Anda di halaman 1dari 31

MANAJEMEN RISIKO KREDIT ATAU PEMBIAYAAN

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah


Manajemen Risiko Bank Syariah

Nama Penulis :

Adinda Wahyu Asmara (402190001)

Afina Tri Damayanti (402190004)

Desi Purwaningsih (402190029)

Kelas :

Perbankan Syariah

JURUSAN PERBANKAN SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
PONOROGO
2021
A. Pendahuluan
Manajemen risiko merupakan suatu pembuatan keputusan yang
berkontribusi terhadap tercapainya tujuan perusahaan dengan penerapan baik di
tingkat aktivitas individual dan dalam bidang fungsional.1Sehingga manajemen
resiko merupakan unsur penting yang penerapannya sangat perlu diperhatikan,
khususnya pada bank sebagai salah satu lembaga keuangan (financial
institution).2
Penerapan manajemen resiko dapat meningkatkan shareholder value,
memberikan gambaran kepada pengelola bank mengenai kemungkinan kerugian
bank di masa mendatang,3meningkatkan metode dan proses pengambilan
keputusan yang sistematis yang didasarkan atas ketersediaan informasi, yang
digunakan sebagai dasar pengukuran yang lebih akurat mengenai kinerja bank,
serta menciptakan infrastruktur manajemen resiko yang kokoh dalam rangka
meningkatkan daya saing bank.4
Penerapan manajemen risiko di bank syariah wajib disesuaikan dengan
tujuan, kebijakan usaha, ukuran, dan kompleksitas usaha serta kemampuan bank.5
Kompleksitas usaha adalah keragaman dalam jenis transaksi produk atau jasa
jaringan usaha. Sementara itu, kemampuan bank meliputi kemampuan keuangan,
infrastruktur pendukung, dan kemampuan sumber daya insani.6
Bank syariah akan selalu berhadapan dengan berbagai jenis resiko dengan
kompleksitas beragam dan melekat pada kegiatan usahanya. Resiko dalam
konteks perbankan merupakan suatu kejadian potensial, baik dapat diperkirakan
(anticipated) maupun yang tidak dapat diperkirakan (unanticipated) yang
berdampak negatif terhadap pendapatan dan permodalan bank.7Risiko perbankan

1
Henz and Berg, “Risk Management, Procedure, Methods, and Experiences,” Journal RT & A,Vol. 1,
No. 2, (2010), 79.
2
Khoirul Umam, Manajemen Perbankan Syariah (Bandung:PustakaSetia,2013), 134.
3
Ikatan Bankir Indonesia, Manajemen Risiko 2 (Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama, 2012), 4.
4
Veithzal Rivai dan Arviyan Arifin, Islamic Banking:SebuahTeori, Konsep dan Aplikasi
(Jakarta:Bumi Aksara, 2010), 941.
5
Lilis Sugi Rahayu Ningsih, “Manajemen Risiko dalam Perbankan Syariah,” e-jurnal STAI Attanwir,
16.
6
Rustam Bambang Rianto, Manajemen Resiko Perbankan Syariah di Indonesia (Jakarta:Salemba
Empat, 2013), 36.
7
Adiwarman Karim, Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan (Jakarta:RajaGrafindoPersada, 2013),
255.

1
di Indonesia pada umumnya kurang mendapat perhatian secara serius dan
proposional hingga akhir tahun 2000-an. Hal ini terindikasi dari kurangnya
perhatian bank untuk menerapkan prinsip-prinsip manajemen risiko sebagai
bagian dari manajemen perbankan.8
Risiko kredit (credit risk) adalah risiko kerugian yang diderita bank,
terkait dengan kemungkinan bahwa pada saat jatuh tempo, counterparty bank
gagal memenuhi kewajibannya kepada bank. Atau singkatnya risiko kredit adalah
kerugian bagi bank karena debitur tidak melunasi kembali pokok pinjaman dan
bunganya.9Penyebab utama terjadinya resiko kredit adalah terlalu mudahnya
bank memberikan pinjaman atau melakukan investasi karena terlalu dituntut
untuk memanfaatkan kelebihan likuiditas, sehingga penilaian kredit kurang
cermat dalam mengantisipasi berbagai kemungkinan resiko usaha yang
dibiayai.10
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, penulis tertarik
untuk melakukan penelitian dengan mengambil judul makalah mengenai
“Manajemen Risiko Kredit atau Pembiayaan “.
B. Metodologi Penelitian
Berdasarkan dari judul makalah diatas penelitian ini dapat dikategorikan
sebagaimana pendekatan kualitatif dan jenis penelitian ini merupakan jenis
penelitian kepustakaan (library research) yang bertumpu pada kajian dan telaah
teks. Ini dilakukan karena sumber–sumber data yang digunakan adalah berupa
data literatur. Penelitian pustaka yaitu menjadikan bahan pustaka sebagai sumber
data utama. Data-data yang terkait dalam penelitian ini dikumpulkan melalui
studi pustaka atau telaah dan pengumpulan data dalam penulisan makalah ini,
penulis menggunakan metode mengkaji beberapa sumber buku atau jurnal
tentang Manajemen Risiko Bank Syariah sebagai Library Research yaitu
penelitian kepustakaan. Penelitian kepustakaan adalah penelitian yang
dilaksanakan menggunakan literatur baik berupa catatan, maupun laporan hasil
penelitian terdahulu.

8
Taswan, Manajemen Perbankan:Konsep, Teknik danAplikasi (Yogyakarta:UPP STIM YKPN), 295.
9
PBI No.5/8/PBI/2003.
10
Zainul Arifin, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah (Jakarta:Azkia Publisher, 2009), 263.

2
C. Pembahasan
1. Pengertian Risiko Kredit
Menurut Badan Sertifikasi Manajemen Risiko (2007), risiko adalah
peluang terjadinya bencana, kerugian atau hasil yang buruk.11 Risiko terkait
dengan situasi dimana hasil negatif dapat terjadi dan besar kecilnya
kemungkinan terjadinya hasil tersebut dapat diperkirakan. Dua hal penting
yang terkait dengan risiko adalah riskevent dan riskloss. 12
Riskevent adalah terjadinya suatu keadaan yang mengakibatkan
adanya potensi kerugian (badoutcome) sementara riskloss adalah kerugian
baik langsung maupun tidak langsung sebagai akibat dari terjadinya
13
riskevent. Kerugian tersebut bisa berupa kerugian finansial maupun
kerugian non-finansial. Selain dapat menimbulkan kerugian finansial secara
langsung, riskevent dapat menimbulkan dampak pada stakeholder bank
yang meliputi pemegang saham, karyawan, pelanggan juga ekonomi.14
Setiap keputusan bisnis melibatkan suatu elemen risiko. Khususnya
pada lingkup perbankan, terdapat risiko dalam melakukan investasi,
hedging atau memberikan kredit baik kepada nasabah ritel maupun nasabah
korporasi.15Selain itu risiko dapat terjadi saat mengembangkan dan memberi
harga pada produk baru, merekrut dan melatih karyawan baru, menyelaraskan
penilaian kinerja dan insentif dengan tujuan bisnis serta membangun budaya
yang menyeimbangkan pertumbuhan pendapatan dan manajemen risiko
(Lam, 2003). 16
Pengukuran risiko dibedakan untuk exanterisk dan expostrisk.
Pengukuran exanterisk17 dilakukan dengan mengevaluasi risiko sebelum
risiko tersebut terjadi, dalam industri perbankan biasanya bertujuan untuk
mengalokasikan modal dalam kelompok aset yang berbeda serta mengelola

11
Malayu Hasibuan, “Manajemen:Dasar, Pengertian dan Masalah”, (Jakarta, Bumi Aksara:2009),
hal.1
12
Veithzal Rival, “Islamic Banking”, (Jakarta: Bumi Aksara,2010),hal.472
13
Adetyas Wendiana, “Analisis Kredit” e-jurnal FE UI , 2009, 6.
14
Brantas , “Dasar-Dasar Manajemen”, cet 20 (Bandung:Alfabeta, 2009), hal 4.
15
Yayat M. Herujito, “Pengantar Manajemen “, ( Jakarta:PT Grasindo, 2001), hal.6
16
Veithzal , “Islamic Banking”, ( Jakarta:Bumi Aksara, 2010), hal 475.
17
Muhammad Ismail Yusanto, Muhammad Karebet Widjajakusuma, “Pengantar Manajemen
Syariat”, (Jakarta:Khairun Bayan, 2003), hal.40.

