Anda di halaman 1dari 17

1

Konsep dan Penerapan Manajemen Risiko Dalam Pembiayaan Pada Lembaga Keuangan
Syariah Bank
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Keuangan Lanjutan

Oleh :
Nur Ariana Dwi N.
160020113111009

Program Profesi Akuntansi


Fakultas Ekonomi Dan Bisnis
Universitas Brawijaya Malang
2016

ABSTRAK
Manajemen bank syariah dalam memberikan kredit harus didasarkan atas perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan yang maksimal. Langkah-langkah dalam
manajemen risiko menurut IAI 2015 dapat dilakukan dengan cara: a. Mengidentifikasi dan
memahami risiko utama; b. Menetukan tipe risiko yang akan diterima dan ditransfer; c.
Memutuskan seberapa besar risiko yang harus ditanggung; d. Memasukkan risiko dalam seluruh
proses pengambilan keputusan perusahaan; e. Memonitor dan mengelola risiko yang ditanggung
perusahaan. Setiap pembiayaan yang diberikan oleh Bank kepada nasabah pasti memiliki risiko.
Dengan manajemen risiko yang baik, maka kita dapat meminimalisir probabilitas risiko pada
pembiayaan tersebut, terutama risiko tidak dibayarnya kewajiban oleh nasabah. Namun
terjadinya risiko pembiayaan tidak hanya dikarenakan faktor kurang cermatnya analisis atau
penilaian pembiayaan yang dilakukan oleh bank ataupun karena pihak nasabah yang tidak
membayar cicilan kewajibannya. Tetapi hal ini juga dipengaruhi oleh risiko-risiko yang lain
seperti risiko operational.
Kata Kunci : Bank Syariah, Risiko, Manajemen Risiko

ii

ABSTRACT
Management of Islamic banks in providing credit must be based on maximum planning,
organizing, directing, and monitoring. The steps in risk management by Institute of Indonesia
Chartered Accountants (IAI) in 2015 can be done in a way : a. Identifying and understanding the
major risks; b. Determining the types of risk that will be received and transferred; c. Deciding
how much risk to be borne; d. Inserting risk in the whole decision-making process of corporate;
and e. Monitoring and managing the risks borne by the company. Every financing provided by
the bank to the customer should have risk. With good risk management, we can minimize the
possibility of risk in the financing, especially the risk of non-payment of obligations by the
customer. However, the risk of financing is not only because of the less scrupulous analysis or
financing assessment conducted by bank or because the customer does not pay the mortgage
obligation. But it is also influenced by other risks such as operational risk.
Keyword : Islamic Bank, Risk, Risk Management

ii

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Halim Alamsyah, dkk (2005) di negara - negara seperti Indonesia
peranan bank cenderung lebih penting dalam pembangunan, karena bukan hanya sebagai
sumber pembiayaan tetapi juga mampu mempengaruhi siklus usaha dalam perekonomian
secara keseluruhan. Hal ini dikarenakan bank lebih superior dibandingkan dengan
lembaga keuangan lainnya dalam menghadapi informasi yang asimetris dan mahalnya
biaya dalam melakukan fungsi intermediasi. Secara alami bank mampu melakukan
kesepakatan dengan berbagai tipe peminjam.
Sistem keuangan di Indonesia mulai berkembang denga adanya sistem keuangan
islam yang mendorong timbulnya lembaga keuangan syariah. Perkembangan lembaga
keuangan syariah mengalami kemajuan yang pesat dengan diawali berdirinya Bank
Muamalat Indonesia pada tahun 1992 (Yuliansyah, 2013) dan sejak dikeluarkannya UU
No. 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah menambah eksistensi entitas keuangan
syariah (Al-Hakim, 2013). Selain itu, diberlakukannya UU No. 10 Tahun 1998 yang
memberikan peluang bank umum untuk melayani transaksi syariah, banyak bank-bank
konvensional yang ada di Indonesia mulai mengembangkan layanan perbankan dengan
sistem syariah. Salah satunya adalah PT. Bank Mandiri (persero) pada tahun 1999 mulai
mengoperasikan pelayanan syariahnya dengan nama PT. Bank Syariah Mandiri.
Dalam penjelasan pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 ditegaskan
bahwa kredit yang diberikan oleh bank mengandung risiko, sehingga dalam
pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat. Untuk
mengurangi risiko tersebut, jaminan pemberian kredit dalam arti keyakinan atas
kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai
dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank.
Manajemen bank syariahddalam memberikan kredit harus didasarkan atas
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan yang maksimal. Jika
pengalokasian kredit dilakukan berdasarkan fungsi manajemen yang baik maka
kemungkinan terjadinya kredit bermasalah dapat dihindari. Mengenai upaya untuk
1

