Disusun Oleh :
Anisa Nur Rahmah (1423203131)
Nia Fitriani (1423203154)
Ani Fitriyani, Pengaruh Pengenaan Ta’zir Terhadap Tingkat NPF, Skripsi S.1
2
Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Syarif Hidayatullah, Jakarta 2012
3
Sri Mulyani, Penerapan Denda pada Akad Pembiayaan Murabahah Dalam
Fatwa DSN-MUI No. 17, Skripsi S.1 Fakultas Syariah, Institut Agama Islam Negeri
Surakarta, 2017.
2. Adanya unsur penyalahgunaan dana yaitu nasabah mempunyai dana
ttetapi digunakan terlebih dahulu untuk hal lain,
3. Pengenaan dan besarnya denda ditentukan oleh bank dalam bentuk
SK direksi,
4
Abdul Wahab Hasyim Abu Sulaiman, Banking Qard Syariah, Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2006, hlm. 112
Penggunaan denda keterlambatan late charge berdasarkan fatwa
DSN MUI No:54/DSN-MUI/X/2006 tentang syariah card pada
ketentuan keenam yaitu ketentuan tentang ta’widh dan denda, yang
berbunyi:
“penerbit kartu dapat mengenakan denda keterlambatan
pembayaran yang akan diakui seluruhnya sebagai dana sosial”5
Denda keterlambatan late charge yang diterima oleh bank
syariah tidak dimasukkan sebagai pendapatan, akan tetapi dimasukkan
sebagai dana sosial. Hal inilah yang membedakan antara bank syariah
dan bank konvensional, dimana dalam bank konvensional denda yang
diterima diakui sebagai pendapatan.6
5
Dikutip dari: http//www.mgyasni.niriah.com/wp-content/upload/200912/54-
syariah_card.pdf.
6
Abdul Wahab Hasyim Abu Sulaiman, Banking Qard Syariah, hlm. 116-117.
lebih disiplin dalam melaksanakan kewajibannya.
4. Sanksi dapat berupa denda sejumlah uang yang besarnya ditentukan
atas dasar kesepakatan dan dibuat saat akad ditandatangani.
5. Dana yang berasal dari denda diperuntukkan sebagai dana sosial.
7
Kumpulan Fatwa Dewan Syariah Nasional, pdf
KESIMPULAN
Ta’zir dan Ta’widh adalah sejumlah denda dan ganti rugi yang
diterapkan oleh perbankan syariah berdasarkan fatwa DSN nomor 17/DSN-
MUI/IX/2000 dan nomor 43/DSN-MUI/VIII/2004. Tujuannya adalah untuk
memberikan asas maslahat bagi pihak yang bertransaksi baik dari segi
pendisiplinan nasabah maupun memberikan kepastian hukum bagi
perkembangan siklus dan kinerja perbankan syariah.
Perbedaan mendasar antara Ta’zir dan Ta’widh terletak pada tataran
aplikasi dan peruntukkannya. Ta’zir dibuat diawal kontrak tanpa bunga dan
peruntukkannya digunakan sebagai dana sosial, sedangkan Ta’widh tidak dibuat
diawal kontrak melainkan dihitung pada waktu tertentu berdasarkan kerugian
riil yang dialami pihak Bank. Peruntukkan dananya dijadikan sebagai
pendapatan murni dari Bank.
Dalam hal para pihak tidak bisa memenuhi prestasinya karena kondisi
Force Majeur (Overmacth), maka pihak tersebut tidak bisa dikenakan ta’zir dan
ta’widh bahkan dibebaskan jika keadaan memaksa tersebut berada pada taraf
memaksa absolut. Sedangkan dalam keadaan memaksa relatif hanya diberikan
penundaan waktu, jika keadaan tersebut kembali normal, pihak debitur dituntut
kembali untuk memenuhi prestasinya.
DAFTAR PUSTAKA
Hasyim, Abdul Wahab, Abu Sulaiman, 2006, Banking Qard Syariah, Jakarta:
PT. RajaGrafindo Persada
Ani Fitriyani, Pengaruh Pengenaan Ta’zir Terhadap Tingkat NPF, Skripsi S.1
Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Syarif Hidayatullah,
Jakarta 2012.
Sri Mulyani, Penerapan Denda pada Akad Pembiayaan Murabahah Dalam
Fatwa DSN-MUI No. 17, Skripsi S.1 Fakultas Syariah, Institut Agama Islam
Negeri Surakarta, 2017.
Abdul Wahab Hasyim Abu Sulaiman, Banking Qard Syariah, Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2006.
Kumpulan Fatwa Dewan Syariah Nasional, pdf.