3
dan mengontrol risiko dan keputusan perdagangan atau investasi yang
berisiko. Pengukuran ex post risk dilakukan setelah risiko terjadi, biasanya
untuk tujuan evaluasi kinerja masa lalu berdasarkan risk adjusted basis
(Warwick, 2003) .18
Definisi kredit menurut Bank Indonesia yang tertulis dalam Peraturan
19
Bank Indonesia No. 7/2/PBI/2005 adalah penyediaan uang atau tagihan
yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjammeminjam antara bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu
tertentu dengan pemberian bunga, termasuk cerukan/overdraft (saldo negatif
pada rekening giro nasabah yang tidak dapat dibayar lunas pada akhir hari),
pengambilalihan tagihan dalam rangka kegiatan anjak piutang atau
pengambilalihan atau pembelian kredit dari pihak lain.
Dari sudut pandang bisnis, kredit merupakan kegiatan memberikan
nilai ekonomi (economicvalue)20kepada seseorang atau badan usaha dengan
berlandaskan kepercayaan bahwa dalam jangka waktu tertentu, nilai
ekonomi yang sama akan dikembalikan kepada bank sesuai kesepakatan atau
perjanjian yang telah disetujui oleh kedua belah pihak. 21
Dalam regulasi industri perbankan, Bank Indonesia mengeluarkan
Peraturan Bank Indonesia No. 5/8/PBI/2003 yang mengidentifikasi 8 jenis
risiko yang dihadapi oleh bank yaitu risiko pasar, risiko kredit, risiko
operasional, risiko likuiditas, risiko hukum, risiko reputasi, risiko strategis
dan risiko kepatuhan.22
Risiko yang relevan dengan karya akhir ini adalah risiko kredit.
Menurut Badan Sertifikasi Manajemen Risiko (2007), risiko kredit adalah
risiko kerugian karena potensi counterparty yang gagal memenuhi
23
kewajibannya ketika jatuh tempo. Dengan kata lain, risiko kredit adalah

18
Ibid, hal. 85.
19
Ferry N. Indroes , Manajemen Risiko Perbankan, (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2011), hal.4.
20
Ibid, hal 4.
21
Maryanto Supriyono, Buku Pintar Perbankan, ( Yogyakarta:C.V Andi Offset, 2011), hal. 198-199.
22
PBI No.5/8 /PBI/2003.
23
Ferry N. Indroes ,” Manajemen Risiko Perbankan “ ,(Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,2011,hal
5-6

4
risiko peminjam tidak membayar kewajibannya. Untuk banyak bank, risiko
kredit adalah risiko terbesar yang ada pada bank karena biasanya margin yang
dikenakan untuk menutup risiko kredit relatif kecil dibandingkan dengan
jumlah yang dipinjamkan sehingga kerugian kredit bisa secara cepat
menghabiskan modal bank. Di samping itu, bank memiliki peran utama
sebagai financialintermediation, yaitu penyalur dana pihak ketiga pada
nasabah yang memerlukan untuk melakukan aktivitas produksi yang penting
bagi pertumbuhan ekonomi.24
Risiko kredit dapat terjadi pada berbagai segmen usaha bank, seperti
kredit (penyediaan dana), treasury dan investasi serta pembiayaan
perdagangan. Dalam karya akhir ini akan dibahas mengenai risiko kredit yang
timbul dari pemberian kredit oleh bank kepada debitur, khususnya perubahan
risiko kredit yang timbul dari kebijakan akuisisi yang dilakukan oleh
debitur.25
2. Risiko Inhern
Penilaian Risiko inhern merupakan penilaian atas risiko yang melekat
pada kegiatan bisnis bank, baik yang dapat dikuantifikasikan maupun yang
tidak, yang berpotensi mempengaruhi posisi keuangan bank26. Karakteristik
risiko inhern bank ditentukan oleh faktor internal maupun eksternal, antara
lain strategi bisnis, karakteristik bisnis, kompleksitas produk dan aktivitas
bank, industri dimana bank melakukan kegiatan usaha, serta kondisi makro
ekonomi. Penilaian atas risiko inhern dilakukan dengan memperhatikan
parameter atau indikator yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif.27

3. Prinsip-prinsip Islamic Financial Services Board

24
Ibid, hal 8.
25
Robert Tampubolon, “ Risk Management pendekatan kualitatif untuk bank komersial “, (Jakarta:PT
Elex Media Komputindo,2004), hal.33.
26
Herman Darmawi, “Manajemen Risiko “ (Jakarta: PT Bumi Aksara,2002), hal 18.
27
Ibid, hal 1.

5
IFSB (Islamic Financial Sevice Board) telah membuat satu set berisi
prinsip-prinsip untuk manajemen risiko.28IFSB (Islamic Financial Sevice
Board) merupakan lembaga internasional yang bertujuan merumuskan
infrastruktur keuangan islam dan standar instrumen keuangan Islam.
Organisasi ini menetapkan standar internasional di bidang jasa keuangan
syariah yang mendorong terwujud dan meningkatkan tingkat kesehatan dan
stabilitas industri jasa keuangan syariah (JKS) dengan mengeluarkan standar
kehati- hatian yang bersifat global. Prinsip yang dibuat IFSB ini harus diikuti
oleh bank islam untuk mengurangi berbagai risiko yang mereka hadapi.29
Prinsip IFSB (Islamic Financial Sevice Board) atas manajemen risiko
yaitu:
a. Institusi keuangan Islam harus memiliki proses menghilangkan semua
elemen manajemen risiko termasuk risiko identifikasi, pengukuran,
mitigasi, monitoring, pelaporan, dan kontrol.
b. Institusi keuangan Islam harus menjamin sistem pengendalian yang
mencukupi dengan pemeriksaan sesuai. Kontrolnya harus sesuai aturan
syariah, peraturan kebijakan dan prosedur internal, serta melakukan
penyatuan proses manajemen risiko.30
c. Institusi keuangan Islam harus menjamin kualitas dan pelaporan risiko
untuk pemegang wewenang pengaturan.
d. Institusi keuangan Islam harus membuat informasi terbuka yang sesuai
dan tepat waktu bagi pemegang investasi, sehingga investor dapat
memperkirakan risiko potensial, upah atas investasi, serta melindungi
bunga atas keputusan suatu proses.31
4. Batas Maksimum Penyaluran Dana

28
Veithzal Rivai dan Rifki Ismail, Islamic Risk Management For Islamic Bank, (Jakarta:PT Gramedia
Pustaka Utama, 2013), 232.
29
Nur Dinah Fauziah dan Syahrul Hanafi, “Profil dan Penerapan Manajemen Risiko di Bank Syariah,”
Jurnal Syariah dan Hukum Islam, Vol.2, No.2, (2017), 130.
30
Ibid.,
31
Karim Riduan, Prinsip-prinsipManajemen Risiko (Bandung:Jurnal Iqtisad, 2004), 130.

6
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/17/DPbS tentang Batas
Maksimum Penyaluran Dana Bank Pembiayaan Rakyat. Berikut ketentuan-
ketentuanya:
a. Umum
1) Ketentuan dalam Surat Edaran ini merupakan ketentuan pelaksanaan
dari Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/5/PBI/2011 tanggal 24
Januari 2011 tentang Batas Maksimum Penyaluran Dana Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah.32
2) BPRS menyampaikan laporan Batas Maksimum Penyaluran Dana
(BMPD) secara bulanan kepada Bank Indonesia secara on-line.
b. Perhitungan BMPD
1) Perhitungan BMPD untuk Pembiayaan, dilakukan berdasarkan jenis-
jenis akad yang digunakan, yaitu:
a) Pembiayaan murabahah, istishna dan multijasa dihitung
berdasarkan saldo harga pokok;33
b) Pembiayaan salam dihitung berdasarkan harga perolehan;
c) Pembiayaan mudharabah, musyarakah dan qardh dihitung
berdasarkan saldo baki debet; dan
d) Pembiayaan ijarah atau IMBT dihitung berdasarkan saldo harga
perolehan aktiva ijarah atau IMBT dikurangi akumulasi
penyusutan atau amortisasi aktiva.
2) Perhitungan BMPD untuk Penempatan Dana Antar Bank dalam
bentuk tabungan, dilakukan berdasarkan saldo tertinggi pada bulan
laporan.
3) Perhitungan BMPD untuk Penempatan Dana Antar Bank dalam
bentuk deposito, dilakukan berdasarkan jumlah nominal sebagaimana
tercantum dalam seluruh bilyet deposito pada BPRS yang sama.34

32
Ronny Kountur , Manajemen Risiko Operasional, (Jakarta:PPM, 2004), hal.8
33
Amir Machmud dan Rukmana, Bank Syariah teori, kebijakan dan studi empiris di Indonesia
(Jakarta:Erlangga, 2010), hal 135.
34
Ibid, hal 137.

