DISUSUN OLEH :
TEGAR SALMAN ALFARIZI (20108030140)
RETNO SETYANINGRUM (20108030025)
ANGGI REGITA TRI MAKRIVA (20108030056)
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Risiko-risiko kredit dalam keuangan islam"
dengan tepat waktu. Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Pelajaran Sejarah. Selain
itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang keuangan islam bagi para pembaca
dan juga bagi penulis. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Izra Berakon M, SI.
selaku Dosen Mata Kuliah Manajemen Risiko . Ucapan terima kasih juga disampaikan
kepada semua pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah ini. Penulis menyadari
makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun
diharapkan demi kesempurnaan makalah ini
.
Yogyakarta,15 Februari 2022
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..............................................................................i
KATA PENGANTAR..........................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar belakang...........................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan........
B. Saran...............
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Risiko dapat didefenisikan sebagai perubahan atau perbedaan hasil yang tidak
diharapkan. Mukhatarah (risiko) didefenisikan sebagai situasi yang melibatkan probabilitas
penyimpangan dari jalan yang mengarah pada hasil yang diharapkan atau biasa. .Konsep
risiko sanagt terkenal di masyarakat kuno. Bahkan di bidang keuangan keputusan, orang tahu
betul bahwa pinjaman kepada seseorang yang bangkrut memiliki kemungkinan besar
kehilangan uang dibandingkan dengan debitur dengan reputasi baik. Kendati demikian risiko
menjadi alat penting pengambilan keputusan saat menjadi mungkin untuk mengukurnya dan
untuk menetapkan nilai pada situasi yang berbeda. Risiko dapat diklafikasikan melalui
berbagai cara. Di antaranya, risiko dapat dibedakan menjadi risiko bisnis dan risiko financial.
Risiko bisnis muncul secara alami dari aktivitas bisnis yang dijalankan. Sedangkan risiko
financial muncul dari kemungkinan kerugian dalam pasar keuangan, yaitu akibat adanya
perubahan pada variabel-variabel keuangan.
Istilah “Al-I’timah” digunakan dengan benar oleh para ekonom untuk menunjukan makna
istilah perbankan “kredit”. I’timan adalah kepercayaan diri yang direposisi oleh bank
sebelumnya siap untuk memberikan pinjaman atau memberikan jaminan. Dengan demikian,
pinjaman tergantung pada kepercayaan diri ini dan merupakan hasil dari itu. Menurut
undang-undang perbankan Nomor 10 tahun 1998 kredit adalah penyediaan uang atau tagihan
yang dapat dipersamakan dengan itu,berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam
meminjam antara bank dengan pihak yang lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi
hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Dalam artian luas kredit
diartikan sebagai kepercayaan begitu pula dalam bahasa latin kreit berarti “credere” artinya
percaya. Maksud dari percaya bagi si pemberi kredit adalah ia percaya kepada si penerima
kredit bahwa kredit yang disalurkannya pasti akan dikembalikan sesuai perjanjian.
Sedangkan bagi si pemberi kredir merupkan penerimaan kepercayaan sehingga mempunyai
kewajiban untuk membayar sesuai jangka waktu.
B. Rumusan Masalah
PEMBAHASAN
Dalam sebuah lembaga, akan dikenal sebuah istilah financial risk atau risiko keuangan.
Risiko keuangan berkaitan dengan posisi keuangan suatu lembaga keuangan (perbankan).
Dalam dunia perbankan, risiko dibagi menjadi delapamm, yang mana salah satunya adalah
risiko kredit. Risiko kredit ini berhubungan erat dengan kemampuan peminjam dana dalam
memenuhi kewajibannya. Kualitas risiko ini juga dipengaruhi oleh persaingan antarbank,,
yang mana semakin bersaing suatu bank maka semakin kecil pula risiko kredit yang ada.1
Risiko kredit juga diartikan sebagai risiko akibat kegagalan dalam upaya pemenuhan
kewajiban terhadap bank. Beberapa faktor penyebabnya adalah konsentrasi penyediaan dana,
geografis, produk, jenis pembiayaan, dan usaha tertentu. Perihal risiko ini, Ketua Bapepam
dan Lembaga Keuangan Nomor: Kep-347/BL/2012 menghimbau agar emiten atau
perusahaan selalu terbuka dalam mengungkapkan informasi yang memungkinkan pengguna
atau calon pengguna dapat untuk menilai risiko-risiko yang ada. Seperti ikhtisar analisis umur
asset keuangan yang belum jatuh tempo atau tidak mengalami penurunan nilai dan yang
melewati jatuh tempo pada akhir periode pelaporan.2
Rivai dan Veithzal (2010:814-823) menjelaskan secara rinci tentang proses penerapan
manajemen risiko kredit, yaitu sebagai berikut :
1
Ahmad Syatiri dan Yulia Hamdaini. Risiko Kredit, Stabilitas, dan Kebijakan Pembiayaan Bank Syariah di
Indonesia. Hlm. 1
2
Diah Putri Anantami. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Risiko. Hlm. 14-15
mengendalikan risiko kredit, serta mengidentifikasi dan menyelesaikan persoalan
kredit bermasalah.
