Anda di halaman 1dari 13

Modul III : Manajemen Risiko

bagi Bank Perkreditan Rakyat


‘Risiko Kredit pada Pembiayaan UMKM’

Disusun oleh :
Virza Ilham Zaini (Retail Banking Advisor)
Benjie Panohon (MSME Finance Advisor)
DSIK Indonesia & The Philippines
“Rural development by strengthening the rural banking sector.”

Bali
2021 - 2023
PENGANTAR

Sebagai sebuah lembaga dengan fungsi intermediasi yang mana kegiatan


utamanya adalah menghimpun dana simpanan dari masyarakat serta menyalurkannya
dalam bentuk pinjaman, dapat dimengerti bahwa pendapatan terbesar pada sektor
perbankan diperoleh dari pendapatan bunga. Khususnya pada sektor BPR, penyaluran
jasa kredit merupakan kegiatan yang sangat mendominasi, sehingga menjadi wajar
ketika hampir semua BPR bertumpu pada pendapatan bunga pinjaman.
Ketergantungan yang begitu besar terhadap pendapatan bunga ini,
mengharuskan setiap BPR untuk mampu mengelola risiko dan memitigasi kerugian yang
melekat terhadap setiap produk kredit. Ada begitu banyak kerugian yang akan diterima
BPR ketika mereka gagal mengelola risiko dengan baik, seperti kehilangan kesempatan
memperoleh pendapatan bunga, munculnya biaya terkait proses penagihan dan
penyelesaian kredit maupun konsekuensi denda atau pinalti yang timbul seperti
pembentukkan cadangan (PPAP) yang pada akhirnya dapat menggerus laba perusahaan.
Modul ke 3 ini akan menyajikan beberapa konsep penting dalam mengelola risiko
kredit serta langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk memitigasi kerugian yang
timbul. Mulai dari pentingnya mengumpulkan dan mengolah informasi yang relevan,
mengelola tingkat keamanan dalam penyaluran kredit serta strategi kontrol yang baik
untuk dapat memitigasi kerugian yang timbul tanpa harus mengurangi efektifitas
pelayanan BPR secara signifikan. Modul ini juga dilengkapi dengan kiat-kiat guna
membangun dan meningkatkan kualitas staf pegawai BPR. Dengan modul ini diharapkan
sektor BPR dapat lebih mengembangkan bisnis, melalui ekspansi kredit dengan tetap
menjaga kualitas portofolio kredit mereka.

Tim Penulis,

Page | i
DAFTAR ISI

PENGANTAR ..................................................................................................................................................... i
DAFTAR ISI ....................................................................................................................................................... ii
RISIKO KREDIT PADA PEMBIAYAAN UMKM ................................................................................................ 1
1. Apa itu Risiko Kredit ...................................................................................................................... 1
2. Langkah Mitigasi Kredit melalui Penerapan 5 C + 1 C .............................................................. 1
3. Informasi Asimetris ........................................................................................................................ 3
4. Penyebab Kegagalan Kredit ......................................................................................................... 3
5. Bagaimana Kita Mengelola Risiko Kredit ................................................................................... 4
6. Manajemen Risiko Kredit pada Bank .......................................................................................... 6
7. Pinjaman Berbasis Risiko ............................................................................................................. 7
8. Meningkatkan ‘Kualitas Staf’ ........................................................................................................ 8
9. Pelaksanaan Analisis Kelayakan Kredit ...................................................................................... 9
10. Rangkuman Modul. ...................................................................................................................... 10

Page | ii
RISIKO KREDIT PADA PEMBIAYAAN UMKM

1. Apa itu Risiko Kredit


Peraturan OJK No : 13/POJK.03/2015 tentang penerapan manajemen risiko bagi
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) menuliskan bahwa :
“Risiko kredit (credit risk) didefinisikan sebagai risiko kerugian yang terkait dengan
kemungkinan kegagalan counterparty memenuhi kewajibannya; atau risiko bahwa
debitur tidak membayar kembali hutangnya”
Jadi juga dapat disebutkan bahwa risiko kredit adalah peluang timbulnya kerugian
dikarenakan peminjam tidak memenuhi kewajibannya.