7
4) BMPD untuk Penyaluran Dana kepada masing-masing dan/atau
seluruh Pihak Terkait, sebesar 10% (sepuluh persen) dari Modal
BPRS.
c. BMPD untuk Penyaluran Dana dalam bentuk Pembiayaan kepada satu
kelompok Nasabah Penerima Fasilitas yang merupakan Pihak Tidak
Terkait sebesar 30% (tiga puluh persen) dari Modal BPRS, dengan
Pembiayaan kepada masing-masing Nasabah Penerima Fasilitas tersebut
tidak melebihi 20% (dua puluh persen) dari Modal BPRS. Pelanggaran
BMPD35
1) BPRS dinyatakan melakukan pelanggaran BMPD apabila terdapat
selisih lebih antara persentase Penyaluran Dana pada saat
direalisasikan terhadap Modal BPRS, dengan BMPD yang
diperkenankan. Modal BPRS yang digunakan sebagai dasar dalam
perhitungan pelanggaran BMPD adalah Modal BPRS pada posisi
bulan terakhir sebelum tanggal realisasi Penyaluran Dana.36
2) Dalam hal terdapat Penyaluran Dana dalam bentuk Pembiayaan
kepada anggota kelompok Nasabah Penerima Fasilitas Pihak Tidak
Terkait yang secara individu tidak melanggar BMPD namun secara
kelompok melanggar BMPD, maka pelanggaran BMPD dihitung
terhadap satu kelompok.
3) Dalam hal terdapat Penyaluran Dana dalam bentuk Pembiayaan
kepada salah satu anggota kelompok Nasabah Penerima Fasilitas
Pihak Tidak Terkait yang secara individu melanggar BMPD namun
secara kelompok tidak melanggar BMPD, maka pelanggaran BMPD
dihitung terhadap individu.37
4) Dalam hal terdapat Penyaluran Dana dalam bentuk Pembiayaan
kepada salah satu anggota kelompok Nasabah Penerima Fasilitas
Pihak Tidak Terkait yang secara individu melanggar BMPD dan
secara kelompok melanggar BMPD, maka pelanggaran BMPD

35
Adiwarman A.Karim, Bank Islam : Analisis Fiqih dan Keuangan Ed 3, (Jakarta:PT Raja Grafindo),
hal.255.
36
Roony Kountur, Manajemen Risiko Operasional , (Jakarta:PPM, 2004), hal.8.
37
Abas Salim, Asuransi Dan Manajemen Risiko,cet 10, (Jakarta:PT Raja Grafindo, 2012), hal.201.

8
dihitung berdasarkan penjumlahan atas pelanggaran BMPD untuk
masing-masing anggota kelompok dan pelanggaran BMPD terhadap
satu kelompok.38
d. Pelampauan BMPD
1) Penyaluran Dana BPRS dikategorikan sebagai pelampauan BMPD39
apabila terjadi selisih lebih antara persentase Penyaluran Dana yang
telah direalisasikan terhadap Modal BPRS pada saat tanggal laporan
dengan BMPD yang diperkenankan dan tidak termasuk Pelanggaran
BMPD.
2) Pelampauan BMPD dapat disebabkan oleh penurunan Modal BPRS,
penggabungan usaha (merger), peleburan usaha (konsolidasi),
pengambilalihan usaha (akuisisi), perubahan struktur kepemilikan
dan/atau kepengurusan yang menyebabkan perubahan Pihak Terkait
dan/atau kelompok Nasabah Penerima Fasilitas, dan/atau perubahan
ketentuan.40
e. Penyampaian Laporan BMPD dan Koreksi Laporan BMPD
1) BPRS menyampaikan laporan dan/atau koreksi laporan BMPD
kepada Bank Indonesia secara on-line melalui fasilitas ekstranet Bank
Indonesia atau sarana teknologi lainnya dengan batas waktu pelaporan
paling lama tanggal 14 (empat belas) dan koreksi laporan BMPD
disampaikan paling lama tanggal 20 (dua puluh) pada bulan
berikutnya setelah berakhirnya bulan laporan.41
2) Penyampaian laporan dan/atau koreksi laporan BMPD secara on-line
dapat dilakukan pada hari Sabtu atau hari libur.
3) Penyampaian laporan dan/atau koreksi laporan BMPD yang melewati
batas waktu sebagaimana angka 1 sampai dengan akhir bulan
berikutnya setelah berakhirnya bulan laporan, tetap dilakukan secara
on-line.

38
Ibid, hal 205.
39
Herman Darmawi, Manajemen Risiko (Jakarta:PT Bumi Aksara, 2002), hal 14-15.
40
Ibid, hal 20.
41
Ikhwan A. Basri, Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta:PT Bumi Aksara, 2008),
hal.9.

9
4) Penyampaian laporan dan/atau koreksi laporan BMPD yang melewati
akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya bulan laporan dilakukan
secara off-line dalam bentuk disket atau cd-rom dan hasil cetak
komputer (hard copy) sebanyak 1 (satu) set disertai hasil validasi yang
telah ditandatangani oleh penanggung jawab.
5) Dalam hal tanggal 14 (empat belas), tanggal 20 (dua puluh) dan akhir
bulan berikutnya setelah berakhirnya bulan laporan jatuh pada hari
Sabtu atau hari libur dan BPRS akan menyampaikan laporan BMPD
secara off-line maka laporan dan/atau koreksi laporan BMPD tersebut
disampaikan pada hari kerja sebelumnya.
6) BPRS menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Bank
Indonesia untuk mendapatkan pengecualian penyampaian laporan
BMPD dan/atau koreksi laporan BMPD secara on-line.
f. Format dan Tata Cara Penyusunan Laporan BMPD
1) BPRS menyampaikan laporan BMPD dalam 4 (empat) jenis yaitu :
a) Laporan Pelanggaran BMPD Pihak Terkait,
b) Laporan Penyaluran Dana dan Pelampauan BMPD Pihak Terkait,
c) Laporan Pelanggaran BMPD Pihak Tidak Terkait, dan
d) Laporan Pelampauan BMPD Pihak Tidak Terkait.
2) Format dan tata cara penyusunan laporan BMPD pada angka 1 di atas
diatur dalam Pedoman Penyusunan Laporan BMPD yang merupakan
lampiran Surat Edaran ini.
3) Penyusunan dan penyampaian laporan dan/atau koreksi laporan
BMPD menggunakan Aplikasi Data Entry Laporan Berkala BPRS
dan Aplikasi Web User BPRS Laporan Berkala BPRS.
4) Dalam rangka penyusunan dan penyampaian laporan BMPD dan/atau
koreksi laporan BMPD, BPRS perlu menyediakan sarana Personal
Computer (PC) yang memenuhi konfigurasi minimal hardware dan
software yang telah ditetapkan serta sumberdaya manusia pendukung.
5) Tata Cara Penyelesaian Sanksi Kewajiban Membayar
a) BPRS yang terlambat atau tidak menyampaikan laporan dan/atau
koreksi laporan BMPD atau terdapat kesalahan data dalam laporan

10
dan/atau koreksi laporan BMPD dikenakan sanksi kewajiban
membayar.
b) Pembayaran sanksi kewajiban membayar dilakukan oleh BPRS
dilakukan dengan cara transfer melalui kliring atau BI-RTGS
untuk untung rekening nomor 566.000446.980 - Rekening
penerimaan sanksi administratif BPRS. Bukti pembayaran sanksi
kewajiban membayar disampaikan kepada Bank Indonesia
5. Penerapan Manajemen Risiko
Penerapan manajemen risiko kredit di sebuah perusahaan umumnya
mencakup:42
a. Pengawasan aktif dewan direksi dan komisaris
Kewenangan dan tanggungjawab direksi dan dewan komisaris
1) Direksi bertanggungjawab agar seluruh aktivitas penyediaan dana
dilakukan sesuai dengan strategi dan kebijakan resiko kredit yang
disetujui oleh dewan komisaris.
2) Direksi harus memastikan bahwa penerapan manajemen risiko
dilakukan secara efektif pada pelaksanaan aktivitas penyediaan dana,
antara lain dengan memantau perkembangan dan permasalahan dalam
aktivitas bisnis lembaga keuangan terkait risiko kredit, termasuk
penyelesaian kredit bermasalah. 43
3) Dewan komisaris memantau penyediaan dana, termasuk meninjau
penyediaan dana dengan jumlah besar atau yang diberikan kepada
pihak terkait.
Setiap perusahaan harus memiliki sumber daya manusia
(realtionshipofficer, accountofficer, analisis kredit) yang cukup disertai kode
etik yang diberlakukan kepada seluruh pegawai pada setiap jenjang
organisasi. Selanjutnya, perusahaan harus menerapkan sanksi secara

