Anda di halaman 1dari 46

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bank sebagai salah satu lembaga keuangan mempunyai nilai strategis

dalam kehidupan perekonomian suatu negara, yaitu sebagai perantara pihak-pihak

yang kelebihan dana (surplus of fund) dengan pihak-pihak yang memerlukan dana

(lack of fund).1 Tetapi seiring berjalannya waktu muncul persoalan baru ketika

terdapat sekelompok masyarakat islam yang merasa sulit menerima kehadiran

lembaga perbankan dalam kehidupannya dikarenakan adanya unsur-unsur yang

dinilai tidak sesuai dengan ajaran agamanya, yaitu bunga. Untuk mengatasi situasi

seperti ini sejumlah ekonom muslim menawarkan konsep perbankan yang sesuai

dengan ajaran islam, yaitu sistem perbankan dengan mekanisme bagi hasil atau

sistem profit and loss sharing (PLS). Sistem ini yang mendasari operasional

perbankan syariah.2

Fungsi Perbankan Syariah secara garis besar tidak berbeda dengan bank

konvensional yakni sama-sama sebagai lembaga intermediasi (intermediary

institutioni) yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali

1
Khotibul Umam, Veri Antoni, Corporate Action Pembentukan Bank Syariah : Akuisisi,
Konversi, dan Spin-off,(Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 2015), h. 1.
2
Muhammad, Manajemen Pembiayaan Mudharabah di Bank Syariah : Strategi
Memaksimalkan Return dan Meminimalkan Return, dan Meminimalkan Risiko Pembiayaan di
Bank Syariah Sebagai Akibat Masalah Agency, (Jakarta : Rajawali, 2008), h. 17-18.

1
2

dana-dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkannya dalam bentuk

fasilitas pembiayaan.3

Perbankan Syariah diatur dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008

Tentang Bank Syariah Pasal 1 angka 7, yang dimaksud Bank Syariah adalah

“Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan

menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan

Syariah”. 4 Bank syariah merupakan bank yang kegiatannya mengacu pada

hukum Islam, dan dalam kegiatannya tidak membebankan bunga maupun tidak

membayar bunga kepada nasabah. Imbalan yang diterima oleh bank syariah

maupun yang dibayarkan kepada nasabah tergantung dari akad dan perjanjian

antara nasabah dan bank. Perjanjian (akad) yang terdapat di perbankan syariah

harus tunduk pada syarat dan rukun akad sebagaimana diatur dalam syariah

Islam.5

Banyaknya lembaga keuangan makro maupun mikro yang tersebar

keberbagai pelosok tanah air, rupanya belum mencapai kondisi yang ideal jika

diamati secara teliti. Hal ini nampak dari banyaknya lembaga keuangan mikro

yang hanya mengejar target pendapatan masing-masing, sehingga tujuan yang

lebih besar sering terabaikan, khususnya dalam pengembangan ekonomi

masyarakat bawah. Padahal lembaga keuangan mikro mempunyai posisi stategis

dalam pengembangan ekonomi masyarakat kelas bawah. Dalam kondisi yang

3
Veithzal Rivai, Arvyan Arifin, Islamic Banking : Sebuah Teori, Konsep, dan Aplikasi,
(Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2010), h. 33.
4
Rachmadi Usman, Aspek Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2012), h. 56
5
Ismail, Perbankan Syariah, ( Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2011), h. 30
3

demikian inilah Bank yang berbasis syariah muncul dan mencoba menawarkan

solusi bagi masyarakat kelas bawah.6

Pembiayaan merupakan salah satu aktivitas penting dalam manajemen

Bank Syariah yang sering digunakan untuk menunjukkan aktivitas utama Bank

Syariah Mandiri, karena berhubungan langsung dengan rencana memperoleh

pendapatan. Pembiayaan menjadi kegiatan utama lemabaga ini, oleh karena itu

memerlukan analisis yang cermat agar bisa menghasilkan keuntungan dan

mendukung kelangsungan usaha lembaga tersebut.

Banyaknya produk-produk pembiayaan yang ditawarkan mengharuskan

konsumen untuk lebih selektif dalam memilih produk yang ditawarkan.

Pembiayaan mikro merupakan salah satu produk dari BSM yang dapat dijadikan

pilihan bagi calon nasabah. Pembiayaan mikro adalah pembiayaan yang diberikan

kepada perorangan atau badan usaha yang sudah memiliki usaha yang berjalan 2

tahun. Pembiayaan mikro pada bank syariah menggunakan sistem pembiayaan

akad murabahah. Murabahah merupakan akad perjanjian jula beli anatara bank

dengan nasabah. Produk dari BSM ini merupakan pembiayaan penyertaan modal

usaha kecil yang khususnya membiayai penyertaan modal kerja mulai dari

Rp.11.000.000,00 – (sebelas juta rupiah) sampai dengan Rp. 200.000.000,00 –

(dua ratus juta rupiah). Dimana dana dari bank merupakan bagian dari modal

usaha nasabah dibagi sesuai dengan nisbah yang disepakati.7

6
Ahmad Sumiyanto, Menuju Koperasi Modern (Panduan untuk Pemilik, Pengelols dan
Pemerhati Bank Syariah dalam Format Koperasi), Yogyakarta:Debeta, 2008, h. 17
7
Wawancara dengan Windy selaku analis pembiayaan mikro di Bank Syariah Mandiri
Cabang Takengon, tgl 31 Juli 2018.
4

Setiap dana yang disalurkan oleh bank syariah selalu mengandung resiko

tidak kembalinya dana. Resiko pembiayaan merupakan kemungkinan kerugian

yang akan timbul karena adanya dana yang disalurkan tidak dapat kembali.8

Analisa pembiayaan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi

bank syariah dalam mengambil keputusan untuk menyetujui/menolak

permohonan pembiayaan. Analisis pembiayaan merupakan salah satu faktor yang

dapat digunakan sebagai acuan bagi bank syariah untuk meyakini kelayakan atas

permohonan pembiayaan nasabah.

Sebelum Bank Syariah Mandiri memutuskan untuk menyetujui permintaan

pembiayaan kepada calon nasabah maka perlu mengadakan evaluasi risiko dari

para calon nasabah. Adapun prinsip yang diterapkan dala pemberian pembiayaan

adalah prinsip “5-C” yaitu: Character (gambaran watak dan kepribadian dari

calon pengambil pembiayaan), Capacity (kemampuan nasabah dalam memenuhi

kewajibannya sesuai dengan jangka waktu angsuran pembiayaan), Capital

(jumlah dana yang diikutsertakan oleh nasabah dalam usaha yang dibiayai),

Collateral (jaminan yang diberikan oleh nasabah kepada bank dalam pengambilan

pembiayaan), Condition of Economy (menilai nasabah dari keadaan perekonomian

saat mendatang).9

Pembiayaan yang diberikan tanpa didahului dengan analisis pembiayaan

yang professional dapat diragukan mutunya. Tujuan analisis pembiayaan adalah

untuk menilai mutu permintaan pembiayaan baru yang diajukan oleh calon

nasabah ataupun permintaan pembiayaan terhadap pembiayaan yang sudah pernah

8
Op. Cit. Ismail, h. 105
9
Muhammad, Manajemen bank Syariah, (Yogyakarta:UPP AMPYKPN, 2006), h. 261
5

diberikan yang diajukan oleh nasabah yang lama. Apabila Bank Syariah

meluluskan permintaan pembiayaan setelah penilaian mutu melalui analisis

pembiayaan, maka risiko berkembangnya pembiayaan bermasalah dapat

diperkecil.10

Berdasarkan pengalaman dari kegiatan On the Job Training (OJT) peneliti

di BSM Takengon melihat banyak lalu lintas pembiayaan yang dilakukan oleh

calon nasabah dengan jumlah yang tidak sedikit dan resiko yang ditimbulkan oleh

perbankan tersebut macetnya pengembalian dana pembiayaan, dan tidak sedikit

pula nasabah yang menunggak, apakah analisa awal yang dilakukan oleh pihak

bank terhadap calon nasabah yang mengajukan pembiayaan belum optimal. Maka

dari itu perbankan tersebut sangat perlu untuk melakukan analisa pembiayaan

yang lebih cermat dan teliti untuk menekan resiko tidak kembalinya dana.