3
Yaniar Wineta Pratiwi, Dwiatmanto, dan Maria Goretti Wi Endang NP. ANALISIS MANAJEMEN RISIKO KREDIT
UNTUK MEMINIMALISIR KREDIT MODAL KERJA BERMASALAH (Studi pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero),
Tbk Cabang Ponorogo). Hlm. 160
kegagalan (default), dankemampuan bank menyerap kemungkinan terjadinya
kegagalan di masa depan.
c) Validasi data secara berkala
Saat sebuah bank menerapkan pendekatan internal risk rating, maka validasi data
berkala wajib dilakukan.
d) Parameter NPL
Risiko kredit diukur menggunakan parameter NPL, konsentrasi kredit sendiri
didasaerkan pada pinjaman dan sektor ekonomi, kecukupan jaminan,
pertumbuhan kredit, non-perfoming portofolio treasury dan investasi,
kemampuan tambahan transaksi treasury dan investasi, transaksi pembiayaan
perdagangan yang gagal atau defaut, dan konsentrasi pemberian fasilitas
pembiayaan perdagangan.
e) Mark to market pada transaksi risiko kredit tertentu
Bank dapat menggunakan metoda penilaian mark to market guna mengukur
tingkat risiko kredit akibat transaksi Over The Counter (OTC) atau pada suatu
pasar tertentu, seperti pasar derivative. Pengukuran ini dilakukan secara berkala.
Setidaknya setiap bulan.
f) Credit Scoring Tools.
Untuk mengukur credit scoring tools, bank dapat menerapkan metodologi statistic
atau probabilistic. Pada tahap ini, bank akan meninjau ulang akurasi model dan
asumsi untuk memproyeksikan kegagalan dan menyesuaikan asumsi dengan
perubahan internal dan eksternal. Jika eksposure risiko besar, maka dalam
pengambilan keputusan diperlukan data pendukung perihal risiko lainnya. Bank
harus mendokumentasikan kredit seperti halnya asumsi, data, informasi,
perubahan informasi secara rutin. Adapaun kajian ulang ini wajib dilakukan
secara berkala.4
4
Irna Meutia Sari, Saparuddin Siregar, dan Isnaini Harahap. Manajemen Risiko Kredit Bagi Bank Umum. Hlm.
556
C. Model Penilaian Risiko Kredit
Pada bagian ini, berbagai metode dan teknik untuk mengembangkan model risiko kredit
yang timbul dari produk syariah dijelaskan. Ada beberapa teknik dalam penilaian risiko
kredit, seperti berikut:
1. Metode Kualitatif
Didalam dunia perbankan sendiri dalam analisis kredit sering menggunakan kerangka 3R
dan 5C. yang mana dalam kerangka tersebut pada intinya menganalisis kemampuan melunasi
kewajiban dari calon nasabah bank. Pedoman kerangka 3R sebagai berikut:
a. Returns
Returns berkaitan dengan hasil yang diperoleh dari penggunaan kredit yang diminta,
apakah kredit tersebut bisa menghasilkan return (pendapatan) yang memadai untuk
melunasi utang dan bunganya.
b. Repayment capacity
c. Risk-bearing ability
Lembaga keuangan harus menilai secara kualitatif kelayakan kredit klien berdasarkan
informasi sebanyak mungkin dan kriteria subjektif yang didefinisikan dengan baik yang
mungkin didorong oleh faktor objektif. Berdasarkan kriteria kualitatif, ahli harus
mengidentifikasi perilaku yang diharapkan dari klien dalam beberapa keadaan yang dapat
mempengaruhi kemampuan mereka untuk menepati janji mereka sehubungan dengan Islamic
kontrak keuangan sesuai kesepakatan. Jadi, dengan menerapkanmurabahah kontrak, 'ahli'
lembaga keuangan menghadapi tantangan bagaimana mengidentifikasi kriteria yang akan
mengevaluasi apakah klien atau, dengan kata lain, 'pembeli' barang akan mematuhi kewajiban
pembayaran yang disepakati yang ditetapkan sebagai angsuran pada ember waktu tetap.
