Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

MANAJEMEN RESIKO PEMBIAYAAN

Disusun untuk memenuhi tugas

Mata kuliah :Manajemen Resiko

Dosen Pengampu : Gustika Nurmalia,M.Ek.

Disusun oleh anggota kelompok 3 :

1. Alfito Firgi Pradana 2051020349


2. Ayu Virani 2051020302
3. Eko Saputra 2051020307
4. M.Hafidz A Sydiq 2051020340
5. Muhammad Naufal Bayhaqi 2051020353

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM


JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
2021/2022
BAB I

PENDAHULUAN

Sebagai lembaga intermediary dan seiring dengan situasi lingkungan


eksternal dan internal perbankan mengalami perkembangan pesat, bank syariah
akan selalu berhadapan dengan berbagai jenis risiko dengan tingkat kompleksitas
yang beragam dan melekat pada kegiatan usahanya. Risiko dalam konteks
perbankan merupakan suatu kejadian potensial, baik yang dapat diperkirakan
(anticipated) maupun yang tidak dapat diperkirakan (unanticipated) yang
berdampak negative terhadap pendapatan dan permodalan bank. Risiko-risiko
tersebut tidak bisa dihindari, tetapi dapat dikelola dan dikendalikan. Oleh karena
itu sebagai lembaga perbankan pada umumnya, bank syariah juga memerlukan
serangkaian prosedur dan metodologi yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul
dari kegiatan usaha, atau yang biasa disebut sebagai manajemen risiko.

Pembiayaan merupakan aktivitas yang sangat penting bagi Bank Islam


karena dengan pembiayaan akan diperoleh sumber pendapatan utama dan menjadi
penunjang kelangsungan usaha Bank Islam baik Bank Umum Syariah, Unit Usaha
Syariah maupun Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Sebaliknya bila
pegelolaannya tidak baik akan menimbulkan permasalahan dan berhentinya usaha
Bank.

Bank syariah merupakan lembaga keuangan berlandaskan syariah yang


fungsinya sendiri untuk mengumpulkan, mengelola dana dari masyarakat yang
mempercayakan keuangannya kepada bank syariah dan menyalurkannya kembali
kepada masyarakat yang mengajukan pinjaman kepada masyarakat yang
mengajukan pinjaman melalui pembiayaan. Sebagai lembaga intermediary
(perantara antara penghimpun dana dan penyalur dana) dan seiring dengan situasi
lingkungan eksternal dan internal perbankan yang perkembangannya sangat pesat,
bank syariah akan selalu berhadapan dengan berbagai jenis risiko dengan tingkat
komplektasi yang beragam dan melekat pada kegiatan usahanya.
BAB II

PEMABAHASAN

2.1Pengertian Manajemen Risiko Pembiayaan

Resiko pembiayaan adalah resiko akibat kegagalan nasabah atau pihaklain


dalam memenuhi kewajiban kepada bank sesuai dengan perjanjian
yangdisepakati. Salah satu yang termasuk dalam kelompok risiko pembiayaan
adalah risiko konsentrasi pembiayaan. Risiko konsentrasi pembiayaanmerupakan
risiko yang timbul akibat terkonsentrasinya penyediaan danakepada satu pihak
atau sekelompok pihak industry, sektor dan area geografistertentu yang berpotensi
menimbulkan kerugian cukup besar dan dapatmengancam kelangsungan usaha
bank.

Resiko pembiayaan dapat bersumber dari berbagai aktivitas


bisnisbank.Pada sebagian besar bank, pemberian pembiayaan merupakan
sumberrisiko kredit/pembiayaan yang besar. Selain pembiayaan, bank
menghadapirisiko kredit dari berbagai instrumen keuangan seperti surat
berharga,akseptasi, transaksi antar bank, transaksi pembiayaan perdagangan,
transaksinilai tukar dan derivatif, serta kewajiban komitmen dan kontingensi.
Secara umum, eksposur risiko pembiayaan merupakan salah satueksposur risiko
utama dalam perbankan syariah di Indonesia sehinggakemampuan bank untuk
mengidentifikasi, mengukur, memantau danmengendalikan risiko
kredit/pembiayaan. 1

2.2 Risiko Pembiayaan

Produk-produk pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah dapat


dikelompokkan pada dua jenis, yaitu:

 Risiko Pembiayaan Berbasis Natural Certainty Contracts (NCC)

Pembiayaan Berbasis Natural Certainty Contracts (NCC) adalah suatu


jenis kontrak transaksi dalam bisnis yang memiliki kepastian keuntungan dan
pendapatan, baik dari segi jumlah maupun waktu penyerahannya.Yang dimaksud

1
Bambang Rianto Rustam, Manajemen Risiko Perbankan Syariah di Indonesia,(Jakarta: Selemba
Empat, 2013), h. 135
dengan memiliki kepastian adalah masingmasing pihak yang terlibat dapat
melakukan prediksi terhadap pembayaran maupun waktu pembayarannya. Dengan
demikian sifat transaksinya fixed dan predetermined (tetap dan dapat ditentukan
besarannya).

Analisis Risiko Pembiayaan Berbasis Natural Certainty Contracts adalah


mengidentifikasi dan menganalisis dampak dari seluruh risiko nasabah sehingga
keputusan pembiayaan yang diambil sudah memperhitungkan risiko yang ada dari
pembiayaan berbasis Natural Certainty Contracts, seperti :

a) Murabahah
b) Ijarah
c) ijarah muntahia bit tamlik,
d) salam dan istishna’

 Risiko Pembiayaan Berbasis Natural Uncertainty Contracts (NUC)

Pembiayaan Berbasis Natural Uncertainty Contracts (NUC) adalah suatu


kontrak transaksi dalam bisnis yang tidak memiliki kepastian atas keuntungan dan
pendapatan, baik dari segi jumlah maupun waktu penyerahannya. Hal ini
disebabkan karena transaksi ini sangat terkait dengan kondisi di masa yang akan
datang, yang tidak dapat ditentukan. Dengan kata lain,transaksi ini tidak bersifat
fixed dan predetermined.

Analisis Risiko Pembiayaan Berbasis Natural Uncertainty Contracts


adalah mengindentifikasi dan menganalisa dampak dari seluruh risiko nasabah
sehingga keputusan pembiayaan yang diambil sudah memperhitungkan risiko
yang ada dari pembiayaan berbasis Natural Uncertainty Contracts, seperti:

a) mudharabah
b) musyarakah 2

Bisnis perbankan akan berhadapan dengan berbagai jenis resiko kredit


diantaranya adalah :

2
M. Sholahuddin, "Risiko Pembiayaan Dalam Perbankan Syariah," BENEFIT, vol. 8, no. 2, pp.
130-138, 2004.
1) Resiko Modal ( Capital Risk )
Resiko modal berkaitan dengan kualitas aset.Bank yang
menggunakan sebagian besar dananya untuk mendanai aset yang beresiko
perlu memiliki modal penyangga yang besar untuk sandaran bila kinerja
aset-aset itu tidak baik.Tingkat modal itu juga penting untuk menjaga
risiko likuiditas.
2) Resiko Pembiayaan
Resiko pembiayaan muncul jika bank tidak bisa memperoleh
kembali cicilan pokok dan/atau bunga dari pinjaman yang diberikannya
atau investasi yang sedang dilakukannya.Penyebab utama terjadinya risiko
pembiayaan adalah terlalu mudahnya bank memberikan pinjaman atau
melakukan investasi karena terlalu dituntut untuk memanfaatkan kelebihan
likuiditas, sehingga penilaian kredit kurang cermat dalam mengantisipasi
berbagai kemungkinan risiko usaha yang dibiayainya.
3) Risiko Likuiditas
Pemicu utama kebangkrutan yang dialami oleh bank, baik yang
besar maupun yang kecil, bukanlah karena kerugian yang dideritanya,
melainkan lebih kepada ketidakmampuan bank memenuhi kebutuhan
likuiditasnya. Likuiditas secara luas dapat didefinisikan sebagai
kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dana (cash flow) dengan segera
dan dengan biaya yang sesuai. Likuiditas penting bagi bank untuk
menjalankan transaksi bisnisnya sehari-hari, mengatasi kebutuhan dana
yang mendesak, memuaskan permintaan nasabah akan pinjaman dan
memberikan fleksibilitas dalam meraih kesempatan investasi menarik dan
menguntungkan.
4) Resiko Operasional
Menurut definisi Basle Committee, resiko operasional adalah resiko
akibat dari kurangnya (deficiencies) sistem informasi atau sistem
pengawasan internal yang akan menghasilkan kerugian yang tidak
diharapkan. Resiko ini berkaitan dengan kesalahan manusiawi (human
eror), kegagalan sistem, dan ketidakcukupan prosedur dan kontrol. Dalam
definisi ini kita jumpai semua komponen yang relevan dengan resiko
operasional yaitu :
a) Sistem informasi;
b) Pengawasan internal;
c) Kesalahan manusiawi (human eror) ;
d) Kegagalan sistem; dan
e) Ketidakcukupan prosedur dan control3