Berdasarkan uraian di atas, pihak Bank Syariah Cabang Takengon dapat

menganalisis pembiayaan yang akan diberikan kepada calon nasabah yang

mengajukan pembiayaan dengan lebih teliti untuk mengontrol penggunaan dana

oleh nasabah, sehingga dana yang akan disalurkan kepada calon nasabah dapat

terealisasi resiko ketidakpastian perolehan dana dan keputusan pemberian

pembiayaan tidak keliru. Maka penggunaaan prinsip 5C dalam keputusan

pemberian pembiayaan mikro sangat menarik untuk diteliti. Oleh karena itu,

penulis ingin membahas masalah tersebut dalam bentuk karya tulis ilmiah berupa

10
Sutan Remy Sjahdeni, Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum
Perbankan Islam, (Jakarta:PT.Pustaka Utama Grafiti, 1999), h. 171
6

proposal skripsi yang berjudul “PENERAPAN PRINSIP 5C DALAM

PEMBERIAN PEMBIAYAAN MIKRO PADA PT.BANK SYARIAH

MANDIRI CABANG TAKENGON”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah

dalam penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah prosedur pemberian pembiayaan mikro pada PT. Bank

Syariah Mandiri Kantor Cabang takengon?

2. Bagaimanakah penerapan prinsip 5C dalam pemberian pembiayaan mikro

pada PT. Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Takengon?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui prosedur pemberian pembiayaan mikro pada PT. Bank

Syariah Mandiri Kantor Cabang takengon.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis penerapan prinsip 5C dalam pemberian

pembiayaan mikro pada PT. Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang takengon.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi masyarakat

dalam memahami pembiayaan yang berguna baik secara teoritis maupun praktis.

1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan rujukan bagi semua pihak yang

ingin memahami ilmu Ekonomi Syariah, khususnya bagi pihak Bank Syariah

Mandiri dalam memberikan pembiayaan kepada nasabah.


7

2. Manfaat praktis

Dapat menjadi rujukan bagi penelitian berikutnya dan dapat dijadikan

bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan pada saat pemberian

pembiayaan.

E. Definisi Operasional

1. Prinsip 5C

a. Character (Karakter)

Analisa ini merupakan analisa kualitatif yang tidak dapat dideteksi secara

numerik, namum merupakan pintu gerbang utama proses persetujuan pembiayaan.

Kesalahan dalam menilai karakter calon nasabah akan berakibat fatal pada

kemungkinan pembiayaan pada orang yang beritikad buruk. Untuk memperkuat

data ini dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut:

1) BI (Bank Indonesia) Checking

BI Checking dilakukan untuk mengetahui riwayat pembiayaan yang

telah diterima oleh nasabah berikut status nasabah yang ditetapkan oleh Bank

Indonesia. BI Checking dilaksanakan secara personal antara sesama officer

bank, baik dari bank yang sama maupun bank yang berbeda, karena biasanya

setiap officer bank memiliki pengalaman tersendiri dalam berhubungan

dengan calon nasabah.

2) Trade Checking

Analisa dilakukan terhadap usaha-usaha sejenis, pesaing, pemasok

dan konsumen. Pengalaman kemitraan semua pihak terkait pasti

meninggalkan kesan tersendiri yang dapat memberikan indikasi tentang


8

karakter calon nasabah, terutama masalah keuangan seperti cara

pembayaran.

3) Wawancara

Karakter seseorang dapat dideteksi dengan melakukan verifikasi

dan interview.11

b. Capacity (Kapasitas)

Kapasitas calon nasabah sangat penting diketahui untuk memahami

kemampuan seseorang untuk berbisnis, karena watak yang baik saja tidak

menjamin seseorang mampu menjalankan bisnis dengan baik. Untuk

perseorangan, dapat terindikasi dari referensi atau curicullum vitae yang

dimilikinya, dapat menggambarkan pengalaman bisnis yang bersangkutan.

Untuk perusahaan dapat terlihat dari laporan keuangan dan past

performance usaha untuk mengetahui kemapuan perusahaan memenuhi

semua kewajibanya termasuk pembayaran pelunasan pembiayaan. Untuk

mengetahui kapasitas nasabah, bank harus memperhatikan:

1) Angka-angka hasil produksi.

2) Angka-angka penjualan dan pembelian.

3) Perhitungan rugi laba perusahaan saat ini dan proyeksinya.

4) Data finansial perusahaan beberapa tahun terakhir yang tercermin

dalam neraca laporan keuangan.12

11
Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah,(Jakarta: Zikrul
Hakim, 2003),h. 144.
12
Ibid, h. 145.
9

c. Capital (Modal)

Analisa modal diarahkan untuk mengetahui seberapa besar tingkat

keyakinan calon nasabah terhadap usahanya sendiri. Bank perlu mengetahui

dengan pasti kemampuan keuangan calon nasabah dalam memenuhi kewajibanya

setelah bank syariah memberikan pembiayaan. Untuk mengetahui hal ini, maka

bank harus melakukan hal-hal sebagai berikut:

1) Melakukan analisa neraca sedikitnya 2 tahun terakhir.

2) Melakukan analisa rasio untuk mengetahui likuiditas, solvabilitas, dan

rentabilitas dari perusahaan tersebut.

3) Memeriksa slip gaji dan rekening tabungan calon nasabah, dan survei

langsung ke lokasi usaha calon nasabah.13

d. Condition (Kondisi)

Analisa diarahkan pada kondisi sekitar yang secara langsung maupun tidak

langsung berpengaruh terhadap usaha calon nasabah.

Kondisi yang harus diperhatikan pihak bank antara lain:

1) Keadaan ekonomi yang akan mempengaruhi perkembangan usaha calon

nasabah.

2) Kondisi usaha calon nasabah, perbandinganya dengan usaha sejenis dan

lokasi lingkungan wilayah usahanya.

3) Keadaan perusahaan dari hasil usaha calon nasabah.

4) Prospek usaha di masa yang akan datang.

13
Ibid, h. 146.
10

5) Kebijakan pemerintah yang mempengaruhi prospek industri dimana

perusahaan calon nasabah terkait di dalamnya.14

e. Collateral (Jaminan)

Analisa ini diarahkan terhadap jaminan yang diberikan oleh nasabah.

Jaminan yang dimaksud harus mampu mengcover resiko bisnis calon nasabah.

Penilain terhadap jaminan itu harus ditinjau dari dua sudut yaitu sudut

ekonomisnya yaitu nilai ekonomis dari barang yang akan dijaminkan, dan aspek

yuridis yaitu apakah barang jaminan tersebut memenuhi syarat-syarat hukum

untuk dipakai sebagai barang jaminan.

Analisa yang dilakukan terhadap jaminan diantaranya sebagai berikut:

1) Meneliti kepemilikan jaminan yang diserahkan.

2) Mengukur dan memperkirakan stabilitas harga jaminan.

3) Memperhatikan kemampuan untuk dijadikan uang dalam waktu relatif

singkat tanpa harus mengurangi nilainya.

4) Memperhatikan pengikatanya, sehingga secara legal bank dapat

dilindungi.

5) Risiko jaminan terhadap jumlah pembiayaan. Semakin tinggi rasio

tersebut, maka semakin tinggi pula kepercayaan bank terhadap

kesungguhan calon nasabah.

6) Marketabilitas jaminan yaitu jenis dan lokasi jaminan sangat

menentukan marketable suatu jaminan.15

14
Ibid, h. 147.
15
Ibid
11

2. Pembiayaan Mikro

Pembiayaan mikro di bank syariah mandiri adalah pembiayaan bank

kepada nasabah perorangan atau badan usaha yang bergerak di bidang usaha

mikro kecil menengah (UMKM) untuk membiayai kebutuhan usahanya melalui

pembiayaan modal kerja, multiguna atau pembiayaan investasi dengan limit

pembiayaan dari Rp 2 juta hingga Rp 200 Juta.

Sementara itu menggunakan akad murābaḥah, namun pada aplikasinya

bank syariah mandiri menggunakan akad murābaḥah bil wakalah dengan

memberikan kuasa kepada nasabah untuk membeli barang tersebut, dan dengan

adanya akad tersebut maka bank sepenuhnya menyerahkan dana tersebut kepada

nasabah untuk membeli barang-barang yang dibutuhkan oleh nasabah. Persyaratan

yang mudah, proses pembiayaan cepat, dan angsuran ringan serta tetap hingga

jatuh tempo adalah nilai plus dari produk pembiayaan mikro ini. Dengan

keunggulan tersebut maka diharapkan dengan fasilitas yang diberikan, masyarakat

kecil dan pelaku UMKM dapat tetap menjalankan roda perekonomianya secara

maksimal.