2. Langkah Mitigasi Kredit melalui Penerapan 5 C + 1 C


i. Character; analisis dan penilaian terhadap karakter dari pemohon kredit adalah aspek
utama yang harus dianalisis ketika melakukan studi kelayakan kredit. Analisis
terhadap karakter ini meliputi penilaian terhadap kemauan dan komitmen pemohon
untuk memenuhi kewajibannya. Referensi penilaian dapat diperoleh dari data SLIK,
wawancara langsung dengan pemohon, supplier, pembeli, pelaku usaha serta
masyarakat di sekitar lokasi usaha maupun tempat tinggal pemohon. Penilaian
karakter merupakan penilaian secara kualitatif terhadap berbagai macam faktor yang
secara umum tidak dapat diukur secara kuantitatif. Penggunaan proxy indicators akan
sangat membantu untuk menilai baik buruknya karakter pemohon kredit, misal
historikal tunggakan pinjaman, trade checking untuk melihat bagaimana hubungan
pemohon dengan setiap pihak yang terkait dengan usahanya, serta interaksi sosial
pemohon di keluarga maupun lingkungan tempat tinggal. Beberapa bank juga
mengaitkan penilaian ini dengan beberapa hal seperti status pernikahan, jumlah
anggota keluarga, latar belakang pendidikan, lama menetap dsb.
ii. Capacity; penilaian kemampuan membayar pada sektor UMKM adalah analisis yang
dilakukan secara kuantitatif maupun kualitatif. Penilaian kuantitatif dilakukan untuk
menilai dua hal yaitu kemampuan usaha dalam menghasilkan laba yang tercermin
dari profit margin pada laporan laba dan rugi serta kemampuan untuk membayar
seluruh kewajiban baik itu pokok dan bunga pinjaman yang dapat dilihat pada
laporan arus kas. Net profit margin (NPM) selalu berbeda-beda persentasenya untuk
setiap jenis ataupun sektor usaha, namun bank harus memastikan bahawa NPM usaha
yang dibiayai berada di atas atau melebihi tingkat suku bunga dari kredit yang akan
diberikan. Begitu juga dengan kecukupan kas akhir yang tersedia. Mengingat tidak

Page 1 of 13
semua penghasilan diperoleh dalam bentuk tunai begitu juga dengan biaya/beban,
maka diperlukan analisis terhadap arus kas untuk melihat kecukupan pemenuhan
kewajiban pembayaran angsuran untuk setiap periodenya. Secara kualitatif penilaian
dilakukan terhadap aspek manajerial dan teknis pemohon. Hal ini dapat tercermin
dari beberapa hal seperti pengalaman pemohon di bidang yang sama, berapa lama
usaha telah berjalan, uraian dan pembagian tugas bagi pekerja maupun efektifias
serta efisiensi kegiatan produksi.
iii. Capital; menilai struktur permodalan yang dimiliki oleh pemohon kredit dapat
dilakukan dengan menganalisis laporan neraca keuangan serta rasio pembiayaan
sendiri (self financing) untuk memenuhi kebutuhan diluar pinjaman bank. Adapun
salah satu rasio yang digunakan dalam menganalisis laporan neraca keuangan adalah
Debt to equity ratio. Rasio ini akan menggambarkan seberapa besar porsi modal yang
dimiliki pemohon dalam membiayai keseluruhan aset, sehingga dapat dilihat sejauh
mana keseriusan pemohon dalam mengelola, menjalankan dan mengembangkan
usahanya. Semakin tinggi porsi modal sendiri, maka akan berkorelasi secara positif
terhadap komitmen pemohon terhadap kewajibannya.
iv. Conditions; analisis kualitatif yang dilakukan untuk mendapatkan gambaran
kemampuan debitur dalam memenuhi kewajibannya sesuai kondisi ekonomi secara
umum, industri atau kondisi tertentu yang mempengaruhi kemampuan membayar
pinjaman. Analisis ini diperlukan karena beberapa prospek usaha sangat berkaitan
erat dengan kondisi ekonomi di masa itu.
v. Collateral; meski sering dianggap sebagai second way out namun jaminan ataupun
agunan kadangkala tetap dianggap perlu sebagai pelindung dari risiko keuangan
serta mengikat keseriusan debitur dalam menjalankan usaha serta memenuhi
kewajiban angsurannya. Analisis terhadap collateral tidak hanya sebatas melihat
apakah nilai jaminan dapat mengcover kredit tapi juga melihat status kepemilikan,
legalitas serta bentuk perikatan yang akan digunakan.
vi. Constraints; analisis ini berupaya untuk melihat batasan dan hambatan yang
menyebabkan suatu bisnis tidak dapat dilaksanakan karena kondisi tertentu (tempat,
iklim, masyarakat dll). Misal ada pompa bensin di sekitar usaha las atau usaha
perternakan dilingkungan pemukiman.