 Timbulnya resiko pembiayaan setidaknya disebabkan oleh tiga faktor


yaitu:
1) Resiko yang timbul dari perubahan kondisi bisnis nasabah setelah
pencairan pembiayaan.
2) Resiko yang timbul dari komitmen kapital yang berlebihan.
3) Resiko yang timbul dari lemahnya analisis bank

 Risiko pembiayaan yang dihadapi oleh bank Islam dapat ditemui pada
waktu :
a) melakukan penilaian (assessment) atas proposal pembiayaan yang
diajukan debitur
b) memutuskan menerima atau menolak proposal tersebut
c) menetapkan kontrak pembiayaan terkait jenis akad yang digunakan, limit
(pagu) pembiayaan, harga, tenor, dan jaminan,
d) periode penyelesaian kontrak, dan
e) pada waktu terminasi kontrak.

2.3 Kebijakan Pengendalian Resiko Pembiayaan

Keberlangsungan usaha bank sangat ditentukan oleh portofolio


pembiayaan.Karena sebagian besar aktiva dan pendapatan bank berasal dari
pembiayaan.Oleh karena itu kebijakan, baik yang dikeluarkan Bank Indonesia,
pemerintah, maupun intern bank dikeluarkan untuk mengendalikan portofolio
pembiayaan agar tetap baik. Berikut adalah beberapa kebijakan pengendalian
risiko pembiayaan pada saat ini:

1) Kebijakan Bank Indonesia

Kebijakan Bank Indonesia yang dimaksudkan untuk mengendalikan resiko


pembiayaan antara lain :

3
Muhammad, Manajemen Bank Syariah, (Yogyakarta : (UPP) AMPYKPN, 2005), hlm.358-360.
a) SK Direksi Bank Indonesia No.27/162/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995
tentang kewajiban bank umum untuk membuat pedoman perkreditan
secara tertulis Suhardjono (2003 :83).
b) Peraturan Bank Indonesia No. 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang
Penerapan Manajemen Resiko bagi Bank Umum.
c) Peraturan Bank Indonesia No.5/9/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang
Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif bagi Bank Syariah.
d) Peraturan Bank Indonesia No.7/25/PBI/2005 pada Agustus 2005 tentang
Sertifikasi Manajemen Resiko bagi Pengurus dan Pejabat Bank Umum.
e) Peraturan Bank Indonesia No. 9/16/PBI/2007 tentang Perubahan atas
Peraturan Bank Indonesia No. 7/15/PBI/2005 tentang Jumlah Modal Inti
Minimum Bank Umum.
f) Peraturan Bank Indonesia No. 10/18/PBI/2008 tentang Restrukturisasi
Pembiayaan bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
g) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.31/177/KRP/DIR tanggal 31
Desember 1999 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK).
h) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.31/147/KEP/DIR tanggal 12
November 1998 tentang Penilaian Kualitas Kredit berdasarkan tingkat
kolektibilitasnya.
i) Permodalan (CAR)
j) Peraturan Bank Indonesia No. 3/21/PBI/2001 tentang Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum Bank Umum.

2) Kebijakan dari Bank Umum

Kebijakan Bank Umum yang dimaksud untuk mengendalikan resiko kredit


antara lain :

a. Pembuatan pedoman kebijakan pembiayaan


b. Menetapkan kredit yang dilarang dan dihindari
c. Penerapan prinsip kehati-hatian dalam pemberian pembiayaan
d. Penerapan analisis 5C
e. Pelaksanaan asuransi
f. Penerapaan agunan
g. Penerapan manajemen resiko pembiayaan
h. Penerapan pengendalian internal
i. Penerapan konsep pengawasan manajemen bank
j. Pembentukan organisasi kepatuhan.