42
Bambang Rianto Rustam, Manajemen Risiko, (Jakarta:Salemba Empat ,2017), hal 159.
43
Ibid, hal 160.

11
konsisten kepada pejabat dan pegawai yang terbukti melakukan
penyimpangan dan pelanggaran.44
Organisasi Manajemen Risiko Kredit dalam rangka penerapan
manajemen risiko untuk resiko kredit, terdapat beberapa unit terkait berikut:45
a) Unit bisnis yang melaksanakan aktivitas pemberian kredit
b) Unit pemulihan kredit yang melakukan penangan kredit bermasalah
c) Unit manajemen risiko, khususnya yang menilai dan memantau risiko
kredit. Di samping itu ,juga dibentuk komite kredit yang bertanggung
jawab khususnya untuk memutuskan pemberian kredit dalam jumlah
tertentu sesuai kebijakan masing-masing lembaga keuangan.46
b. Kebijakan dan Prosedur Manajemen Risiko Serta Penetapan Limit
Strategi manajemen risiko kredit harus mencakup strategi untuk seluruh
aktivitas yang memiliki eksposur risiko kredit yang siginifikan. Strategi
tersebut harus memuat secara jelas arah penyediaan dana yang akan
dilakukan, antara lain berdasarkan jenis kredit, sektor ekonomi, wilayah
geografis, mata uang, jangka waktu, dan sasaran pasar. Strategi pemasaran
risiko kredit harus sejalan dengan tujuan perusahaan untuk menjaga kualitas
kredit, laba, dan pertumbuhan usaha47. Dalam kebijakan risiko kredit, perlu
ditetapkan kerangka penyediaan dana dan kebijakan kredit yang sehat,
termasuk kebijakan dan prosedur dalam rangka pengendalian risiko
konsentrasi kredit. Lembaga keuangan harus memiliki prosedur yang
ditetapkan secara jelas untuk persetujuan kredit, termasuk perubahan,
pembaharuan, dan kredit kembali. 48
Lembaga keuangan harus mengembangkan dan mengimplementasikan
kebijakan dan prosedur secara tepat sehingga dapat mendukung penyediaan
dana yang sehat, memantau dan mengendalikan risiko kredit, melakukan
evaluasi secara benar dalam memanfaatkan peluang usaha yang baru dan

44
Veithzal rivai dan Rifki Ismail, Islamic Risk Management For Islamic Bank, (Jakarta:PT Gramedia
Pustaka Utama, 2013), hal 232.
45
Kasmir, Dasar-Dasar Perbankan , (Jakarta : PT Grafindo Persada,2013), hal 235.
46
Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, (Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama, 2012), hal 180.
47
Bambang Rianto Rustam, Manajemen Risiko, ( Jakarta:Salemba Empat, 2017), hal 160.
48
Ibid, hal 160.

12
mengidentifikasi serta menangani kredit bermasalah. Kebijakan kredit harus
memuat: 49
1) Tujuan kredit dan sumber pembayaran
2) Profil risiko debitur dan mitigasinya, serta tingkat sensitivitas terhadap
perkembangan kondisi ekonomi dan pasar
3) Kemampuan membayar kembali
4) Kemampuan bisnis dan kondisi lapangan usaha debitur serta posisi
debitur dalam industri tertentu
5) Persyaratan kredit yang diajukan ,termasuk perjanjian yang dirancang
untuk mengantisipasi perubahan eksposur risiko debitur di waktu yang
akan datang 50
Kebijakan kredit memuat pula faktor yang perlu diperhatikan dalam
proses persetujuan kredit,salah satunya adalah tingkat profitabilitas .
Penting untuk melakukan analisis perkiraan biaya dan pendapatan secara
komprehensif ,termasuk biaya estimasi apabila terjadi gagal bayar,serta
melakukan perhitungan kebutuhan modal dan konsistensi penetapan harga
yang dilakukan dengan memperhitungkan tingkat risiko,khususnya
kondisi debitur secara keseluruhan kualitas,dan tingkat kemudahan
pencairan agunan yang dijadikan jaminan.51
Lembaga keuangan harus memiliki prosedur untuk melakukan
analisis, persetujuan, dan administrasi kredit, yang memuat pendelegasian
wewenang dalam prosedur pengambilan keputusan penyediaan dana yang
harus dibakukan secara jelas, pemisahan fungsi antara yang melakukan
analisis persetujuan dan administrasi kredit dalam kerangka kerja atau
mekanisme prosedur pendelegasian pengambilan keputusan penyediaan
dana, dan satuan kerja yang melakukan tinjauan secara berkala guna

49
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah : Dari Teori ke Praktik, (Jakarta:Gema Insani, 2001), hal
160.
50
Jamal Lulail Yunus, Manajemen Bank Syariah Mikro, ( Malang:UIN Malang Press, 2009), hal 144-
147.
51
Trisadini P. Usanti dan Abd Shomad, Transaksi Bank Syariah , (Jakarta:Bumi Aksara, 2013), hal 99.

13
menetapkan atau memperbarui kualitas penyediaan dana yang terekspos
risiko kredit. 52
c. Proses Identifikasi, Pengukuran, Pemantauan, dan Pengendalian Risiko
1) Identifikasi Risiko Kredit
Sistem untuk melakukan identifikasi risiko kredit harus mampu
menyediakan informasi yang memadai, antara lain mengenai komposisi
portofolio kredit. Dalam melakukan identifikasi risiko kredit baik secara
individual maupun portofolio perlu dipertimbangkan faktor yang dapat
memengaruhi tingkat risiko kredit di waktu yang akan datang, seperti
kemungkinan perubahan kondisi ekonomi serta penilaian eksposur risiko
kredit dalam kondisi tertekan.53
Dalam mengidentifikasi risiko kredit untuk kegiatan treasury dan
investasi, penilaian risiko kredit juga harus memerhatikan jenis
transaksi,karakteristik instrumen,dan likuiditas pasar, serta faktor-faktor
lain yang dapat memengaruhi risiko kredit. Khusus untuk risiko
konsentrasi kredit, lembaga keuangan juga harus mengidentifikasi
penyebab risiko konsentasi kredit akibat faktir idionsinkratik (faktor
yang secara spesifik terkait pada masing-masing debitur) dan faktor
sistematik (faktor-faktor ekonomi makro dan faktor keuangan yang dapat
memengaruhi kinerja dan atau kondisi pasar).
2) Analisis Kredit
a) Pendekatan 5C
(1) Character
Menilai moral, watak, atau sifat-sifat positif kooperatif,
kejujuran, dan rasa tanggungjawab sebagai manusia dan
kehidupan pribadi sebagai anggota masyarakat dan dalam
melakukan kegiatan usahanya. Hal tersebut akan
menggambarkan kemauan debitur untuk membayar. Karakter
merupakan faktor penting karena lembaga keuangan hanya akan

52
Nur S Buchori , Konsep Syariah & Praktek, (Banten:PAM Press, 2012), hal 172.
53
Ahmadi dan Yeni Priyatna Sari, Zakat, Pajak dan Lembaga Keuangan Islami dalam Tinjauan fiqh
(Solo:Era Intermedika, 2004), hal.91.