meminimalisir risiko kerugian bank, Suhardjono (2003:81) berpendapat Bank wajib


melaksanakan transaksi tersebut dengan berpedoman pada kebijakan dan pedoman
penerapan manajemen risiko yang ditetapkan dengan berlandaskan pada prinsip kehatihatian. Hal tersebut diatur sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan dan Surat Edaran Bank Indonesia No.14/26/DKBU Tanggal 19 September
2012 Perihal Pedoman Kebijakan dan Prosedur Perkreditan Bagi Bank Perkreditan
Rakyat. Berdasarkan dari itu penerapan manajemen resiko pembiayaan pada lembaga
keuangan bank syariah sangat penting.
B. Tujuan
Tujuan dari paper ini adalah memaparkan risiko yang dihadapi oleh perbankan
syariah. Kemudian memaparkan konsep serta penerapan manajemen risiko yang berada
di beberapa Bank Syariah yang ada di Indonesia
C. Ruang Lingkup Materi
Lembaga Keuangan Syariah
Dalam perkembangan ekonomi, terdapat dua kekuatan sistem ekonomi yaitu
sistem kapitalis dan sistem sosialis. Sistem kapitalis yang yang dikembangkan oleh
bagian Amerika dan Eropa Barat dan sistem sosialis yang dianut oleh Uni Soviet dan
Indo Cina. Kegagalan yang terjadi pada dua kekuatan sistem ekonomi tersebut,
mendorong lahirnya sistem ekonomi islam yaitu dengan dikembangkannya Lembaga
keuangan syariah khususnya perbankan syariah berkembang sejak tahun 1999 setelah
berlakunya UU No. 10 tahun 1998.(Nurhayati, 2015).
Adapun fungsi dari lembaga keuangan syariah adalah sebagai fungsi manager
investasi, fungsi investor, fungsi jasa perbankan dan fungsi sosial (Wiroso, 2011). Fungsi
manager investasi artinya lembaga keuangan syariah pemilik dana yang dimana dana
tersebut dihimpun dengan prinsip mudharabah. Fungsi investor, sebagai pemilik dana
maka LKS harus menanamkan dana dilakukan dengan prinsip syariah. Fungsi jasa
perbankan, pada fungsi ini LKS tidak berbeda jauh dengan LK konvensional yaitu
diantaranya adalah layanan kliring, pembayaran gaji, dll. Fungsi sosial, dalam fungsi ini
LKS diharuskan memberikan pelayanan sosial baik itu melalui dana Qardh ataupun dana
sumbangan yang sesuai dengan prinsip islam.

Jenis-Jenis Lembaga Keuangan Syariah


Pada lembaga keuangan syariah, terdapat dua jenis, yaitu : lembaga keuangan
syariah bank dan lembaga keuangan syariah non bank. Sesuai dengan peraturan, Bank
syariah dalam pelaksanaanya masih dibawah pengawasan dan binaan dari Bank Indonesia
(Wiroso, 2011). Akan tetapi produk yang ditawarkan oleh Bank Syariah sama dengan
lembaga keuangan syariah non-bank. Hal ini dikarenakan Bank Syariah diperkenankan
melaksanakan kegiatan usaha yang setara dengan leasing setara dengan Ijarah, anjak
piutang setara dengan hawalah, consumer financing setara dengan murabahah, modal
ventura setara dengan musyarakah, pegadaian setara dengan rahn, dan penjaminan setara
dengan kafalah.
Dari dua jenis lembaga keuangan syariah di atas, tidak terjadi perbedaan dalam
produk mereka tawarkan kepada nasabah. Yang menjadi perbedaan adalah sasaran yang
dituju oleh setiap jenis lembaga keuangan syariah. Mayoritas dari masyarakat kecil dan
UKM lebih menyukai melakukan transaksi di lembaga keuangan sayariah non-bank, hal
ini dikarenakan rumitnya prosedur di Bank Syariah (Novitiasari, 2016). Adapun contoh
lembaga keuangan syariah non-bank yaitu asuransi syariah, pegadaian syariah, koperasi
syariah, dan BMT. LKS non-bank ini di bawah pembinaan dan pengawasan dari
departemen keuangan.
Pembiayaan Lembaga Keuangan Syariah
Dalam lembaga keuangan syariah, istilah pembiayaan sama dengan pemberian
kredit di LK Konevensional. Pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang
dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau
tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil
(Novitiasari, 2016).
Pada lembaga keuangan syariah, memiliki berbagai macam pembiayaan. Yaitu
diantaranya
a) Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah atau musyarakah.
b) Transaski sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah
muntahiya bittamlik.