2.3 Strategi Kurangi Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah

 Strategi pertama, perbankan syariah harus membuat kebijakan yang


ihtiyath (hati-hati), sesuai dengan prinsip prudential dalam pemberian
pembiayaan, tidak boleh didesak oleh pengejaran target atau pengaruh
lain-lain. Perbankan syariah harus menerapkan serangkaian prosedur
pembiayaan yang pruden dan konservatif seperti dalam penetapan inhouse
limit pembiayaan, mekanisme keputusan pembiayaan dan pemilihan sektor
industri yang prospektif.
Selanjutnya perbankan syariah harus memiliki kebijakan untuk
mengendalikan portofolio termasuk di dalamnya mencakup risiko
konsentrasi sehingga semakin dapat dimitigasi. Jika sudah terlanjur, dapat
diatasi dengan sell down atau risk participatio. Jika aktivanya berupa
KPR, bank syariah bisa ikut sekuritisasi sebagian aset pembiayaan
tersebut. Selain itu, perbankan syariah harus memiliki kebijakan untuk
membentuk pencadangan yang mencukupi sehingga akan lebih siap secara
keuangan apabila risiko pembiayaan terjadi. Kemudian, bank syariah harus
senantiasa memelihara tingkat modal yang cukup dan kebijakan likuiditas
yang aman.
 Strategi kedua, perbankan syariah harus istiqamah (konsisten) dengan
model bisnis. Untuk itu perbankan syariah harus mengkaji potensi pasar
dan suatu bisnis dengan baik sebelum memutuskan masuk ke dalam bisnis.
Bank syariah harus secara aktif memperbaiki proses bisnis secara
komprehensif serta konsisten dan konsekuen dengan strategi bisnis dan
risiko Selanjutnya bank syariah harus memperkuat proses pembiayaan
melalui mekanisme keputusan four eyes dan dual control yang konsisten.
 Strategi ketiga, melakukan monitoring yang kuat. Melalui strategi ini,
perbankan syariah, konsisten mengembangkan sistem monitoring yang
lengkap di antaranya membentuk unit khusus monitoring and collection di
pusat dan cabang, sistem traffic light pembiayaan, dan pengembangan
aplikasi collection untuk segmen konsumer.

2.4 Implementasi Manajemen Risiko Pembiayaan

Salah satu aspek penting dalam perbankan syariah adalah proses


pembiayaan yang sehat. Proses pembiayaan yang sehat adalah proses pembiayaan
yang berimplikasi kepada investasi halal dan baik serta menghasilkan return
sebagaimana yang diharapkan bahkan lebih. Oleh karena itu, pada dasarnya
implementasi manajemen resiko pembiayaan telah dimulai pada awal mula
sebelum operasional pembiayaan itu terjadi.Operasional pembiayaan meliputi
pemasaran pembiayaan, prosedur pemberian pembiayaan, dokumentasi dan
administrasi pembiayaan, pengawasan dan pembinaan pembiayaan, pengelolaan
pembiyaan bermasalah dan penyelesaian pembiayaan bermasalah. Oleh karena
itu, pada dasarnya implementasi manajemen risiko pembiayaan telah dimulai pada
awal mula sebelum operasional pembiayaan itu terjadi. Menurut Suhardjono
(2003: 161), operasional pembiayaan meliputi pemasaran pembiayaan, dan
prosedur pemberian pembiayaan.

1. Pemasaran pembiayaan

Pemasaran pembiayaan merupakan bagian dari strategi pemberian


pembiayaan yang sehat. Pemasaran pembiayaan biasanya dilakukan oleh bagian
pemasaran yang tugasnya melakukan pemasaran kepada masyarakat,
menyampaikan informasi produk yang dimiliki bank, serta mencari usaha-usaha
yang mempunyai peluang dan prospek yang bagus untuk dibiayai.

2. Prosedur Pemberian Pembiayaan

Menurut Zulkifli (2007: 145-164), prosedur atau proses pemberian


pembiayaan adalah sebagai berikut:

a. Permohonan Pembiayaan

Tahap awal dalam proses pembiayaan adalah permohonan pembiayaan.