Pembiayaan mikro di Bank Syriah Mandiri sendiri menawarkan tiga jenis

produk yaitu:

a. Pembiayaan Mikro Usaha Tunas

Pembiayaan mikro dengan limit pembiayaan dari Rp 2 juta hingga

Rp 10juta.
12

b. Pembiayaan Mikro Usaha Madya

Pembiayaan mikro dengan limit pembiayaan diatas Rp 10 juta

hingga Rp 100 juta.

c. Pembiayaan Mikro Usaha Utama

Pembiayaan mikro dengan limit pembiayaan dari Rp 100 juta

hingga Rp 200 juta.16

F. Penelitian terdahulu

1. Hasna Ambar Rina (2016) dalam Tugas Akhirnya yang berjudul

“Implementasi 5C dalam Proses Analisis Pembiayaan Murabahah di KJKS

BMT Walisongo Semarang.” yang mengkaji tentang proses pembiayaan

murabahah yang memperhatikan prinsip 5C secara menyeluruh yaitu

character (watak), capacity (kemampuan), capital (modal), condition

(kondisi), dan collateral (jaminan) di KJKS BMT Walisongo Semarang.17

2. Rohmatan (2015) dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Implementasi

Prinsip 5C dalam Upaya Pencegahan Pembiayaan Mudharabah Bermasalah

di KSPS BMT Bina Ummat Sejahtera (BUS) Cabang Cepu.” hasil dari

penelitian tersebut adalah mekanisme pembiayaan mudharabah dan

16
www.syariahmandiri.co.id/tentang-kami/sejarah, diakses pada tanggal 15 Maret
2019,pukul 19.00 WIB.
17
Hasna Ambar Rina, “Implementasi 5C dalam Proses Analisis Pembiayaan Murabahah
di KJKS BMT Walisongo Semarang”, Tugas Akhir, (Semarang : Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Islam UIN Walisongo Semarang, 2016). Eprint.walisongo.ac.id/7184/.
13

implementasi prinsip 5C secara menyeluruh yang diterapkan di KSPS BMT

BUS Cabang Cepu.18

3. Gusti Bagus Fradita Anggriawan, Dkk (2017) dalam jurnalnya yang berjudul

“Analisis Prinsip 5c Dan 7p Dalam Pemberian Kredit Untuk Meminimalisir

Kredit Bermasalah Dan Meningkatkan Profitabilitas (Studi Kasus Pada Pt.

Bpr Pasar Umum Denpasar - Bali)”. Hasil penelitian tersebut yaitu analisis

5C dan 7P ini dinilai sudah sangat efektif guna untuk mengetahui layak atau

tidak layaknya kredit yang diberikan ke calon debitur, tetap melakukan

pembinaan, mengecek langsung ke lokasi usaha debitur untuk mengetahui apa

penyebab dari kredit bermasalah, keuntungan yang diperoleh terutama dalam

bentuk bunga yang diterima bank sebagai biaya administrasi kredit yang

dibebankan kepada debitur.19

4. Muhammad Ichwan Noer Laily (2015) dalam Artikel Ilmiahnya yang berjudul

“Analisis 5C Terhadap Pemberian Kredit (Kredit Menengah, Kredit Kecil,

Kredit Mikro) Dan Kaitannya dengan Non Performing Loan Pada PT. Bank

Umkm BPR Jatim Cabang Lumajang”. Hasil penelitiannya yaitu Penerapan

5C pada pemberian kredit usaha menengahpada PT. Bank UMKM BPR Jatim

Cabang Lumajang sudah baik sesuai dengan kebijakan perbankan yang telah

18
Rohmatan, “Analisis Implementasi Prinsip 5C dalam Upaya Pencegahan Pembiayaan
Mudharabah Bermasalah di KSPS BMT Bina Ummat Sejahtera (BUS) Cabang Cepu”, Tugas
Akhir, (Semarang : Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Walisongo Semarang, 2015).
Eprint.walisongo.ac.id/7184/.
19
Gusti Bagus Fradita Anggriawan, Dkk, “Analisis Prinsip 5c Dan 7p Dalam Pemberian
Kredit Untuk Meminimalisir Kredit Bermasalah Dan Meningkatkan Profitabilitas (Studi Kasus
Pada Pt. Bpr Pasar Umum Denpasar – Bali)”, Jurnal (Singaraja:Jurusan Akuntansi Program S1
Universitas Pendidikan Ganesha,2017). Ejournal.undiksha.ac.id.
14

menerapkan prinsip 5C kemampuan dan kesediaan calon nasabah usaha

menengah dapat membayar kembali pembiayaan dan melunasi pembiayaan

kredit sesuai dengan perjanjian pembiayaan. Penerapan 5C pada pemberian

kredit usaha kecil pada PT. Bank UMKM BPR Jatim Cabang Lumajang

dilakukan dengan menganalisis Character, Collateral, Capacity, Capital,

Condition, analisis ini mampu menekan terjadinya NPL terbukti presentase

NPL selama periode 2010-2012 cenderung stabil, PT. BPR sudah menjalan

analisis 5c diusaha kecil secara baik sesuai ketentuan dan kebijakan perbankan

namun masih terjadi kenaikan NPL. Dalam Prosedur Pemberian Kredit Usaha

Mikro Pada PT. Bank UMKM BPR Jatim Cabang Lumajang, penerapan 5c

yang diterapkan pada usaha mikro ini hanya 4C saja, collateral pada usaha

mikro ini tidak digunakan, collateral tidak digunakan karena pada kredit usaha

mikro ini pinjaman yang kecil dan tidak efektif jika menggunakan collateral

dikarenakan akan berdampak pada lamanya proses pemberian kredit dan rugi

jika harus adanya penambahan karyawan untuk pemberian surve pada

nasabah.20

5. Indra Budi Utomo (2013) dalam Tugas akhir dengan judul “Implementasi 5C

Pada Pembiayaan Murābaḥah di Baitul Mal Wattamwil (BMT) Tumang

Cabang Ampel Kabupaten Boyolali Provinsi Jawa Tengah”. Dalam tugas

akhir ini menekankan dan membahas tentang implementasi prinsip 5C, namun

lebih terfokuskan penggunaanya pada pembiayaan murābaḥah, selain itu

20
Muhammad Ichwan Noer Laily,” Analisis 5C Terhadap Pemberian Kredit (Kredit
Menengah, Kredit Kecil, Kredit Mikro) Dan Kaitannya dengan Non Performing Loan Pada PT.
Bank Umkm BPR Jatim Cabang Lumajang”, Artikel ilmiah , (Jember : Jurusan Akuntansi,
Fakultas Ekonomi, Universitas Jember,2015). Repository.unej.ac.id.
15

prinsip 5C tersebut belum sepenuhnya diterapkan pada pembiayaan

murābaḥah, hal ini terbukti dari hasil penelitian masih terjadi permasalahan

pada unsur collateral (jaminan).21

6. Elzelyta N Siregar (2018) dalam tugas akhir yang berjudul “Analisa

Penerapan Prinsip 5c (Character, Capacity, Capital, Collateral, Condition

Of Economic) Pada Pt. Bank Sumut Kcp Usu”. Dalam penelitian ini

implementasi 5C digunakan dalam penilaian kualitas pemberian kredit dari

calon debitur, namun dalam penggunaan 5C lebih ditekankan prinsip

Character (watak) karena karakter merupakan modal kejujuran dari seorang

nasabah.22

7. Yuli Artiningsih (2016) dalam skripsinya yang berjudul “Peranan Penilaian

Prinsip 5C dalam Pemberian Pembiayaan di BTN Syariah Cabang

Yogyakarta”. Dalam tugas ini disebutkan BTN Syariah Yogyakarta dalam

menentukan layak atau tidaknya permohonan pembiayaan lebih menekankan

kepada unsure Character, Capacity dan Collateral. Penilaian Character

menjadi jaminan bagi bank untuk melihat watak dari calon nasabah.

