
menemukan jawaban dari informasi.
3. Data Display
Data Display merupakan salah satu proses teknik analisis setalah dilakukannya dua
proses teknik analisis, data reduksi, dan data coding, kemudian informasi yang telah
dipilah, disajikan dalam bentuk tabel, gambar, atau lainnya dengan memberikan uraian
singkat tentang hubungan pada kategori tiap informasi. Penyajian data dilakukan untuk
berusaha menemukan jawaban yang relevan dengan mendeskripsikan hasil temuan
informasi dalam wawancara. Penelti berusaha mencari jawaban yang relevan sehingga
menemukan dapat disimpulkan untuk menjawab masalah penelitian.
4. Interpretasi / Conclusiopn
Interpretasi data adalah proses penemuan jawaban dari hasil wawancara yang
relevan dengan masalah yang diangkat dalam penelitian. Proses teknik analisis data ini
menggabungkan hasil temuan informasi yang didapat dengan suatu teori atau konsep.
Peneliti menggunakan konsep atau teori yang berlandaskan pada Fatwa DSN-MUI
Nomor 87 Tahun 2012 dan penelitian – penelitian sebelumnya tentang Displaced
Commercial Risk (DCR) dan upaya mitgasi risiko yang telah diatur oleh MUI namun,
masih ada pro-kontra di kalangan cendekiawan terhadap adanya Profit Equallization
Reserve. Sehingga peneliti ingin menemukan pengetahuan atau informasi baru dengan
mengnterpretasikan hasil wawancara yang didapat tentang upaya mitigasi DCR yang
dilakukan oleh bank syariah di tengah-tengah masih adanya pro-kontra PER.
3.5 Keabsahan Data

Pengecekan keabsahan data sangat perlu dilakukan untuk melihat kevaliditasan data yang
diperoleh. Pengecekan kebsahan data ini dapat dgunakan metode triangulasi dengan tujuan
untuk verifikasi terhadap data sehingga diperoleh data yang valid dan untuk menjamin
objektivitas hasil penelitian. Menurut Lexy Moleong, ada tiga macam triangulasi dalam
penelitian, yaitu triangulasi dengan sumber, dengan metode, dan dengan teori. Pada penelitian
ini menggunakan triangulasi dengan sumber dan dengan metode. Triangulasi dilakukan
dengan cara membandingkan serta mengecek kembali derajat kepercayaan suatu informasi
yang diperoleh melalui alat yang erbeda dalam metode kualitatif sehingga, peneliti
membandingkan data yang diperoleh dari sumber data primer dan data sekunder.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Latiff, Radziah dan Halid, Noreha, 2012, The Mudharabah Deposit Rate Behaviour in
Relation to the Conventional Deposit Rate, Jurnal Pengurusan: 67.

Ahmad Azam, Noraziah Che Arshad, Roza Hazli, "Measures of Displaced Commercial Risk on
Financial Stability in Islamic Banking Institutions", Vol.2 Nomor 2 (2015) : 26-45.

Hasanah, Heni, Noer Azam, Ascarya, dan Hermanto, 2013, “Displaced Commercial Risk:
Empirical Analysis on the Competition between Conventional and Islamic Banking
Systems in Indonesia”, American-Eurasian Journal of Sustainable Agriculture, 7(3):292-
299.

John W. Cresweell, “Qualitative Inquiry & Research Design : Choosing Among Five
Approaches”, terj. Ahmad LIntang Lazuardi, Penelitian Kualitatif & Desain Riset :
Memilih di antara Lima Pendekatan, Edisi III, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar,2015),
hlm. 135-136.

Kasri, R.A., 2007, “Displaced Commercial Risk in Islamic Banking : The Case of Indonesia”.
Proceedings of the 2nd Islamic Conference, Faculty of Economics and Muamalat, Islamic
Science University of Malaysia.

Lexy J. Moleong, 2007, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remadja Karya, hlm. 128.

Prastowo, Andi, 2012, Metode Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan Penelitian
(Jakarta:Ar-Ruzz Media).

Rohmatur, Yonindya, Dina Fitrisia, 2016, Dampak Faktor Pemicu Terjadinya Displaced
Commercial Risk terhadap Keputusan Nasabah untuk tetap menjadi nasabah Bank Syariah
di Surabaya, Jurnal Ekonomi Syariah Teori dan Terapan Vol.3 No. 9, 728-743.

Rusdan, 2016, Urgensi Manajemen Pengawasan Risiko Bank Syariah, PALAPA: Jurnal Studi
Keislaman dan Ilmu Pendidikan, Vol. 4, Nomor 2.
Sheila Nu Nu Htay, Syed Ahmed Salman, Practice of ProfitEqualization Reserve and
Investment Risk Reserve ByIslamic Banks, International Journal of Research in
SocialScience, June 2013. Vol. 2, No.2.

Sugiyono, 2014, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Bandung: Alfabeta, hlm. 245

Suharsisni, Arikunto, 1998, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: Rieneka
Cipta, hlm. 200

Wahyu Purhantara, 2016, Metode Penelitian Kualitatif untuk Bisnis, Yogyakarta: Graha Ilmu,
hlm. 87

Himpunan Peraturan Perundang - Undangan Perbankan Syariah, 2009, Indonesia Legal Center
Publishing

Fatwa DSN-MUI Nomor 87 Tahun 2012, www.mui.or.id, dikunjungi pada tanggal 10 Juni 2019

Hidayat, Wahyu, 2012, Profit Equalization Reserve (PER) dan Investment Risk Reserve (IRR),
www.kompasiana.com, dikunjungi pada tanggal 10 Juni 2019

www.tafsirq.com, dikunjungi pada tanggal 10 Juni 2019

Anda mungkin juga menyukai