Di Ijarah leasing kontrak keuangan, lembaga keuangan yang berperan sebagai lessee
harus menetapkan aturan dan kriteria yang terkait dengan perilaku masa depan pihak lawan
(lessor) yang dapat mengekspos lembaga untuk risiko kredit, seperti menutupi kasus cuti dini
berbasis, untuk misalnya, pada jenis aset atau layanan yang disewa (yaitu mobil, rumah,
properti bisnis, atau layanan, dll.) dan ketergantungannya pada faktor eksternal (pasar, bisnis,
dan operasional).
Dalam Musyarakah dan mudharabah jenis kontrak kemitraan, kriteria kualitatif yang
dapat ditetapkan dan diterapkan oleh lembaga keuangan untuk menilai eksposur risiko kredit
lebih subjektif dan agak kompleks. Default pada arus kas yang diharapkan sebagian besar
terkait dengan keuntungan bisnis aktual yang dihasilkan, di mana lembaga keuangan
mungkin bertanggung jawab secara langsung atau tidak langsung. Dan penting untuk
digarisbawahi bahwa, dengan memberikan kontrak Islami, lembaga keuangan perlu
membenarkan apakah jaminan klien, di luar barang, komoditas, atau aset fisik aktual yang
terkandung dalam kontrak, akan dapat menutupi setiap kasus wanprestasi. dari sisi pembeli.
2. Metode Kuantitatif
Penggunaan metode kuantitatif untuk menilai risiko kredit yang dihadapi lembaga
keuangan dengan menyediakan produk keuangan Islam didasarkan terutama pada model
berbasis statistik kuantitatif. Ada dua jenis data informasi yang dapat dipertimbangkan oleh
lembaga keuangan untuk memodelkan risiko kredit yang mereka hadapi:
- Data yang merujuk pada perilaku pihak lawan di masa lalu dan saat ini (yaitu pemberi
pinjaman, mitra, dll.),
- Data yang mendefinisikan kerugian dari risiko terkait.
1) Mengidentifikasi ketersediaan dan aksesibilitas data historis, kliring data, unifikasi, dan
seleksi yang akan digunakan untuk analisis risiko keuangan kredit.
Karena beberapa sistem yang dipasang di departemen dan sektor bisnis perbankan yang
berbeda, ketersediaan dan aksesibilitas data dapat menjadi proses yang kompleks. Saat ini,
lembaga keuangan cenderung menggunakan gudang data di mana pada satu lokasi, semua
data keuangan dapat disimpan dan dibagikan oleh berbagai departemen analitis. Teknisi
sistem TI harus mampu melakukan pembersihan data – proses yang meningkatkan kualitas
data seperti mengonversi semua tanggal ke format tanggal umum dan menggunakan satu
kode unik per rekanan. Selain itu, harus ada definisi dan proses identifikasi yang jelas
mengenai makna data keuangan yang disimpan di gudang data secara logis dan terpadu.
Akurasi, efisiensi, dan kesesuaian data menjadi isu yang sangat penting, sehingga model yang
dibangun tidak hanya berdasarkan jumlah data yang cukup tetapi juga berdasarkan data
populasi yang nyata dan representatif. Pemilihan dan agregasi data informasi yang tersedia
harus diatur dalam sistem yang mengekstrak, mengubah, dan memuatnya ke alat sistem
manajemen risiko. Dalam analisis risiko kredit, sangat penting bahwa model dibangun di atas
sejumlah informasi yang cukup mengacu pada default obligor. Persentase kegagalan
kewajiban tersebut harus setidaknya 25 persen dari sampel. Hal ini karena pada kenyataannya
lembaga keuangan tersebut biasanya memiliki portofolio yang low-default dan banyak non-
default klien. Sisanya 75 persen dari sampel adalah persentase klien yang berhasil dalam
kewajiban pembayaran mereka.
Model yang harus digunakan untuk menilai risiko kredit dapat didasarkan pada
metodologi empiris seperti yang disebutkan di atas atau berdasarkan metodologi statistik
kuantitatif. Atau, kombinasi dari dua metodologi dapat membentuk model hybrid, seperti
yang disebutkan dalam paragraf berikut. Penting untuk diketahui bahwa dengan menerapkan
model yang didasarkan sepenuhnya atau sebagian pada informasi kuantitatif, hubungan
fungsional model harus didefinisikan dengan baik.
Parameter yang digunakan dalam konstruksi model harus ditetapkan secara ilmiah untuk
memastikan daya prediksi yang baik dari pemetaan model, kinerja, dan stabilitas.
6) Model Hybrid