c) Transaski jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna.
d) Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan
e) Transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau UUS dan pihak lain yang
mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan
dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau
bagi hasil.
Berbeda dengan lembaga keuangan konvensional, LKS melakukan pembiayaan atau
kredit tanpa adanya unsur bunga. Karena dalam prinsip islam, bahwa bunga merupakan
salah satu riba. Karena adanya unsur pemaksaan dalam pembayarannya. Sehingga dalam
LKS pada pelaksanaan pembiayaan tidak ada unsur bunga.
Ada beberapa unsur dalam pemberian pembiayaan yaitu diantaranya adalah
(Repatiningsih, 2013):
a. Kepercayaan; Keyakinan pemberi kredit kepada nasabah bahwa kredit yang diberikan
akan benar-benar dibayarkan atau dilunasi oleh nasabah di masa akan datang. Namun,
sebelum pihak bank memberikan pembiayaan terlebih dahulu mereka melakukan analisis
kelayakan terhadap nasabah.
b. Kesepakatan; Di samping kepercayaan, dalam pemberian pembiayaan harus ada
kesepakatan antara bank dan nasabah. Kesepakatan diantara dua pihak ini harus
dituangkan dalam sebuah perjanjian yang jelas dan masing-masing pihak mengetahui isi
dari kesepakatan. Sebelum kesepakatan dibuat, kedua belah pihak melakukan
perundingan. Kesepakatan tidak diputuskan oleh satu pihak saja.
c. Jangka waktu; Setiap pembiayaan yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu.
Dimana jangka waktu ini telah disepakati bersama saat kesepakatan dibuat oleh kedua
belah pihak.
d. Resiko; Adanya tenggat waktu yang diberikan bank kepada nasabah akan menyebabkan
risiko pada pembiayaan tersebut. Yaitu risiko tidak tertagihnya atau kredit macet.
Semakin besar jangka waktu yang diberikan maka risiko yang ditanggung oleh bank pasti
akan semakin besar.
e. Balas jasa; Yang menjadi pembeda antara unsur kredit di LK Konvensional dengan LKS
adalah terletak pada unsur balas jasa. Pada LK konvensional balas jasa berupa bunga,
sedangkan untuk LKS balas jasa berupa bagi hasil.
Dalam menentukan dan menilai kelayakan pembiayaan biasanya bank menggunakan
inormasi yaitu : laporan keuangan; laporan pembiayaan masa lalu tentang pembayaran

nasabah dengan bak lain; dan bank. Tidak rumus yang pasti dalam menilai nasabaha
terutama dalam hal kemungkinan tidak membayarnya pelanggan. Namun ada beberapa
analisis yang secara umum harus dilakukan sebelum melakukan persetujuan pembiayaan
kepada nasabah, hal ini berdasarkan UU No.21 tahun 2009 tentang perbankan syariah
pasal 23 ayat 2 yaitu :
a. Character; kesadaran nasabah untuk memenuhi kewajiban pembiayaannya.
b. Capacity; kemampuan pelanggan untuk memenuhi kewajiba-kewajiban pembiayaan di
luar pelaksanaan arus kas, seperti kemampuan nasabah dalam mengelola usahanya.
c. Capital; modal atau kekayaan yang dimiliki nasabah.
d. Collateral; suatu aktiva yang dijadikan sebagai jaminan apabila nasabah gagal membayar
kewajiban.
e. Conditions; keadaaan ekonomi secara umum yang akan mempengaruhi kegiatan usaha
nasabah.