14
menjalin hubungan dengan debitur yang dapat dipercaya.
Karakter dapat dilihat dari latar belakang pekerjaan dan keadaan
keluarga. Infromasi ini biasanya dikembangkan dari Sistem
Informasi Debitur (SID).54
(2) Capacity
Menilai kapasitas membayar kewajiban dari debitur. Penilaian
ini sifatnya subjektif tentang kemapuan perusahaan untuk
melunasi hutang dan kewajiban lainnya tepat waktu sesuai
perjanjian dan hasil usaha yang diperoleh serta tentang
kemampuan perusahaan untuk membayar. Kapasitas diukur dari
kinerja bisnis di masa lampau dan pengamatan di lapangan
,pabrik,dan toko.
(3) Capital
Menilai besar modal yang dimiliki. Ini merupakan penilaian
atas kemampuan keuangan perusahaan jumlah dana atau modal
yang dimiliki oleh calon debitur, dalam artian kemampuan untuk
menyertakan dana atau modal sendiri
(4) Condition
Menilai kondisi ekonomi, menilai prospek bisnis dikaitkan
dengan kondisi ekonomi
(5) Collateral
Menilai ketersediaan agunan melihat sejauh mana jaminan
menutup risiko kredit yang akan timbul. Harus dilihat juga aspek
keabsahannya dan memastikan jaminan dapat diikat secara ilegal.
3) Analisis Generik
Banker Associaton for Risk Management (2012) memberikan
beberapa faktor yang harus dipertimbangkan sebelum memberikan
persetujuan kredit antara lain:
a) Tujuan kredit dan sumber pembayaran. Harus diperhatikan
penggunaan kredit sesuai dengan kebijakan kredit lembaga

54
Bambang Rianto Rustam, Manajemen Risiko, (Jakarta:Salemba Empat, 2017), hal. 163.

15
keuangan. Tujuan kredit perlu dianalisis agar kredit tidak
digunakan untuk maksud lain. 55
b) Profil risiko kredit debitur terdiri atas kinerja historis industri
dimana debitur menjalankan usaha. Profil risiko harus sesuai
dengan kebijakan lembaga keuangan yang menetapkan profil
risiko tertentu yang dapat diterima
c) Kemampuan bisnis debitur dan kondisi sektor ekonomi
d) Analisis pemasaran dan aspek teknis dasar menentukan asumsi
proyeksi keuangan
e) Analisis keuangan termasuk anlisis rasio dan analisis kemapuan
untuk membayar berdasarkan proyeksi arus kas
f) Aspek legal dan agunan untuk menentukan persyaratan kredit
4) Analisis Kinerja Keuangan Historis
a) Analisis Rasio Keuangan
Analisis ini terdiri atas rasio likuiditas, rasio leverage, rasio aktivitas,
dan rasio profitabilitas.
b) Analisis Vertikal
Analisis laporan keuangan dalam satu periode tertentu dengan cara
membandingkan pos yanhg satu dengan yang lain. Perbandingan itu
dilakukan menggunakan presentase dimana salah satu pos ditetapkan
sebagai patokan 100 persen.
c) Analisis Horizontal
Analisis dengan membandingkan pos-pos laporan keuangan untuk
dua periode guna mengetahui tren dari waktu ke waktu
5) Pengukuran Risiko Kredit
Sistem pengukuran risiko kredit harus mempertimbangkan:
a) Karakteristik setiap jenis transaksi yang terekspos risiko kredit
b) Kondisi keuangan debitur/pihak lawan transaksi serta persyaratan
dalam perjanjian kredit seperti tingkat bunga56

55
Ibid, hal 164.
56
Bambang Rianto Rustam, Manajemen Risiko, (Jakarta:Salemba Empat, 2017), hal. 165.

16
c) Jangka waktu kredit dikaikan dengan perubahan potensial yang
terjadi di pasar
d) Aspek jaminan,agunan,dan/garansi
e) Potensi terjadinya gagal bayar ,baik berdasarkan hasil penilaian
pendekatan standar maupun hasil penilaian pendekatan yang
menggunakan proses pemeringkatan yang dilakukan secara intern
f) Kemampuan lembaga keuangan untuk menyerap potensi kegagalan.
Sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
11/POJK.03/2016 tanggal 29 Januari 2016 tentang Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum, terdapat dua model pengukuran risiko
kredit. Pendekatan itu adalah pendekatan terstandardisasi (standardized
approach) dan pendekatan berdasarkan internal rating (internal rating
based approach). Untuk penerapan tahap awal perhitungan aset
tertimbang menurut risiko, wajib dilakukan menggunakan pendekatan
standar. 57
6) Pemantauan Risiko Kredit
Lembaga keuangan harus mengembangkan dan menerapkan
sistem informasi dan prosedur yang komprehensif untuk memantau
komposisi dan kondisi setiap debitur atau pihak lawan transaksi terhadap
seluruh portofolio kredit. Sitem tersebut harus sejalan dengan
karakteristik, ukuran dan kompleksitas portofolio. Prosedur pemantauan
harus mampu untuk mengidentifikasi aset bermasalah ataupun transaksi
lainnya untuk menjamin bahwa aset yang bermasalah tersebut mendapat
perhatian yang lebih, termasuk tindakan penyelamatan serta
pembentukan cadangan yang cukup. Sistem pemantauan kredit yang
efektif akan memungkinkan untuk:
a) Memahami eksposur risiko kredit secara total maupun per aspek
tertentu untuk mengantisipasi terjadinya risiko konsentrasi kredit,
antara lain per jenis transaksi pihak lawan, lapangan usaha, sektor
industri, atau per wilayah geografis.

57
Ibid, hal 174.

17
b) Memahami kondisi keuangan terkini dari debitur atau pihak lawan,
termasuk memperoleh informasi mengenai komposisi aset debitur
dan tren pertumbuhan.
c) Memantau kepatuhan terhadap persyaratan yang ditetapkan dalam
perjanjian kredit atau kontrak transaksi lainnya.
d) Menilai kecukupan agunan secara berkala dibandingkan dengan
kewajiban debitur atau transaksi pihak lawan58
e) Mengidentifikasi permasalahan secara tepat, termasuk ketidaktepatan
pembayaran dan mengklarifikasi kan potensi kredit bermasalah
secara tepat waktu untuk tindakan perbaikan.
Dalam pelaksanaan pemantauan eksposur risiko kredit, satuan kerja
manajemen risiko harus menyusun laporan mengenai perkembangan
risiko kredit secara berkala, termasuk faktor-faktor penyebabnya, dan
menyampaikan nya kepada komite manajemen risiko dan direksi.
7) Pengendalian Risiko Kredit
Dalam rangka pengendalian risiko kredit ,harus dapat dipastikan
bahwa satuan kerja perkreditan dan satuan kerja lainnya yang melakukan
transaksi yang terekspos risiko kredit telah berfungsi secara memadai
dan eksposur risiko kredit dijaga tetap konsisten dengan limit yang
ditetapkan serta memenuhi standar kehati-hatian.
Pengendalian risiko kredit dapat dilakukan melalui beberapa
cara, antara lain mitigasi risiko, pengolahan posisi dan risiko portofolio
secara aktif, penetapan target batasan risiko konsentrasi dalam rencana
tahunan lembaga keuangan,penetapan tingkat kewenangan dalam proses
persetujuan penyediaan dana, dan analisis konsentrasi secara berkala
paling sedikit satu kali dalam setahun. Lembaga keuangan harus
memiliki sistem yang efektif untuk mendeteksi kredit bermasalah. Selain
itu, harus memisahkan fungsi penyelesaian kredit bermasalah tersebut
dengan fungsi yang memutuskan penyaluran kredit. Setiap strategi dan
hasil penanganan kredit bermasalah dicatat dan dibukukan, yang

58
Kasid, Manajemen Risiko, (Bogor:Ghalia, 2010), hal 167.

18
selanjutnya digunakan sebagai input untuk kepentingan satuan kerja
yang berfungsi menyalurkan atau merestrukturisasi kredit. 59
6. Sistem Pengendalian Internal
Dalam melakukan penerapan manajemen risiko melalui pelaksanaan
sistem pengendalian intern untuk risiko kredit , perlu ditetapkan sistem kaji
ulang yang independen dan berkelanjutan terhadap efektivitas penerapan
proses manajemen risiko untuk risiko kredit yang memuat evaluasi proses
administrasi kredit, penilaian akurasi penerapan pemeringkatan internal atau
penggunaan alat pemantauan lainnya,dan efektivitas pelaksanaan satuan kerja
atau petugas yang melakukan pemantauan kualitas kredit. 60
Sistem kaji ulang internal dilakukan oleh individu yang independen
dari unit bisnis untuk membantu evaluasi proses kredit secara keseluruhan,
menentukan akurasi peringkat internal,dan menilai apakah account officer
memonitor kredit secara individual dengan tepat.
Audit internal atas proses risiko kredit dilakukan secara periodik ,
antara lain mencakup identifikasi apakah:
a. Kesesuaian aktivitas penyediaan dana telah sejalan dengan kebijakan dan
prosedur yang ditetapkan.
b. Seluruh otoritas dilakukan dalam batas panduan yang diberikan.
c. Kualitas kredit individual dan komposisi portofolio telah dilaporkan
secara akurat kepada direksi.
d. Terdapat kelemahan dalam proses manajemen risiko untuk risiko kredit
kebijakan dan prosedur, termasuk setiap pengecualian terhadap kebijakan,
prosedur,dan limit.
7. Penilaian Kualitas Aset
Kualitas aset adalah semua total aktiva rupiah yang dimiliki bank
dengan maksud untuk memperoleh penghasilanyang diharapkan.61 Salah satu
perhitungan pada rasio kualitas aktiva yang digunakan menurut