Kemudian peran Capacity merupakan dasar penilaian bank atas lancar atau

tidaknya calon debitur untuk mengansur pembiayaan karena berkaitan

21
Indra Budi Utomo, “Implementasi 5C Dalam Pembiayaan Murābaḥah Di BMT
Tumang Kantor Cabang Ampel”, Tugas Akhir, 2013, perpus.iainsalatiga.ac.id.
22
Elzelyta N Siregar, “Analisa Penerapan Prinsip 5c (Character, Capacity, Capital,
Collateral, Condition Of Economic) Pada Pt. Bank Sumut Kcp Usu”, Tugas akhir, (Medan :
Program Studi Diploma III Keuangan, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis, Universitas Sumatera Utara,
2018). Repository.usu.ac.id.
16

dengan likuiditas calon debitur. Sedangkan peran dari Collateral adalah

dijadikan bahan antisipasi atas terjadinya pembiayaan bermasalah.23

Dari beberapa penelitian terdahulu diatas,terdapat persamaan

dengan penelitian sekarang yaitu fokus penggunaan prinsip 5C dalam analisis

pembiayaan, sehingga penulis mencoba mengembangkan penelitian

sebelumnya. Hal yang membedakan penelitian ini penelitian-penelitian

sebelumnya yaitu dari segi lembaga yang berbeda, lembaga yang dituju

penulis adalah BSM Cabang Takengon. Penulis mengambil kesimpulan

bahwa penelitian yang dilakukan penulis belum pernah dilakukan di lembaga

yang sama.

Yuli Artiningsih, “Peranan Penilaian Prinsip 5C dalam Pemberian Pembiayaan di


23

BTN Syariah Cabang Yogyakarta”, Skripsi, (Yogyakarta: Jurusan Manajemen Dakwah, Fakultas
Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, 2016). Digilib.uin-suka.ac.id.
17
BAB II
LANDASAN TEORI

A. PRINSIP 5C

1. Prinsip-prinsip Pemberian Pembiayaan

Beberapa prinsip dasar yang perlu dilakukan sebelum memutuskan

pembiayaan yang diajukan oleh calon nasabah antara lain dikenal dengan

prinsip 5C. Penilaian dengan prinsip 5C adalah sebagai berikut:

a. Character

Suatu keyakinan bahwa sifat atau watak dari orang-orang yang

akan diberikan pembiayaan benar-benar dipercaya, hal ini tercermin dari

latar belakang nasabah baik latar belakang pekerjaan maupun yang bersifat

pribadi seperti : cara hidup, keadaan keluarga dan hobi.24

Bank perlu melakukan analisis terhadap karakter calon nasabah

dengan tujuan untuk mengetahui bahwa calon nasabah mempunyai

keinginan untuk memenuhi kewajiban membayar kembali pembiayaan

yang telah diterima hingga lunas. Bank ingin meyakini willingness to

repay dari calon nasabah, yaitu keyakinan bank terhadap kemauan calon

nasabah mau memenuhi kewajibannya sesuai dengan jangka waktu yang

telah diperjanjikan.25

24
Thamrin Abdullah, Francis Tantric, Bank Dan Lembaga Keuangan, Ed. 1, Cet. 2,
(Jakarta:Rajawali Pers, 2013), h. 173
25
Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2011) h. 120

18
19

Calon peminjam tidak boleh berpredikat penjudi, pencuri,

pemabuk, pemakai narkoba atau penipu. Pendek kata calon peminjam

haruslah mempunyai reputasi yang baik. Dalam prakteknya untuk sampai

kepada pengetahuan bahwa calon peminjam tersebut mempunyai watak

yang baik dan memenuhi syarat sebagai peminjam, tidaklah semuda yang

diduga, terutama untuk peminjam/nasabah debitur yang baru pertama

kalinya. Oleh karena itu, upaya “penyidikan” tentang watak ini pihak bank

haruslah mengumpulkan data dan informasi-informasi dari pihak lain yang

dapat dipercaya.26

Cara yang perlu dilakukan oleh bank untuk mengetahui character

calon nasabah antara lain:

1) BI Cheking

Bank dapat melakukan penelitian dengan melakukan BI Cheking,

yaitu melakukan penelitian terhadap calon nasabah dengan melihat data

nasabah melalui komputer yang online dengan Bank Indonesia. BI

Checking dapat digunakan oleh bank untuk mengetahui dengan jelas calon

nasabahnya, baik kualitas pembiayaan calon nasabah bila telaah menjadi

debitur bank lain.

2) Informasi dari Pihak Lain

Dalam hal calon nasabah masih belum meliki pinjaman di bank

lain, maka cara yang efektif ditempuh yaitu dengan meneliti calon nasabah

26
Rachmat Firdaus dan Maya Ariyanti, Manajemen Perkreditan Bank umum, (Bandung:
Alfabeta, 2009) h. 84
20

melalui pihak-pihak lain yang mengenal dengan baik calon nasabah.

Misalnya, mencari informasi tentang karakter calon nasabah melalui

tetangga, teman kerja, atasan langsung, dan rekan usahanya.27

b. Capacity

Untuk melihat kemampuan nasabah dalam bidang bisnis yang di

hubungkan dengan pendidikannya, kemampuan bisnis juga diukur dengan

kemampuannya dalam memahami tentang ketentuan-ketentuan pemerintah.

Begitu juga dengan kemampuannya dalam menjalankan usahanya

termasuk kekuatan yang dimiliki. Pada akhirnya akan terlihat

kemampuannya dalam mengembalikan pembiayaan yang disalurkan.28

Bank perlu mengetahui dengan pasti kemampuan keuangan calon

nasabah dalam memenuhi kewajibannya setelah bank syariah memberikan

pembiayaan. Kemampuan keuangan calon nasabah sangat penting karena

merupakan sumber utama pembayaran. Semakin baik kemampuan

keuangan calon nasabah, maka akan semakin baik kemungkinan kualitas

pembiayaan, artinya dapat dipastikan bahwa pembiayaan yang diberikan

bank syariah dapat dibayar sesuai dengan jangka waktu yang

diperjanjikan.29

Untuk mengetahui sampai dimana capacity calon peminjam, bank

dapat memperolehnya dengan berbagai cara, misalnya terhadap nasabah

yang sudah dikenalnya, tentu tinggal melihat-lihat dokumen-dokumen,

berkas-berkas, arsip dan catatan-catatan yang ada tentang pengalaman-

27
Ismail,Op.cit, h. 121
28
Thamrin Abdullah, Francis Tantric, Op.cit.
29
Ismail,Op.cit, h. 121
21

pengalaman kreditnya yang sudah-sudah. Informasi-informasi dari luar

hanya sekedar tambahan saja terbatas kepada hal-hal yang belum tersedia.

Sedangkan dalam menghadapi “pendatang baru” biasanya dengan cara

melihat riwayat hidup (biodata) termasuk pendidikan, kursus-kursus dan

latihan-latihanyang pernah diikuti serta tak kalah pentingnya pengalaman-

pengalaman kerja di masa yang lalu.30

c. Capital

Untuk melihat penggunaan modal apakah efektif dilihat dari

laporan keuangan (neraca/laporan rugi laba) dengan melakukan

pengukuran seperti dari segi likuiditas/solvabilitas, rentabiltas dan ukuran

lainnya. Capital juga harus dilihat dari sumber mana modal yang ada

sekarang.31

Modal merupakan hal yang sangat penting, karena ada kalanya

bank mensyaratkan berapa maksimum pinjaman yang wajar dibandingkan

dengan total modal yang dimiliki debitur. Kebijakan pembatasan

prosentase antara jumlah utang dengan modal antara bank satu dengan

bank lain berbeda tergantung dari kebiasaan dan adjustment masing-

masing manajemen bank yang bersangkutan.32

Cara yang ditempuh oleh bank untuk mengetahui capital antara

lain:

1) Laporan Keuangan Calon Nasabah

30
Rachmat Firdaus dan Maya Ariyanti, Op.cit,h. 84
31
Thamrin Abdullah, Francis Tantric, Op.cit.
32
Suharno, Analisa Kredit: Dilengkapi Contoh Kasus, (Jakarta: Djambatan, 2003) h. 14
22

Dalam hal calon nasabah adalah perusahaan, maka struktur modal

ini penting untuk menilai tingkat debt to equity ratio. Perusahaan dianggap

kuat dalam menghadapi berbagai macam risiko apabila jumlah modal

sendiri yang dimiliki cukup besar.

2) Uang Muka

Uang muka yang dibayarkan dalam memperoleh pembiayaan.