BAB II
PEMBAHASAN
Konsep Manajemen Risiko di Perbankan Syariah
Risiko dalam konteks perbankan adalah suatu kejadian potensial yang dapat diperkirakan
maupun yang tidak dapat diperkirakan yang berdampak negatif terhadap pendapatan ataupun
modal. Risiko tidak dapat dihindari namun dapat dikendalikan dan dikelola. Ada tujuh jenis
risiko yang dihadapi oleh perbankan, yaitu (Nugroho, 2015):
a. Risiko kredit atau pembiayaan; timbul akibat adanya kemungkinan gagalnya nasabah
dalam memenuhi kewajibannya
b. Risiko likuiditas; Bank tidak mampu memenuhi kewajiban yang telah jatuh tempo.
c. Risiko modal; hal ini berkaitan dengan asset bank. bank yang sebagian besar menyalurkan
modalnya ke asset akan berisiko tinggi apabila asset tersebut tidak bekerja dengan optimal.
Salah satu fungsi modal adalah melindungi nasabah sebagai pihak penyimpan dana di bank
dari kerugian yang dialami bank.
d. Risiko operasional; risiko ini terjadi dalam lingkup internal bank itu sendiri, yang
kurangnya informasi serta kurangnya pengendalian internal pada bank.
e. Risiko pasar; risiko pasar adalah resiko kerugian yang dapat dialami bank melalui portofolio
yang dimilikinya sebagai akibat pergerakan variabel pasar (adverse movement) yang tidak
menguntungkan.
f. Risiko hukum; Resiko hukum adalah terkait dengan resiko bank yang menanggung kerugian
sebagai akibat adanya tuntutan hukum, kelemahan dalam aspek legal atau yuridis.
g. Risiko Reputasi; Resiko reputasi adalah resiko yang timbul akibat adanya publikasi negatif
yang terkait dengan kegiatan usaha bank atau karena adanya persepsi negatif terhadap bank.
Manajemen risiko sebagai salah satu cara untuk mengendalikan jalannya kegiatan usaha
dengan tingkat risiko yang wajar dan terarah. Hal ini bertujuan untuk menyediakan informasi
risiko kepada regulator dan mencegah terjadi kerugian yang bersifat unacceptable. Berikut lima
langkah dalam proses manajemen risiko adalah sebagai berikut (Ikatan Akuntansi Indonesia,
2015) :

7
a. Mengidentifikasi dan memahami risiko utama

Pada tahap ini manajemen perusahaan melakukan tindakan mengindentifikasi serta


memahami bentuk dan tipe risiko yang akan dihadapi oleh perusahaan.
b. Menetukan tipe riisko yang akan diterima dan ditransfer
Menetukan risiko apa saja yang dipertahankan dan risiko apa yang dipindahkan kepada pihak
luar perusahaan.
c. Memutuskan seberapa besar risiko yang harus ditanggung
Memasukkan risiko dalam seluruh proses pengambilan keputusan perusahaan
Perusahaan harus menerapkan sistem untuk mengedalikan risk exposure yang dihadapi oleh
perusahaan. Hal ini berarti setiap keputusan investasi, operasi, dan pendanaan harus
mepertimbangkan dampaknya terhadap risiko.
d. Memonitor dan mengelola risiko yang ditanggung perusahaan
Perusahaan harus menempatkan sistem monitoring yang efektif untuk memonitor risiko
perusahaan secara berkala untuk meyakinkan bahwa keputusan perusahaan konsisten.
Monitoring yang ada pada Bank Syariah adalah sebagai berikut :
Level

Frekuensi

Sifat Materi

DPS

6 Bulanan

Laporan Hasil Pengawasan Syariah

Tahunan

Ringkasan:

Direksi

Komite

Manajemen Risiko

-Risk Map
-Narrative Summary

Middle Management

Triwulan

Ringkasan atau Detail:

Kuadran Penilaian Risiko

Operational Risk Management

Plan
Day to day operation
Sumber : Ahmad Zaky (2014)