59
Ibid, hal 170.
60
Bambang Rianto Rustam , Manajemen Risiko, (Jakarta:Salemba Empat, 2017), hal. 180.
61
Intannes Putri Basse dan Ade Sofyan Mulazid, “AnalisaPengaruh Kualitas Aset, Likuiditas,
Efensiensi Usaha dan Profitabilitas terhadap Rasio Kecukupan Modal pada Bank UmumS
yariahPeriode 2012-2015,” Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam, Vol.2, No.2, (2017), 114.

19
SEBI/No.7/10/DPNP tanggal 13 Maret 2005 tentang Lembaga Pemeringkat
dan Peringkat yang diakui Bank Indonesia, yaitu salah satunya adalah NPF.
Rasio ini menunjukkan kualitas aktiva kredit yang jika kolektibilitasnya
kurang lancar, diragukan dan macet dari total kredit secara keseluruhan, maka
bank tersebut menghadapi kredit bermasalah.62
Meningkatnya jumlah penyaluran kredit, maka akan menyebabkan
meningkatnya NPF yang juga disertai meningkatnya beban.63Hal ini tentu
saja akan mempengaruhi pertumbuhan modal. Selain besarnya beban
operasional dan meningkatnya NPF yang mempengaruhi perkembangan
modal. Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 tanggal 12
April 2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum,
semakin tinggi nilai NPF (diatas 5%), maka bank tersebut tidak sehat. NPF
yang tinggi menyebabkan menurunnya laba yang akan diterima oleh bank.64
Non Performing Financing (NPF) menunjukkan kemampuan
manajemen bankdalam mengelola kredit bermasalah yang diberikan oleh
bank, semakin tinggi rasio NPF maka akan semakin buruk kualitas kredit
bank yang menyebabkan jumlah kredit bermasalah semakin besar. Dengan
demikian, kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah tinggi dan
kemungkinan pencapaian laba semakin rendah.65Kredit dalam hal ini adalah
kredit yang diberikan kepada pihak ketiga tidak termasuk kredit kepada bank
lain.66
Semakin tinggi NPF, maka modal yang tersedia di bank semakin
menipis karena meningkatnya jumlah kredit yang macet tentu saja akan
mempengaruhi jumlah modal yang tersedia untuk membiayai kegiatan
operasional bank. Kredit macet membuat berkurangnya pendapatan yang
akan diterima oleh bank, sehingga bank akan menggunakan modal yang ada

62
Andriana Dian, Sistem Manajemen Basis Data Rasional (Jakarta:PTGramedia Pustaka, 2010), 9.
63
Asnaini SW, “Faktor-faktor yang Memengaruhi Non Performing Financing (NPF) pada Bank
Umum Syariah di Indonesia,” Jurnal Tekun, (2014), 205.
64
PBI No. 6/10/PBI/2004.
65
Vanni KM dan Rokhman W, “Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Non Performing Financing
pada Perbankan Syariah di Indonesia tahun 2011-2016,” Jurnal Ekonomi Syariah, (2017),
306.
66
Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan Edisi Keempat (Jakarta:FE UI, 2004), 14.

20
untuk membiayai kegiatan operasionalnya. Semakin sering kemacetan terjadi,
maka modal bank kelamaan akan terkikis dan habis.67NPF dihitung
berdasarkan perbandingan antara jumlah kredit yang bermasalah
dibandingkan dengan total kredit. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai
berikut:68
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐾𝑟𝑒𝑑𝑖𝑡 𝐵𝑒𝑟𝑚𝑎𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ
NPF = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐾𝑟𝑒𝑑𝑖𝑡 ×100%

Likuiditas merupakan rasio untuk mengukur kemampuan bank dalam


memenuhi kewajiban jangka pendeknya pada saat ditagih. Dengan kata lain
dapat membayar kembali pencairan dana deposannya pada saat diagih serta
dapat mencukupi permintaan kredit yang telah diajukan.69 Dikatakan likuid
jika pada saat ditagih bank mampu membayar. Kemudian bank juga harus
dapat pula memenuhi semuapermohonan kredit yang layak dibiayai.70
8. Mitigasi Risiko Kredit
Mitigasi risiko kredit adalah sejumlah teknik dan kebijakan dalam
mengelola risiko kredit untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya atau
dampak dari kerugian kredit. Teknik yang dapat digunakan adalah:
a. Model Pemeringkatan
Untuk pelaksanaan model pemeringkatan, pertama-tama perlu dikreasikan
model pemeringkatan kredit sebagai sarana untuk menetapkan
kemungkinan terjadinya default. Model pemeringkatan kredit diharapkan
akan memberikan gambaran terjadi nya peluang suatu kredit menjadi
macet (probability of default-PD). Model pemeringkatan akan
memberikan keyakinan pada lembaga keuangan untuk tidak
mengonsentrasikan portofolio nya pada kredit yang berkualitas rendah.
Selain itu ,model pemeringkatan ini merupakan sebuah upaya untuk
menanggulangi kredit macet. 71

67
Hariman Syaleh, “ Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kredit Macet pada PT.BPR Dharma
Pejuang Empatlima di Kabupaten Lima Puluh Kota,” Journal of Economic, Business, and
Accounting (COSTING), No.2, Vol.1, (2018),155.
68
Solihatun, “Analisis Non Performing Financing (NPF) Bank Umum SyariahTahun 2007-2012,”
Jurnal Ekonomi Pembangunan, No.1, Vol.12, (2014), 61.
69
Elfadhli, “Manajemen LikuiditasPerbankanSyariah,” Juris, No.1, Vol. 11, 51.
70
Kasmir, Pengantar Manajemen Keuangan (Jakarta:Kencana Prenada Media Group, 2010), 56.
71
Bambang Rianto Rustam, Manajemen Risiko , (Jakarat:Salemba Empat, 2017), hal 175.

21
Pemeringkatan kredit ini adalah suatu kategori yang sistematis,
umumnya berbentuk rangakaian alphabet (seperti AAA, AA, dan lain-
lain) yang diberikan kepada debitur/kelompok debitur berdasarkan tingkat
kemungkinan kegagalan debitur/kelompok debitur tersebut dalam
memenuhi kewajiban yang timbul atas fasilitas kredit yang diterimanya.
Tujuan pemeringkatan ini adalah memfasilitasi keputusan kredit yang
lebih baik dan objektif. Metodologi pemeringkatan dapat memakai
pendekatan judgement, pendekatan kuantitatif, atau kombinasi keduanya.
Pemeringkatan kredit ini dapat digunakan untuk penetapan harga,
kecukupan agunan, covenant, tingkat kewenangan memutus kredit,
regulatory capital, ataupun economic capital.
b. Manajemen Portofolio Kredit
Manajemen portofolio kredit adalah mekanisme atau teknik
pengelolaan berbagai aset dalam suatu portofolio untuk mencapai
diversifikasi yang optimal. Manajemen portofolio ini dilakukan dengan
melakukan suatu proses yang melibatkan penetapan target market,
targeted customer, pembatasan limit,dan pemantauan. Tujuan utama
manajemen portofolio ini adalah untuk mengkreasikan portofolio kredit
yang berkualitas melalui diversifikasi optimal dengan debitur terbaik
dalam industri nya.
Implementasi manajemen portofolio kredit ini dapat dilakukan dengan
melakukan analisis cohort untuk kredit individu. Analisis cohort adalah
analisis konsentrasi dan pengelompokan kredit berdasarkan industri atau
geografis. Adapun manfaatnya adalah :
1) Kredit tidak terlalu terkonsentrasi pada satu jenis industri saja atau
pada suatu daerah tertentu saja
2) Portofolio kredit terdiversifikasi
3) Risiko systematic default (kredit macet) rendah. 72
Manajemen portofolio akan mampu menghindarkan lembaga
keuangan dari konsentrasi pinjaman pada bidang bisnis, geografis,