Page 2 of 13
3. Informasi Asimetris
‘Situasi dimana salah satu pihak pada saat suatu transaksi ekonomi memiliki
pengetahuan material lebih dari pihak lain’ dikutip dari Investopedia. Hal seperti ini
harus dihindari oleh pihak BPR sebelum merealisasi pinjaman. Kondisi ketika bank tidak
memiliki sumber informasi yang memadai sebelum merealisasi pinjaman akan
memberikan beberapa risiko bagi bank. Beberapa risiko tersebut antara lain :
i. Prarealisasi, yaitu kesalahan dalam menilai kelayakan calon debitur. Ini adalah risiko
yang muncul diakibatkan pemberian pinjaman yang tidak layak karena kesalahan
informasi atau adanya informasi yang tidak terdeteksi sedari awal.
ii. Pascarealisasi, yaitu moral hazard. Ini adalah risiko yang muncul diakibatkan debitur
terlibat dalam prilaku atau investasi yang berisiko setelah pinjaman direalisasi.
Mengingat betapa seringnya situasi asimetris ini terjadi pada aktivitas bisnis
perkreditan maka untuk menghindarkan bank dari situasi sulit dan potensi kerugian di
masa yang akan datang, penerapan manajemen risiko kredit yang baik menjadi sebuah
solusi yang dapat diambil sebagai langkah awal pencegahan.

4. Penyebab Kegagalan Kredit


Sebelum kita melihat lebih jauh bagaimana mengelola risiko dalam bisnis
perkreditan, ada baiknya kita mengenal beberapa sebab kegagalan kredit, sebagai
berikut :
i. Fraud; seperti pencurian atau pemalsuan identitas, usaha fiktif (tidak riil), berkolusi
dengan agen atau makelar kredit, pemalsuan dokumen dsb.
ii. Kendala likuiditas; seperti banyaknya piutang tak tertagih, persediaan yang sulit
terjual, meminjamkan kas ke teman, keluarga atau mitra bisnis dsb.
iii. Risiko solvabilitas; seperti hutang yang terlalu besar, adanya perubahan persyaratan
dari pemasok, pergerakan signifikan dari usaha dsb.
iv. Risiko investasi; seperti terjebak dalam investasi berisiko, berinvestasi di usaha baru,
berinvestasi di usaha yang dikelola oleh orang lain.
v. Aspek manajemen; seperti keahlian yang rendah di bidang usaha, Tidak ada /
lemahnya perencanaan dsb.
vi. Risiko industri; seperti beberapa usaha yang sifatnya musiman, fluktuasi perubahan
harga, jangkauan produk dan persaingan pasar.
vii. Hambatan dari eksternal; seperti guncangan ekonomi, bencana alam dan
ketidakstabilan politik.
viii. Hambatan personal; sepertinya adanya masalah keluarga, masalah kesehatan atau
perpindahan tempat tinggal (keluar kota).
ix. Hambatan terkait peraturan; kendala perizinan usaha (legalitas), aturan perpajakan,
perubahan peraturan pemerintah.

Page 3 of 13
5. Bagaimana Kita Mengelola Risiko Kredit
Ada 3 dimensi yang menjadi faktor penting yang harus dikelola dengan baik dalam
menentukan keberhasilan pengelolaan bisnis kredit. Ketiga hal tersebut adalah sebagai
berikut :