Bulanan

Detail

Penerapan Manajemen Risiko Pembiayaan Di Bank Bank Syariah di Indonesia

Risiko pembiayaan muncul karena bank tidak bisa memperoleh pembayaran cicilan
pokok yang diberikannya kepada nasabah. Penyebab utama terjadinya risiko pembiayaan adalah
terlalu mudahnya bank memberikan pinjaman atau melakukan investasi karena terlalu dituntut
untuk memanfaatkan kelebihan likuiditas, sehingga penilaian kredit kurang cermat dalam
mengantisipasi berbagai kemungkinan risiko usaha yang dibiayainya.
Resiko menjadi semakin meningkat ketika perekonomian mengalami krisis. Krisis ekonomi
akan berdampak langsung pada menurunnya pendapatan perusahaan, sehingga perusahaan akan
mengalami kesulitan dalam memenuhi kewajiban. Kerugian bagi bank semakin bertambah
apabila jaminan yang diebrikan nasabah tidak dapat mengcover pinjaman yang diberikan. Bank
akan mengalami kesulitan yang berat jika ia terbelit dengan masalah kredit macet.
Dari hasil penelitian yang dilakukan di beberapa Bank Syariah di Indonesia yaitu
diantaranya Bank BNI Syariah, Bank Muamalat, Bank Syariah Mandiri, Bank Jatim Syariah, dan
Bank BRI Syariah terlihat bahwa risiko pembiayaan yang paling sering dihadapi oleh bank-bank
tersebut. Faktor penyebabnya adalah kesalahan analisis atau penilaia kredit atau pembiayaan
yang dilakukan oleh pihak Bank syariah. Selain itu, faktor penyebab yang lain adalah berasal
dari nasabah. Risiko yang disebabkan oleh nasabah dikarenakan nasabah tidak membayar
kewajibannya kepada bank baik itu karena kesengajaan nasabah yang tidak membayar
kewajibannya atau keadaan nasabah yang memang betul-betul tidak mampu membayar
kewajibannya.
Risiko yang timbul dari pembiayaan tidak dapat dihindari oleh Bank Syariah, namun
risiko tersebut dapat mereka kendalikan dengan memiliki manajemen risiko yang baik. Pada lima
bank syariah di atas memiliki manajemen risiko masing-masing. Adapun manajemen risiko yang
diterapkan pada masing-masing bank adalah sebagai berikut :

1. Bank BNI Syariah


Dalam penelitian yang dilakukan oleh Anggreani (2015), bahwa risiko yang dihadapi oleh
Bank BNI Syariah berasal dari risiko SDM yaitu dari pihak bank sendiri dan juga nasabah.
Kemudian, risiki opersional. Dalam menghadapi risiko ini pihak Bank BNI Syariah membuat
Pembiayaan

Pemasaran

skema manajemen risiko. Adapun skema manajemen risiko tersebut :

Branch Internal
COntrol

Processing

Remedial
Recovery

Bagian processing untuk menganalisas pembiayaan lebih mendetail yang sebelumnya telah
dilakukan oleh unit pemasaran. Akan tetapi jika sudah jatuh tempo nasabah belum
membayara maka hal tersebut akan ditangain oleh remedial recovery, yaitu unit yang
memperpanjang jangka waktu pembiayaan atau reconditioning yaitu mengubah persyaratan
pembiayaan. Unit remedial recovery memiliki hak untuk melelang barang jaminan nasabah
yang bermasalah atau macet. Jika hal tersebut tidak dapat ditangani makan unit branch
internal control yang akan menangani dari awal pembiayaan hingga akhir untuk
meminimalisir pembiayaan bermasalah.
2. Bank Muamalat
Pada penelitian yang dilakukan oleh Paramita (2014), dalam penerapan manajemen risiko
Bank Muamalat mengacu pada peraturan bank Indonesia nomor 13.23.PBI/2011 tentang
penerapan manajemen risiko untuk Bank Umum syariah dan unit usaha syariah, dimana bank
syariah di Indonesia melakukan proses manajemen risiko. Oleh karena itu, setiap pengajuan
pembiayaan oleh unit bisnis, Bank Muamalat akan melakukan financing risk assement oleh
Financing Risk Management Department yang independent terhadap unit bisnis. Ini
dilakukan karena :
a. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan risiko pembiayaan.
b. Meningkatkan risk awareness unit bisnis untuk menerpakan azas pembiayaan yang sehat
dengan prinsip kehati-hatian.
c. Memenuhi kebutuhan pembiayaan sesuai syariah.
3. Bank Jatim Syariah
Dari hasil penelitian oleh Apriliani (2015), penerapan manajemen risiko di Bank Jatim
Syariah meliputi empat aspek yang saling terkait yaitu : tata kelola risiko, kerangka