72
Ibid, hal 176.

22
ataupun peringkat kredit tertentu yang dikenal sebagai risiko konsentrasi
kredit. Risiko konsentrasi kredit dapat dianalisis dengan analisis cohor.
Konsentrasi kredit adalah eksposur siginifikan yang terkait dengan:
a) Counterparty individual dan kelompok counterparty yang saling
berkaitan.
b) Sektor ekonomi atau wilayah geografis.
c) Ketergantungan pada aktivitas atau komoditas tertentu.
d) Jenis agunan atau counterparty tunggal.
c. Agunan
Agunan adalah hak dan kekuasaan atas benda berwujud dan atau
benda tidak berwujud yang diserahkan kepada debitur dan atau pihak
ketiga sebagai pemilik agunan kepada lembaga keuangan sebagai second
way out guna menjamin pelunasan kredit apabila kreditnya tidak dapat
dilunasi sesuai waktu yang disepakati dalam akad atau adendumnya.
Dari banyak mitigasi yang dilakukan lembaga keuangan model yang
paling umum diterapkan adalah meminta agunan. Agunan adalah aset
yang diberikan oleh nasabah untuk menjamin kredit yang akan menjadi
milik lembaga keuangan jika terjadi macet. Agunan wujudnya sangat
beragam, namun yang paling aman adalah agunan tunai berupa uang
tunai. Agunan yang paling banyak dijaminkan adalah aset properti, seperti
tanah,banguna.73
Oleh karena itu,agunan sering dikenal sebagai second way out. Untuk
mitigasi, perlu dipertimbangkan secara cermat legalitas agunan,
marketabilitas, kecukupan agunan, asuransi agunan, dan pengikatan
agunan. Kriteria agunan yang dapat diserahkan adalah :
1) Marketable
2) Mempunyai nilai ekonomis
3) Aman secara yuridis
Jenis agunan yang dapat diterima lembaga keuangan dapat dilihat
pada tabel di bawah ini. Agunan berupa tanah dan rumah tinggal

73
Bambang Rianto Rustam, Manajemen Risiko (Jakarta:Salemba Empat, 2017), hal.177.

23
merupakan agunan yang paling lazim dipakai. Sesuai Basel II agunan
keuangan yang dapat diperhitungkan adalah :
a) Kas dan sertifikat deposito serta simpanan pada lembaga keuangan-
lembaga keuangan peringkat atas.
b) Emas.

Benda Bergerak Agunan tunai (deposito dan lain-lain)


Piutang dagang
Persediaan barang
Mesin pabrik yang tidak dapat ditanam
Kendaraan bermotor
Kapallaut dengan bobot kurang dari 20m^3
Benda Tak Bergerak Tanah
Bangunan yang diikat fidusia
Mesin-mesin yang ditanam
Kapal min 20m^3 yang dinilai sama dan
terdaftar di Buku Daftar Kapal Indonesia
Pesawat Terbang
Hak Milik Rusun

c) Surat utang berperingkat yang diterbitkan oleh lembaga keuangan


asing dan lembaga lainnya dengan memerhatikan tingkat peringkat
minimum.
d) Surat utang lembaga keuangan yang tidak berperingkat (misalnya,
obligasi) yang diterbitkan pada bursa yang diakui.
e) Saham dan obligasi konversi yang masuk indeks utama pasar.
f) Mutual find shares dan undertaking for collective Investment of
transferrable of Securities (UCITS) dengan mempertimbangkan
ketersediaan daily quotes dan kendala-kendala tertentu.
d. Pengawasan Arus Kas
Salah satu cara yang cukup efektif dalam memantau kondisi
keuangan nasabah adalah dengan melihat kondisi arus kas perusahaan
atau perorangan yang dibiayai melalui mutasi aktivitas rekeningnya di
lembaga keuangan sehingga kredit yang memburuk dapat dideteksi
lembaga keuangan.
Reaksi cepat terhadap kredit yang makin memburuk kualitas nya
dapat memperkecil masalah bagi lembaga keuangan. Dengan melakukan

24
pemantauan arus kas,risiko kredit dapat diturunkan dengan menjaga
exposure at default (EAD) dan memastikan nasabah pada kesempatan
pertama melakukan aksi-aksi perbaikan terhadap situasi yang terjadi.
e. Manajemen Pemulihan
Banyak pakar menyatakan bahwa pengelolaan kredit macet yang
efisien akan mampu mengurangi kerugian yang timbul. Oleh karena itu,
lembaga keuangan banyak yang membentuk bagian khusus untuk
menangani penagihan sebagai bagian penting dari proses manajemen
risiko kredit.
Loss given default (LGD) adalah estimasi dari kerugian yang masih
tak tertagih yang dipikul lembaga keuangan sebagai akibat kredit macet
yang terjadi. Pembentukan LGD dan pengelolaan yang dilakukan
merupakan dua poin penting dalam metode internal rating based untuk
menghitung modal yang dicadangkan untuk risiko kredit. Nilai LGD
dalam advanced IRB dipengaruhi oleh estimasi lembaga keuangan
terhadap berapa besar penagihan yang dapat dilakukan pada kredit
macet.74
f. Asuransi
Salah satu alat mitigasi risiko kredit yang biasa dipakai adalah
asuransi,baik dari sisi asuransi kredit nya,dari sisi jiwa yang menerima
kredit,atau dari sisi objek agunan dari penerima kredit.
9. Restrukturisasi Kredit
Sebagaimana diuraikan sebelumnya bahwa kredit merupakan sumber
utama pendapatan dan sumber dana untuk mendukung ekspansi usaha.75
Dengan demikian, pengelolaan yang optimal dalam aktivitas kredit senantiasa
diharapkan dapat meminimalkan potensi kerugian yang akan terjadi akibat
kredit macet.
Mengingat pentingnya peranan kredit tersebut,untuk menghindari
risiko kerugian yang lebih besar, kualitas kredit haruslah dijaga dengan baik.
Saking pentingnya kualitas kredit, supervisor telah menerbitkan

74
Bambang Rianto Rustam, Manajemen Risiko ,( Jakarta:Salemba Empat, 2017), hal. 178.
75
Ibid, hal 179.

25
restrukturisasi sebagai salah satu strategi efektif dalam manajemen pemulihan
(recovery management). Dengan demikian ini, opsi restrukturisasi kredit
dapat dilakukan sebagai upaya bank membantu nasabah dalam
menyelesaikan kewajiban melalui rescheduling, reconditioning, dan
restructuring.

Rescheduling Reconditioning Restructuring


Perubahan jadwal - Kapasitas bunga, yaitu - Penambahan dana
pembayaran kewajiban bunga dijadikan utang fasilitas kredit bank
nasabah atau jangka pokok
waktunya dengan - Penundaan pembayaran
perpanjangan jangka bunga sampai waktu
waktu kredit atau jangka tertentu
waktu angsuran - Penurunan suku bunga
- Pembebasan bunga

D. Kesimpulan
1. Risiko kredit adalah risiko terbesar yang ada pada bank karena biasanya
margin yang dikenakan untuk menutup risiko kredit relatif kecil
dibandingkan dengan jumlah yang dipinjamkan sehingga kerugian kredit
bisa secara cepat menghabiskan modal bank.
2. Penilaian risiko inhern merupakan penilaian atas risiko yang melekat pada
kegiatan bisnis bank, baik yang dapat dikuantifikasikan maupun yang tidak,
yang berpotensi mempengaruhi posisi keuangan bank. Karakteristik
ditentukan oleh faktor internal maupun eksternal.
3. IFSB (Islamic Financial Sevice Board) merupakan lembaga internasional
yang bertujuan merumuskan infrastruktur keuangan islam dan standar
instrumen keuangan islam. Prinsip-prinsip IFSB yaitu : Institusi keuangan
Islam harus memiliki proses menghilangkan semua elemen manajemen
risiko, Institusi keuangan Islam harus menjamin sistem pengendalian yang
mencukupi dengan pemeriksaan sesuai, harus menjamin kualitas dan
pelaporan risiko untuk pemegang wewenang pengaturan, dan membuat
informasi terbuka yang sesuai dan tepa twaktu bagi pemegang investasi.
4. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/17/DPbS tentang Batas Maksimum
Penyaluran Dana Bank Pembiayaan Rakyat. BPRS menyampaikan laporan