Secara formal, permohonan pembiayaan dilakukan secara tertulis dari nasabah
kepada officer bank. Permohonan juga dapat dilakukan secara lisan terlebih
dahulu untuk kemudian ditindaklanjuti dengan permohonan tertulis jika
menurut officer bank usaha yang dimaksud layak dibiayai.

b. Pengumpulan Data dan Investigasi

Data yang diperlukan oleh officer bank didasari pada kebutuhan dan tujuan
pembiayaan. Untuk pembiayaan produktif, data yang diperlukan adalah data yang
dapat menggambarkan kemampuan usaha nasabah untuk melunasi pembiayaan.
Data yang diperlukan antara lain :

1. Akta pendirian usaha berikut perubahannya yang sesuai dengan


ketentuan pemerintah. Hal ini diperlukan untuk mengetahui orang yang
berwenang mengambil keputusan di dalam perusahaan. Data tersebut
kemudian didukung oleh data identitas para pengambil keputusan seperti
KTP dan paspor.

2. Legalitas usaha diperlukan untuk mengetahui pengakuan pemerintah


atas usaha yang dimaksud. Hal ini diperlukan untuk mencegah pembiayaan
terhadap usaha yang dilarang pemerintah.

3. Identitas pengurus dibutuhkan untuk mengetahui pengalaman


pengurus dalam usaha sejenis. Untuk usaha yang baru berdiri, data ini
sangat dibutuhkan selain studi kelayakan usaha.

4. Laporan keuangan 2 tahun terakhir diperlukan untuk melihat kinerja


dan pengalaman usaha.

5. Past performance 1 tahun terakhir juga diperlukan untuk melihat


kinerja perusahaan. Hal ini dapat tercermin dari mutasi rekening koran calon
nasabah.

6. Bisnis plan diperlukan untuk melihat rencana peningkatan usaha dan


rencana alternatif jika terjadi hal-hal di luar kendali.

7. Data obyek pembiayaan dibutuhkan karena merupakan bagian


terpenting dalam pembiayaan produktif.
8. Data jaminan harus betul-betul meng-cover pembiayaan tersebut
sehingga data jaminan harus meliputi harga obyek jaminan dan lokasinya
serta dilengkapi dengan foto obyek jaminan.4

4
Zulkifli, Sunarto. Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, Cetakan Ketiga. (Jakarta: Zikrul
Hakim, 2007) Hlm. 145
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Resiko pembiayaan adalah resiko akibat kegagalan nasabah atau pihaklain


dalam memenuhi kewajiban kepada bank sesuai dengan perjanjian
yangdisepakati. Salah satu yang termasuk dalam kelompok risiko pembiayaan
adalah risiko konsentrasi pembiayaan. Risiko konsentrasi pembiayaanmerupakan
risiko yang timbul akibat terkonsentrasinya penyediaan dana kepada satu pihak
atau sekelompok pihak industry, sektor dan area geografis tertentu yang
berpotensi menimbulkan kerugian cukup besar dan dapat mengancam
kelangsungan usaha bank.

Produk-produk pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah dapat


dikelompokkan pada dua jenis, yaitu:

 Risiko Pembiayaan Berbasis Natural Certainty Contracts (NCC)


 Risiko Pembiayaan Berbasis Natural Uncertainty Contracts (NUC)

Salah satu aspek penting dalam perbankan syariah adalah proses


pembiayaan yang sehat. Proses pembiayaan yang sehat adalah proses pembiayaan
yang berimplikasi kepada investasi halal dan baik serta menghasilkan return
sebagaimana yang diharapkan bahkan lebih.
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad. 2005.Manajemen Bank Syariah. Yogyakarta : (UPP) AMPYKPN. Hlm.358-


360

Rustam, Bambang Rianto. 2013.Manajemen Risiko Perbankan Syariah di


Indonesia. Jakarta: Selemba Empat. Hlm. 135

Sholahuddin, M. 2004. Risiko Pembiayaan Dalam Perbankan Syariah.BENEFIT,


Vol. 8, No. 2.pp. 130-138

Zulkifli, Sunarto. 2007.Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, Cetakan


Ketiga. Jakarta: Zikrul Hakim. Hlm. 145

Anda mungkin juga menyukai