i. Informasi; seperti apa yang disampaikan pada sub bab sebelumnya terkait dengan
risiko dari informasi yang asimetris. Maka kita perlu melakukan investigasi terhadap
kuantitas dan kualitas informasi yang dikumpulkan baik itu dari nasabah, sumber
internal bank maupun eksternal terkait background calon nasabah maupun kredit
yang dimohonkan. Informasi ini dapat dikumpulkan dari berbagai sumber seperti
dokumen-dokumen sebagai prasyarat kredit, form aplikasi pinjaman, wawancara
langsung ataupun via telpon, pengalaman calon nasabah, laporan keuangan, catatan
pembukuan, historikal kredit maupun hasil trade checking dan social checking dari
kunjungan langsung ke lokasi usaha dan tempat tinggal.
ii. Kontrol; kontrol ini sangat diperlukan terutama pascarealisasi kredit yang bertujuan
untuk memperkuat monitoring dan/atau mencegah nasabah terlibat dalam prilaku
berisiko. Proses kontrol ini dapat dilakukan dengan memperketat persyaratan
kelayakan kredit, memastikan tujuan penggunaan sesuai dengan yang sebenarnya,
persyaratan administratif prarealisasi, pola monitoring jadwal pembayaran kredit,
prosedur operasional terkait proses pengawasan kredit serta pembagian tugas yang
detail terkait unit fungsi petugas kredit di suatu bank.
iii. Security; sebagai mitigasi moral hazard, faktor ini sangat penting dalam menurunkan
kerugian bank jika terjadi default (wanprestasi dari debitur). Beberapa cara yang
dapat dilakukan antara lain dengan melibatkan pihak ke3 sebagai penjamin,
mempersyaratkan adanya agunan pinjaman, memasang asuransi serta penetapan
suku bunga bank.

Page 4 of 13
Apabila dikaitkan dengan prinsip 5C, maka tinggi rendahnya kualitas maupun kuantitas
informasi yang diperoleh akan memperkuat analisis terhadap penilaian aspek character
dan capacity calon nasabah, sedangkan kualitas kontrol dan security merupakan bagian
dari analisis terhadap penilaian aspek capital, conditions, dan collateral.
Dengan mengelola ketiga dimensi tersebut, diharapkan bank dapat melakukan
berbagai langkah preventif untuk mengcover seluruh risiko kredit yang akan muncul.
Namun yang menjadi poin kritis adalah bank tidak dapat mengelola ketiganya sekaligus
secara maksimal di waktu yang bersamaan, dikarenakan berbagai hal sebagai berikut :
i. Merupakan hal yang sangat sulit bagi bank untuk mengetahui semua hal tentang
nasabah / calon nasabah.
ii. Sangat tidak mungkin untuk memprediksi masa depan dengan akurat.
iii. Semakin kita ingin memaksimalkan pengelolaan atas ketiga faktor tersebut maka
akan semakin banyak membutuhkan biaya, sehingga bisnis bank kemungkinan besar
menjadi tidak efisien.
iv. Mengelola ketiganya secara berlebihan akan dapat merusak reputasi bank. Proses
kredit akan membutuhkan waktu yang sangat panjang.
v. Pada akhirnya akan memberikan citra negatif bagi bank.
Oleh karena itu, setiap lembaga keuangan harus menemukan komposisi yang
seimbang dan tepat di antara ketiganya sesuai dengan tujuan institusional mereka, selera
risiko masing-masing dan realitas pasar sasaran dari setiap produk. Mari kita lihat contoh-
contoh pengelolaan ketiga dimensi tersebut untuk masing-masing kondisi :
1. Untuk kredit KPR (properti), bank tidak akan terlalu fokus pada dimensi informasi.
Pada scheme kredit ini, bank akan memperketat dimensi kontrol seperti ketersediaan
down payment dengan rasio minimal 30% serta proses transaksi pemindahan dana
dari rekening pinjaman ke rekening penjual. Selanjutnya bank juga akan memperkuat
dimensi security dalam bentuk perikatan jaminan yang kuat, asuransi jiwa peminjam
maupun objek pembiayaan serta jika dimungkinkan adanya buy back guarantee dari
developer apabila terjadi tunggakan pinjaman.

Page 5 of 13
2. Jika kita melihat kepada lembaga lain seperti pegadaian, maka pengelolaan tiga
dimensi tersebut akan terlihat lebih ekstrem. Pihak pegadaian biasanya tidak akan
terlalu fokus pada dua dimensi seperti informasi dan kontrol. Pegadaian akan menjual
layanannya secara efektif dengan hanya memperkuat serta memperketat dimensi
security. Pegadaian akan memegang secara penuh objek jaminan, baik fisik maupun
surat kepemilikan serta memberikan tingkat suku bunga yang tinggi sebagai salah
satu mitigasi risiko kerugian.