26
Batas Maksimum Penyaluran Dana (BMPD) secara bulanan kepada Bank
Indonesia secara on-line.Perhitungan BMPD untuk Pembiayaan, dilakukan
berdasarkan jenis-jenis akad yang digunakan.
5. Penerapan manajemen risiko kredit di sebuah perusahaan umumnya
mencakup:Pengawasan aktif dewandireksi dan komisaris, Kebijakan dan
Prosedur Manajemen Risiko Serta Penetapan Limit, dan Proses Identifikasi,
Pengukuran, Pemantauan, dan Pengendalian Risiko.
6. Sistem kaji ulang internal dilakukan oleh individu yang independen dari unit
bisnis untuk membantu evaluasi proses kredit secara keseluruhan,
menentukan akurasi peringkat internal,dan menilai apakah account officer
memonitor kredit secara individual dengan tepat.
7. Kualitas aset adalah semua total aktiva rupiah yang dimiliki bank dengan
maksud untuk memperoleh penghasilan yang diharapkan. Salah satu
perhitungan pada rasio kualitas aktiva yang digunakan menurut
SEBI/No.7/10/DPNP tanggal 13 Maret 2005 tentang Lembaga Pemeringkat
dan Peringkat yang diakui Bank Indonesia, yaitu salah satunya adalah NPF.
Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 tanggal 12 April
2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, semakin
tinggi nilai NPF (diatas 5%), maka bank tersebut tidak sehat. NPF yang tinggi
menyebabkan menurunnya laba yang akan diterima oleh bank.
8. Mitigasi risiko kredit adalah sejumlah teknik dan kebijakan dalam mengelola
risiko kredit untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya atau dampak dari
kerugian kredit. Teknik yang dapatdigunakan adalah : Model Pemeringkatan,
Manajemen Portofolio Kredit.
9. Restrukturisasi digunakan untuk melakukan perbaikan yang tujuan akhirnya
adalah memperbaiki kinerja sebuah usaha yang dijalankan baik perorangan
maupun perusahaan.

27
E. Daftar Pustaka
Sumber Buku dan Jurnal
Abd Shomad, Trisadini P. Usanti. Transaksi Bank Syariah. Jakarta:Bumi Aksara,
2013.
Ade Sofyan Mulazid, Intannes Putri Basse. Analisa Pengaruh Kualitas Aset,
Likuiditas, Efensiensi Usaha dan Profitabilitas terhadap Rasio Kecukupan
Modal pada Bank UmumS yariahPeriode 2012-2015. Jurnal Ekonomi dan
Bisnis Islam, Vol.2, No.2, 2017.
Arifin, Zainul. Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah. Jakarta:Azkia Publisher,
2009.
Bambang Rianto, Rustam. Manajemen Resiko Perbankan Syariah di Indonesia.
Jakarta:Salemba Empat, 2013.
Basri, A. Ikhwan. Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta:PT
Bumi Aksara, 2008.
Berg, and Henz. Risk Management, Procedure, Methods, and Experiences.
Journal RT & A,Vol. 1, No. 2, 2010.
Brantas. Dasar-Dasar Manajemen, cet 20. Bandung:Alfabeta, 2009.
Buchori, S Nur. Konsep Syariah & Praktek. Banten:PAM Press, 2012.
Darmawi, Herman. Manajemen Risiko. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2002.
Dian, Andriana. Sistem Manajemen Basis Data Rasional. Jakarta:PTGramedia
Pustaka, 2010.
Elfadhli. Manajemen LikuiditasPerbankanSyariah. Juris, No.1, Vol. 11.
Hasibuan, Malayu. Manajemen:Dasar, Pengertian dan Masalah. Jakarta, Bumi
Aksara:2009.
Ikatan Bankir Indonesia. Manajemen Risiko 2. Jakarta:PT Gramedia Pustaka
Utama, 2012.
Indroes, N. Ferry. Manajemen Risiko Perbankan. Jakarta:PT Raja Grafindo
Persada, 2011.
Karim, A. Adiwarman. Bank Islam:Analisis Fiqih dan Keuangan Ed 3.
Jakarta:PT Raja Grafindo.
Kasid. Manajemen Risiko. Bogor:Ghalia, 2010.

28
Kasmir. Pengantar Manajemen Keuangan. Jakarta:Kencana Prenada Media
Group, 2010.
Kountur, Ronny. Manajemen Risiko Operasional. Jakarta:PPM, 2004.
Lulail Yunus, Jamal. Manajemen Bank Syariah Mikro. Malang:UIN Malang
Press, 2009.
M. Herujito, Yayat. Pengantar Manajemen. Jakarta:PT Grasindo, 2001.
Muhammad Karebet Widjajakusuma, Muhammad Ismail Yusanto. Pengantar
Manajemen Syariat. Jakarta:Khairun Bayan, 2003.
Rahayu Ningsih, Lilis Sugi. Manajemen Risiko dalam Perbankan Syariah. e-
jurnal STAI Attanwir.
Rianto Rustam, Bambang. Manajemen Risiko. Jakarta:Salemba Empat ,2017.
Riduan, Karim. Prinsip-prinsipManajemen Risiko. Bandung:Jurnal Iqtisad, 2004.
Rifki Ismail,dan Veithzal Rivai. Islamic Risk Management For Islamic Bank.
Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama, 2013.
Rival, Veithzal. Islamic Banking. Jakarta: Bumi Aksara, 2010.
Rokhman W, Vanni KM. Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Non
Performing Financing pada Perbankan Syariah di Indonesia tahun 2011-2016.
Jurnal Ekonomi Syariah, 2017.
Rukmana, dan Amir Machmud. Bank Syariah teori, kebijakan dan studi empiris
di Indonesia. Jakarta:Erlangga, 2010.
Salim, Abas. Asuransi Dan Manajemen Risiko,cet 10. Jakarta:PT Raja Grafindo,
2012.
Siamat, Dahlan. Manajemen Lembaga Keuangan Edisi Keempat. Jakarta:FE UI,
2004.
Solihatun. Analisis Non Performing Financing (NPF) Bank Umum Syariah
Tahun 2007-2012. Jurnal Ekonomi Pembangunan, No.1, Vol.12, 2014.
Sukirno, Sadono. Makro Ekonomi Teori Pengantar Edisi Ketiga.
Jakarta:Rajawali Pers, 2016.
Supriyono, Maryanto. Buku Pintar Perbankan. Yogyakarta:C.V Andi Offset,
2011.
SW, Asnaini. Faktor-faktor yang Memengaruhi Non Performing Financing
(NPF) pada Bank Umum Syariah di Indonesia. Jurnal Tekun, 2014.

29
Syafi’i Antonio, Muhammad. Bank Syariah : Dari Teori ke Praktik.
Jakarta:Gema Insani, 2001.
Syahrul Hanafi, dan Nur Dinah Fauziah. Profil dan Penerapan Manajemen Risiko
di Bank Syariah. Jurnal Syariah dan Hukum Islam, Vol.2, No.2, 2017.
Syaleh, Hariman. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kredit Macet pada
PT.BPR Dharma Pejuang Empatlima di Kabupaten Lima Puluh Kota. Journal
of Economic, Business, and Accounting (COSTING), No.2, Vol.1, 2018.
Tampubolon, Robert. Risk Management pendekatan kualitatif untuk bank
komersial. Jakarta:PT Elex Media Komputindo,2004.
Taswan. Manajemen Perbankan:Konsep, Teknik danAplikasi. Yogyakarta:UPP
STIM YKPN.
Umam, Khoirul. Manajemen Perbankan Syariah. Bandung:PustakaSetia,2013.
Veithzal Rivai, dan Arviyan Arifin. Islamic Banking:SebuahTeori, Konsep dan
Aplikasi. Jakarta:Bumi Aksara, 2010.
Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah. Jakarta:PT Gramedia Pustaka
Utama, 2012.
Wendiana, Adetyas. Analisis Kredit. e-jurnal FE UI, 2009.
Yeni Priyatna Sari, Ahmadi. Zakat, Pajak dan Lembaga Keuangan Islami dalam
Tinjauan fiqh.Solo:Era Intermedika, 2004.
Sumber Peraturan Bank Indonesia
PBI No.5/8/PBI/2003.
PBI No. 6/10/PBI/2004.

30

Anda mungkin juga menyukai