10

manajemen risiko, proses manajemen risiko, kecukupan SDM, kecukupan SIM, dan
kecukupan sistem pengendalian risiko. Divisi pengolahan risiko jatim dipimpin oleh seorang
direktur kepatuhan yang dimana direktur membentuk satuan kerja menajemen risiko yaitu
menciptakan mekanisme risk self-assesment pada kantor cabang. Hasil dari risk selfassessment tersebut sebagai mahan monitoring dan sebagai bahan evaluasi dalam penetapan
kebijakan manajemen risiko.
Pengolahan risiko di Bank Jatim menggunakan penerapan ERM (Enterprise Risk
Management). Adapun program kerja ERM adalah kebijaka kantor pusat adalah sebagai
berikut :
a. Pemutakhiran manual kebijakan dan pedoman operasional
b. Optimalisasi organisasi manajemen risiko
c. Sistem informasi manajemen
d. Penetapan limit risiko
e. Pengembangan perangkat analisis pembiayaan
Guna mendukung pertumbuhan pembiayaan sehat dan memberikan return yang optimal
maka sangat diperlukan infrastruktur pembiayaan yang memadai dan handal. Untuk itu
Bank Jatim melakukan :

Pengembangan rating dan scoring system

Pengemabngan rating sector industry

Penyempurnaan nota analisa pembiayaan.

Kemudian, dari pengolahan risiko kemudian dilaporkan ke divisi manajemen risiko untuk
diolah Laporan Evaluasi Risiko secara periodik.
4. Bank BRI Syariah
Dari hasil penelitian oleh Fitrianti (2014), bahwa BRI Syariah dalam menerapkan manajemen
risiko berbeda dengan bank atau lembaga keuangan lainnya, mulai dari tahapan identifikasi.
Tahap identifikasi yang dilakukan dua tahap yaitu identifikasi pra-risiko dan indentifikasi
saat risiko terjadi. Manajemen risiko yang terorganisir dengan baik, kemungkinan besar
risiko yang akan timbul dapat segara dikelola dan diminimalisir oleh divisi manajemen risiko
BRI Syariah dehingga risiko tersebut tidak mudah merugikan bank. efektivitas manajemen

11

risiko yang diterapkan BRI Syariah terbukti dengan kemungkinan risiko yang terjadi pada
pembiayaan mikro di bawah 1%
Dapat kita lihat bahwa manajemen risiko yang diterapkan pada empat bank di atas berbeda.
Setiap bank memiliki cara masing-masing dalam pengelolaan risiko. Namun, tujuan dari setiap
pengelolaan yang diterapkan memiliki tujuan yang sama, yaitu meminimalisir probabilitas risiko
yang ditimbulkan dalam pembiayaan.
Setiap pembiayaan yang diberikan oleh Bank kepada nasabah pasti memiliki risiko. Dengan
manajemen risiko yang baik, maka kita dapat meminimalisir probabilitas risiko pada pembiayaan
tersebut. Namun, jika kita lihat dari penelitian di atas bahwa empat bank tersebut sudah memiliki
manajemen risiko yang telah dibuat sedemekian baiknya, namun tetap saja ada risiko yang
dihadapi oleh bank. Terutama risiko tidak dibayarnya kewajiban oleh nasabah. Hal ini bisa
dikarenakan kesengajaan yang dilakukan nasabah atau memang kemampuan nasabah yang
menurun sehingga tidak mampunya membayar kewajiban yang telah ditetapkan.
Namun menurut saya, terjadi risiko pembiayaan tidak hanya dikarenakan faktor kurang
cermatnya analisis atau penilaian pembiayaan yang dilakukan oleh bank ataupun karena pihak
nasabah yang tidak membayar cicilan kewajibannya. Tetapi hal ini juga dipengaruhi oleh risikorisiko yang lain. Contohnya seperti risiko operational.
Risiko operasional menjadi salah satu faktor dalam risiko pembiayaan karena risiko ini
timbul karena kurangnya sistem informasi dan pengendalian internal yang ada di bank. Sehingga
menimbulkan risiko operasional terjadi. Tetapi menurut saya, timbulnya risiko operasional di
bank tersebut akan mempengaruhi timbulnya risiko pembiayaan. Karena hal pada bank tersebut
sistem informasi dan pengendalian internalnya kurang. Kuranganya sistem informasi pada bank
yang berkaitan tentang nasabah akan menimbulkan bank sulit untuk mengontrol atau
mengendalikan nasabah. Sehingga, terjadi keteledoran yang dapat dilakukan oleh nasabah.

BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Risiko dalam konteks perbankan adalah suatu kejadian potensial yang dapat diperkirakan
maupun yang tidak dapat diperkirakan yang berdampak negatif terhadap pendapatan ataupun
modal. Risiko tidak dapat dihindari namun dapat dikendalikan dan dikelola. Manajemen
risiko dapat dilakukan dengan. Manajemen risiko sebagai salah satu cara untuk
mengendalikan jalannya kegiatan usaha dengan tingkat risiko yang wajar dan terarah. Hal ini
bertujuan untuk menyediakan informasi risiko kepada regulator dan mencegah terjadi
kerugian yang bersifat unacceptable. Adapun rangkaian prosedur dan metodologi yang
digunakan manajemen risiko adalah mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan
mengendalikan resiko yang timbul dati kegiatan usaha Bank
B. Saran
Adapun saran yang saya berikan adalah Pihak perbankan syariah dalam manajemen
risiko telah memiliki sistem atau metode yang telah didesain dengan baik. Namun, menurut
saya manajemen risiko tersebut akan berjalan lebih baik lagi jika perbankan syariah lebih
dahulu meminimalisir risiko operasional yang ada di perusahaanya. Karena ketika risiko
operasional tersebut telah diminimalisir dengan baik maka risiko yang lain dapat mengikuti.

12

DAFTAR PUSTAKA
Al-Hakim, S. 2013. "Perkembangan Regulasi Perbankan Syariah Di Indonesia". Wacana
Hukum Islam dan Kemanusiaan, Vol. 13, No., hlm: 15-32.
Alamsyah, Halim, dkk. 2005. Banking Disintermediation and Its Implication for
Monetery Policy : The Case of Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. Maret
2005 : 499 521.
Anggreani, Dewi. 2015. Analisis Manajemen Risiko Pembiayaan PAda BNI Syariah
Cabang Semarang. DIII Perbankan Syariah, Fakulyas Ekonomi dan Bisnis Islam, Istitut Agama
Islam Negeri Salatiga, Salatiga.
Apriliani, Vidya dwi Putri. 2015. Penerapan Manajemen Risiko Pembiayaan Dalam
Meningkatkan Profitabilitas Di Bank Jatim Syariah Capem Gresik. Undergraduate thesis, UIN
Sunan Ampel Surabaya.
Fitrianti, Rika. 2014. Manajemen Riisko Pembiayaan Mikro PAda BRI Syariah Kantor
Cabang Pembantu Cipulir. Studi Manajemen Dakwah, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi,
Universitas Isalam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2013. "Modul Cahrtered Accountant Manajemen Lembaga
Keuangan Lanjutan". Jl. Sindanglaya No.1, Jakarta Pusat. Graha Akuntan.
Novitiasari, Nur Ariana Dwi. 2016. Analisis Penerapan PSAK 102 Pada Baitul Maal wat
Tamwil (BMT) UGT Sidogiri Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Akuntansi, Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Muhammadiyah Malang, Malang.
Nugroho,
Anton
Budhi.
2015.
Manajemen
Risiko
Perbankan.
https://konsultankti.wordpress.com/2015/08/05/manajemen-resiko-perbankan/. [diakses pada 24
Oktober 2016].
Nurhayati, S. d. W. 2015. Akuntansi Syariah Di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.
Paramita, Cici. 2014. Analisis Manajemen Risiko Pembiayaan Pada Bank Muamalat
Indonesia Cabang Solo. Syariah dan Ekonomi Islam, D3 Perbankan Syariah, Sekolah Tinggi
Agama Islam Salatiga, Salatiga.
Repatingish, Hesti. 2011. " Manajemen Kredit Usaha Mikro Kecil Dan Menengah
(Umkm)". Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 7, No.1, hlm.
Suhardjono.(2003). Manajemen Perkreditan Usaha Kecil dan Menengah. Yogya: UPP
AMP YKPN
Undang-Undang No. 21. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia No. 21 Tahun 2008
Tentang Perbankan Syariah. Republik Indonesia.
Wiroso. 2011. Akuntansi Transaski Syariah. Jakarta : Ikatan Akuntan Indonesia.
13

Yuliansyah, A. A. 2013. "Analisis Perlakuan Atas Pembiayaan Murabahah Bermasalah


(Studi Kasus Pada BMT PSU (Perdana Surya Utama) Malang)". Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB,
Vol. 1, No. 2, hlm

14

Anda mungkin juga menyukai