6. Manajemen Risiko Kredit pada Bank


Berikut akan dibahas bagaimana sebuah institusi bank mengelola ke tiga dimensi
tersebut dengan tools yang ada :
i. Untuk memastikan bank memperoleh informasi yang memadai terkait dengan latar
belakang kredit maupuan latar belakang pemohon, maka bank dapat menggunakan
tools maupun aktivitas sebagai berikut :
• Formulir Aplikasi, yang memuat semua data baik terkait pribadi, usaha, pinjaman
yang dimohonkan serta jaminan.
• Komunikasi dan konfirmasi via telpon serta kunjungan langsung.
• Memastikan kelengkapan dan keabsahan dokumen terkait.
• Persyaratan terkait APU dan PPT seperti yang dipersyaratkan OJK.
ii. Dalam hal melakukan kontrol terhadap kredit, ada beberapa hal yang dapat
dipersyaratkan dan diperketat oleh bank, sebagai berikut :
• Persyaratan minimal lama usaha berdiri.
• Konfirmasi dan mengawasi tujuan penggunaan kredit.
• Analisis penilaian dan studi kelayakan kredit.
• Dukungan penuh manajemen.
• Proses persetujuan (komite) kredit.
• Sistem pembayaran angsuran.
• Persyaratan tambahan lainnya sebelum realisasi kredit.
Page 6 of 13
• Pola monitoring kreidt.
iii. Begitupun dalam hal security, bank dapat memperlakukan beberapa kebijakan
sebagai berikut :
• Melibatkan lembaga/individu penjamin.
• Menetapkan aturan pemblokiran 10% sebagai tabungan wajib.
• Menggunakan asuransi pinjaman.
• Menaikkan tingkat suku bunga untuk nasabah berisiko tinggi.
• Menggunakan jaminan baik fix assets maupun jaminan bergerak.
• Menggunakan asuransi jiwa maupun asuransi objek jaminan.

7. Pinjaman Berbasis Risiko


Dalam menerapkan pinjaman berbasis risiko, kualitas (akurasi) dan kuantitas
(relevansi) informasi sangatlah penting. Terlebih untuk sektor UMKM, dimana kecepatan
proses dan kemudahan terhadap akses layanan merupakan faktor utama yang menjadi
pertimbangan bagi konsumen dalam menentukan pilihan terkait bank mana yang akan
mereka tuju. Hal ini yang menyebabkan dalam rangka efektifitas bisnis dan efisiensi
proses maka bank harus sedikit melonggarkan dimensi lainnya (control dan security).

Namun demikian, meski aspek pelayanan dalam hal kecepatan proses dan
kemudahan akses adalah hal yang utama tapi bank sebagai lembaga keuangan formal
tetap harus mengedepankan prinsip kehati-hatian (prudential banking principle) untuk
meminimalkan risiko usaha operasional bank. Oleh karena itu, agar risk coverage tetap
terjaga maka diperlukan dimensi keempat yaitu kualitas staf. Kualitas staf ini terkait
dengan kompetensi dan keandalan.

Page 7 of 13
‘Dimensi keempat’ ini menjadi jaminan utama bagi bank, bahwa analisis risiko dan
penyaringan calon nasabah dilakukan pada standar yang tinggi. Berikut adalah beberapa
faktor yang dapat meningkatkan kualitas staf :
• Proses rekrutmen yang tepat.
• Pelatihan yang komprehensif.
• Level otorisasi berjenjang.
• Peluang pengembangan staf.
• Motivasi dan insentif.
• Umpan balik dan evaluasi berkala.
• Dukungan kelembagaan.

8. Meningkatkan ‘Kualitas Staf’


Berikut adalah beberapa atribut yang dibutuhkan oleh staf yang dipercaya atau
ditugaskan di bidang perkreditan.
• Keterampilan memasarkan dan komunikasi yang kuat.
• Cepat berlogika dan berfikir kritis.
• Pemahaman mendalam tentang terminologi dan prinsip keuangan.
• Disiplin, dapat diandalkan dan memiliki motivasi.
• Mematuhi kebijakan, peraturan dan kode etik secara ketat.
Selanjutnya mekanisme yang dapat dipilih untuk memastikan kontrol terhadap masing-
masing atribut adalah sebagai berikut :
1. Rekrutmen berbasis motivasi dan keterampilan.
2. Pelatihan yang komprehensif.
3. Mentoring di tempat kerja yang intensif.
4. Pembatasan otorisasi dan pembagian tugas.
5. Evaluasi, perencanaan karir dan paket intensif.