Dalam hal calon nasabah adalah perorangan, dan tujuan penggunaannya

jelas, misalnya pembiayaan untuk pembelian rumah, maka analisis capital

dapat diartikan sebagai jumlah uang muka yang dibayarkan oleh calon

nasabah kepada pengembang atau uang muka yang telah disiapkan.

Semakin besar uang muka yang dibayarkan oleh calon nasabah, semakin

meyakinkan bagi bank bahwa pembiayaan yang akan disalurkan

kemungkinan akan lancar.33

d. Collateral

Merupakan jaminan yang diberikan calon nasabah, baik yang

bersifat fisik maupun non fisik. Jaminan hendaknya melebihi jumlah

pembiayaan yang diberikan. Jaminan juga harus diteliti keabsahannya

sehingga tidak terjadi suatu masalah, maka jaminan yang dititipkan akan

dapat dipergunakan secepat mungkin.34

Jaminan yang diberikan calon nasabah baik yang bersifat fisik

maupun non fisik. Jaminan hendaknya melebihi jumlah kredit yang

33
Ismail, Op.cit, h. 123
34
Thamrin Abdullah, Francis Tantric, Op.cit.
23

diberikan.35 Bank tidak akan memberikan pembiayaan yang melebihi dari

nilai agunan, kecuali untuk pembiayaan tertentu yang dijamin

pembayarannya oleh pihak tertentu. Dalam analisis agunan, faktor yang

sangat penting dan harus diperhatikan adalah purnajual dari agunan yang

diserahkan kepada bank. Bank syariah perlu mengetahui minat pasar

terhadap agunan yang diserahkan oleh calon nasabah. Bila agunan

merupakan barang yang diminati oleh banyak orang (marketable), maka

bank yakin bahwa agunan yang diserahkan calon nasabah mudah

diperjualbelikan. Pembiayaan yang ditutup oleh agunan yang purnajualnya

bagus, risikonya rendah.36

Jaminan mempunyai 2 fungsi yaitu, pertama untuk pembayaran

utang seandainya debitur tidak mampu membayar dengan jalan

menguangkan/menjual jaminan tersebut. Sedangkan fungsi kedua, sebagai

akibat dari fungsi pertama ialah merupakan salah satu faktor penentu

jumlah kredit yang dapat diberikan.37

Secara perinci pertimbangan atas collateral dikenal dengan MAST:

1) Marketability

Agunan yang diterima oleh bank haruslah agunan yang mudah

diperjualbelikan dengan harga yang menarik dan meningkat dari waktu ke

waktu.

2) Ascertainability of value

35
Kasmir, Manajemen Perbankan, (Jakarta: Pt RajaGrafindo Persada, 2014) h. 92
36
Ismail, Op.cit ,h. 124
37
Rachmat Firdaus dan Maya Ariyanti, Op.cit, h. 86
24

Agunan yang diterima memiliki standar harga yang lebih pasti.

3) Stability of value

Agunan yang diserahkan bank memiliki harga yang stabil,

sehingga ketika agunan dijual, maka hasil penjualan bisa meng-cover

kewajiban debitur.

4) Transferability

Agunan yang diserahkan bank mudah dipndahtangankan dan

mudah dipindahkan dari satu tempat ke tempat lainnya.38

e. Condition

Dalam menilai pembiayaan hendaknya dinilai kondisi ekonomi

sekarang dan kemungkinan untuk masa yang akan datang sesuai dengan

sektor masing-masing. Penilain prospek bidang usaha hendaknya benar-

benar memiliki prospek yang baik, sehingga kemungkinan pembiayaan

tersebut bermasalah relative kecil.39

Sebagai contoh adakah peraturan pemerintah yang menghambat

atau mendukung marketing (pemasaran) produknya, misalnya larangan

atau dorongan ekspor. Contoh lain yang berkaitan dengan mode, apakah

perusahaan calon peminjam dapat menyesuaikan produk-produknya

dengan selera konsumen (up to date) atau telah ketinggalan jaman (out of

mode). Kemudian bagi perusahaan musiman, kredit baru dapat diberikan

pada waktu musimnya, misalnya kredit untuk pertanian, baru dapat

38
Ismail, Op.cit, h. 124-125
39
Thamrin Abdullah, Francis Tantric, Op.cit.
25

diberikan pada beberapa saat sebelum musim penghujan, jangan berbulan-

bulan sebelumnya atau kalau sudah hampir kemarau.40

Analis diarahkan pada kondisi sekitar yang secara langsung

maupun tidak langsung berpengaruh terhadap usaha calon nasabah.

Kondisi yang harus di perhatikan bank antara lain:

1) Keadaan ekonomi yang akan mempengaruhi perkembangan usaha


calon nasabah.

2) Kondisi usaha calon Nasabah, perbandinganya lokasi lingkungan


wilayah usahanya.

3) Keadaan pemasaran dari hasil usaha.

4) Prospek usaha dimasa yang akan datang.

5) Kebijakan pemerintah yang mempengaruhi prospek industri dimana


perusahaan calon nasabah terkait di dalamnya.41

2. Landasan Hukum Prinsip 5C

Undang-undang perbankan secara langsung tidak ada yang mengatur

tentang prinsip 5C ini, akan tetapi Undang-undang mengatur prinsip kehati-

hatian (prudent banking principles). Prinsip ini adalah suatu asas yang

menyatakan bahwa bank atau lembaga keuangan lainnya dalam menjalankan

40
Rachmat Firdaus dan Maya Ariyanti, Op.cit, h. 85
41
Sumarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, (Jakarta: Zikrul
Hakim, 2003) h. 146
26

fungsi dan kegiatan usahanya wajib bersikap hati-hati dalam rangka

melindungi dana masyarakat yang dipercayakan padanya.42

Terdapat satu pasal dalam UU Perbankan yang secara eksplisit

mengandung substansi prinsip kehati-hatian, yaitu pasal 29 ayat 2, 3, dan 4

UU Nomor 10 Tahun 1998. berikut bunyi pasal 29 UU no. 10 tahun 1998.

a. Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan

kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabiltas,

solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank dan wajib

melakukan usaha dengan prinsip kehati-hatian.

b. Dalam memeberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah

dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang

tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan

dananya kepada bank.

c. Untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai

kemungkinan timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah

yang dilakukan melalui bank.43

42
Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama, 2001) h. 18
43
Mulhadi, Prinsip Kehati-hatian (Prudent Banking Principles) dalam Kerangka UU
Perbankan di Indonesia, (Universitas Sumatera Utara: Diktat tidak diterbitkan, 2005) h 13
27

B. PEMBIAYAAN

1. Pengertian Pembiayaan

Pembiayaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah

berasal dari kata biaya yang artinya uang yang dikeluarkan untuk mengadakan

atau melakukan sesuatu. Sedangkan kata pembiayaan artinya segala sesuatu

yang berhubungan dengan biaya.44

Di dalam Kamus Besar Perbankan disebutkan bahwa pembiayaan

berdasarkan prinsip syariah adalah “penyediaan dana atau tagihan yang

dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara

Bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak lain yang dibiayai untuk

mengembalikan uang atau tagihan tersebut dalam jangka waktu tertentu

dengan imbalan atau bagi hasil”.45

Istilah pembiayaan juga disebutkan dalam beberapa teori, yaitu

berdasarkan :

Yang pertama, Pembiayaan berdasarkan Peraturan Menteri

Koperasi Dan Usaha Kecil Dan Menengah pasal 1 butir 17 Nomor 16

/ per / M.KUKM / IX /2015 adalah “penyediaan dana atau tagihan

yang dipersamakan dengan itu berupa :

a) Traksaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah atau musyarakah

b) Transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam

bentuk ijaroh Muntahiyah Bit Tamlik

44
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka Cetakan Pertama, 2001,) h. 127
45
Bank Indonesia, Perbankan Syariah. (Jakarta :DPbs, 2010), h. 38
28

c) Transaksi jual beli dalam bentuk piutang, murabahah, salam dan

istisna’

d) Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang Qardh

e) Transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijaroh untuk transaksi

multi jasa.

Berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara KSPPS

dan/atau USPS koperasi dan pihak lain yang mewajibkan pihak

yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana

tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujroh, tanpa

imbalan atau bagi hasil.46

Yang kedua, Menurut PP nomor 9 tahun 1995 tentang pelaksanaan

simpan pinjam oleh koperasi adalah :“Penyediaan uang atau tagihan

yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan tujuan atau

kesepakatan pinjam-meminjam antara koperasi dengan pihak lain yang

mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka

waktu tertentu dengan disertai pembayaran sebuah imbalan.47

Yang ketiga, Pembiayaan berdasarkan prinsip syari‟ah adalah

penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu

berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara lembaga keuangan

syariah dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai

46
https://www.ekon.go.id/ekliping/.../n.27-n.28-permen-kukm-nomor-16-tahun-2015,
disalin tanggal 4 Agustus 2018, hlm. 5.
47
Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wa Tamzil, (Yogyakarta: UII Press,
2004), h. 164.
29

mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu

tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.48

2. Jenis-Jenis Pembiayaan

a. Pembiayaan modal kerja

Pembiayaan modal kerja merupakan salah satu atau kombinasi

dari pembiayaan likuiditas (cash financing), pembiayaan piutang

(receivable financing), dan pembiayaan persediaan (inventory

financing).49

b. Pembiayaan investasi

Pembiayaan ini diberikan kepada para nasabah untuk keperluan

investasi, yaitu keperluan penambahan modal guna mengadakan

rehabilitasi, perluasan usaha, pendirian proyek baru.50

c. Pembiayaan konsumtif

Pembiayaan ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan konsunsi

yang akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan.

3. Unsur-Unsur Pembiayaan

Unsur-unsur yang terdapat didalam pembiayaan yaitu :

a. Kepercayaan

Suatu keyakinan pemberi pinjaman (bank) bahwa pembiayaan

yang diberikan berupa uang, barng ataupun jasa, akan benar-benar

48
Sumar‟in, Konsep Kelembagaan Bank Syariah, ,( Yogyakarta: Graha Ilmu, Edisi I,
2012), h. 80.
49
Muhammad Safi‟i Antonio, Bank Syariah : Dari Teori Ke Praktik,(Jakarta Gema
Insani,cet 1,2014), h. 161.
50
Ibid, h. 167
30

diterima kembali dimana akan ditentukan dimasa yang akan datang.

Kepercayaan ini diberikan oleh bank, karena sebelum dana dikucurkan,

sudah dilakukan penelitian atau penyelidikan yang mendalam tentang

nasabah. Hal itu dilakukan demi keamanan dan kemampuan dalam

membayar biaya yang dilakukan.51

b. Kesepakatan

Kesepakatan ini dituangkan dalam perjanjian dimana masing-

masing pihak menandatangani hak dan kewajibannya masing-masing.

c. Jangka waktu

Setiap pembiayaan yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu,

jangka waktu ini mencakup masa pengembalian pembiayaan yang telah

disepakati. Jangka waktu tersebut bisa berbentuk jangka pendek, jangka

menengah atau jangka panjang.

d. Risiko

Adanya suatu tenggang pengembalian menyebabkan suatu risiko

tidak tertagihnya/macet pemberian pembiayaan. Semakin panjang suatu

pembiayaan semakin besar risikonya demikian pula sebaliknya. Risiko ini

menjadi tanggungan lembaga keuangan baik risiko yang disengaja nasabah

yang lalai maupun oleh risiko yang tidak disengaja.

e. Balas Jasa

Merupakan keuntungan atas pemberian pembiayaan atau jasa

tersebut yang kita kenal dengan nama bunga. Balas jasa dalam bentuk

51
Kasmir, Manajemen Perbankan, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2000),h. 75.
31

bunga dan biaya administrasi pembiayaan ini merupakan keuntungan bank.

Sedangkan bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah balas jasanya

ditentukan dengan bagi hasil.52

4. Tujuan dan fungsi pembiayaan

a. Secara mikro pembiayaan diberikan dengan tujuan :

1) Dalam memaksimalkan laba.

2) Upaya meminimalkan resiko.

3) Pendayagunaan sumber ekonomi.

4) Penyaluran kelebihan dana.

5) Menghindari terjadinya dana yang mengganggur.53

b. Adapun fungsi pembiayaan secara umum meliputi : 10

1) Meningkatkan daya guna uang maksudnya para nasabah yang

menyimpan uangnya di bank dalam bentuk deposito ataupun

tabungan uang tersebut dalam presentase tertentu ditingkatkan

kegunaannya oleh bank dalam bentuk pembiayaan yang

disalurkan pada nasabah.

2) Meningkatkan daya guna Produsen yang memperoleh bantuan

pembiayaan dari bank dapat menggunakan dana tersebut

untukmengubah bahan mentah menjadi bahan jadi.

3) Meningkatkan peredaran uang.

4) Stabilitas ekonomi.

52
Kasmir, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: Edisi revisi, Cet. 15,
Rajawali Pers, 2014), h. 87-88.
53
Sumar‟in, Op. Cit, h. 115-116.
32

5) Sebagai jembatan untuk meningkatkan pendapatan nasional.

6) Sebagai alat hubungan ekonomi internasional.54

5. Penilaian Kualitas Pembiayaan

Untuk menentukan berkualitas atau tidaknya suatu pembiayaan

perlu diberikan ukuran-ukuran tertentu. Bank Indonesia menggolongkan

kualitas pembiayaan menurut ketentuan sebagai berikut :

a. Lancar

Suatu pembiayaan dikatakan Lancar apabila :

1) Pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga tepat waktu

2) Memiliki mutasi rekening yang aktif

3) Bagian dari pembiayaan yang dijamin dengan agunan tunai

b. Dalam Perhatian Khusus

Dikatakan dalam perhatian khusus apabila memenuhi kriteria antara lain :

1) Terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok dan/bunga

yang belum melampaui 90 hari

2) Kadang-kadang terjadi cerukan

3) Jarang terjadi pelanggaran kontrak yang diperjanjikan

4) Mutasi rekening reklatif aktif

5) Didukung dengan pinjaman baru

c. Kurang Lancar

Dikatakan kurang Lancar apabila :

54
Ibid, h. 116.
33

1) Terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok dan/atau

bunga yang telah melampaui 90 hari

2) Sering terjadi cerukan

3) Terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan lebih

dari 90 hari

4) Frekuensi mutasi rekening reklatif rendah

5) Terdapat indikasi masalah keuangan yang dihadapi debitur

6) Dokumen pinjaman yang lemah

d. Diragukan

Dikatakan meragukan apabila memenuhi kriteria diantaranya :

1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau yang telah

melampaui 180 hari

2) Terjadi cerukan yang bersifat permanen

3) Terjadi wanprestasi lebih dari 180 hari

4) Terjadi kapitalisasi bunga

5) Dokumen hukum yang lemah, baik untuk perjanjian pembiayaan

maupun pengikat perjanjian

e. Macet

Dikatakan macet apabila memenuhi kriteria sebagai berikut :

1) Terdapat tunggakan angusan pokok dan/atau bunga yang telah

melampaui 270 hari

2) Kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru


34

3) Dari segi hokum dan kondisi pasar, jaminan tidak dapat

dicairkan pada nilai yang wajar.55

C. PEMBIAYAAN MURABAHAH

1. Pengertian Pembiayaan Murabahah

Kata al-Murabahah diambil dari bahasa Arab dari kata ar-ribhu

yang berarti kelebihan dan tambahan (keuntungan), atau murabahah juga

berarti Ar-Irbaah karena salah satu dari dua orang yang bertransaksi

memberikan keuntungan kepada yang lainnya. Bank bertindak sebagai

pembeli. Harga jual adalah harga beli bank dari pemasok ditambah

keuntungan (Margin).

Pengertian juala beli secara syara’ adalah tukar menukar harta

dengan harta untuk memiliki dan member kepemilikan.56

Sebagian ulama lain memberi pengertian :

1) Menurut ulama Hanafiyah : “Pertukaran harta (benda ) dengan

harta berdasarkan cara khusus (yang dibolehkan)”.

2) Menurut imam Nawawi dalam Al-Majmu’ : “Pertukaran harta

dengan harta untuk kepemilikan”.

3) Menurut Ibnu Qudamah dalam kitab al-Mughni : “Pertukaran harta

dengan harta untuk saling menjadikan milik”.

4) Tukar menukar harta meskipun ada dalam tanggungan atau

kemanfaatan yang mubah dengan sesuatu yang semisal dengan

keduanya, untuk memberikan secara tetap.