Page 8 of 13
Tabel di bawah akan menunjukkan hubungan antara masing-masing atribut dengan
mekanisme yang dapat diambil :
Atribut yang dibutuhkan Mekanisme Quality Control
Pemasaran dan Komunikasi No. 1, 2, 3
Logika dan berfikir kritis No. 1, 2, 3
Pemahaman terminologi dan prinsip keuangan No. 2, 3, 4
Disiplin, dapat diandalkan dan bermotivasi No. 2, 3, 4, 5
Kepatuhan akan kebijakan, peraturan dan etik No. 2, 3, 4, 5

9. Pelaksanaan Analisis Kelayakan Kredit


Analisis kelayakan kredit terdiri dari analisis yang dilakukan baik secara kualitatif dan
kuantitatif. Untuk melakukan analisis tersebut diperlukan informasi yang komprehensif
terkait beberapa hal sebagai berikut :

i. Informasi dasar; informasi ini akan berisi semua hal terkait dengan keadaan pribadi
dan keluarga dari pemohon. Beberapa informasi terkait antara lain usia, tingkat
pendidikan, jumlah anggota keluarga, pekerjaan anggota keluarga yang lain, lama
menetap di tempat tinggal saat ini dsb.
ii. Informasi bisnis (kondisi umum usaha); Informasi ini terkait dengan struktur
organisasi, riwayat usaha dan model bisnis. Beberapa informasi terkait antara lain,
kepemilikan usaha, jumlah unit cabang, jumlah tenaga kerja, lama usaha berdiri,
pengalaman usaha berdiri, kompetitor di sekitar lokasi, legalitas usaha dsb.
iii. Informasi keuangan; Informasi ini bersumber dari laporan keuangan seperti neraca
keuangan, laba/rugi, dan arus kas. Beberapa informasi yang dianggap perlu antara
lain rasio self financing, rasio hutang, rasio kemampuan bayar, Net profit margin, dan
berbagai rasio lain yang mendukung dalam mengambil keputusan, terutama terkait
jumlah kredit dan jangka waktu (besaran angsuran kredit).
iv. Informasi terkait pinjaman; Informasi ini terkait beberapa hal seperti tujuan pinjaman,
riwayat pinjaman serta aspek untuk mengamankan pinjaman.
Mengingat aspek keuangan sebagai salah satu aspek penting sebagai dasar
keputusan terutama dalam menganalisis kredit dengan jumlah yang lebih besar, maka
dapat ditambahkan beberapa hal yang harus diperhatikan dalam rangka memvalidasi
informasi yang diperoleh sebagai berikut :
• Strategi dan metode pengumpulan data yang relevan.
• Penyusunan ulang laporan keuangan.
• Penerapan teknik cross-checking.

Page 9 of 13
• Penilaian dan penyesuaian dengan informasi non-keuangan.
• Pertimbangan spesifik terhadap risiko pada industri dan bisnis.
• Penilaian aset dan surat berharga.

10. Rangkuman Modul.


1. Manajemen risiko kredit pada sektor UKM lebih komprehensif dan teknis
dibandingkan dengan keuangan mikro, tetapi juga harus fleksibel dan ringan
daripada pinjaman korporasi.
2. Akan jauh lebih baik untuk mempertimbangkan kombinasi yang tepat dari 1)
informasi, 2) kontrol, and 3) keamanan untuk dapat diimplementasikan sesuai
dengan tujuan institusi, penerimaan risiko dan realita pasar.
3. Selain itu, penting bagi sebuah institusi untuk berinvestasi pada karyawannya, karena
kualitas staf dapat secara signifikan meningkatkan performa manajemen risiko kredit
dengan bertindak sebagai bentuk tambahan dari “control” dan “security.”
4. Meningkatkan dan mempertahankan kualitas staf bukan hanya tentang “melatih
orang”, tetapi juga harus melibatkan program untuk peningkatan karir dan
pengembangan diri di dalam satu paket (misalnya gaji & insentif yang sepadan).
5. Pendekatan dalam mengembangkan keahlian dalam bidang pembiayaan UKM harus
mendalam, standar dan berkesinambungan dimulai sesaat setelah mereka dipercaya
mengemban pekerjaan itu.
6. Hal Paling mendasar yang harus dipelajari oleh praktisi keuangan UKM adalah
bagaimana melakukan analisis keuangan UKM, yang mencakup penilaian informasi
keuangan dan non-keuangan peminjam untuk sampai pada keputusan yang tepat
terinformasi dengan baik.

Page 10 of 13

Anda mungkin juga menyukai