55
Ibid., h. 107-108.
56
Abdul rahman Gazali, Fiqih Muamalat, Ed.1 Cet.1 (Jakarta :Kencana dan ICCE, 2010),
h. 54
35

5) Menukar barang dengan barang atau barang dengan uang dengan

jalan melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain atas

dasar saling ridha.

6) Saling tukar harta, saling menerima, dapat dikelola (tasharruf)

dengan ijab qabul dengan cara yang sesuai dengan syara.

7) Penukaran benda dengan benda lain dengan jalan saling merelakan

dan memindahkan hak milik dengan ada penggantinya dengan cara

yang dibolehkan.

Transaksi Murabahah adalah skim dimana bank bertindak selaku penjual

disatu sisi, dan disisi lain bertindak selaku pembeli. Kemudian bank akan

menjualnya kembali kepada pembeli dengan harga beli ditambah margin

(Ribhun) yang disepakati.57

Murababah juga berarti suatu akad jual beli atas barang tertentu,

dimana penjual menyebutkan harga pembelian barang kepada pembeli

kemudian menjual kepada pihak pembeli dengan mensyaratkan

keuntungan yang diharapkan sesuai jumlah tertentu. Dalam akad

murabahah, penjual menjual barangnya dengan meminta kelebihan atas

harga beli dengan harga jual. Perbedaan antara harga beli dan harga jual

barang disebut dengan margin keuntungan.58

Salah satu skim fiqh yang paling populer digunakan oleh

perbankan syariah adalah skim jual-beli muarabahah. Transaksi

murabahah ini lazim dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya.

57
Kasmir, Dasar-Dasar Perbankan, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2011), h. 223
58
Ismail, Op.cit, h. 138.
36

Secara sederhana, murabahah berarti suatu penjualan barang seharga

penjualan barang tersebut ditambah keuntungan yang disepakati. Misalnya,

seseorang membeli barang kemudian menjualnya kembali dengan

keuntungan tertentu. Berapa besar keuntungan tersebut dinyatakan dalam

nominal rupiah tertentu atau dalam bentuk persentase dari harga

pembeliannya, misalnya 10% atau 20%.59

Dalam pelaksanaannya, pembiayaan murabahah juga dapat

diberikan kepada nasabah yang hanya membutuhkan dana untuk

pengadaan bahan baku dan bahan penolong. Sementara itu, biaya proses

produksi dan penjualan, seperti upah tenaga kerja, biaya pengepakan,

biaya distribusi, serta biaya-biaya lainnya, dapat ditutup dalam jangka

waktu sesuai dengan almanya perputaran modal kerja tersebut, yaitu dari

pengadaan persediaan bahan baku sampai terjualnya hasil produksi dan

penjualan diterima dalam bentuk tunai.60

Penerapan pembiayaan Murabahah, lembaga keuangan syariah,

bertindak sebagai pembeli sekaligus penjual barang yang dibutuhkan

nasabah. Dalam praktik, biasanya lembaga keuangan langsung menunjuk

nasabah sebagai wakilnya untuk membeli barang sebagaimana dimaksud

kepada pihak ketiga dengan memanfaatkan fasilitas al-wakalah, yakni

akad pemberian kewenangan/kuasa seseorang kepada pihak lain mengenai

59
Adiwarman Karim, Bank Islam (Analisis Fiqh dan Keuangan), (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2004), h. 100
60
Muhammad Syafi’i Antonio, Op.cit, h. 164
37

apa yang harus dilakukannya, dan penerima kuasa secara hukum menjadi

pengganti pemberi kuasa selama batas waktu yang ditentukan.61

Murabahah memberi banyak manfaat kepada bank syariah. Salah

satunya adalah adanya keuntungan yang muncul dari selisih harga beli dari

penjual dengan harga jual kepada nasabah. Selain itu sistem murabahah

juga sangat sederhana.62

2. Landasan Hukum Murabahah

Ayat Al-Qur’an menjadi landasan hukum murabahah diantaranya

adalah:

1) QS. Al-Baqarah ayat 275:63

Artinya: “... Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan

riba...”

2) QS. An-Nisa’ ayat 29, yaitu:64

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling

memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan

jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara

kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah

adalah Maha Penyayang kepadamu.(QS: An-Nisa’ (29)).

61
Muhammad Mulyono, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, (Yogyakarta : UUP-
AMP YKPN, 2001), h. 45
62
Muhammad Syafi’i Antonio, Op.cit, h. 107
63
Departemen Agama, Al-Qur’an Dan Terjmah Bahasa Indonesia, (Bandung: jumanatul
Ali Art), h. 47
64
Ibid, h. 83
38

D. PEMBIAYAAN MIKRO

1. Pengertian Pembiayaan Mikro

Pembiayaan mikro adalah pembiayaan yang diberikan kepada pengusaha

mikro atau pembiayaan pada sector mikro. Skim pembiayaan mikro pada bank

syariah ini didesain untuk melayani masyarakat yang memiliki penghasilan rendah

atau pengusaha mikro dan kecil. Skim pembiayaan mikro ini juga harus mampu

memenuhi persyaratan dan ketentuan yang tidak menyimpang dari Peraturan Bank

Indonesia (PBI) dengan tetap menggunakan prinsip kehati-hatian (Prudential

Banking) dan menaati kepatuhan pada prisip-prinsip syariah (Syariah

Complience).65

Adapun yang dimaksud dengan usaha mikro menurut keputusan Menteri

Keuangan nomor 40/KMK.06/2003 tanggal 29 Januari 2003 adalah:

a. Usaha produktif milik keluarga atau perorangan.

b. Penjualan maksimal Rp 100 juta pertahun.

c. Kredit yang diajukan maksimal Rp 50 juta.66

2. Tujuan Pembiayaan Mikro

Tujuan produk pembiayaan ini dijalankan karena ada 3 (tiga) hal, yaitu:

a. Meningkatkan akses usaha mikro yang ada di masyarakat terhadap

pelayanan pembiayaan.

b. Mendukung peningkatan dan perkembangan usaha di sector mikro untuk

masyarakat berpenghasilan rendah.

65
Mulyadi Nitisusastro, Kewirausahaan dan Manajemen Usaha Kecil, (Bandung: CV.
Alfabeta, 2010), Cet. ke-1, h. 268.
66
Euis Amalia, Keadilan Distribusi Dalam Ekonomi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2009), h. 42.
39

c. Fleksibilitas pembiayaan syariah dapat dirasakan manfaatnya oleh

masyarakat.67

E. RISIKO PEMBIAYAAN

Konsep risiko berawal dari ketidakpastian atas waktu yang akan datang.

Ketidakmampuan kita mengetahui kejadian pada waktu yang akan datang terkait

erat dengan apa yang kita lakukan hari ini. Risiko merupakan hal yang tidak dapat

dipisahkan dari kehidupan manusia. Hal ini disebabkan banyaknya ketidakpastian

yang muncul secara alamiah. Risiko dapat diartikan sebagai probabilitas sesuatu

outcome yang berbeda dengan outcome yang diharapkan.68

1. Pengertian Risiko Pembiayaan

Risiko pembiayaan adalah risiko yang muncul akibat kelalaian atau

kegagalan tagihan pembayaran dari nasabah peminjam yang nantinya disebut

pembiayaan bermasalah.69

Pembiayaan bermasalah merupakan salah satu risiko yang pasti

dihadapi oleh setiap bank karena risiko ini sering juga disebut dengan risiko

kredit. Robert Tampubolon menjelaskan bahwa risiko kredit adalah eksposur

yang timbul sebagai akibat kegagalan pihak lawan (counterparty) memenuhi

kewajibannya. Disatu sisi risiko ini dapat bersumber dari berbagai aktivitas

fungsional bank seperti penyaluran pinjaman, kegiatan tresuri dan investasi,

67
Mikha Paricha,”Pembiayaan Sektor Mikro dan Corporate”, dalam
http://mikhaparica.com/2013/04/pembiayaan-sektor-mikro-dan-corporate.html (8Oktober).
68
Sumar‟in, Op.cit. h. 109
69
Sumarin, Op. Cit, h. 111.
40

dan kegiatan jasa pembiayaan perdagangan, yang tercatat dalam buku bank.

Disisi lain risiko ini timbul karena kinerja satu atau lebih debitur yang buruk.

Kinerja debitur yang buruk ini dapat berupa ketidakmampuan atau

ketidakmauan debitur untuk memenuhi sebagian atau seluruh perjanjian kredit

yang telah disepakati bersama sebelumnya. Dalam hal ini yang menjadi

perhatian bank bukan hanya kondisi keuangan dan nilai pasar dari jaminan

kredit termasuk collateral tetapi juga karakter dari debitur.70

2. Pembiayaan Bermasalah

pembiayaan bermasalah atau non performing loans (NPL) adalah suatu

kredit dimana peminjam tidak dapat melaksanakan persyaratan perjanjian

kredit yang telah ditanda tanganinya, yang disebabkan oleh berbagai hal

sehingga perlu ditinjau kembali atau perubahan perjanjian.71

Pembiayaan bermasalah adalah suatu penyaluran dana yang dilakukan

oleh lembaga pembiayaan seperti bank syariah yang dalam pelaksanaan

pembayaran pembiayaan oleh nasabah itu terjadi hal-hal seperti pembiayaan

yang tidak Lancar, pembiayaan yang debiturnya tidak memenuhi persyaratan

yang dijanjikan, serta pembiayaan tersebut tidak menepati jadwal angsuran.

Sehingga hal-hal tersebut memberikan dampak negatif bagi kedua belah pihak

(debitur dan kreditur).

Pembiayaan bermasalah dari segi produktifitasnya yaitu dalam

kaitannya dengan kemampuannya menghasilkan pendapatan bagi bank sudah

berkurang atau menurun dan bahkan mungkin sudah tidak ada lagi. Dengan

70
Robert Tampubolon, Risk Management : Managemen Risiko Pendekatan Komersial, ,
(Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2004). h. 24.
71
Herman Dermawan, Manajemen Perbankan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011),h. 126.
41

demikian dapat disimpulkan bahwa pembiayaan bermasalah adalah

pembiayaan yang kualitasnya berada dalam golongan kurang Lancar,

diragukan dan macet.72

3. Faktor – faktor Penyebab Munculnya Pembiayaan Bermasalah

Munculnya pembiayaan bermasalah termasuk di dalamnya

pembiayaan macet, pada dasarnya tidak terjadi secara tiba-tiba, melainkan

melalui suatu proses. Sepandai apapun analis pembiayaan dalam menganalisis

setiap permohonan pembiayaan, kemungkinan pembiayaan tersebut macet

pasti ada. Hal ini disebabkan oleh 2 unsur sebagai berikut:

1. Dari pihak perbankan

Artinya dalam melakukan analisisnya, pihak bank kurang teliti, sehingga

apa yang seharusnya terjadi tidak diprediksi sebelumnya. Dapat pula

terjadi akibat kolusi dari pihak analis pembiayaan dengan pihak debitur

sehingga dalam analisnya dilakukan secara subyektif.

2. Dari pihak nasabah

a. Adanya unsur kesengajaan. Dalam hal ini nasabah sengaja untuk tidak

bermaksud membayar kewajibannya kepada bank sehingga pebiayaan

yang diberikan macet. Dapat dikatakan tidak adanya unsur kemauan

untuk membayar.

72
Faturrahman Djamil, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah Di Bank Syariah,( Jakarta:
Sinar Grafika, 2012), h. 66.
42

b. Adanya unsur tidak sengaja. Artinya debitur mau membayar akan tetapi

tidak mampu.73

73
Kasmir, Bank dan lembaga keuangan lainnya ,( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
edisi Revisi, Cet. 6, 2002), h. 115 .
BAB III

METODELOGI PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang

Takengon yang terletak di Kota Takengon, yang berada di jalan sengeda Kota

Takengon.

B. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian lapangan (field research)

field research adalah penelitian yang dilakukan secara langsung ke lapangan

terhadap suatu objek yang diteliti. Karena penelitian ini fokus pada permasalahan

yang ditimbulkan langsung dilapangan, dengan berkunjung langsung ketempat

marketing pada Bank Syariah Mandiri Kota Takengon, untuk mendapatkan

informasi berkenaan dengan permasalahan yang akan diteliti lebih lanjut, dan

library search (penelitian kepustakaan) yaitu studi penelaahan terhadap buku-

buku, literature-literatur, dan hubungannya dengan masalah yang dipecahkan. 74

Sedangkan pendekatan penelitian yang peneliti gunakan adalah pendekatan

penelitian kualitatif.

74
Airha, Studi Kepustakaan,http://phairha.blogspot.co.id/2012/01.html, diakses pada
tanggal 15 maret 2019.

43
44

C. Sumber Data

a. Data primer

Data yang diperoleh langsung dari sumber-sumber asli yang memberikan

informasi dalam penelitian dan data tersebut diantaranya berupa informan yaitu

orang-orang yang memberikan keterangan atau pernyataan tentang sesuatu yang

berkenaan dengan penelitian, dalam penelitian ini sebagai informan adalah bapak

Muhammad Soni selaku Micro Banking Manager di bank tersebut.

b. Data sekunder

Diperoleh dengan cara membaca buku yang berkaitan dengan masalah yang

dibahas, catatan dan dokumen-dokumen BSM, serta data-data yang tersedia di

internet dan jurnal yang di anggap penting yang berhubungan dengan objek yang

diteliti yang mendukung penelitian ini. Perlunya data ini untuk menyesuaikan

dengan masalah yang akan diteliti.

D. Teknik Pengumpulan Data

a. Wawancara

Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan

ide melalui tanya jawab, sehingga dapat di kontruksikan makna dalam suatu data

tertentu. Ciri utama dari wawancara adalah kontak langsung dengan tatap muka

antara pencari informasi dan sumber informasi. Dalam pelaksaan wawancara ini

peneliti mendatangi PT. Bank Syariah Mandiri Takengon untuk mewawancarai

selaku informan yaitu beberapa karyawan yang bertanggung jawab atas

pembiayaan yang diberikan kepada nasabah.


45

b. Dokumentasi

Teknik ini digunakan untuk memperoleh data dengan cara melihat

dokumen yang ada. Metode dokumentasi ini dapat merupakan metode utama

apabila peneliti melakukan pendekatan analisis isi (content analysis).75

E. Teknik Analisis Data

Data yang telah diperoleh akan dianalisis melalui metode analisa kualitatif,

yaitu proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari

hasil wawancara dan catatan lapangan, dengan cara mengorganisasikan data ke

dalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit, memilih mana yang penting dan

yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh

diri sendiri dan orang lain.76

Dalam penelitian ini, analisis data dilaksanakan sepanjang proses

penelitian dengan mengikuti tahap-tahap sebagai berikut:

1. Reduksi data

Reduksi data merupakan proses yang meliputi menyeleksi atau

merangkumkan data yang sudah diperoleh dari hasil wawancara,

kemudian menfokuskan dan menyederhanakan semua data dari awal

sampai akhir penelitian, sehingga semua data tersusun secara

sistematis serta memudahkan peneliti untuk mengambil kesimpulan

pada penelitian.

75
Noeng, Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta : Raja Grafindo Persada,
2003), h.78.
76
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, (Bandung : Alfabeta,
2009) , h. 244
46

2. Penyajian data

Setelah semua data direduksi, maka dilakukan langkah

penyajian data dengan cara menyusun secara naratif sejumlah

informasi yang sudah diperoleh dari hasil reduksi informasi yang akan

dikumpulkan tentang penerapan prinsip 5C dalam pemberian

pembiayaan mikro pada bank syariah mandiri.

3. Menarik kesimpulan atau verifikasi

Kegiatan verifikasi ini merupakan kegiatan terakhir dalam

penelitian kualitatif. Pada kegiatan ini menjawab pertanyaan penelitian

yang telah ditetapkan pada awal observasi yang dilakukan oleh peneliti

di lapangan. Kesimpulan akan sempurna apabila saat melakukan

penelitian secara konsisten. Penulis akan menemukan bukti-bukti yang

valid saat pengumpulan data.

Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan

jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, menemukian apa

yang penting dan apa yang harus dipelajari, mencari dan menemukan

pola yang teliti.77

F. Teknik Penulisan

Adapun keseragaman penulisan, penulis berpedoman pada “Buku

Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Sekolah tinggi Agama Islam Negeri (STAIN)

Malikussaleh Lhokseumawe 2012”.78

77
Lexy j Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2002),h. 247-248.
78
Tim Penyusun, Panduan Penulisan Karya Ilmiah, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
(STAIN) MALIKUSSALEH Lhokseumawe, Tahun 2012.

Anda mungkin juga menyukai